Anda di halaman 1dari 3

“Pentingnya Edupreneurship dalam Menghapus Tantangan Politik Orang

Dalam”
Edupreneur (educational entrepreneur) adalah seseorang yang telah
mendapatkan ilmu formalnya pada institusi pendidikan, kemudian mencurahkan
segala ilmu dan keterampilan tersebut pada realitas usaha/bisnis agar terciptanya
para wirausaha (entrepreneur) yang professional (Donald. E. Leisey, Ed.D.,
2012).1 Di era yang serba digital seperti saat ini sebuah pengembangan
edupreneurship juga sangat dibutuhkan para generasi milenial, terutama bagi
orang yang belum mempunyai skill dalam berwirausaha. Rendahnya kompetensi
lulusan dari Perguruan Tinggi tersebut menjadikan Perguruan Tinggi terkesan
hanya mampu memproduk pemegang gelar S1 atau S2 tetapi secara kualitas out
put dari pendidikan tinggi ini masih rendah karena belum mempunyai kompetensi
sesuai dengan harapan masyarakat dan dunia kerja. Perguruan Tinggi selama ini
sering terjebak dengan upaya pemberian teori-teori untuk memperbanyak
mahasiswa secara kuantitas tanpa berupaya mengevaluasi dan menganalisa
seberapa banyak produk pendidikannya yang terserap dalam dunia kerja.
Banyaknya lulusan dari sekolah maupun perguruan tinggi yang membludak
tidak seimbang dengan lapangan pekerjaan yang tersedia menjadikan
edupreunership seolah olah menjadi tuntutan agar kita sebagai generasi milenial
tetap berkembang tanpa bergantung. Mengingat kebutuhan semakin hari yang
semakin meningkat, mengaharuskan kita untuk terus berkarya dalam segi apapun,
memiliki ilmu tentang berwirausaha salah satunya. Selain berguna untuk diri
sendiri juga membantu sesama membuka peluang pekerjaan.
Selain itu, ilmu edupreunership juga berguna nantinya apabila diterapkan
dapat meminimalisir kecurangan mengandalkan “orang dalam” untuk mencari
pekerjaan. Yang dibutuhkan generasi milenial adalah sebuah relasi yang luas
untuk mengembangkan sebuah kewirausahaan. Tidak bisa dipungkiri terkadang
peran orang dalam juga sangat berpengaruh besar, tapi generasi milenial harus
1
Alexander Wahyudi, edupreneurship sebagai strategi daya saing usaha mikro, kecil,
dan menengah di jawa timur menghadapi MEA, Accounting and Management Journal, Vol. 1, No.
1, July 2017, hlm. 58.
mengubah mindset tersebut dengan tidak bergantung tetapi harus saling
menguntungkan tanpa berbuat politik orang dalam seperti itu.
Manusia memiliki berbagai potensi yang dapat dikembangkan melalui
pendidikan. Dengan pendidikan, kompetensi intelektual, kompetensi sosial,
kompetensi emosional dan kompetensi moral dapat dibentuk dan dikembangkan.
Selain itu, dengan pendidikan, pengetahuan, sikap dan keterampilan dapat
ditingkatkan. Dalam konteks ini, pendidikan entrepreneurship (kewirausahaaan)
diperlukan sebagai bekal mahasiswa untuk menghadapi masa depannya.2
Problematika lain yang dihadapi pendidikan tinggi adalah rendahnya
kompetensi lulusannya sehingga out put dari pendidikan tinggi belum mempunyai
kompetensi yang diharapkan dan dibutuhkan masyarakat serta mempunyai daya
saing rendah dalam dunia kerja. Kondisi tersebut di atas didukung pula oleh
kenyataan bahwa sebagian besar lulusan perguruan tinggi cenderung lebih sebagai
pencari kerja daripada pencipta lapangan pekerjaan. Mahasiswa sejak awal perlu
diberi pencerahan tentang manfaat penting menjadi entrepreneur dengan dibuka
pola fikirnya agar ketekunan dan keseriusan dalam kuliah tidak hanya berorientasi
pada satu target, yaitu mencari kerja saja. Apabila pola fikir semacam ini terus
tertanam dalam diri setiap mahasiswa, resikonya ketika mereka lulus, kemudian
tidak memperoleh pekerjaan sesuai yang mereka harapkan, maka mereka akan
merasa gagal dan tidak sukses. Setelah mereka merasa gagal, kemudian secara
terpaksa menjadi wirausahawan. Menjadi wirausahawan dengan dasar
keterpaksaan ini juga akan menjadikan pelaku usaha tersebut menjadi kurang
nyaman dan kurang siap dengan berbagai tantangan dan hambatan-hambatan
dalam menjalani usahanya.
Sebuah tantangan bagi pendidik untuk menyiapkan generasi muda agar
selalu berkarya mencipatakan peluang bukan hanya mengandalkan peluang,
menjadikan orang dalam sebagai relasi bukan penolong ketika mencari pekerjaan.
Ketika kita dihadapkan politik rang dalam seperti itu maka akan berdampak

2
Inayatul Ulya, implementasi pengembangan enterpreneurship dalam kurikulum prodi
pgmi institut pesantren mathali’ul falah pati-jawa tengah, QUALITY Volume 5, Nomor 2, 2017,
hlm. 235.
kepada orang lain yang memang benar-benar membutuhkan bahkan ahli pada
bidang yang dibutuhkan.

DAFTAR RUJUKAN

Ulya Inayatul. 2017. Implementasi pengembangan enterpreneurship dalam


kurikulum prodi pgmi institut pesantren mathali’ul falah pati-jawa tengah,
QUALITY Volume 5, Nomor 2.
Wahyudi Alexander. 2017. Edupreneurship sebagai strategi daya saing usaha
mikro,kecil, dan menengah di jawa timur menghadapi MEA. Accounting and
Management Journal. Vol. 1, No. 1.

BIGRAFI PENULIS
Isma Atun Nisak, kelahiran Pasuruan 4 Juni 1999. Menempuh pendidikan TK
An-Nidhomiyah kemudian melanjutkan di SDN Oro-oro Ombo Kulon I lulus
pada tahun 2012 dan melanjutkan ke MTsN I Pasuruan selama 3 tahun.
Kemudian pada tahun 2015 melanjutkan ke MAN I Pasuruan. Saat ini penulis
sedang menempuh pendidikan S1 prdi Pendidikan Agama Islam UIN Sayyid Ali
RAHMATULLAH Tulungagung. Penuls berharap semoga tulisan ini bermanfaat
dan mengubah pemikiran generasi muda agar percaya pada kemampuan diri.

Anda mungkin juga menyukai