Anda di halaman 1dari 3

Kelompok 8

Anggota
Dhea Putri Asa Ramadhani
Ester Veronika Sijabat
Zahra Zahira

Soekarno Ku Antar Kau Ke Gerbang

Novel ini menceritakan tentang kisah kehidupan sosok wanita sunda yang
sederhana, yang menjadi pendamping Soekarno saat ia menimba ilmu di ITB di
Bandung sambil merintis jalannya di bidang Politik masa-masa sulit yang ketika Bung
Karno dipenjara dan diasingkan, hingga kepindahannya ke jalan Pegangsaan Timur 56,
Jakarta beberapa bulan sebelum Proklamasi Kemerdekaan dibacakan oleh Bung Karno.
Ketika menjalin kehidupan rumah tangga, walau usia Inggit lebih tua 13 tahun
pada saat menikah dengan Bung Karno namun Inggit mampu menjadi seorang
pendamping yang sepadan bagi Bung Karno. Perbedaan usia yang mencolok ini malah
menjadi keuntungan bagi Bung Karno karena baginya Inggit bukan hanya sekedar
kekasih dan istri, namun sekaligus ibu yang mengemong dan membimbingnya.
Inggit adalah wanita sunda sederhana, ia tak bisa membaca dan menulis, namun
dalam kesederhanaan dan keterbatasannya itulah Inggit mampu membuat Soekarno
muda bertumbuh menjadi seorang pejuang yang tangguh. Ketika bersama Inggitlah
Bung Karno merintis jalan politiknya, di Bandung ia mendirikan Partai Nasional
Indonesia dan menjadi singa podium yang berjuang untuk kemerdekan Indonesia. Di
masa ini Inggit memang tidak menjadi partnernya yang bisa diajak berdiskusi masalah
pergerakan namun dengan ketulusan cintanya Inggit memberikan kasih sayang dan
dorongan moril baginya, sesuatu yang tidak bisa diperoleh Bung Karno di arena
gelanggang politiknya
Dibanding istri-istri Soekarno, Inggit Ganarsih termasuk istri yang kurang
dikenal. Masyarakat umumnya lebih mengenal Fatmawati, atau Dewi Soekarno
dibanding Inggit Ganarsih. Tak banyak memang yang menulis tentang Inggit Ganarsih,
dalam buku teks sejarah-sejarah resmi namanya ditulis selewat saja. Karenanya kita
patut bersyukur karena penggalan kehidupan Inggit Ganarsih ketika masih bersama
Bung Karno .
Ketika Bung Karno ditangkap dan dipenjara di Banceuy Bandung, Inggit tetap
setia, Ia rajin mengunjungi dan mengirim makanan untuk suaminya di penjara. Untuk
mendapatkan uang ia membuat bedak, manjadi agen sabun cuci, membuat dan menjual
rokok hingga menjahit pakaian dan kutang.
Ketegaran dan kegigihan Inggit untuk menafkahi keluarganya saat Bung Karno
dalam penjara, membuat Bung Karno sedih karena telah melalaikan tugasnya sebagai
kepala rumah tangga, ketika hal itu disampaikan pada istrinya, Inggit memberinya
semangat dengan kelembutan hatinya.
Pada saat Bung Karno sedang menyusun naskah pembelaannya Inggit
membantu mencari dan mengirim data serta dokumen untuk referensi suaminya
menyusun pembelaan (pledoi). Inggit dengan berani menyelundupkan data dan
dokumen yang diperlukan Bung Karno ke Penjara Banceuy. Agar tak ketahuan sipir
penjara ia menyembunyikan naskah tersebut dibalik kebayanya.Jerih payah Inggit ini
membuat Bung Karno berhasil menyusun pembelaannya yang sangat terkenal,
Indonesia Menggugat, yang dibacakan di Landraad Bandung, 18 Agustus 1930.
Dengan cerdas Inggit juga memberikan kode-kode rahasia tentang situasi diluar
penjara baik melalui telur yang dibawanya atau melalui Al Quran yang telah diberi kode
rahasia kepada suaminya, dengan demikian walau setiap kunjungan selalu diawasi oleh
sipir penjara, bung Karno tetap dapat mengetahui baik buruknya situasi perjuangan saat
itu.
Pengorbanan dan kesetiaan cinta Inggit tidak hanya terlihat ketika Soekarno di
Penjara. Masa-masa pembuangan di Ended an Bengkulu menjadi saksi bagi ketabahan
dan kesetiaannya pada Bung Karno . Sebetulnya Inggit adalah manusia bebas yang
memiliki hak untuk tidak ikut bersama suaminya dalam pembuangan, namun cinta dan
kesetiaannya pada Bung Karno membuatnya bertekad menyertai suaminya dalam suka
dan duka.
Niatnya untuk mendampingi suaminya selama di pengasingan benar-benar
diwujudkannya , di masa-masa sulit inilah Inggit menjadi peredam dan tempat berteduh
bagi jiwa Bung Karno yang kesepian dan tertekan karena perjuangannya untuk
memerdekakan bangsanya harus terhenti entah sampai kapan.
Betapa malangnya usaha Inggit untuk menghibur dan mendampingi Bung
Karno selama di pengasingan ternyata tak cukup bagi Bung Karno. Soekarno yang saat
itu berada di usia yang sedang bergelora tak kuasa meilhat kecantikan Fatmawati, anak
angkatnya sendiri yang diasuhnya bersama Inggit di Bengkulu. Bung Karno akhirnya
meminta izin pada Inggit untuk diizinkan menikah dengan Fatmawati dengan alasan
ingin memiliki keturunan. Satu-satunya yang tak bisa diberikan Inggit pada suaminya.
Bung Karno tak berniat menceraikan Inggit, ia hanya meminta restu Inggit untuk
menikah lagi dan status Inggit menjadi istri pertamanya.
Karena Bung Karno mendambakan seorang anak keturunannya sendiri. Inggit
pun bisa mengerti bisa saja laki-laki mendambakan seorang anak , Namun dengan
tegas Inggit menolak untuk dimadu dan lebih memilih untuk diceraikan.
Ditengah kegalauan hati Inggit , tetap saja ia masih merawat Bung Karno
dengan ketulusan hatinya ketika sekutu kalah perang dan Jepang memasuki Sumatera
Inggit dan Bung Karno harus menghadapi tantangan baru. Walau mereka diizinkan
meninggalkan Bengkulu dan diperintahkan untuk menuju Jakarta, mereka harus
melakukan perjalanan darat menuju Padang melalui hutan belantara agar terhindar dari
pasukan Jepang .
Bung karno juga telah mendatangi kantor Hatta , dan menceritakan maksudnya
untuk menceraikan Inggit , Ia berkata kepada Hatta “Aku tak ada maksud untuk
menceraikannya , tetapi Inggit yang tidak ingin dimadu”, Hatta masih meminta Bung
karno untuk mempertimbangkan hal itu.
Pada tahun 1942 Bung Karno dan Inggit resmi bercerai di Jakarta. Keputusan
sudah di ambil oleh suamiku . Ia menceraikan aku . Empat Serangkai juga sudah
mufakat dan persyaratan yang merupakan janji Kusno telah dibuat oleh Empat
serangkai itu yajni bahwa Soekarno harus membelikan sebuah rumah di Bandung untuk
kediamanku seumur hidup ku . Bagi Inggit yang telah menjalani bahtera rumah
tangganya bersama Bung Karno selama hampir 20 tahun lamanya ini adalah suatu
peristiwa yang paling menyedihkan dalam hidupnya, namun ia tak mau larut dalam
kesedihan. Cintanya yang tulus pada Bung Karno dan kepasrahannya pada jalan hidup
yang telah digariskanNYA membuat ia kuat dan mensyukuri apa yang telah dialaminya.
“Bukankah kita berdiri di muka gerbang zaman baru setelah menempuh perjalanan
panjang , yang bukan jalan bertabur bunga”?

Anda mungkin juga menyukai