Anda di halaman 1dari 7

Analisis Novel Cerita Sejarah

Kuantar Kau ke Gerbang


Karya Ramadhan K.H
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata pelajaran
Bahasa Indonesia yang diberikan oleh :
Dra. SOFI ANGGRIAWATI

Disusun oleh 12 MIPA 4


Kelompok 2
1. Gilang Muhammad Dipa
2. Husna Aulia Fauzhiah
3. Reihan Rendy Maulana
4. Nabilla Syaidah
5. M Ikhsan Destian

SMAN 18 BANDUNG
BAB I
UNSUR INTRINSIK
i. Tema
Perjuangan seorang istri pejuang
ii. Latar/setting
- Tempat : Ciateul Bandung, penjara Banceuy, tempat pengasingan di Bengkulu
- Waktu : 1920-1943
- Suasana : Penuh perjuangan, sedih, bahagia
iii. Tokoh
1. Inggit Garnasih
2. Ir.Soekarno
3. Fatmawati
iv. Alur
Maju-Mundur
v. Sudut Pandang
Orang Pertama
vi. Penokohan
1. Ir.Soekarno : Patriot,Pemberani,Pemimpin
2. Inggit Garnasih : Sabar,Penyayang,Pengertian
3. Fatmawati : Terampil dan penyayang
vii. Amanat
1.Tersirat : - Perjuangan nya patut diteladani
- Sabar saat ditimpa musibah
2.Tersurat : - Seburuk apapun orang yang menjadi pasangan hidup kita jika
mencintainya dengan tulus cinta akan terus ada

viii. Gaya Bahasa

1. Alegori : Menyambungkan sebuah objek dengan kata kiasan.”Bukankah kita


berdiri di zaman baru setelah menempuh perjalanan panjang, yang bukan jalan
bertabur bunga”

2. Metafora : sebuah objek yang bersifat sama dengan pesan yang ingin
disampaikan dalam bentuk ungkapan.”Jika Bung Karno diibaratkan nyala api,
maka Inggit Ganarsih adalah kayu bakarnya.”

3. Majas Roman : yang terdapat pada novel percintaan.”Aku lalu mengajaknya


keluar dari kesepian. Aku pandai mencumbunya supaya ia terbebas tekanan
batin yang menimpanya.”

4. Majas sederhana dan imajinatif : “Apakah artinya aku sebagai istrinya kalau
suami dibuang dan aku tidak dengannya?

5. Pleonalisme : menggunakan kata-kata yangbermakna sama sehingga terkesan


tidak efektif, namun memang sengaja untuk menegaskan suatu hal.”Aku orang
Banjaran dari keluarga yang pantangnya dimadu dalam keadaan
bagaimanapum, sudah aku jelaskan, kalau mau mengambil dia, ceraikanlah
aku!
BAB II
FAKTA-FAKTA SEJARAH

Sebuah rumah di Jalan Inggit Garnasih Nomor 174, Ciateul, Kota Bandung,
Jawa Barat, adalah saksi awal mula kisah asmara Presiden pertama Republik
Indonesia, Soekarno. Sesuai namanya, rumah ini adalah kediaman Inggit Garnasih,
istri pertama Soekarno. Menurut sejarah yang dikemukakan oleh Romulo, staf
Bagian Koleksi Museum Sribaduga, Soekarno muda tiba di Kota Bandung pada
Juni 1921 dengan tujuan berkuliah di Technische Hoogeschool te Bandoeng atau
yang sekarang dikenal dengan nama Institut Teknologi Bandung.Melalui
rekomendasi HOS Tjokroaminoto, Soekarno muda dititipkan di rumah salah satu
saudagar dan anggota pergerakan Syarikat Islam Indonesia, Sanusi. Di rumah Jalan
Inggit Garnasih Nomor 174, Ciateul, Kota Bandung, inilah Soekarno berkenalan
dengan Garnasih, istri Sanusi.
BAB III
STRUKTUR TEKS CERITA SEJARAH

 Orientasi : Inggit Ganarsih adalah seorang perempuan yang menjadi istri


seorang patriot yaitu, Ir. Soekarno. Beliau memiliki umur 13 tahun lebih tua
dari Bung Karno.
 Pengungkapan : Ketabahan dan kesabaran Inggit diuji ketika Bung Karno
ditangkap dan dipenjarakan di Banceuy Bandung. Inggit tetap setia, dan rajin
mengunjunginya, membawakannya makanan, dan sebagainya.
 Rising Action : Namun, selama pengasingan bukti cinta itu harus terkikis
dengan keinginan Bung Karno untuk menikahi anak angkat yang beliau asuh
bersama Inggit di Bengkulu. Dia bernama Fatmawati.
 Konflik : Alasan Bung Karno melakukannya adalah ingin memiliki keturunan.
Bung karno tidak berniat menceraikan Inggit, dan menjadikannya sebagai istri
pertama dan Fatmawati sebagai istri kedua.
 Evaluasi/Resolusi : Inggit dengan tegas menolak dan mengatakan bahwa
lebih baik dia bercerai daripada dia dimadu oleh Bung Karno.
 Koda : pada tahun 1942 Inggit dan Bung Karno resmi bercerai di Jakarta. Bagi
Inggit, bahtera rumah tangganya yang dia jalani selama 20 tahun bersama
Bung Karno adalah peristiwa paling menyedihkan dalam hidupnya.
BAB IV
SINOPSIS
Inggit Ganarsih adalah seorang perempuan yang menjadi istri seorang
patriot yaitu, Ir. Soekarno. Beliau memiliki umur 13 tahun lebih tua dari Bung
Karno. Biarpun umurnya jauh lebih tua, Bung Karno menganggap Inggit sosok Ibu,
Kekasih, dan Kawan baginya. Kisah keduanya tercatat disetiap langkah yang
mereka tempuh berdua. Jika Bung Karno diibaratkan nyala api, maka Inggit
Ganarsih adalah kayu bakarnya. Inggit menghapus keringat ketika Soekarno
kelelahan, Inggit menghibur ketika Soekarno kesepian atau membutuhkan
dorongan darinya.
Ketabahan dan kesabaran Inggit diuji ketika Bung Karno ditangkap dan
dipenjarakan di Banceuy Bandung. Inggit tetap setia, dan rajin mengunjunginya,
membawakannya makanan, dan sebagainya. Ketika kemiskinan dan kekurangan
mendera, Inggit hanya bisa menjual bedak, manjadi agen sabun cuci, membuat
dan menjual rokok hingga menjahit pakaian dan kutang. Itu semua demi untuk
suami tercintanya.
Kegigihan Inggit mencari nafkah, membuat Bung Karno sedih dan merasa
gagal menjadi kepala keluarga yang baik. Dengan tekad yang kuat, Bung Karno
berusaha agar bisa bebas dari penjara Banceuy. Untuk itu, beliau menyusun
naskah pembelaannya dan sang istri, Inggit membantunya dengan berani. Lalu
pada tanggal 18 Agustus 1930 naskah pembelaan yang disusun dengan usaha
keras Inggit dibacakan di Landraad Bandung dengan judul “Indonesia
Menggugat”Tidak hanya itu saksi dari kesetiaan cinta Inggit. Ketika Bung Karno
dibuang Ended an Bengkulu, Inggit ikut menemani sang suami. Sungguh sangat
sayangnya beliau kepada suaminya hingga harus mengikuti jejak perih kehidupan.
Inggit menemani sang suami di tempat pengasingan. Saksi dari segala
cintanya. Bagi Inggit, dirinya adalah tempat teduh ketika suaminya kesepian, dan
mengalami berbagai macam tekanan hidup. Namun, selama pengasingan bukti
cinta itu harus terkikis dengan keinginan Bung Karno untuk menikahi anak angkat
yang beliau asuh bersama Inggit di Bengkulu. Dia bernama Fatmawati. Alasan
Bung Karno melakukannya adalah ingin memiliki keturunan. Bung karno tidak
berniat menceraikan Inggit, dan menjadikannya sebagai istri pertama dan
Fatmawati sebagai istri kedua. Inggit dengan tegas menolak dan mengatakan
bahwa lebih baik dia bercerai daripada dia dimadu oleh Bung Karno.
Setelah masa pembuangannya di Bengkulu, pada tahun 1942 Inggit dan
Bung Karno resmi bercerai di Jakarta. Bagi Inggit, bahtera rumah tangganya yang
dia jalani selama 20 tahun bersama Bung Karno adalah peristiwa paling
menyedihkan dalam hidupnya. Namun, cintanya yang tulus terhadap Bung Karno
tidak membuatnya sedih. Beliau terus berdoa buat Bung Karno dan mensyukuri
apa yang dialaminya.

Anda mungkin juga menyukai