Anda di halaman 1dari 5

Kisah Cinta Mohammad Hatta, Baru Menikah Setelah Indonesia Merdeka

Bagi Bung Hatta, perkara pribadi bisa belakangan dibanding masalah negara. Buktinya, ia berikrar tak
mau menikah sebelum Indonesia merdeka.Dalam buku "Seratus Tahun Bung Hatta"

yang ditulis oleh Meutia Farida Hatta, tercantum jika Bung Hatta sudah berjuang untuk kemerdekaan
Indonesia sejak muda. Karena kepeduliannya yang besar inilah, ia bersumpah tidak akan menikah
selama Indonesia belum merdeka.

Hal ini bukan isapan jempol semata. Bung Hatta sempat mengenal beberapa wanita jelita pada masa
itu. Salah satunya adalah Nelly, putri Mak Eteb Ayub (pengusaha Minang) yang sudah seperti ayah
angkat oleh Bung Hatta. Meski banyak didukung, Hatta tak tergoda. Usaha teman-temannya untuk
menjodohkan dirinya dengan wanita yang rupawan pun mental.

Sosok Bung Hatta memanglah pemalu & dingin di hadapan wanita. Karena itu, Bung Karno gelisah
melihatnya masih betah melajang di usia 40 tahun
Berbeda dengan Bung Karno yang piawai berbicara, Bung Hatta adalah sosok pemalu. Di kegiatannya
mewujudkan kemerdekaan, ia banyak mengisi waktu dengan membaca buku. Mau tak mau, Bung Kano
gelisah melihat dirinya yang masih melajang di usia 40 tahunan. Bahkan setelah Indonesia merdeka, ia
masih tetap melajang.

Sebagai sahabat, Bung Karno melakukan berbagai cara agar Bung Hatta bisa menikah. Saat ditanya
sosok perempuan yang memikat hatinya, nama Rahmi Rachim muncul. Bung Karno pun langsung
melamar Rahmi untuk Bung Hatta. Sempat ragu, pinangan tersebut membuahkan hasil atas jaminan
Sukarno.

Sebelumnya, teman Bung Hatta sempat mencomblangkannya dengan gadis Polandia. Yang terjadi, ia
tak tergoda & berlaku sopan pada si gadis

Sikap dingin Bung Hatta membuat siapa saja, termasuk teman-temannya jadi penasaran. Akhirnya,
dibuatlah semacam "jebakan" untuk Bung Hatta. Selagi kencan romantis diatur, pria kelahiran Bukittingi
ini dipertemukan dengan gadis Polandia. Konon, gadis ini sanggup memesona dan menggetarkan hati
setiap laki-laki.

Sebelum bertemu Bung Hatta, teman-temannya meminta si gadis menggoda Bung Hatta. Sayangnya,
godaan ini tetap tidak manjur. Namun ia tetap memperlakukan si gadis dengan sopan dan
menghabiskan waktu dengan makan malam. Setelahnya, mereka berpisah. Si gadis hanya memberi
laporan kalau Bung Hatta seperti pendeta.

Sebenarnya, Bung Hatta sudah lama memendam rasa pada Rahmi. Ia jatuh cinta pada pandangan
pertama tapi tak sanggup berkenalan.

Bung Hatta pertama kali bertemu dengan Rahmi di Institut Pasteur, Bandung. Kala itu, ia tengah
mengadakan kunjungan bersama Bung Karno. Namun pertemuan ini tidak berarti mereka saling
berkenalan, mengobrol, dan meminta alamat atau nomor telepon lho! Faktanya, Bung Hatta cuma
melihat sekilas wajah Rahmi saja.

Kembali lagi, Bung Hatta ingat ikrarnya agar tak menikah sebelum Indonesia merdeka. Setelah
Indonesia merdeka dan lewat bantuan Bung Karno, ia mengutarakan ketertarikannya pada Rahmi yang
baru dikenal sebatas ciri-cirinya saja. Tak disangka, cinta yang lama dipendamnya berbuah manis.
Meski terdengar romantis, namun kisah cinta Hatta tidak semulus yang diceritakan. Keputusannya
menikahi Yuke sebelumnya sempat mendulang dilema. Bagaimana tidak, ibunda Yuke yang konotasinya
adalah calon mertua Hatta ternyata adalah mantan kekasihnya yang dulu sempat gagal nikah karena
prinsip Hatta yaitu pantang menikah sebelum merdeka.

Anni Nurdin, mantan kekasih Hatta yang jadi ibu mertuanya ini adalah anak seorang penerjemah di
pemerintahan aceh. Awalnya ia dijodohkan dengan Bung Hatta, namun akhirnya ditolak. Bukan karena
tak cinta, namun pria kelahiran Bukittinggi ini hanya ingin menikah setelah Indonesia merdeka.

Dilema mulai berkecamuk ketika suatu hari Ir Soekarno orang yang dekat dengan suaminya, datang
membujuk. Soekarno mengatakan ingin menjodohkan anak Anni yaitu Rahmi Rachim dengan kawan
seperjuangannya Hatta. Sosok yang sangat dicintainya ketika dulu dan harus kandas karena idealisme
Hatta.

Anni digambarkan sangat terkejut dengan niat Soekarno. “Saya anggap perbedaan usia antara Yuke dan
Bung Hatta terlalu jauh,” ujarnya.

Anni meminta waktu pada Soekarno agar ia diberi kesempatan berdiskusi dengan Yuke, sapaan Rahmi.

“Ia telah berumur 19 tahun dan cukup dewasa untuk memutuskan masa depannya sendiri,” jelasnya
pada Soekarno.

Berbeda dengan sang bunda, adik Rahmi, Titi, tidak menyembunyikan perasaannya. “Jangan mau, Yu, ia
terlalu tua!”

Bila Rahmi di usia ranum 19, Hatta tak ubah Om atau bahkan sepantaran ayah mereka: 43 tahun.

“Hal yang penting ialah bahwa Hatta orang baik, ia seorang pemimpin yang baik dan ia teman baik saya
sendiri,” Soekarno meyakinkan kecocokan kawannya andai jadi suami bagi putri Anni.

“Kamu tidak akan kecewa. Hatta adalah seorang lelaki yang sempurna dengan prinsip yang paling
tinggi,”

Soekarno tidak salah. Dan Hatta bisa buktikan ucapan kawannya itu bukan mak comblang murahan. Titi
mendapati kala calon iparnya itu mendaki gunung, Hatta tak kenal lelah. “Ia berjalan begitu cepat,
seperti orang Barat,” kesaksiannya.

Hatta tentu masih ingat bagaimana jelita Anni. Tapi ia seperti sufi yang tak mudah ekspresikan isyarat
cinta ataupun romansa perasaan lama.

Ia hanya manut kala Soekarno meyakinkan sebegitu menggoda ihwal calon istrinya.

“gadis yang paling cantik di Bandung,” katanya.


Setelah kisah rumit itu, Anni memberi restu putrinya menikahi pria pujaannya di kala muda
dulu.Kemudian pada 18 November 1945, tepat 3 bulan setelah kemerdekaan, Hatta menikahi Yuke
dengan mahar 2 jilid buku berjudul ‘Alam Pikiran Yunani’.

Hari bahagia Bung Hatta tiba. Ia menjadikan buku karyanya sebagai mas kawin karena tak ternilai &
penuh makna dibandingkan harta benda

Kecintaan Bung Hatta pada buku memang tak perlu diragukan lagi. Selama masa pembuangan di Boven
Digul, ia telah menelurkan buku berjudul "Alam Pikiran Yunani". Buku inilah yang ia jadikan mas kawin
saat mempersunting Rahmi di sebuah villa di Megamendung, Bogor pada 18 November 1945.

Anak muda masa kini mungkin mempertanyakan, bahkan meragukan jika harus menikah dengan mas
kawin seperti itu. Namun, ada makna dalam di balik peristiwa ini. Kecintaan Bung Hatta pada buku dan
pengetahuan telah membuahkan kemerdekaan Indonesia. Sejatinya, buah pemikirannya yang tertuang
di buku pun lebih berharga daripada harta benda seperti uang atau perhiasan mewah.

Kecintaan Bung Hatta pada buku memang tak perlu diragukan lagi. Selama masa pembuangan di Boven
Digul, ia telah menelurkan buku berjudul "Alam Pikiran Yunani". Buku inilah yang ia jadikan mas kawin
saat mempersunting Rahmi di sebuah villa di Megamendung, Bogor pada 18 November 1945.

Meski dingin pada wanita, pernikahan Bung Hatta disebut-sebut setia dan adem ayem. Ia bahkan sangat
"ngemong" pada sang istri

Hingga Bung Hatta wafat, ia hanya memiliki seorang istri saja. Perbedaan usia antara Rahmi dan dirinya
yang mencapai 24 tahun, tidak pernah menjadi masalah. Selama 35 tahun pernikahan, tak satu pun
berita buruk soal rumah tangga mereka menyeruak. Ini tak lain karena sosong Bung Hatta yang mampu
merangkul seluruh anggota keluarganya.

Selain itu, Bung Hatta memegang teguh prinsip agama dan kesetiaan. Banyak sekali orang-orang yang
berusaha mencari celah dalam kehidupannya. Tapi ini sulit karena Bung Hatta sangatlah bersih baik
secara politik dan asmara. Selain "ngemong", ia mencintai anak dan istrinya sepenuh hati.

Selain kecintaan pada keluarga, Bung Hatta tak melupakan komunikasi di antara keluarga. Bahkan sang
istri bisa dijadikan partner diskusi yang asyik

Tidak sekedar berumah tangga, Bung Hatta dan istrinya adalah mitra diskusi yang menyenangkan.
Banyak sekali hal yang mereka bicarakan. Kadang, bahasa Belanda juga

mereka gunakan untuk berdiskusi. Topik perbincangannya luas. Kalau ada masalah yang menyangkut
keluarga, khususnya anak-anak, semua dibahas bersama.
Ibu Rahmi juga patut diteladani! Pasca Bung Hatta pensiun sebagai Wakil Presiden, ia kompak jalani
hidup sederhana & tidak banyak menuntut

Menjadi mantan Wakil Presiden RI, tak berarti hidup bergelimang harta dan penuh fasilitas. Kala itu,
uang tabungan Rahmi tak cukup untuk membeli mesin jahit idaman. Belum dengan kesulitan membayar
tagihan listrik Bung Hatta. Dengan adanya tiga orang anak, keduanya harus kompak mengatur keuangan.
Sepatu Bally idaman pria ini saja tak kunjung terbeli.

Namun Rahmi tetap setia pada suaminya itu. Ia selalu menemani hari-hari Bung Hatta yang banyak
dihabiskan dengan urusan politik. Semuanya dijalankan dengan toleransi dan tanpa banyak menuntut.
Terbukti, kisah cinta keduanya hanya mampu dipisahkan oleh maut. Bung Hatta wafat pada 14 Maret
1980 dan disusul istrinya 19 tahun kemudian.

Anda mungkin juga menyukai