2. Bicara tentang puisi Indonesia, siapa yang tak mengenal penyair kondang
bernama Chairil Anwar. Penyair muda yang namanya dielu-elukan di jagat sastra
Indonesia bahkan dunia. Penyair dengan banyak menuliskan puisi cinta di dalam
karyanya. Berbagai generasi selalu mengenal namanya lewat puisi fenomenal
berjudul “Aku”. Baik kaum muda maupun tua punya kekaguman yang sama oleh
karya-karyanya.
Chairil Anwar, lahir 26 Juli 1922 di Medan, meninggal 28 April 1949 di
Jakarta. Berpendidikan MULO (tidak tamat). Pernah menjadi redaktur
“Gelanggang” (ruang budaya Siasat, 1948—1949) dan redaktur Gema
Suasana (1949).[2] Kumpulan sajaknya: Kerikil Tajam dan Yang Terhempas dan
Yang Putus (1949), Deru Campur Debu (1949), Tiga Menguak Takdir (kumpulan
sajak, bersama Asrul Sani dan Rivai Apin, 1950), Aku Ini Binatang
Jalang (1986), dan Derai-Derai Cemara (1999).[3] Diusia muda dan diumur yang
singkat, Chairil sudah banyak menuliskan karyanya yang sampai saat ini masih
terus dipelajari.
Kisah Chairil Anwar dengan segala hal tentang sepak-terjang
kepenyairannya dan sikap berkesenian adalah sebuah legenda. Dalam
perjalanan hidupnya yang pendek itu (26 Juli 1922—28 April 1949) ia berhasil
menanamkan pohon kreativitas yang hingga kini masih terus berkembang-
berbuah.[4] Jadi, hampir semua buah karya Chairil Anwar laksana
mempresentasikan sikap hidup, gagasan, dan perbuatannya.[5] Sikap, hidup,
dan gagasan Chairil inilah yang merepresentasikan puisi-puisi ternamanya.
Bahkan karya-karyanya juga diterjemahkan ke berbagai bahasa asing. Selain itu,
studi dan penelitian mengenai Chairil juga banyak dikaji oleh beberapa tokoh
penting baik di dalam maupun luar Indonesia.
Chairil Anwar dan Plagiarisme
Tidak asing lagi, kata plagiarisme selalu hadir dalam dunia tulis-menulis.
Tuduhan-tuduhan plagiarisme terkadang datang kepada para penulis ternama di
Indonesia, seperti Chairil Anwar. Chairil melalui salah satu puisinya berjudul
“Krawang – Bekasi” dituduh plagiat dari karya Archibald Macleish yang berjudul
“The Young Dead Soldiers”. Kemiripan dengan karya berbahasa Inggris itu
mengantarkan beberapa kritik terhadap puisi “Krawang – Bekasi” karya Chairil
tersebut. Selain itu, HB. Jassin dalam bukunya Chairil Anwar Pelopor Angkatan
’45 yang diterbitkan oleh Narasi ini dibubuhi dengan karya-karya Chairil Anwar
yang dipengaruhi beberapa tokoh.
Sebelum lebih jauh menilai suatu karya apakah berbentuk plagiat atau
bukan. Alangkah baiknya dipaparkan beberapa pengertian agar dapat
menganalisis sebuah karya dan menentukan apakah plagiat, saduran, ataupun
terjemahan. Menurut Suwardi Endraswara, plagiat adalah kerja sastrawan yang
meniru karya orang lain. Plagiat sama halnya dengan pencurian.[6] Hemat
penulis, bahwa plagiat ini merupakan tiruan karya orang lain secara menyeluruh
tanpa dicantumkannya identitas dari pengarang asli.
Selain plagiat terdapat pula yang disebut dengan saduran. Saduran
adalah pengolahan kembali karya seni jenis satu ke jenis yang lain atau dari satu
media ke media yang lain.[7] Menurut penulis, selain pada pengertian di atas,
saduran merupakan proses pengambilan sebagian karya seseorang terhadap
karya sendiri atau bisa juga karya seseorang yang ditulis ulang menggunakan
bahasa dan gaya penulis yang berbeda dari penulis aslinya.
Terjemahan, secara umum kata ‘terjemahan’ sudah lumrah dikenal setiap
orang. Kata terjemahan sering dipakai untuk menerjemahkan sesuatu dari satu
bahasa ke bahasa yang lain. Begitu juga dalam karya sastra, menurut penulis
istilah terjemahan ini adalah karya yang dialihbahasakan dari suatu bahasa ke
bahasa yang lain dengan mencantumkan nama penulis aslinya. Artinya, jika
dalam proses penerjemahan suatu karya sastra tidak mencantumkan nama
pengarang aslinya maka dapat disebut dengan plagiat.
Seperti yang telah disebutkan di atas, bahwa terdapat tuduhan plagiat
yang dilakukan Chairil Anwar dalam karya-karyanya. HB. Jassin dalam
bukunya Chairil Anwar Pelopor Angkatan ’45 menerangkan ada dua puisi yang
dianggap plagiat dengan judul “Kepada Peminta-minta” dan “Krawang –
Bekasi”. Karya “Kepada Peminta-minta” beberapa sajaknya sama dengan puisi
Willem Elsschot yang berjudul “Tot Den Arme”. Untuk lebih jelas lihat Lampiran
1.
Karya Chairil yang berjudul “Kepada Peminta-minta” berjumlah 20 larik. Dari 20
larik yang ada, 16 larik berasal dari puisi Willem Elsschot yang berjudul “Tot Den
Arme” dengan 24 larik yang Chairil alihbahasakan ke bahasa Indonesia. Secara
keseluruhan isi puisi “Kepada Peminta-minta” tidak semuanya sama. Ada larik
yang diulang-ulang dan diacak oleh Chairil. Ada pula 4 larik karya Chairil ini yang
tidak terpengaruh oleh Elsschot yaitu larik ke 7,8,10, dan 12.
Satu lagi puisi Chairil yang dituduh plagiat berjudul “Krawang – Bekasi”. Di atas
sudah dipaparkan bahwa puisi ini dianggap plagiat dari karya Archibald Macleish
yang berjudul “The Young Dead Soldiers”. Kedua puisi tersebut mengisahkan
prajurit-prajurit yang gugur dalam pertempuran. Ajip Rosidi dalam
bukunya Masalah Angkatan dan Periodesasi Sejarah Sastra
Indonesia menjelaskan bahwa puisi Chairil diberi warna lokal dan patriotisma
Indonesia.[8] Lihat lampiran 2 dan 3.
Pemberian warna lokal dalam puisi Chairil ini terdapat dalam baris pertama dan
kedua yang tidak terdapat dalam puisi Macleish. Chairil memberi
keterangan “antara Krawang – Bekasi” sebagai penegas tentang tempat di
dalam puisi ini. Selain itu, ungkapan “tidak bisa teriak ‘Merdeka’ dan angkat
senjata lagi” menjadi penegas bahwa puisi ini di awal berbeda dengan Macleish.
Patriotisme dalam puisi Chairil pun tergambar sosok tokoh Indonesia yang tidak
ada dalam puisi Macleish. Chairil menyebutkan menjaga Bung karno, Bung
Hatta, dan Bung Syahrir dalam bait ketujuh dalam puisinya.
Dua puisi yang dianggap plagiat tersebut setelah mengacu pada pengertian di
atas tentang plagiat, saduran, dan terjemahan. Puisi “Kepada Peminta-
minta”dan“Krawang – Bekasi”dikategorikan sebagai saduran karena kedua puisi
tersebut diadaptasi dari puisi orang lain dan strukturnya tidak sama persis
dengan puisi aslinya. Senada dengan itu, HB. Jassin yang dikutip oleh Suwardi
dalam buku Metodologi Penelitian Sastra Bandingan, bahwa Jassin menilai
bahwa penyair angkatan 45 itu hanya menyadur dan menerjemahkan karya-
karya sastra asing bersangkutan.[9] Oleh karena itu, dengan menyadur puisi
penyair luar, Chairil mampu memberikan warna yang berbeda melalui puisinya.
Perlu diketahui, selain menyadur karya Elsscot dan Macleish, Chairil juga
mendapat pengaruh dari orang lain. Seperti yang dijelaskan Jassin, pada Chairil
kita lihat pengaruh-pengaruh Marsman dan Slauerhoff, malahan demikian besar
pengaruh hingga alat-alat perbandingan dan ungkapan kedua penyair itu di
sana-sini terpakai olehnya, mungkin dengan dasar dipakainya, untuk
menyatakan apa yang hidup dalam dirinya.[10] Pengaruh Marsman dan
Slauerhoff ini terlihat dalam puisi Chairil berjudul “Kepada Kawan”.
Chairil Anwar, selain menyadur puisi, ia juga banyak menerjemahkan puisi dan
prosa. Chairil telah menulis 72 sajak asli (1 dalam bahasa Belanda), 2 sajak
saduran, 11 sajak terjemahan, 7 prosa asli (1 dalam bahasa Belanda) dan 4
prosa terjemahan, sama sekali jadi 96 tulisan.[11] Setelah membahas mengenai
tema Chairil dan Plagiarisme dapat diambil beberapa ibrah bahwa Chairil banyak
mendapatkan pengaruh dari penyair luar dan mengolahnya menjadi diksi bagi
dirinya sendiri. Terlebih lagi, Chairil tetaplah Chairil yang punuya sikap, hidup,
dan gagasan yang sesuai dengan dirinya dan dituangkan dalam setiap karyanya
yang masih dapat dibaca sampai saat ini.
4.Kebebasan adalah kekuasaan atau kemampuan bertindak tanpa paksaan; ketiadaan kendala
(hambatan); kekuasaan untuk memilih tindakan seseorang vis-à-vis negara, yang seringkali dilihat di
dalam arti kebebasan dasar (fundamental freedom).
5. 1. Parokial
Parokial mempunyai cakupan daerah terbatas. Jadi, lingkupnya kecil dalam zona daerah.
Parokial menunjukkan bahwa antusiasme masyarakat dalam kegiatan bidang ini rendah.
Biasanya terjadi pada kelompok masyarakat yang tradisional atau berada di wilayah terpencil,
sehingga sarana untuk ikut berpartisipasi pun kurang memadai. Parokial ditandai dengan
kurang tertariknya warga mengenai masalah politik.
2. Partisipan
Budaya politik di Indonesia partisipan ditandai dengan kesadaran rakyat untuk ikut
berpartisipasi dalam kegiatan aspek ini. Masyarakat pada partisipan sadar bahwa sebagai
warga negara mempunyai hak dan kewajiban terkait masalah politik.
Kontribusi aktif yang diberikan memiliki pengaruh terhadap kebijakan politik. Apalagi mengingat
masyarakat memang mempunyai peran dalam penetapan kebijakan tersebut, tidak hanya oleh
penguasa saja.
Partisipan secara umum diterapkan pada wilayah yang sistemnya menganut demokrasi. Sebab,
pada sistem ini, dalam negara pemerintah serta masyarakat memiliki hak dan juga kebebasan
setara.
3. Subjek
Terakhir adalah subjek, di mana masyarakat tidak sadar dan kurang perduli mengenai sistem
pemerintahan yang sedang berlangsung. Warganya lebih tertarik terhadap hasil dari
penyelenggaraannya.
Sedangkan terkait proses, keterlibatan dan partisipasi termasuk rendah. Sehingga bisa
dikatakan bahwa pengaruh dari warga terhadap sistem ini sangat kecil. Masyarakat hanya
menunggu kebijakan dari penguasa saja, tidak ikut andil di dalamnya.
1. Parokial
Ciri dari parokial yaitu masyarakat apatis, ruang lingkup sempit dan kecil, pengetahuan warga
mengenai aspek ini termasuk kategori sangat rendah, masyarakat tidak memperdulikan bahkan
menarik diri dari kawasan politik.
Ciri lainnya yaitu masyarakat jarang sekali berhadapan dengan sistem ini, kesadaran warga
mengenai kewenangan serta kekuasaan negara sangat rendah. Jadi, intinya budaya politik di
Indonesia satu ini membuat rakyatnya kurang aktif berpartisipasi.
2. Partisipan
Ciri-ciri dari partisipan yaitu masyarakat mempunyai kesadaran tinggi untuk aktif berperan
terkait bidang ini dan sadar bahwa warga memiliki hak serta tanggung jawab terhadap
kehidupan politik.
Ciri lainnya adalah rakyat tidak begitu saja menerima situasi yang ada, tapi secara sadar
memberikan penilaian terhadap masalah terkait politik. Budaya politik di Indonesia jenis
partisipan ini merupakan yang paling ideal bagi negara demokrasi.
Ada beberapa contoh budaya ini di masyarakat Indonesia, yaitu berpartisipasi dalam pemilu
bagi yang memenuhi persyaratan ketentuan, ikut serta dalam forum untuk menyampaikan
aspirasi serta melakukan unjuk rasa dengan tertib dan damai.
Aktifnya masyarakat dalam kegiatan bidang ini akan memberikan dampak positif terhadap
perkembangan negara, apalagi Indonesia menganut sistem demokrasi. Jadi, budaya politik di
Indonesia diharapkan tetap mampu membuat rakyatnya aktif berperan.
6. Pengertian dan Bentuk-Bentuk Ketimpangan Sosial
7. 1. Puisi
Jenis karya sastra yang pertama yaitu puisi. Puisi merupakan salah satu jenis karya sastra yang
gaya bahasanya sangat ditentukan oleh irama, rima, serta penyusunan larik dan bait. Di dalam
pembuatan puisi, kalian juga harus memperhatikan diksi. Sedangkan dalam pilihan bahasanya
karya sastra ini lebih banyak menggunakan kalimat bermajas atau memiliki makna konotatif.
Ada empat unsur yang merupakan hakikat puisi, yaitu: tema, perasaan penyair, nada puisi,
serta amanat.
2. Prosa
Selanjutnya, jenis karya sastra yang perlu kalian ketahui yaitu prosa. Prosa merupakan salah
satu bentuk dari karya sastra yang berbeda dengan puisi. Namun, banyak yang beranggapan
bahwa keduanya merupakan karya sastra yang sama. Perbedaan dari keduanya yaitu dimana
prosa mempunyai ritme yang lebih banyak. Untuk penggunaan katanya, prosa tidak memiliki
majas atau kiasan. Dalam artian, prosa sering diartikan sebagai tulisan yang bebas dimana
dalam penulisannya tidak terikat dengan aturan-aturan tertentu.
3. Pantun
Pantun merupakan salah satu jenis puisi lama yang tiap baitnya terdiri atas empat baris serta
memiliki sampiran dan isi. Tak hanya kalian jumpai di dalam pelajaran bahasa Indonesia,
pantun juga sering kalian jumpai di acara-acara hiburan adat sampai program hiburan komedi di
stasiun televisi.
Adapun ciri-ciri pantun yaitu setiap satu bait terdiri atas 4 baris yang mana setiap
barisnya terdapat 8 hingga 12 suku kata. Sedangkan untuk sajaknya, Pantun bersajak
a-b-a-b. Pantun sendiri terbagi menjadi beberapa jenis seperti pantun nasihat, pantun
jenaka, pantun agama, pantun teka-teki, pantun berkasih-kasihan, hingga pantun anak.
4. Novel
Novel merupakan karya sastra yang berbentuk cerita rekaan dalam bentuk karangan panjang
yang mengisahkan hidup seseorang yang diangap berkesan. Selain itu, novel akan
mengandung serangkaian cerita kehidupan tokoh dan orang-orang di sekitarnya yang
diceritakan dengan menonjolkan watak juga sifat setiap pelaku cerita di dalamnya. Misalnya
saja menceritakan kasih sayang seorang anak kepada ibunya yang sakit. Semua tokoh cerita
dalam novel adalah fiktip belaka. Namun, dibuat kejadiannya seolah-olah nyata terjadi pada
masa tersebut.
5. Cerpen
Berbeda dengan novel yang merupakan karya sastra dalam bentuk karangan panjang, cerpen
merupakan jenis karya sastra dalam karangan pendek. Biasanya, cerpen mengisahkan tentang
suatu permasalahan yang dialami oleh tokoh secara ringkas mulai dari pengenalan sampai
akhir dari permasalahan yang dialami oleh tokoh.
Pada umumnya cerpen hanya mengisahkan satu permasalahan yang dialami oleh satu
tokoh. Selain itu, cerpen hanya terdiri tidak lebih dari 10.000 kata. Adapun ciri-ciri
cerpen yaitu dapat dibaca dengan sekali duduk, diksi yang dipakai tidaklah rumit
sehingga mudah dipahami, memiliki alur tunggal atau satu jalan cerita, serta memiliki
pesan moral yang terkandung.
6. Drama
Drama juga termasuk karya sastra yang tentu saja sudah banyak orang mengetahuinya. Drama
sendiri merupakan salah satu bentuk dari suatu karya sastra dimana didalamnya menceritakan
kehidupan dari manusia melalui media gerak dan juga suara. Secara umum, Drama dibedakan
berdasarkan genre tema yang terdapat dalam drama, yaitu komedi, musical, tragedy komedi,
dan tragedi. Jadi, drama ini tidak hanya tulisan saja melainkan pertunjukan yang dapat di liat
saat para pemain berdialog sesuai dengan tokohnya.
7. Dongeng
Tentu kalian sudah tidak asing lagi dengan dongeng. Dongeng merupakan salah satu karya
sastra lama yang berisi cerita yang lebih bersifat fiksi atau mengandung imajinasi yang sangat
luar biasa. Masyarakat percaya bahwa dongeng ini tidak benar-benar terjadi.
Umumnya pengarang sebuah dongeng tidak dapat dikenali. Karena dongeng adalah
bentuk cerita turun temurun dari nenek moyang. Meski begitu, kejadian pada dongeng
terkesan sebagai kejadian sungguhan. Padahal, dongeng adalah cerita fiktif dan
imajinatif. Dongeng yang dulunya sempat populer seperti Si Kancil Mencuri Timun.
Itulah sederet jenis karya sastra dilengkapi dengan penjelasannya. Semoga bermanfaat
dan menambah pengetahuan kalian ya.
8. Roman
roman adalah suatu jenis karya sastra yang merupakan bagian dari epik panjang.
Dalam perkembangannya roman menjadi suatu karya sastra yang sangat digemari.