Anda di halaman 1dari 22

A.

Identitas Novel

1. Judul : Layar Terkembang

2. Penulis : Sutan Takdir Alisjahbana

3. Penerbit : Balai Pustaka

4. Cetakan : 39, 2009

5. Tebal : v + 201 halaman

6. Kota Terbit : Jakarta

7. Tahun Terbit : 1936

8. Nomor ISBN : 979-407-065-3

9. Harga buku : Rp. 45.000,00

10. Identitas penulis :

Nama Lengkap : Sutan Takdir Alisjahbana


Profesi : Sastrawan, budayawan, dan ahli tata Bahasa Indonesia
Agama : Islam
Tempat Lahir : Natal, Mandailing Natal, Sumatra Utara
Tanggal Lahir : 11 Februari 1908
Warga Negara : Indonesia

Sutan Takdir Alisjahbana (STA) merupakan salah satu tokoh pembaharu Indonesia
yang berpandangan liberal. Berkat pemikirannya yang cenderung pro-modernisasi
sekaligus pro-Barat, STA sempat berpolemik dengan cendekiawan Indonesia
lainnya. STA sangat gelisah dengan pemikiran cendekiawan Indonesia yang anti-
materialisme, anti-modernisasi, dan anti-Barat. Menurutnya, bangsa Indonesia
haruslah mengejar ketertinggalannya dengan mencari materi, memodernisasi
pemikiran, dan belajar ilmu-ilmu Barat.

1
STA melakukan modernisasi Bahasa Indonesia sehingga dapat menjadi bahasa
nasional yang menjadi pemersatu bangsa. Ia yang pertama kali menulis Tata Bahasa
Baru Bahasa Indonesia (1936) dipandang dari segi Indonesia, yang mana masih
dipakai sampai sekarang.

B. Latar belakang penulis menulis novel ini

Sutan Takdir Alisjahbana menulis novel ini karena membahas tentang perjuangan
dan segala permasalahan yang dihadapi oleh wanita pada masa itu untuk mencapai
cita-citanya. Untuk di baca para wanita muda masa kini agar tahu bagaimana
keadaan kaum wanita masa lalu. Selain itu secara tidak langsung dapat
meningkatkan minat para generasi muda terhadap kesusastraan lama Indonesia
yang menjadi perintis sastra modern Indonesia sekarang.

D. Gambaran Umum Novel Layar Terkembang

Novel ini menceritakan tentang dua orang kakak beradik yang memiliki karakter
sangat berbeda. Tuti, sang kakak, adalah seorang wanita yang sangat idealis. Ia juga
anggota organisasi pergerakan wanita, Putri Sedar namanya. Tuti sering berorasi
meneriakkan hak-hak wanita yang pada saat itu masih jauh dari unsur emansipasi.
Apapun yang dilakukan olehnya harus berdasarkan pemikiran yang matang dan
lugas, Tuti adalah seseorang yang sangat serius dan tegas.
Berbeda dengan Tuti, Maria, sang adik, adalah seorang wanita yang manis, ceria
dan sangat keibuan. Ia juga sering mengambil keputusan berdasarkan perasaannya
saja. Yang menurut Tuti, adalah tindakan ceroboh. Maria lebih perasa, lebih
menyukai hal-hal feminim, seperti bunga dan novel-novel bertemakan cinta.
Saat sedang berekreasi untuk mengisi liburan di hari Minggu, mereka bertemu
dengan Yusuf, seorang pemuda intelektual yang sedang menempuh pendidikannya
sebagai dokter. Pertemuan di hari Minggu itu berlanjut hingga pada suatu pagi
Yusuf yang sedang mengayuh sepeda menuju Sekolah Tabib Tinggi, tempatnya
menempuh pendidikan dokter, bertemu dengan Maria yang juga sedang mengayuh
sepeda menuju H.B.S. Carpentier, tempatnya menuntut ilmu. Sejak saat itu, mereka
sering membuat janji untuk bertemu. Yusuf pun sering mengunjungi kediaman
Maria dan Tuti untuk bertemu dengan Maria. Sampai akhirnya, Yusuf dan Maria
saling jatuh cinta, hubungan mereka akhirnya semakin serius, hingga menjadi
sepasang kekasih.
Hubungan Yusuf dan Maria juga mendapat lampu hijau dari R. Wiriaatmaja, ayah
Maria. Hingga mereka memutuskan untuk bertunangan, hubungan mereka sangat
harmonis. Melihat kemesraan antara Yusuf dan Maria, Tuti sebenarnya iri. Apalagi,
mengingat pertunangannya dengan Hambali yang putus ditengah jalan. Namun
tetap saja, ia tak mau memiliki kekasih apalagi suami jika tak sesuai dengan kriteria
dan pilihan hatinya.
Suatu hari, Maria tiba-tiba terserang Malaria, suhu tubuhnya tak stabil. Ia juga
sering memuntahkan darah. Keadaannya membuat Ayah dan Kakaknya khawatir,
selain khawatir akan keadaannya, mereka juga khawatir jika Maria akan bernasib
sama dengan Ibunya yang meninggal karena penyakit semacam itu.
Ditengah keadaan adiknya yang sedang memburuk itu, Tuti juga dibingungkan
dengan perilaku Supomo, temannya yang mengajar di sekolah yang sama
dengannya. Supomo menyatakan cintanya kepada Tuti, dan berniat untuk
mempersuntingnya. Walaupun Tuti kagum kepadanya, namun ia tidak yakin untuk
menerima permintaan Supomo. Akhirnya, Tuti memutuskan untuk menolak
permintaan Supomo karena tidak ingin mengingkari prinsipnya. Ia juga tak ingin
mengecewakan Supomo karena jika ia menerimanya, ia hanya menikah karena
malu akan usianya yang sudah dua puluh tujuh tahun tetapi belum bersuami, bukan

3
karena ia juga mencintai Supomo. Ia menjelaskan semuanya lewat surat, seperti
Supomo yang juga menulis surat untuk meyakinkan Tuti akan pengakuan cintanya.
Keadaan Maria yang semakin memburuk mengharuskannya untuk menjalani rawat
inap di Central Burgerlijk Ziekenhius di Pacet, Sindanglaya, Jawa Barat. Ayah,
kakak, dan kekasihnya, bergantian untuk menjenguknya karena mereka semua
masih sibuk dan tak mungkin meninggalkan aktifitasnya di Jakarta untuk
menemaninya disana dalam waktu yang tidak bisa ditentukan.
Hingga tiba saatnya liburan bulan Desember, Tuti dan Yusuf berjanji untuk
menjenguk Maria setiap hari dengan menginap di rumah saudaranya di
Sindanglaya. Maria tentu sangat senang, walau malarianya belum hilang ditambah
dengan tbc yang memperparah keadaannya.
Keadaannya yang semakin memburuk membuatnya selalu teringat akan kematian,
ia merasa hidupnya sudah tak lama lagi. Hingga akhirnya, ia berpesan kepada Tuti
dan Yusuf untuk hidup bersama dan saling mencintai. "Alangkah berbahagia saya
rasanya di akhirat nanti, kalau saya tahu, bahwa kakandaku berdua hidup rukun dan
berkasih-kasihan seperti kelihatan kepada saya dalam beberapa hari ini..." begitulah
pesan terakhir dari Maria yang tertulis di halaman 150 buku ini.Firasat Maria benar-
benar terjadi, ia meninggal dunia. Untuk menghormati Maria, Tuti dan Yusuf pun
akhirnya memutuskan untuk menikah.
E. Sinopsis Novel

Novel ini menceritakan tentang dua orang kakak beradik yang memiliki karakter
sangat berbeda. Tuti, sang kakak, adalah seorang wanita yang sangat idealis. Ia juga
anggota organisasi pergerakan wanita, Putri Sedar namanya. Tuti sering berorasi
meneriakkan hak-hak wanita yang pada saat itu masih jauh dari unsur emansipasi.
Apapun yang dilakukan olehnya harus berdasarkan pemikiran yang matang dan
lugas, Tuti adalah seseorang yang sangat serius dan tegas.
Berbeda dengan Tuti, Maria, sang adik, adalah seorang wanita yang manis, ceria
dan sangat keibuan. Ia juga sering mengambil keputusan berdasarkan perasaannya
saja. Yang menurut Tuti, adalah tindakan ceroboh. Maria lebih perasa, lebih
menyukai hal-hal feminim, seperti bunga dan novel-novel bertemakan cinta.
Saat sedang berekreasi untuk mengisi liburan di hari Minggu, mereka bertemu
dengan Yusuf, seorang pemuda intelektual yang sedang menempuh pendidikannya
sebagai dokter. Pertemuan di hari Minggu itu berlanjut hingga pada suatu pagi
Yusuf yang sedang mengayuh sepeda menuju Sekolah Tabib Tinggi, tempatnya
menempuh pendidikan dokter, bertemu dengan Maria yang juga sedang mengayuh
sepeda menuju H.B.S. Carpentier, tempatnya menuntut ilmu. Sejak saat itu, mereka
sering membuat janji untuk bertemu. Yusuf pun sering mengunjungi kediaman
Maria dan Tuti untuk bertemu dengan Maria. Sampai akhirnya, Yusuf dan Maria

5
saling jatuh cinta, hubungan mereka akhirnya semakin serius, hingga menjadi
sepasang kekasih.
Hubungan Yusuf dan Maria juga mendapat lampu hijau dari R. Wiriaatmaja, ayah
Maria. Hingga mereka memutuskan untuk bertunangan, hubungan mereka sangat
harmonis. Melihat kemesraan antara Yusuf dan Maria, Tuti sebenarnya iri. Apalagi,
mengingat pertunangannya dengan Hambali yang putus ditengah jalan. Namun
tetap saja, ia tak mau memiliki kekasih apalagi suami jika tak sesuai dengan kriteria
dan pilihan hatinya.
Suatu hari, Maria tiba-tiba terserang Malaria, suhu tubuhnya tak stabil. Ia juga
sering memuntahkan darah. Keadaannya membuat Ayah dan Kakaknya khawatir,
selain khawatir akan keadaannya, mereka juga khawatir jika Maria akan bernasib
sama dengan Ibunya yang meninggal karena penyakit semacam itu.
Ditengah keadaan adiknya yang sedang memburuk itu, Tuti juga dibingungkan
dengan perilaku Supomo, temannya yang mengajar di sekolah yang sama
dengannya. Supomo menyatakan cintanya kepada Tuti, dan berniat untuk
mempersuntingnya. Walaupun Tuti kagum kepadanya, namun ia tidak yakin untuk
menerima permintaan Supomo. Akhirnya, Tuti memutuskan untuk menolak
permintaan Supomo karena tidak ingin mengingkari prinsipnya. Ia juga tak ingin
mengecewakan Supomo karena jika ia menerimanya, ia hanya menikah karena
malu akan usianya yang sudah dua puluh tujuh tahun tetapi belum bersuami, bukan
karena ia juga mencintai Supomo. Ia menjelaskan semuanya lewat surat, seperti
Supomo yang juga menulis surat untuk meyakinkan Tuti akan pengakuan cintanya.
Keadaan Maria yang semakin memburuk mengharuskannya untuk menjalani rawat
inap di Central Burgerlijk Ziekenhius di Pacet, Sindanglaya, Jawa Barat. Ayah,
kakak, dan kekasihnya, bergantian untuk menjenguknya karena mereka semua
masih sibuk dan tak mungkin meninggalkan aktifitasnya di Jakarta untuk
menemaninya disana dalam waktu yang tidak bisa ditentukan.
Hingga tiba saatnya liburan bulan Desember, Tuti dan Yusuf berjanji untuk
menjenguk Maria setiap hari dengan menginap di rumah saudaranya di
Sindanglaya. Maria tentu sangat senang, walau malarianya belum hilang ditambah
dengan tbc yang memperparah keadaannya.
Keadaannya yang semakin memburuk membuatnya selalu teringat akan kematian,
ia merasa hidupnya sudah tak lama lagi. Hingga akhirnya, ia berpesan kepada Tuti
dan Yusuf untuk hidup bersama dan saling mencintai. "Alangkah berbahagia saya
rasanya di akhirat nanti, kalau saya tahu, bahwa kakandaku berdua hidup rukun dan
berkasih-kasihan seperti kelihatan kepada saya dalam beberapa hari ini..." begitulah
pesan terakhir dari Maria yang tertulis di halaman 150 buku ini.Firasat Maria benar-
benar terjadi, ia meninggal dunia. Untuk menghormati Maria, Tuti dan Yusuf pun
akhirnya memutuskan untuk menikah.

F. Kelemahan dan Keunggulan Novel.

 Keunggulan

a. Segi Fisik :
– Sampul dan gambarnya menarik
– Kertasnya berkualitas baik karena menggunakan kertas HVS
b. Segi Isi :

- Alur yang ditulis sudah runtut mulai dari pengenalan


klimaks,antiklimaks,hingga penyelesaian.
- Cerita uang disuguhkan kepada pembaca sangat menarik.
- Isi dari bahasanya tersirat kata-kata yang penuh makna.
- Banyak berisi nilai estetika atau moral yang sangat mendidik.
 Kelemahan

- Bahasa yang digunakan susah dimengerti karena banyak menggunakan bahasa


Melayu.

- Pemilihan kata-kata yang ada di dalam naskah kurang efektif.


- Tatanan kalimatnya tidak efektif.

7
G. Analisis Unsur Intrinsik

- Tema : Adat Istiadat


Cerita dalam novel ini bertemakan cinta anak manusia yang
bertetangan dengan aday dan agama, cinta dua perempuan yang
mencintai seorang laki-laki dari sudut pandang yang berbeda.
Akibatnyaketiga anak manusia ini jadi korban perasaan.
Dalam novel ini tergambar ambisi seorang laki-laki yang terlalu
mencintai sesuatu dari lahirnya saja. Tanpa berpikir lebih dewasa
akibat-akibat yang akan terjadi di kemudia hari. dia mengorbankan
dirinya,keluarganya,bangsanya dan agamanya.

- Alur : Maju

- Latar
1. Lapangan tennis .
“Tempat bermain tennis , yang dilindungi oleh pohon- pohon kelepa
disekitarnya, masih sunyi” (hal .1 , paragraf 1 )
2. Minangkabau
“Sesungguhnya ibunya orang kampung, dan selamanya tinggal di
kampung saja, tapi sebabkasihan kepada anak , ditinggalkannyalah
rumah gedang di Koto Anau, dan tinggallah ia bersama-sama dengan
Hanafi di Solok.” ( halaman 23, paragraf 3 )
“Maka tiadalah ia segan -segan mengeluarkan uang buat mengisi rumah
sewaan di Solok itu secara yang dikehendaki oleh anaknya .” (halaman
23, paragraf 4 )
3. Betawi
“Dari kecil Hanafi sudah di sekolahkan di Betawi ”(hal. 23, paragraph
1)
“Sekarang kita ambil jalan Gunung Sari, Jembatan Merah Jakarta,
Corrie!” (halaman 103 , Paragraf 2)
4. Semarang
“Pada keesokan harinya Hanafi sudah dating pula ke rumah tumpangan
itu , dan bukan buatan sedih hatinya, demikian mendengar bahwa Corrie
sudah berangkat . Seketika itu ia berkata hendak menurutkan ke
Semarang .” (halaman 186 , paragraf 8)
5. Surabaya
“Di Surabaya mereka menumpang semalam di suatu pension kecil,
mengaku nama Tuan dan Nona Han.” ( halaman 144 , paragraf 1 )

- Penokohan

1. Hanafi : Seorang pemuda bumiputera Solok terpelajar yang


berwatak keras, sombong, emosional dan durhaka terhadap
ibunya.Dia memiliki wajah yang mirip dengan orang Belanda,
perilakunya juga mencerminkan orang Belanda yang selalu
menghina orang Bumiputeranya sendiri.
2. Corrie du Bussee: Seorang gadis Belanda yang awalnya tinggal
bersama ayahnya di Solok. Corrie memiliki paras yang cantik,
berasal dari kelas atas dan terpelajar. Dia juga memiliki sikap yang
sopan, ramah, kuat menghadapi Hanafi,walaupun sedikit manja dan
keras.
3. Rapiah : Seorang gadis desa Bumiputera Solok yang dinikahi oleh
Hanafi untuk pertama kalinya.Rapiah berwatak sabar, dan setia
mendampingi suaminya yang berwatak keras dan tidak suka
padanya.Rapiah termasuk istri yang baik walaupun ia memiliki rasa

9
malu yang tinggi.
4. Ibu Hanafi ( Mariam) : Seorang ibu yang rela berjuang demi hidup
anaknya.Ia berusaha memenuhi semua biaya pendidikan
anaknya.Buk Mariam selalu sabar dalam menghadapi anaknya yang
durhaka.Namun, Ibu Hanafi adalah ibu yang pemaaf.Dia tetap
memaafkan semua kesalahan Hanafi, yang telah durhaka padanya.
5. Ayah Corrie ( Tuan du Bussee) : Ayah Corrie memiliki sikap yang
sopan, ramah terhadap semua orang, dan menghormati budaya orang
Timur walaupun ia orang Barat.Namun dia selalu mengucilkan diri
dari masyarakat setempat.Ayah Corrie kemudian meninggal pada
saat Corrie di Betawi.
6. Syafei : Anak Hanafi dengan Rapiah. Syafei adalah anak yang masih
lugu.Dia tidak tahu apa-apa mengenai ayah dan ibunya.
7. Nyonya Van Dammen : Nyonya yang berbaik hati memberi tempat
persembunyian untuk Corrie,agar dapat menghindar dari
Hanafi.Nyonya Van Damme juga saying terhadap Corrie.
8. Tante Lien : Tetangga Corrie pada saat dia menikah dengan
Hanafi.Tante Lien adalah pribumi asli Betawi yang berkebiasaan
latah.
9. Tuan Direktur : Direktur bank tempat Corrie bekerja setelah pergi
meninggalkan rumah karena perkara rumah tangga.Tuan Direktur
ini menaruh hati pada Corrie.
10. Piet : Sahabat Hanafi yang menasihati Hanafi pada saat Corrie pergi
meninggalkannya.
11. Tuan Administratur : Orang yang berbaik hati menemani Hanafi di
Semarang dan menyediakan kursi, minuman-dan makanan pada saat
Hanafi semalaman di Kuburan Corrie.
12. Pembantu Corri
13. Buyung : Orang membantu Hanafi dan Ibunya,berwatak lugu dan
penurut.
14. Simin : Pembantu di rumah Corrie, yang berwatak lugu,dan sabar.
15. Tukang Pos yang mengantar surat untuk Rapiah.

16. Nyonya Jansen : Nyonya yang berpura-pura baik,tapi sebenarnya


licik.
17. Mina, pembantu di rumah Corrie dan Hanafi.

- Sudut Pandang : orang ketiga serba tahu ( pengarang sebagai orang


ketiga )

- Amanat :

1. Kita harus mampu menghormati budaya orang lain atau bangsa lain.
2. Kita harus membatasi diri dalam bergaul,janganlah kita lupa daratan
dan terbawa arus.
3. Jangan sampai kita juga mengikuti budaya asing dan melupakan
budaya sendiri.
4. Segala sesuatu yang kita lakukan dan kita jalani dengan
menggunakan kekerasan dan emosional,maka kehancuran dan
kegagalan yang kita dapatkan/alami. Janganlah durhaka pada
orangtua.

G. Analasis Unsur Ekstrinsik

- Situasi dan Kondisi

Latar belakang penciptaan berasal dari luar diri pengarang, karena


pada novel ini pengarang hanya sebagai sudut pandang orang ketiga
yang mengetahui segala hal (serba tahu). Dijaman ini, kisah seperti
banyak terjadi akibat Belanda datang dan menetap di pribumi.

- Nilai adat istiadat

11
Adat istiadat pada saat itu tidak memperbolehkan seorang wanita
atau pria yang berbeda bangsa bersatu dalam cinta atau saling mencinta.
Dan hormati orang tua kita karena apa yang dikehendaki akan berbuah
manis pada diri kita.

- Nilai sejarah

Diskriminasi kelas social di cerita ini sangat terlihat. Contohnya


perbedaan terhadap bangsa pribumi dan eropa. Di kalangan pribumi pun
terjadi diskriminasi terhadap masyarakatnya sendiri. Di zaman ini ada
golongan orang yang disebut “bujang”. Yaitu pembantu yang
mengabdikan seumur hidupnya kepada sang majikan. Ini mirip dengan
perbudakan yang terjadi di zaman feudal. “bujang” yang terdapat dalam
salah asuhan adalah simin, bujangnya keluarga du bussee, dan buyung,
bujangnya keluarga Hanafi.

- Relevansi dengan zaman sekarang

Dalam novel ini, banyak menceritakan tentang kedurhakaan


seorang anak pada ibunya. Yang sekarang banyak terjadi di kalangan
pemuda/I Indonesia. Sungguh keadaan yang sangat memprihatinkan.
Disini juga dijelaskan bahwa adanya orang yang melupakan adat
istiadatnya sendiri. Sebagaimana kita tahu bahwa saat ini remaja
Indonesia sudah mengalami pergeseran nilai dan budaya.
- Biografi Pengarang

Abdoel Moeis (lahir di Sungai Puar, Bukittinggi,Sumatera Barat, 3


Juli 1883 – wafat di Bandung, Jawa Barat,17 Juni 1959 pada umur 75 tahun)
adalah seorang sastrawan dan wartawan Indonesia. Pendidikan terakhirnya
adalah diStovia (sekolah kedokteran, sekarang Fakultas
KedokteranUniversitas Indonesia), Jakarta akan tetapi tidak tamat. Ia juga
pernah menjadi anggota Volksraad yang didirikan pada tahun 1916 oleh
pemerintah penjajahan Belanda. Ia dimakamkan di TMP Cikutra - Bandung
dan dikukuhkan sebagai pahlawan nasional oleh Presiden RI, Soekarno,
pada30 Agustus 1959 (Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No.
218 Tahun 1959, tanggal 30 Agustus 1959).
Dia pernah bekerja sebagai klerk di Departemen Buderwijs en
Eredienst dan menjadi wartawan di Bandung pada surat kabar Belanda,
Preanger Bode, harian Kaum Muda dan majalah Neraca pimpinan Haji
Agus Salim. Selain itu ia juga pernah aktif dalam SyarikatIslam dan pernah
menjadi anggota Dewan Rakyat yang pertama (1920-1923). Setelah
kemerdekaan, ia turut membantu mendirikan Persatuan Perjuangan
Priangan.
Beberapa perjuangan yang telah ia lakukan diantaranya; mengecam
tulisan orang-orang Belanda yang sangat menghina bangsa Indonesia
melalui tulisannya di harian berbahasa Belanda, De ExpressPada tahun
1913, menentang rencana pemerintah Belanda dalam mengadakan
perayaan peringatan seratus tahun kemerdekaan Belanda dari Perancis
melalui Komite Bumiputera bersama dengan Ki Hadjar DewantaraPada
tahun 1922, memimpin pemogokan kaum buruh di daerah Yogyakarta
sehingga ia diasingkan ke Garut, Jawa Barat. Dan yang terakhir
mempengaruhi tokoh-tokoh Belanda dalam pendirian Technische
Hooge School - InstituteTeknologi Bandung (ITB)

13
Karya sastra yang dihasilkan diantaranya yaitu; Salah Asuhan
(novel, 1928, difilmkan Asrul Sani, 1972)Pertemuan Jodoh (novel,
1933)Surapati (novel, 1950)Robert Anak Surapati(novel, 1953)
Terjemahannya yaitu; Don Kisot (karya Cerpantes, 1923)Tom
Sawyer Anak Amerika (karya Mark Twain, 1928)Sebatang Kara (karya
Hector Melot, 1932)Tanah Airku (karya C. Swaan Koopman, 1950.

I. Unsur Kebahasaan

- Gaya Bahasa / Majas

“Tapi Corrie sudah terperanjat, segala darah naik ke kepalanya, dan


jantungan berdebar debar seperti di peluk bumi.” (halaman 35 paragraf
7)

“ yang sangat dimasygulkan pada Hanafi ialah karna ialah laki-laki


yang pertama kali dapat menimbulkan gelombang dan guuncangan
sehebat itu dalam kalbunya, sehingga urat-urat sarafnya tergoncang,
tidur terlelap, sedang makan pun tak enak.” (halaman 39 paragraf 35)

“sesungguhnya tiadalah berdusta apabila ia berkata sakit kepala, karena


sebenar-nyalah kepalanya bagai dipalu” (halaman 49 paragraf 6)

“tapi dengan tak sengaja, kalam itu sudah menari nari ke tempat yang
bukan-bukan, sudah menyatakan kesedihan hati yang tak berbukan-
bukan.” (halaman 50 paragraf 13)
“tak ada dalam sangka hanadi bahwa burung merpati itu sudah terbang
membumbung dan hendak lenyak ke langit hijau (halaman 52 paragraf
21)

“bukannya ia segera menutup keran bensin, tetapi ia berikhtiar meniup


api yang sudah menjilat-jilat itu dari lampu” (halaman 53 paragraf 6)

“diseluruh anggotanya sedang menyala lautan api sedang bersambung


petir halilintar!” (halaman 55 paragraf 34 )

“Darahnya berdebar-debar, telinga mendesing-desing sejurus


lamanya.” (halaman 56 paragraf 41)

“kerbau jalang itu sudah boleh di tuntun kehilir ke mudik” (halaman 63


paragraf 24)

“pedihlah jantungnya bagai di iris-iris” (halaman 68 paragraf 53)

“Tapi kesenanganku sudah terganggu karena menaruh intan yang


belum digosok itu”. (halaman 113 paragraf 27)

“keadaan kami kedua seolah-olah disiram dengan air es” (halaman 148
paragraf 4)

“maka diperlihatkannya kepada corrie sepasang kerabu berlian yang


berkilau-kilau sinarnya.” (halaman 174 paragraf 29)
“nah,itu kaca besar pada bupet, kaca tak berdusta, tanyakan sendiri
kepadanya” (halaman 175 paragraf 34)

“oh sukalah corrie bagai dipukul dipalu” (halaman 179 paragraf 37)

15
“waktu corrie sedang menghadapi meja tulis, dan menarilah jari-
jarinya diatas mesin itu” (halamaan 190 paragraf 35)

“sebagai digigit kalajengking, demikianlah laku hanafi meloncat dari


kasurnya, berdiri dihadapan piet” (halaman 213 paragraf 32)

“mula ibunya memelihara akan dia seolah-olah menatang minyak yang


penuh” (halaman 251 paragraf 59)

- Idiom (Ungkapan)

“jinak-jinak burung merpati” (halaman 5 paragraf 14), (halaman 13


paragraf 18)

“burung merpati, dua sejoli” (halaman 6 paragraf 22)

“sehilir semudik” (halaman 7 pargraf 35)

“bagai bumi dengan langit” (halaman 17 paragraf 61)

“meletakan kepala di bantal mati” (halaman 18 paragraf 64)

“duri dalam daging” (halaman 26 paragraf 13), (halaman 31 paragraf


21), (halaman 213 paragraf 32)

“bagai kucing dibawakan lidi” (halaman 30 paragraf 36)

“makan-makan angin. (halaman 42 paragraf 8), (halaman 102 paragraf


16), (halaman 258 paragraf 29)
“kehilir kemudik” (halaman 63 paragraf 24), (halaman 136 paragraf 36),
(halaman 176 paragraf 53), (halaman 204 paragraf 51)

“bagai mendapat gunung emas” (halaman 68 paragraf 57), (halaman


159 paragraf 47)

“bagai bumi dengan langit” (halaman 70 paragraf 43), (halaman 183


paragraf 1)

“bagai mencabik arang” (halaman 85 paragraf 15)

“ujung beras ku makan” (halaman 92 paragraf 61)

“bagai menakik darah di kuku” (halaman 92 paragraf 61)

“buah hati” (halaman 102 paragraf 18), (halaman 159 paragraf 50)

“belanga dijilat api” (halaman 123 paragraf 23)

“makan-makan panas” (halaman 131 paragraf 26)

“busuk hati” (halaman 174 paragraf 32)

“belum pernah ia merentang jaring” (halaman 176 paragraf 50)

“nasi sudah menjadi bubur” (halaman 192 pargraf 46)

“bagai pinang di belah dua dengan ayahnya” (halaman 206 paragraf


74)

“pahit panhangnya saja” (halaman 220 paragraf 51)

17
“hendak mengukir langit” (halaman 251 paragraf 53)\

“darah daging” (halaman 252 paragraf 83)

“payung panji” (halaman 261 paragraf 3)

- Pribahasa

“gunung talangkah hendak meletus, padi disawah di makan tikus”


(halaman 26 paragraf 16)

“mana yang kusut menjernihkan, mana yang keruh” (halaman 31


paragraf 43)

“kehendak hati memeluk gunung, apa daya tangan tak sampai”


(halaman 64 paragraf 23)

“jika kail panjang sejengkal, jangan lautan hendak di duga” (halaman


64 paragraf 24), (halaman 66 paragraf 37)

“harapkan burung terbang tinggi, punai di tangan engkau lepaskan”


(halaman 69 paragraf 53)

“yang sejengkal jadi sedepa, yang sebuah jadi sepuluh” (halaman 74


paragraf 8), (halaman 83 paragraf 5)

“berbuat-buat setinggi-tinggi, melambung-lambung ketanah juga”


(halaman 75 paragraf 13)
“ke minangkabau bukanla turun ke tanah rangkaya” (halaman 75
paragraf 14)

“sebagai laku sarang penyegat dipaku dengan tongkat” (halaman 75


paragraf 16)

“hancur badan di kandung tanah, budi baik di kenang jua” (halaman


91 paragraf 34)

“seiring bertukar jalan, sekandung tah sebahu” (halaman 135 paragraf


11)

“bermain hapi hangus, bermain air basah” (halaman 176 paragraf 41)

“laki-laki semalu, perempuan serasan” (halaman 220 paragraf 69)

J. Kesimpulan

Kehidupan sosial yang digambarkan dalam novel salah asuhan


adalah kehidupan pribumi pada masa penjajahan Belanda. Ketika
pribumi melewati “garis kepribumiannya” dan berusaha sejajar dengan
bangsa Eropa, yang terjadi adalah seperti yang dialami oleh Hanafi,
yaitu pengucilan dari kedua belah pihak. Baik dari pribumi sendiri yang
memang dihindari oleh Hanafi, maupun dari pihak bangsa Eropa yang
memandang pribumi rendah. Perkawinan antara bangsa Eropa dan
pribumi pun akan mendapatkan tentangan dari kedua belah pihak.
Namun, kehidupan social yang ditampilkan dalam salah asuhan
memiliki perbedaan dengan kehidupan social masyarakat Indonesia saat
ini. Sekarang ini tidak ada lagi diskriminasi terhadap pribumi asli,

19
perkawinan campur antar bangsa pun bukan lah sesuatu hal yang tabu
lagi.
Oleh karena kemampuan dan keberanian Abdoel Moeis itu, salah
asuhan merupakan novel rekomendasi untuk dibaca dan diartikan
sebagai perjuangan rahasia bangsa Indonesia. Pesan dalam novel ini
memperkuat agar globalisasi tidak menghilangkan kebudayaan
tradisional.

K. Saran

saran dari saya selaku penganalisis adalah, bahwa novel karya abdoel moeis ini
sudah bagus dan baik isinya, dengan penggambaran cerita yang baik dan tertata,
membuat novel ini menghasilkan efek tegang, getir dan mengejutkan baik di akhir
ataupun di setiap Babnya. Novel ini mengandung amanat dan unsur sosial yang
baik, mengangkat kebenturan budaya yang lain dari biasanya, dimana nilai-nilai
tradisi modern yang bertentangan di masukkan dan menjadi tema yang mencolok
namun dapat di nikmati. Namun menurut saya adalah, alangkah lebih baiknya jika
novel ini di tulis dengan lebih meencolok dan telanjang sehingga kesan sindiran
lebih kuat dibanding roman lainnya, secara novel ini mengangkat kisah adat yang
menyimpang pada masa itu.
TUGAS RESENSI DAN ANALISIS NOVEL SASTRA KLASIK
BAB IV

21
DISUSUN OLEH :

SATRIA ALDI YANTO

XII IPA 5

JL. JERUK RAYA KOMPLEK SUKATANI PERMAI KEL. SUKATANI KEC. TAPOS
KOTA DEPOK

Anda mungkin juga menyukai