Anda di halaman 1dari 2

LELAKI DARI TUKAD BADUNG

Sura adalah seorang anak yang tinggal pada sepanjang Tukad Badung atau dataran kecil yang
berada di bawah jembatan yang menghubungkan Pasar Badung dan Pasar Kumbasari. Sura dan teman
sebayanya sering bermain di dataran yang lebih sempit lagi dari sekitaran dataran kecil di tengah sungai.
Mereka biasanya mengobrol tentang bintang film kesukaan, menanam kangkung di pinggir sungai, dan
munuh di Pasar Badung. Dalam masa kanak-kanak dan bermain Sura, selalu ada Mbok Wati, seorang
gadis kecil menjelang remaja. Ia hanyalah tetangganya Sura karena rumah mereka saling berdempetan.
Mereka selalu munuh bahan dapur bersama. Selain itu, Mbok Wati juga sering menemani Sura
menonton film di bioskop Wisnu. Ketika menjelang masa sekolah, Sura menolak untuk bersekolah
karena merasa dirinya bodoh dan miskin, tetapi Mbok Wati terus berusaha membujuknya. Seiring
berjalannya waktu, Sura mulai menyukai sekolah. Kesenangannya akan sekolah membuat Sura lebih
banyak belajar dan membaca hingga ia mulai menarik diri dari munuh serta jarang berkumpul lagi di
tempat bermainnya. Sejauh itu, Mbok Wati tetap menjadi pengasuh dan teman setia Sura. Sering pula ia
memberi uang untuk keperluan sekolah Sura. Hingga menjelang tamat SD, Keluarga Sura, Mbok Wati,
dan para tetangganya tidak lagi diperbolehkan mengontrak tanah di tepi Tukad Badung. Mereka
tercerai-berai, mencari permukiman baru di sekitar kota, hingga pada akhirnya Sura dan Mbok Wati
saling terpisah. Hingga menginjak bangku perguruan, Sura tetap berusaha mencari keberadaan keluarga
Mbok Wati, tetapi ia belum berhasil menemukannya. Bagi Sura, Mbok Wati adalah sosok yang menjadi
pembentuk utama atas dirinya menjadi orang dan memiliki segalanya. Namun, jauh di dalam lubuk
hatinya, ia merasa seperti kehilangan karena belum mampu membalas kebaikan Mbok Wati.

PILIHAN BAPAK

Widi, Mas Paskal, Mas Sidik, dan Jenar tak pernah memaafkan kesalahan bapak karena telah
membiarkan ibunya yang sakit merangkak sendiri ke dapur dan tidak sengaja menabrak penyangga
pelantang suara TV sehingga benda tersebut jatuh tepat di kepalanya. Tiga bulan setelah kepergian sang
ibu, bapak di tangkap polisi karena membunuh seorang janda kaya sehingga ia dijatuhi hukuman mati.
Pada Jumat terakhir sebelum Bapak dieksekusi, Widi seorang diri mendatangi sang bapak yang tengah
berada di penjara mewakili kedua abang dan adiknya. Pada hari itu, bapak menceritakan bahwa Mas
Sidik sebenarnya bukan anak kandungnya, melainkan anak dari mantan kekasih ibunya. Hal tersebut
terjadi karena bapak dan ibunya sempat berpisah dan tinggal di dua kota yang berbeda. Namun, tiga
bulan setelah kelahiran Sidik, mantan kekasih Ibunya itu meninggal karena kecelakaan. Kemudian ibu
kembali bersama lagi dengan bapak, meskipun sebenarnya bapak masih sulit memaafkan pengkhianatan
Ibu sehingga mereka sering bertengkar. Oleh karena itu, mereka berusaha memperbaiki hubungan
dengan mengadopsi Widi dari panti asuhan. Setelah Widi berumur dua tahun, ibu mengandung Jenar.
Pada saat itu, Bapak mulai berusaha untuk memaafkan Ibu, namun Ibunya berfikir lain dan mengira
kalau Bapak tidak setia dan terus mencurigai perubahan sikapnya. Seiring berjalannya waktu, bapak
telah menjalani hukuman matinya. Namun, Mas Paskal, Mas Sidik, dan Jenar tidak mau mengurus
pemakaman Bapak. Petugas lapas memberikan barang-barang pribadi milik bapak, salah satunya
terdapat headphone putih. Pada bagian lengkungannya terdapat tulisan “Bapak sedang mendengarkan
Chick Corea waktu ibumu memanggilku pada hari itu. Maafkan Bapak karena tak mendengar teriakan
ibumu.”
DONGENG BURUNG HANTU

Rene segera menggandeng Dira menjauh dari tempat itu meski Dira ingin berfoto dengan merak
berekor panjang yang bebas berjalan-jalan di taman itu. Napas Rene sesak melihat burung hantu yang
bertengger di atas pohon. Namun, tak semudah itu mengalihkan Dira. Dira berhenti dan memperhatikan
burung-burung itu dengan saksama. Tubuh Rene menggigil teringat sebuah kisah tentang burung hantu
yang selalu didongengkan oleh ibunya. Dongeng tersebut bercerita tentang seorang putri bulan yang
selalu penasaran tentang banyak hal, hingga pada suatu saat ia pernah menghampiri sebuah cahaya
putih yang berkilau dari kejauhan. Namun, sang putri merasa kecewa karena yang dilihat hanyalah
ampas tebu yang terkena pantulan sinar bulan. Saat ia hendak pergi, sayapnya terjerap pada lumuran
getah yang ada pada tumpukan ampas tebu sehingga membuat dirinya tidak bisa lagi kembali ke
khayangan. Ia menangis sepanjang malam hingga perlahan-lahan tubuhnya berubah. Sayapnya melebar
menutupi seluruh tubuhnya hingga jadilah seperti burung hantu yang menyesali rasa penasarannya.
Kisah putri bulan tersebut sama halnya dengan kisah Rene pada saat ia masih kecil. Pada saat itu, sedang
terjadi perang di tempat tinggalnya sehingga mengorbankan ayah dan ibunya. Perang terjadi karena
ternyata para buruh kebun menanam tebu di lahan sengketa sehingga membuat para penduduk
pedalaman marah dan membakar kampung-kampung tempat tinggal para pekerja. Pemimpin dari
perang ternyata lelaki bertubuh gumpal yang sebelumnya pernah Rene temui di pasar bersama ibunya.
Rene yang selalu bertanya banyak hal tak sengaja memberikan pertanyaan aneh pada orang tersebut
sehingga membuatnya menatap tajam Rene. Rene tidak bisa melupakan peristiwa yang menyisakan
kepahitan yang menjadikannya menyesal seperti burung hantu itu.

NIRVANA

Kinnari Azura adalah seorang peneliti teknologi kosmologi dan salah satu anggota dewan
penasihat Yayasan Tunas Robotik Asia Terintegrasi (TRAT). Pada malam itu, ia menghadiri sebuah acara
yang diadakan oleh yayasan TRAT. Dua robot menyambut kedatangan Kinnari, mereka memiliki fitur
standar, dengan kerangka metalik merah dan kuning. Kinnari memasuki ruangan, aula megah itu dihias
dengan simulasi taman Zen. Orang-orang telah menyebar dan ramai dalam percakapan mereka.

Anda mungkin juga menyukai