Anda di halaman 1dari 12

SINOPSIS

LAYAR TERKEMBANG
Karya Sutan Takdir Alisyahbana

Judul Novel : Layar Terkembang


Pengarang : Sutan Takdir Alisjahbana
Penerbit : Balai Pustaka
Tahun Terbit : 2000 (PS: Pertamakali terbit pada tahun 1936)
Tebal : 166 halaman

Tuti dan Maria adalah kakak beradik, anak dari Raden


Wiriatmadja mantan Wedana daerah Banten. Sementara itu ibu
mereka telah meninggal. Meskipun mereka adik-kakak, mereka
memiliki watak yang sangat berbeda. Tuti si sulung adalah seorang

1
gadis yang pendiam, tegap, kukuh pendiriannya, jarang sekali memuji,
dan aktif dalam organisasi-organisasi wanita. Sementara Maria
adalah gadis yang periang, lincah, dan mudah kagum.
Diceritakan pada hari Minggu Tuti dan Maria pergi ke
akuarium di pasar ikan. Di tempat itu mereka bertemu dengan
seorang pemuda yang tinggi badannya dan berkulit bersih, berpakaian
putih berdasi kupu-kupu, dan memakai kopiah beledu hitam. Mereka
bertemu ketika hendak mengambil sepeda dan meninggalkan pasar,
pada saat itu pula mereka berbincang-bincang dan berkenalan. Nama
pemuda itu adalah Yusuf, dia adalah seorang mahasiswa sekolah
tinggi kedokteran. Sementara Maria adalah murid H.B.S Corpentier
Alting Stichting dan Tuti adalah seorang guru di sekolah H.I.S Arjuna
di Petojo. Mereka berbincang samapai di depan rumah Tuti dan Maria.
Yusuf adalah putra dari Demang Munaf di Matapura,
Sumatra Selatan. Semenjak pertemuan itu Yusuf selalu terbayang-
bayang kedua gadis yang ia temui di akuarium., terutama Maria.
Yusuf telah jatuh cinta kepada Maria sejak pertama kali bertemu,
bahkan dia berharap untuk bisa bertemu lagi dengannya. Tidak
disangka oleh Yusuf, keesokan harinya dia bertemu lagi di depan hotel
Des Indes. Semenjak pertemuan keduanya itu, Yusuf mulai sering
menjemput Maria untuk berangkat sekolah serta dia juga sudah mulai
berani berkunjung ke rumah Maria. Sementara itu Tuti dan ayahnya
melihat hubungan kedua remaja itu tampak bukan lagi hubungan
persahabatan biasa.
Tuti sendiri terus disibukan oleh kegiatan-kegiatan nya
dalam kongres Putri Sedar yang diadakan di Jakarta, dia sempat
berpidato yang isinya membicarakan tentang emansipasi wanita. Tuti
dikenal sebagai seorang pendekar yang pandai meimilih kata, dapat
membuat setiap orang yang mendengarnya tertarik dan terhanyut.

2
Sesudah ujian doctoral pertama dan kedua berturut-turut
selesai, Yusuf pulang ke rumah orang tuanya di Martapura, Sumatra
Selatan. Selama berlibur Yusuf dan Maria saling mengirim surat,
dalam surat tersebut Maria mengatakan kalau dia dan Tuti telah
pindah ke Bandung. Kegiatan surat menyurat tersebut membuat
Yusuf semakin merindukan Maria. Sehingga pada akhirnya Yusuf
memutuskan untuk segera kembali ke Jakarta dan ke Bandung untuk
mengunjungi Maria. Kedatangan Yusuf disambut hangat oleh Maria
dan Tuti. Setelah itu Yusuf mengajak Maria berjalan-jalan ke air
terjun Dago, tetapi Tuti tidak dapat meninggalkan kesibukannya. Di
tempat itu Yusuf menyatakan perasaan cintanya kepada Maria.
“Maria, Maria, tahukah engkau saya cinta kepadamu?”
“Lama benar engkau menyuruh saya menanti katamu…”
Setelah kejadian itu, kelakuan Maria berubah.
Percakapannya selalu tentang Yusuf saja, ingatannya sering tidak
menentu, dan sering melamun. Sehingga Rukamah sering
mengganggunya. Sementara hari-hari Maria penuh kehangatan
bersama Yusuf, Tuti sendiri lebih banya membaca buku. Sebenarnya
pikiran Tuti terganggu oleh keinginannya untuk merasakan
kemesraan cinta. Melihat kemesraan Maria dan Yusuf, Tuti pun ingin
mengalaminya. Tetapi Tuti juga memiliki ke khawatiran terhadap
hubungan Maria dan Yusuf. Kemudian Tuti menasehati Maria agar
jangan sampai diperbudak oleh cinta. Nasihat tulus Tuti justru
memicu pertengkaran diantara mereka dan memberikan pukulan
keras terhadap Tuti.
“Engkau rupanya tiada dapat diajak berbicara lagi,”kata
Tuti amarah pula, mendengar jawaban adiknya yang tidak
mengindahkan nasihatnya, “Sejak engkau cinta kepada Yusuf,
rupanya otakmu sudah hilang sama sekali. Engkau tidak dapat

3
menimbang buruk-baiknya lagi. Sudahlah! Apa gunanya memberi
nasihat orang serupa ini?”
“Biarlah saya katamu tidak berotak lagi. Saya cinta
kepadanya, ia cinta kepada saya. Saya percaya kepadanya dan saya
hendak menyerahkan seluruh nasib saya ditangannya, biarlah
bagaimana dibuatnya. Demikian kata hati saya. Saya tidak meminta
dan tida perlu nasihatmu. Cinta engkau barangkali cinta
perdagangan, baik dan buruk ditimbang sampai semiligram, tidak
hendak rugi barang sedikit. Patutlah pertunanganmu dengan Hambali
dahulu putus!”
“Tutup mulutmu yang lancing itu, nanti saya remas.”
Dari kejadian itu, Tuti sama sekali tidak berbicara
dengan Maria, juga dia merasa sendiri dan sepi dalam kehidupannya.
Ketika Maria mendadak terkena penyakit malaria dan
TBC, Tuti pun kembali memperhatikan Maria, Tuti menjaganya
dengan sabar. Pada saat itu juga adik Supomo datang atas perintah
Supomo untuk meminta jawaban pernyataan cintanya kepada Tuti.
Sebenarnya Tuti sudah ingin memiliki seorang kekasih, tetapi Supomo
dipandangnya bukan pria idaman yang diinginkan Tuti. Maka dengan
segera Tuti menulis surat penolakan.
Sementara itu, keadaan Maria semakin hari makin
bertambah parah. Kemudian ayahnya, Tuti, dan Yusuf memutuskan
untuk merawatnya di rumah sakit. Dokter yang merawatnya
menyarankanagar Maria dibawa ke rumah sakit khusus penderita
penyakit TBC wanita di Pacet, Sindanglaya Jawa Barat. Perawatan
Maria sudah berjalan sebulan lebih lamanya. Namun keadaannya
tidak juga mengalami perubahan, yang terjadi adalah kondisi Maria
semakin lemah.
Pada suatu kesempatan, Tuti dan Yusuf berlibur di
rumah Ratna dan Saleh di Sindanglaya, disitulah Tuti mulai terbuka

4
dalam memandang kehidupan di pedesaan. Kehidupan suami istri
yang melewati hari-harinya dengan bercocok tanam, ternyata juga
mampu membimbing masyarakat sekitarnya menjadi sadar akan
pentingnya pendidikan. Keadaan tersebut benar-benar telah
menggugah alam pikiran Tuti. Ia menyadari bahwa kehidupan mulia,
mengabdi kepada masyarakat tidak hanya dapat dilakukan di kota
atau dalam kegiatan-kegiatan organisasi, sebagaimana yang selama
ini ia lakukan. Tetapi juga di desa atau di masyarakat mana pun,
pengabdian itu dapat dilakukan.
Semakin hari hubungan Yusuf dan tuti semakin akrab,
sementara itu kondisi kesehatan Maria justru semakin
mengkhawatirkan. Dokter yang merawatnya pun sudah tidak dapat
berbuat lebih banyak lagi. Pada saat kritis Maria mengatakan sesuatu
sebelum ia menginggal.
“Badan saya tidak kuat lagi, entah apa sebabnya. Tak
lama lagi saya hidup di dunia ini. Lain-lain rasanya… alangkah
berbahagia saya rasanya di akhirat nanti, kalau saya tahu, kalau
kakandaku berdua hidup rukun dan berkasih-kasihan seperti
kelihatan kepada saya dalam beberapa hari ini. Inilah permintaan
saya yang penghabisan dan saya, saya tidak rela selama-lamanya
kalau kakandaku masing-masing mencari peruntungan pada orang
lain.” Demikianlah pesan terakhir almarhum Maria.
Setelah beberapa lama kemudian, sesuai dengan pesan
terakhir Maria, Yusuf dan Tuti menikah dan bahagia selama-lamanya.
TAMAT

AMANAT:

5
1. Meski kini Emansipasi wanita sudah tidak asing lagi dan
derajat wanita telah terangkat, kaum wanita juga harus
menjalankan tugas alaminya sebagai wanita.
2. Jangan mudah berputus asa.
3. Terus berjuang untuk mempertahankan dan menggapai cita-
cita.
4. Manusia boleh berencana tapi tuhanlah yang menentukan atau
memutuskan.

UNSUR INTRISIK NOVEL LAYAR TERKEMBANG

1. Tema
Perjuangan Wanita Indonesia

2. Alur
Maju (karena diceritakan berdasarkan urutan waktu)

3. Tokoh
a. Tuti
1. Tidak Mudah Kagum
“Tuti bukan seorang yang mudah kagum, yang mudah heran
melihat sesuatu.” (halaman 2)
2. Jarang Memuji
“Segala sesuatu diukurnya dengan kecakapannya sendiri,
sebab itu ia jarang memuji.” (halaman 2)
3. Rajin
“... Segala isi rumahnya beres sejak diselenggarakan oleh Tuti,
jauh lebih rapi dari ketika mendiang istrinya masih hidup.”
(halaman 12)
4. Pendiam

6
“Yang seoarang agak pendiam dan tertutup rupanya, tetapi
segala ucapannya teliti.” (halaman 13)
5. Halus
‘Maka berbunyilah suaranya, halus sebagai badannya, tetapi
nyaring nyata,...” (halaman 32)
6. Tegas
“Dan ketika kalimat penghabisan, yang dikatakan dengan
tekanan yang keras dan tegas itu,...” (halaman 41)
b. Maria
1. Mudah Kagum
“Sebaliknya Maria seorang yang mudah kagum, yang mudah
memuji dan memuja.” (halaman 2)
2. Suka Bicara
“Yang seorang lagi suka bicara, lekas tertawa gelisah,
penggerak.” (halaman 13)
c. Yusuf
1. Baik
“Mendengar itu Yusuf berpikir sebentar dan segera berkatalah
ia, “Bolehkah saya menemani Zuz berdua samapai kerumah?”
(halaman 10)
2. Tegas
“Perkataannya itu diucapkan oleh Yusuf dengan tetap dan
pasti,...” (halaman 15)
3. Patuh
“Melihat bundanya bersungguh-sungguh dan mencoba
menahannya, lemah hati Yusuf sehingga diturutkannya
kehendak bundanya menunda berangkat beberapa hari.”
(halaman 52)
d. R. Wiriaatmaja
1. Memberikan Kebebasan

7
“Perkataan anaknya itu tiada sedikit jua pun janggal terdengar
kepadanya. Ia biasa memberikan kebebasan sebesar-besarnya
kepada anaknya.” (halaman 11)
2. Baik
“Wiriaatmaja girang melihat iparnya itu; disuruhnya ia duduk
dahulu sebentar,...” (halaman 23)
3. Pasrah
“Ya, payah benar kita dengan anak-anak muda sekarang,” kata
Wiriaatmaja sebagai orang yang menerima saja akan nasibnya.
(halaman 28)
e. Parta
1. Pedui
“Saya tidak mengerti sekali-kali bagaimana pikiran Saleh, maka
ia minta berhenti dengan tiada bicara lagi dengan famili.”
(halaman 23)
2. Perhatian
“Ketika itu datang Parta dari belakang menggendong anaknya
yang bungsu menangis di tangannya,...” (halaman 86)

4. Latar
a. Tempat
1. Pasar Ikan
“Sekarang pada hari Minggu, kedua bersaudara itu pergi
melihat-lihat akuarium di Pasar Ikan” (halaman 1)
2. Di bawah pohon Mangga
“Tuti duduk membaca buku di atas kursi kayu yang lebar di
bawah pohon mangga di hadapan rumah sebelah Cidengweg.”
(halaman 20)
3. Di jalan Gang hauber

8
“Di jalan Gang Hauber turun seorang anak muda dari
sepeda,...” (halaman 21)
4. Kamar
“Sejak dari sudah makan pukul delapan tadi Tuti mengetik
dalam kamarnya.” (halaman 73)
5. Tepi Pantai
“ Sudah itu pergi berjalan-jalan ke tepi pantai.” (halaman 46)
6. Gedung Permufakatan
“Orang banyak yang kusut kacau berserak dalam Gedung
Permufakatan selaku tiba-tiba dikuasai oleh suatu tenaga gaib.”
(halaman 32)

b. Waktu
1. Hari Minggu
“Sekarang pada hari Minggu, kedua bersaudara itu pergi
melihat-lihat akuarium di Pasar Ikan” (halaman 1)
2. Pukul Tujuh
“Pukul tujuh mereka telah bertolak dari rumah dan meskipun
sepanjang jalan tadi mereka amat perlahan-lahan memutar
sepedanya,...” (halaman 2)
3. Sore
“Tiap-tiap petang apabila sudah menyelesaikan rumah dan
sudah pula mandi dan berdandan, biasanya ia duduk berangin-
angin di hadapan senja.”

4. Pukul Sebelas Tengah Hari


“Keesokan harinya kira-kira pukul sebelas tengah hari,...”
(halaman 44)
5. Sebelum Setengah Tujuh

9
“Keesokan harinya pagi-pagi sebelum setengah tujuh ia telah
siap makan dan berpakaian akan pergi ke sekolah.” (halaman
13)

c. Suasana
1. Kecewa
“Lekas benar kita sampai ini,” kata Maria agak kecewa, “lihatlah
belum seorang juga lagi.” (halaman 2)
2. Ribut
“Dalam ribut gemuruh gembira itu, kelihatan berdiri seorang
perempuan dari sebuah kursi di belakang meja pengurus.”
(halaman 34)
3. Sepi
“Dalam sepi yang sesepi-sepinya itulah kedengaran suara,...”
(halaman 34)
4. Terkejut
“Sesungguhnya demikian,” jawab Maria, setelah
menggelengkan kepalanya untuk menjauhkan rambut yang
halus, yang menutupi mukanya.” (halaman 7
5. Khawatir
“Suaranya terang menyatakan bahwa ia agak khawatir melihat
rupa Maria ketika itu.” (halaman 61)
6. Gembira
“... anak muda itu dengan gembira laksana seseorang yang
girang berbicara...” (halaman 16)
7. Ramah
“Sengaja ia berhenti di belakang perkataan “lekas-lekaslah,”
matanya melihat kepada Tutu yang tersenyum.” (halaman 91)
8. Heran
“Wiriaatmaja menggelengkan kepalanya,...” (halaman 24)

10
9. Malu
“Muka Tuti nyata berubah mendengar pekataan pamannya itu.”
(halaman 26)
10. Terkejut
“Sekejap terperanjat ia mendengar suara itu lalu berpalinglah
ia ke belakang dan nampak kepadanya Maria.” (halaman 13)

5. Amanat
Perempuan harus memiliki pengetahuan yang luas sehingga dapat
memberikan pengaruh yang sangat besar didalam kehidupan
berbangsa dan bernegara dengan demikian perempuan dapat lebih
dihargai kedudukannya di masyarakat.
6. Sudut Pandang
Orang ketiga serba tahu (yang ditandai dengan menggunakan nama
dalam menyebutkan tokoh-tokohnya)
7. Adat Istiadat
Menerima Tamu Dengan Hormat
“Apabila Yusuf datang, selalulah diterima mereka dengan lemah-
lembut dan hormat.” (halaman 21)
8. Budaya
Mempertahankan Budaya Lama
“Sebagai seoarang yang besar dalam didikan cara lama, tetapi tiada
menutup matanya kepada perubahan yang berlangsung setiap hari
dalam pergaulan, kabur-kabur terasa kepadanya, bahwa telah
demikianlah kehendak zaman.” (halaman 11)

“Dan ia tiada hendak melawan kehendak zaman, meskipun ia tiada


mengerti sepenuh-penunya akan kehendak zaman itu.” (halaman 11)
9. Sosial
Perempuan Mempunyai Hak

11
“..., bagiman cita-cita Putri Sedar tentang kedudukan perempuan
dalam masyarakat,...” (halaman 32)

12

Anda mungkin juga menyukai