Nama Kelompok : 1. Neneng Defiyani 2. Novia Wiyani Putri 3. Oktalia Nurhidayah 4. Rachel 5. Rahelita Suganda 6. Rio Budi Arifin 7. Safinatus Sa’adah Unsur Intrinsik :
1. Tema : Perjuangan wanita Indonesia
2. Latar / Setting : Gedung Akuarium Pasar Ikan Rumah Wiriaatmaja Martapura di Kalimantan Selatan Rumah Sakit di Pacet Rumah Patadirhaja Gedung Permufakatan 3. Alur : Maju a. Perkenalan Pertemuan Yusuf dngan Maria dan Tuti di gedung akuarium. Kesan istimewa begitu dirasakan oleh Yusuf pada saat pertemuan itu terjadi. Kesan istimewa tersebut dirasakannya terhadap Maria. Seingga di hari – hari berikutnya Yusuf sangat ingin menjumpai Maria. Ternyata Yusuf menyadari bahwa perasaannya kepada Maria adalah perasaan suka. Bak gayung bersambut, ternyata Maria pun merasakan hal yang sama. Hubungan Yusuf dan Maria semakin dekat sampai pada akhirnya mereka memutuskan untuk bertunangan. b. Konflik Konflik terjadi antara Tuti dan Maria yang disebabakan oleh kritikan tajam Tuti yang ditunjukan kepada Maria. Kritikan Tuti berkenaan dengan cinta Maria terhadap Yusuf yang sangat berlebihan sehingga dapat melemahkan diri Maria sendiri. c. Klimaks Konflik memuncak pada saat Maria terjangkit penyakit Malaria dan TBC yang membuatnya menjadi semakin lemah. Hingga akhirnya Maria meninggal dunia. d. Antiklimaks Maria berwasiat terhadap Tuti sebelum Ia meninggal dunia berisikan bahwa Tuti dan Yusuf dapat segera menikah. e. Penyelesaian Ahirnya Tuti dan Yusuf menikah demi menuruti permintaan terakhir Maria. Dengan demikian Tuti tak lagi merasakan perasaan kesepian yang menghantuinya selama ini. 4. Sudut pandang : Orang ketiga yang ditandai dengan nama dalam menyebutan tokoh- tokohnya. 5. Tokoh dan Perwatakan : Maria : adalah adik Tuti, yang sangat periang. Tuti : seorang wanita yang memiliki wawasan dan pemikiran modern. Ia mencoba menyamakan hak kaum wanita dengan kaum pria. Yusuf : Seorang pemuda terpelajar yang modern. Ia adalah mahasiswa kedokteran. Sifatnya baik hati dan berbudi luhur Supono : Seorang pemuda terpelajar yang baik hati dan berbudi luhur. Wiriaatmaja : Ayah dari Maria dan Tuti, seorang yang memegang teguh agama, baik hati, dan penyayang. Partadiharja : Adik ipar Wiriaatmaja, seorang yang baik hati, teguh pendirian, dan peduli akan sesama. Saleh : Adik Partadiharja, seorang lulusan sarjana yang sangat peduli akan alam sehingga ia mengabdikan diri sebagai seorang petani. Rukamah : Sepupu Tuti dan Maria, seseorang yang baik hati dan suka bercanda Ratna : Istri Saleh, seorang petani yang pandai dan baik hati. Juru Rawat : Seorang yang baik hati. 6. Gaya Bahasa : Banyak sekali menggunakan majas personifikasi yang mengesankan benda mati seolah memiliki sifat seperti manusia. Kesan bahasa Melayu yang kental sehingga terlihat agak rancu dan sulit di mengerti. 7. Amanat / Pesan : Wanita meskipun memiliki peranan yang berbeda dengan laki – laki namun harus tetap berpengetahuan dan berwawasan luas agar wanita bisa lebih berdaya guna dan bermanfaat Permasalahan hidup memang selalu ada, dan cara yang terbaik adalah dengan mengahadapinya.
Unsur ekstrinsik :
1. Nilai Sosial : Kasih Sayang dan Perhatian
Seorang ayah pada anaknya: memaksa anakanya itu menurut kehendaknya itu tiada sampai hatinya sebab sayangnya tuti pada maria Seorang bibi dengan keponakannya : tetapi matanya yang terkecil sedikit nampaknya pada mukanya yang lebar itu, terang menyinarkan kasih sayang.
2. Nilai Budaya : Menggunakan Bahasa Belanda
Tangan belus itu yang panjang terbuat dari georgtte Dua buah setoples dengan kas kasstengel dan kattetong
3. Nilai Agama : Religius,ketaatan akan agama
Dan ketika bedug magrib sayup-sayup dibawah angin dari kampung jauh di sebelah timur, wiriatmaja masuk pula meninggalkan anak-anak muda bertiga itu dihalaman, akan pergi sembahyang. Setiap petang senin dan petang kamis datang kemari haji guru agamanya. Kami disuruhnya juga beljar agama.
4. Nilai Moral : Keikhlasan dan Ketulusan
Alangkah bahagia saya rasanya diakhirat nanti, kalo saya tahu bahwa kakandaku berdua hidup rukun. Beberapalamanya tuti dan yusup berdiri tiada bergerak-gerak, laksan terpaku pada tanah yang pemurah itu, yang senantiasa dan ikhlas menerimanya.
Kemandirian dan Ketegasan :
Perempuan bangsa tak boleh mempunyai kemauan sendiri. Perempuan yang sebaik- baiknya, yang semulia-mulianya ialah perempuan yang paling sedikit mempunayi kemauan sendiri. Maksud hidup perempuan ialah untuk mengabdi untuk menjadi hamba sahaya. Sesungguhnya hanya kalu perempuan dikembalikan derajatnya sebagai manusia, barulah keadaan bangsa kita dapat berubah. Kita harus membanting tulang sendiri untuk mendapat hak kita sebagai manusia. Kita harus merintis jalan untuk lahirnya perempuan yang baru, yang bebas berdiri menghadapi dunia.