Anda di halaman 1dari 5

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

Kelompok Partai Gerindra :


1.
2.
3.
4.

Fidelia Sakanti Oktavindianti


Fitriany Wahyuningrum
Ismi Eliza
Poppy Senira Asrul

AK Terapan 3B
(4413030017)
(4413030019)
(4413030022)
(4413030060)

MATA NAJWA
BELAJAR DARI BUNG HATTA

Indonesia pernah punya Bung Hatta, yang gigih bekerja di belakang garis massa.
Harta menjadi urusan yang kesekian, sebab politik dihayati sebagai tugas kemanusiaan.
Dengan rasio dan emosi yang dingin, ia lakoni tugas sejarah sebagai pemimpin.
Mengambil banyak keputusan sulit, pada momen-momen yang begitu menjepit. Sudah
setengah abad kita merdeka, apa yang terus bisa diteladani dari Bung Hatta? Inilah Mata
Najwa, Rabu, 12 November 2014 BELAJAR DARI BUNG HATTA.
Bung Hatta begitulah beliau disapa lahir dan besar ditengah alam Bukit Tinggi
Minang Kabau, 12 Agustus 1902. Study lanjutannya menghantar beliau ke Noterdam
Belanda pada tahun 1921, sejak itu aktivitas politik Hatta terus berkembang termasuk
pada saat menjabat sebagai Ketua Perhimpunan Indonesia di Belanda. 11 tahun di
Belanda Bung Hatta kembali ke Indonesia dan bertemu dengan Soekarno. Hari demi hari

bulan demi bulan yang berlalu membawa beliau menjadi terkenal sebagai seorang Aktivis
Gerakan Merdeka, dan aktivitas politik Bung Hatta dinilai semakin berbahaya.
Januari 1935 Polisi Kolonial Belanda pun menangkap beliau dan membuangnya
bersama beberapa tahanan politik lainnya ke Bouvendigol rimba belantara di Papua,
kemudian dipindahkan ke Pulau Banda Naira di Maluku. Bung Karno dan Hatta kembali
bertemu dan menjadi Dwi Tunggal simbol Kepemimpinan Nasional Indonesia. Keduanya
mampu menggerakan semangat rakyat untuk menyiapkan diri menuju kemerdekaan
Indonesia. Kemungkinan itu mencapai titik kenyataan ketika Jepang takluk pada saat
pemboman di Hiroshima dan Nagasaki 14 Agustus 1945.
Akhirnya di hari jumat, 17 Agustus 1945 atas nama bangsa Indonesia SoekarnoHatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Awalnya Hatta bertekat tidak akan
menikah sebelum Indonesia Merdeka, akhirnya bisa mempersunting Rahmi Rahim tiga
bulan setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia. Mereka dikaruniai tiga orang putri
bernama Meutia Farida, Gemala Rabiah, Halida Nuriah Hatta.
Telah hadir tiga putri sang proklamator, Meutia Hatta, Gemala Hatta dan Halida
Hatta sebagai nara sumber di Mata Najwa episode BELAJAR DARI BUNG HATTA.
Bung Hatta sangatlah dekat dengan putri-putrinya, beliau dikenal sebagai orang yang
sabar dan selalu memberikan pelajaran yang bermakna dan juga tatakrama yang sangat
baik kepada anak-anaknya.

Beliau mengajarkan anak-anaknya untuk mengejar pendidikan setinggi-tingginya


didalam maupun luar negeri, tetapi beliau juga memberikan batasan waktu yaitu pada
umur 25 tahun anak-anaknya harus menyudahkan pendidikannya dan kembali ke
Indonesia untuk meniti karir di Indonesia yang bertujuan membangun Indonesia dengan
pendidikan yang telah mereka dapatkan, dan sebenarnya pendidikan akan hal ini
diberikan untuk seluruh anak bangasa di Indonesia. Belajarlah ke luar negeri dan kembali
membawa ilmu pengetahuan itu untuk membangun negara kita sendiri Indonesia.
Beliau merupakan seorang ayah yang sangat baik, beliau tidak pernah
memaksakan kehendaknya kepada anak-anaknya untuk menjadi seorang yang ahli
dibidang politik seperti beliau ataupun yang lainnya. Beliau selalu memberikan
kebebasan kepada anak-anaknya untuk bermimpi dan bercita-cita asalkan berguna untuk
dirinya, orang lain, dan negara.
Bung Hatta mempersunting Rahmi Rahim menjadi isterinya dengan mas kawin
yang sangat unik yaitu sebuah buku yang berjudul Alam Pikiran Yunani. Walaupun
buku tersebut kecil tetapi padat dan bermakna karena berisi tentang filosofi tentang
manusia. Ibu Rahmi pun sangat senang karna beliau diberikan suatu buku yang sangat
bermakna dan tidak pernah seorangpun melakukan hal yang sama seperti Bung Hatta
lakukan memberikan mas kawin sebuah buku, ibu Rahmi sangat menghargai apa yang
telah diberikan Bung Hatta kepadanya.

Bung Hatta adalah seorang pemimpin yang hidup jauh dari kata berkecukupan
beliau tidak pernah bekerja demi uang beliau selalu ikhlas bekerja untuk membangun
negara ini tanpa mempedulikan uang yang diterimanya sampai pada suatu saat beliau
sakit dan beliau mengatakan kepada anak-anaknya untuk menjual buku-buku miliknya
dan menggunakan uang tersebut untuk menyambung kehidupan keluarganya itu pada saat
beliau tiada nanti. Tetapi tidak ada seorang pun dari anaknya yang mengiyakan kata-kata
beliau anak-anak beliau berkata kami tidak akan pernah menjual buku-buku ayah, kami
akan merawat buku-buku tersebut sampai kapan pun karna itu merupakan identitas ayah.
Kami akan menjaganya.
Kesederhanaan dan keteladanan dari Bung Hatta merupakan salah satu alasan
dibuatnya Penghargaan oleh para dewan pengurus Bung Hatta Anti Koruption.
Perkumpulan Bung Hatta Anti Koruption ini didirikan pada tahun 2003, pada saat itu
korupsi sangatlah marak beredar dimana-mana maka dari itu perkumpulan ini didirikan
karna tidak semua masyarakat di Indonesia itu kotor tidak semua rakyat berkorupsi masih
banyak yang bisa diselamatkan dari hal kotor itu, maka dari itu perkumpulan ini membuat
sebuah penghargaan untuk siapapun yang bisa bekerja membangun negara ini tanpa
sedikitpun mengambil hak orang lain atau berkorupsi layaknya seorang Bung Hatta yang
selalu hidup sederhana dan tidak pernah sedikitpun memiliki pemikiran utuk melakukan
tindakan kotor itu. Beliau selalu bekerja dengan ikhlas dan menerima berapapun uang
yang diterimanya karna beliau berfikir memajukan negara ini bukanlah sebuah pekerjaan

yang biasa tetapi pekerjaan yang memang wajib dilakukan oleh anak bangsa untuk
negaranya sendiri dan untuk dirinya dan keturunannya nanti.
Bung Hatta telah menjadi suatu perumpamaan, dari kepemimpinan yang
memuliakan pendidikan. Dibuatnya partai bernama pendidikan, yang berorientasi pada
pengkaderan. Karena tugas pemimpin yang paling mulia, adalah menyiapkan pemimpinpemimpin berikutnya. Sebab Indonesia tak bisa sejahtera, hanya oleh satu orang
anak manusia. Itulah kenapa ada Bung Karno dan Bung Hatta, karena kita
merdeka berkat kerja bersama. Beginilah politik yang memanusiakan dan
memerdekakan, bukan politik yang tersandera kekuasaan. Jika syahwat berkuasa yang
merajalela, harta yang akan menjadi panglima. Kongkalikong jadi hal yang biasa,
kekuatan gagasan tak lagi punya harga. Maka politik seharusnya juga mendidik,
kepemimpinan mestinya hadirkan teladan public. Inilah jalan Bung Hatta, untuk
menjadi Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai