Anda di halaman 1dari 26

https://www.viva.co.

id/siapa/read/512-mohammad-hatta

https://www.orami.co.id/magazine/mohammad-hatta

Menjelaskan tokoh pahlawan dan peran

Mohammad Hatta lahir pada 12 Agustus 1902 di Bukittinggi, anak kedua dari
Muhammad Djamil dan Siti Saleha. Akan tetapi, pada umurnya yang ke 7 bulan, ayah dari
Mohammad Hatta meninggal dan ibunya menikah dengan seorang pengusaha dari Palembang
yang bernama Agus haji Ning.

Mohammad Hatta merupakan anak yang berprestasi, yang mana pada umur 13 tahun
ia telah lulus ujian masuk HBS (setingkat SMA) dan masuk di dunia politik sejak umur 14
tahun (1916) di organisasi Sumatranen Bond Region Padang sebagai bendahara. Sejak itu
pengetahuannya mengenai politik terus bertambah karena sering menghadiri pertemuan.
Kemudian pada tahun 1921 masuk ke dalam Handles Hogeschool dan bergabung dengan
komunitas perkumpulan pelajar tanah air, indische vereeniging. Tapi, dengan masuknya
pentolan Indische Partij, yaitu Suwardi Suryaningrat, Douwes Dekker, dan Tjipto
Mangunkusumo, mengubah Indische vereeniging menjadi Perhimpunan Indonesia untuk
mempersiapkan kemerdekaan Indonesia.

Pada tahun 1925, Hatta dipilih menjadi ketua dari Perhimpunan Indonesia. Sejak saat
itu, mereka menjadi lebih memperhatikan pergerakan Indonesia melalui komentar dan ulasan
yang diunggah di media massa. Ia juga pernah membuat pidato struktur ekonomi nasional
dan memimpin Kongres Demokrasi Internasional untuk perdamaian di Bierville, Prancis pada
tahun 1926 yang membuat nama Indonesia dikenal di berbagai organisasi internasional.
Kemudian ia mengundurkan diri sebagai ketua dan ingin melanjutkan studinya. Setelah itu,
Hatta kembali ke tanah air dan bergabung dengan klub Pendidikan Nasional Indonesia
dengan tujuan untuk membuka mata Indonesia pada dunia politik dengan mengadakan
berbagai pelatihan. Di berbagai media massa, ia juga menulis kritik mengenai pengasingan
yang menyebabkan Belanda menangkap dan mengasingkan Hatta dan Syahrir. Mereka
dipindahkan dari satu tempat ke tempat yang lain. Tapi, walaupun seperti itu, Hatta tetap
menulis surat kabar, rajin membaca buku yang ia bawa dari Batavia, dan mengajarnya kepada
teman-temannya di sana. Akhirnya, Hatta bisa pulang ke Jakarta setelah Belanda menyerah
kepada Jepang

Pada waktu Jepang menjajah Indonesia, pemerintah Jepang menawarkan Hatta posisi
penting, tapi ia menolak dan lebih memilih untuk menjadi penasihat. Jepang berharap Hatta
dapat memberi mereka nasehat yang menguntungkan bagi mereka, tapi ia memakai
kesempatan tersebut untuk kepentingan rakyat Indonesia. Mulai dari pembentukan BPUPKI
yang kemudian menjadi PPKI yang dipimpin oleh Soekarno dan Hatta. Jepang juga pernah
menjamin kemerdekaan bagi bangsa Indonesia, tapi kemudian Jepang, khususnya Hiroshima-
Nagasaki di bom oleh sekutu.

Peristiwa yang terjadi pada Jepang tersebut menyebabkan kevakuman pemerintah,


sehingga para golongan muda ingin kemerdekaan diproklamasikan secepatnya, tetapi terjadi
perbedaan pendapat antara golongan tua dan golongan muda yang menyebabkan terjadinya
peristiwa rengasdengklok. Soekarno menyarankan kalau lebih baik menunggu janji dari
Jepang, tapi golongan muda berpendapat kalau lebih baik kemerdekaan diikrarkan
secepatnya. Sehingga mereka semua sepakat dan teks proklamasi disusun di rumah
Laksamana Maeda, dan ditandatangani oleh Soekarno dan Mohammad Hatta. Pada teks
tersebut, Mohammad Hatta menyumbang kalimat pertama dalam teks proklamasi yang
berbunyi, “Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan
dengan seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya.” Kemudian pada tanggal 17
Agustus 1945, teks proklamasi dibaca oleh Soekarno dan didampingi oleh Hatta di kediaman
Soekarno. Esoknya, pada usia yang ke-43 tahun, Mohammad Hatta menjadi wakil presiden
pertama di Indonesia mendampingi Soekarno.

Kemerdekaan Indonesia yang telah diproklamirkan, tentu saja belum berbuah manis.
Setelah mendengar kemerdekaan Indonesia, Belanda ingin kembali menjajah Indonesia.
Pemerintahan Indonesia dipindahkan ke Yogyakarta. Indonesia berunding dengan Belanda
dua kali yang hasilnya gagal karena Belanda terus berkhianat. Kemudian, pada Juli 1947,
Hatta meminta tolong kepada Mahatma Gandhi dan Jawaharlal Nehru. Akhirnya,
permasalahan Indonesia tersebut dibawa ke meja PBB. Sehingga, 27 Desember 1949 Ratu
Juliana memberikan pengakuan atas kemerdekaan Indonesia
Menganalisis nilai-nilai perjuangan pahlawan tersebut

Patriotisme dan Nasionalisme

Walaupun ditawari posisi penting oleh Jepang, Hatta tetap memilih untuk menjadi
penasehat agar bisa memperjuangkan kepentingan masyarakat Indonesia. Ia juga terlibat aktif
dalam perencanaan kemerdekaan Indonesia di dalam organisasi BPUPKI dan juga PPKI. Ia
juga pernah mengkritik pemerintah Belanda yang menyebabkan dirinya diasingkan, ia tetap
menulis surat kabar, dan mengajar kepada teman-temannya di sana. Kemudian ia juga
bersedia untuk menjadi wakil presiden untuk mendampingi Soekarno dalam memimpin
bangsa Indonesia. Bung Hatta juga berusaha untuk mempertahankan kemerdekaan indonesia.
Ia pergi meminta tolong kepada Mahatma Gandhi dan Jawaharlal Nehru yang membuat
masalah Indonesia di bawah ke meja PBB dan Ratu Juliana memberi pengakuan atas
kemerdekaan Indonesia pada 27 Desember 1949.

Pantang menyerah

Walaupun Belanda terus-menerus menghalangi Hatta untuk memperjuangkan


kemerdekaan bangsa Indonesia, mengasingkan Hatta ke berbagai tempat, Hatta tetap
berusaha untuk memperjuangkan kemerdekaan bangsanya dan konsisten mengajari teman-
temannya mengenai politik secara langsung maupun melalui surat kabar atau majalah-
majalah

Menentukan koherensi nilai tersebut dengan Pancasila

Patriotisme dan Nasionalisme

Pancasila khususnya sila ke-3 menegaskan bahwa bangsa Indonesia harus mempunyai
sikap nasionalisme dan patriotisme. Karena, Persatuan Indonesia berarti adalah
memprioritaskan kepentingan dan martabat bangsa daripada kepentingan diri sendiri maupun
negara lain. Sehingga, kesetiaan tertinggi harus pada negara bangsa Indonesia dan sikap rela
berkorban demi negara harus ada pada masyarakat Indonesia, agar cita-cita bangsa bisa
tercapai

Pantang menyerah

Pancasila di sila ke-5 mengandung salah satu cita-cita bangsa, yaitu masyarakat
sejahterah sejarah batiniah maupun lahiriah. Dengan berani dan terus berusaha memenuhi
kepentingan masyarakat merupakan salah satu bentuk dari tindakan dalam memenuhi cita-
cita tersebut. Hatta sendiri mengalami banyak rintangan dalam melaksanakannya, tapi ia tetap
berusaha dalam memenuhi kepentingan masyarakat Indonesia dan memperjuangkan
kemerdekaan Indonesia. Sehingga sila ke-5 dari Pancasila ini koheren dengan nilai pantang
menyerah yang dipunyai oleh Bung Hatta
Pantang menyerah juga koheren dengan sila ke-4 dalam Pancasila. Sila ke-4
menegaskan bahwa masyarakat mempunyai hak, kedudukan, dan kewajiban yang setara.
Selain itu juga sila ke-4 menegaskan mengenai pemerintahan yang berkedaulatan rakyat.
Dengan pantang menyerah dalam memperjuangkan kemerdekaan serta mengajari orang-
orang mengenai politik, membuat masyarakat Indonesia mendapatkan tindakan yang adil,
dalam artian bahwa mereka mendapatkan pendidikan juga seperti orang lain, dan juga
mendapatkan hak, kewajiban, serta kedudukan seperti orang lain. Bukan diperlakukan tidak
manusiawi oleh para penjajah seperti Belanda atau Jepang

Mengevaluasi implementasi nilai-nilai perjuangan pahlawan tersebut berdasarkan


fakta yang terjadi di masa kini di Indonesia

Patriotisme dan Nasionalisme

Nilai patriotisme dan nasionalisme sendiri menurut saya ada bagus dan tidaknya dalam
implementasinya. Sebab banyak sekali pemerintah yang mempergunakan kekuasaan demi
kepentingan sendiri. Selain itu juga masyarakat Indonesia sudah kurang dalam persatuan.
Sebab dari banyak berita yang saya dapatkan, banyak orang yang mulai tidak menghargai
pilihan orang lain dalam hal menentukan kepercayaan mereka dan juga tidak menghargai
orang lain dalam kewajiban beribadah mereka. Masyarakat sudah mulai memprioritaskan
kepentingan pribadi maupun suatu organisasi daripada bangsa Indonesia. Nasionalisme
berarti menaruh kesetiaan tertinggi bagi negara, yang berarti melakukan pancasila sebagai
dasar negara. Salah satu dasar negara kita adalah Ketuhanan Yang Maha Esa, yang berarti
semua orang punya hak dalam memilih apa yang dia percaya. Tapi hal tersebut mulai tidak
dipedulikan lagi. Positifnya adalah banyak anak-anak muda yang mengharumkan nama
bangsa Indonesia dengan berbagai cara. Seperti melalui prestasi mereka, hasil ciptaan
mereka, atau juga menjelaskan budaya Indonesia kepada dunia. Mereka rela mengorbankan
waktu dan tenaga mereka untuk melakukan hal tersebut dan memperkenalkan nama
Indonesia di seluruh dunia

Pantang menyerah

Sekarang, pantang menyerah merupakan salah satu nilai yang masih diimplementasikan
dengan baik. Banyak orang yang berjuang untuk mencapai cita-cita masing-masing atau cita-
cita bangsa, yang mana mereka terus belajar dan berusaha untuk mendapatkan pekerjaan
yang mereka inginkan atau tujuan yang mereka ingin capai dan mengabdi bagi bangsa
melalui pekerjaan mereka-mereka masing-masing untuk saling melengkapi satu sama lain.
Agar cita-cita bangsa dapat tercapai, seperti kesejahteraan rakyat, melindungi bangsa,
maupun ikut melaksanakan ketertiban dan perdamaian dunia

Notes:
Sampai di mohammad hatta jadi wakpres
Wisdom’s call: A Path Towards Liberation

By Aristotheles Pasandaran

Double edge sword, is what they called


(Pedang bermata dua, itulah yang mereka sebut)
Filled with spirit of hope that burning inside
(Dipenuhi dengan semangat yang membara di dalamnya)
Forged with determination and tenacity
(Dibuat dengan tekad dan keuletan)
Can be use as a weapon of freedom and justice
(Bisa dipakai sebagai senjata kebebasan dan keadilan)
Or as a weapon of greed and injustice
(Atau senjata keserakahan dan ketidakadilan)

The sword glows like a diamond shines in a dark cave


(Pedangnya bersinar bagaikan berlian di dalam gua)
The power that the sword could gave
(Kekuatan yang bisa diberikan oleh pedang itu)
Your soul start to feel anxious, your body starts to feel dizzy
(Jiwamu mulai merasa cemas, tubuhmu mulai terasa pusing)
Your eyes turn red, it feels like you would kill just to have it
(Matamu memerah, rasanya kamu akan membunuh hanya untuk mendapatkannya)
But no, none of them would win
(Tapi tidak, tidak ada satupun dari mereka yang berhasil)
All of them will fail miserably
(Mereka semua akan gagal total)

That sword, I’ve been forged it for years


(Pedang itu, telah kubuat selama bertahun-tahun)
The tears, sweats, time I’ve been use
(Air mata, keringat, dan waktu yang telah kupakai)
Like a person that have been running for days
(Seperti orang yang telah berlari selama berhari-hari)
Legs starts to feel heavy, eyes starts to blur
(Kaki mulai terasa berat, mata mulai kabur)
Heart feels full, want to stop to do it
(Dalam dada penuh, ingin berhenti melakukannya)
The result of those struggles, I will use for my people
(Hasil dari perjuangan itu, akan kugunakan bagi rakyat)

One day, three people came to the room


(Suatu hari, tiga orang datang ke ruangan itu)
Their heart burned with determination
(Hati mereka terbakar dengan tekad)
Their light shines the entire colosseum
(Cahayanya menyinari semua koloseum)
Change the whole team’s situation
(mengubah situasi semua tim)
Feels like the audience scream through their lungs, cheering us
(Terasa seperti penonton berteriak sekuat mereka, menyemangati kami)
Filled us with courage and confidence, to give the just to the unjust
(Memenuhi kami dengan keberanian dan kepercayaan diri, untuk memberikan keadilan
kepada yang tidak)

Then the baton passed onto me, i run like my life is at stake
(Kemudian tongkat estafet diberikan kepada saya, saya berlari seperti nyawa saya
dipertaruhkan)
All of their vision and mission, i’m going to protect them until the last drop of my blood
(Semua visi dan misi mereka, akan kulindungi sampai tetesan darah terakhir)
That’s why we start to listen and pay attention to the natives
(Itulah mengapa kami mulai mendengar dan memperhatikan pribumi)
As they start to speak to the colonizers’ ears
(Saat mereka mulai berbicara di telinga para penjajah)
We’re going to help them with everything we have
(Kami akan membantu mereka dengan semua yang kami punya)
To protect every rights and minds in the land
(Melindungi semua hak dan pikiran di negeri ini)
Time flies just then, it happens like a blink of an eye
(Waktu berlalu sejak itu, terjadi seperti kedipan mata)
I stopped running, pass the baton to the next person
(Aku berhenti berlari, memberi tongkat estafet ke orang yang berikutnya)
I begin to continue the journey of completing my treasure
(Aku mulai untuk melanjutkan perjalananku untuk melengkapi hartaku)
Days turn into months, and it turn into years
(Hari berganti menjadi bulan, dan berganti menjadi tahun)
In hope and dreams to change, it feels like ease
(dalam harapan dan impian untuk berubah, semuanya terasa mudah)

I go back to my motherland
(Aku kembali ke tanah airku)
With the future i see, euphoria in heart feels like to burst
(Dengan masa depan yang saya lihat, euforia dalam hati terasa seperti meledak)
I’m going to share my people with everything i have
(Akan kubagikan semua yang kumiliki kepada orang-orang)
I want their eyes are opened and their minds are freed
(Supaya mata mereka terbuka dan pikiran mereka bebas)
With one heart to the another we gathered
(Dengan satu hati kami berkumpul)
We share our bond in education, to teach our generations
(Kami berbagi ikatan dalam pendidikan, untuk mendidik generasi kita)

In words and voice, I share my knowledge


(Dengan kata-kata dan suara, saya berbagi pengetahuan saya)
I give them light in the dark times
(Aku memberikan mereka pelita dalam kegelapan)
In hope they would see what I see and hear what I hear
(Dengan harapan mereka akan melihat apa yang kulihat dan dengar apa yang ku dengar)
The enemy treats us like animals, we tricked to kill each other like rabid dogs
(Musuh memperlakukan kami seperti binatang, kami ditipu untuk membunuh satu sama lain
seperti anjing rabies)
Blinded by rage and greed, caused by our insensibility
(Dibutakan oleh kemarahan dan keserakahan, yang disebabkan oleh ketidakpekaan kita)

How ready are we to be liberated if we have that mind?


(Seberapa siapkah kita untuk dimerdekakan jika kita memiliki pikiran seperti itu?)
Mind is an ancestor of every action and reaction
(Pikiran adalah nenek moyang dari segala aksi dan reaksi)
You said you’re ready to sail but your boat likely to be crushed by the ocean
(Kamu mengatakan kamu siap untuk berlayar, tapi kapal anda kemungkinan besar akan
dihancurkan oleh lautan)
You said you’re ready to fight but your sword are rusty, with only a strength as a brittle wood
(Kau bilang kau siap bertarung tapi pedangmu berkarat, kekuatannya hanya seperti kayu yang
rapuh)
I won’t be surprised if our motherland died in her youth
(Saya tidak akan terkejut jika ibu pertiwi kita mati di masa mudanya)
As you don’t care for it’s doom
(Karena kamu tidak peduli dengan malapetakanya)

In the future that I see, every people are live in peace


(Di masa depan yang kulihat, semua orang hidup dalam damai)
Every tone knows it’s own role, working together in beautiful harmony
(Semua nada tahu perannya masing-masing, bekerja sama membentuk melodi yang indah)
That’s why with the rest of the life that I now have
(Itulah kenapa dengan sisa hidup yang kupunya)
I’m going to give them sight to see, a mind to think and ears to hear
(Akan kuberikan mereka mata untuk melihat, pikiran untuk berpikir, telinga untuk
mendengar)
So they understand how the instrument work, create beautiful songs that exceeds the sky
(Agar mereka mengerti bagaimana instrumennya bekerja, menciptakan lagu indah yang
melampaui angkasa)
But now an obstacle comes in my way as day by day our people are taken
(Namun, kini sebuah rintangan menghadang, karena dari hari ke hari, orang-orang kami
diambil)
childrens of the motherland are in the woods, alone, and cold
(Anak-anak tanah air berada di hutan, sendirian, dan kedinginan)
I pour my soul in letters to stop this madness
(Kutuangkan jiwaku dalam surat untuk menghentikan kegilaan ini)
Then i let the eagle soar the words
(Lalu kubiarkan elang menyuarakannya)
So the beast knows it’s evil works
(Agar binatang itu tahu bahwa itu adalah perbuatan jahat)

But his heart is empty as the void


(Tapi hatinya kosong seperti kehampaan)
How deep you want to go, no matter how desperate you are
(Seberapa dalam kamu pergi, tidak peduli seberapa putus asa anda)
There’s only one thing you can find, it is nothing
(Hanya ada satu hal yang bisa kau temukan, yaitu ketiadaan)
Our people cries for help, desperate for needs
(Orang-orang kami berteriak meminta tolong, putus asa akan kebutuhan)
In the edge of the hill, they choose to kneel
(Di tepi bukit, mereka memilih untuk berlutut)
If they choose to kill then they’re pushed from the hill
(Jika mereka memilih untuk membunuh, maka mereka didorong dari bukit)

Then they’re shackled me, trying to strike my heart with fear


(Kemudian mereka merantaiku, mencoba menyerangku dengan rasa takut)
Below the moonlight of the red sky, they look down on us
(Di bawah sinar bulan dari langit merah, mereka memandang rendah kami)
Dancing in the beautiful night
(Menari di malam yang indah)
Surround me with their laugh
(Mengelilingiku dengan tawa mereka)
Mocking me down, extremely dense my every sense
(mengejekku, memenuhi semua inderaku)

In big pressure I still walk


(Dalam tekanan besar, ku terus berjalan)
My chest feels heavy, having hard time to breath
(Dada terasa berat, sulit bernapas)
With every bruise and wounds I take every steps I have
(Dengan setiap memar dan luka yang kualami di setiap langkah)
I’m going to keep fighting in the deepest pits of hell
(Ku terus berjuang di lubang neraka yang paling dalam)
No matter how many times it burns me
(Tidak peduli sebanyak apa hal itu membakar saya)

Then a sun rose from the east, silhouettes of warriors came


(Kemudian matahari terbit dari timur, siluet para pejuang datang)
These shadows called us brothers, lift us in their hands
(Bayangan-bayangan ini memanggil kami saudara, mengangkat kami di tangan mereka)
We stand up at their side, take back our weapons
(Kami berdiri di samping mereka, mengambil kembali senjata kami)
Let souls be called and blood be shed, the beast must die
(Biarlah jiwa terpanggil dan darah tercucur, binatang itu harus mati)
“We’ve won, we’ve won!!” We filled with joy
(“Kami menang, kami telah menang!!” Kami dipenuhi dengan sukacita)
Now the birds are free as they clap their wings
(Sekarang burung-burung bebas sambil mengepakan sayap mereka)

You can hear the nature sings


(Anda dapat mendengar alam bernyanyi)
the sound of the waterfall accompanied by the chirping of birds
(Suara air terjun yang diiringi kicauan burung)
Breeze of the wind touch your skin as you see the blue sky
(Semilir angin menyentuh kulit sembari melihat langit biru)
And that’s what we thought how it could happen
(Dan itulah yang kami pikir yang akan terjadi)
Shadows will always be a shadow, nothing changed
(Bayangan akan selalu menjadi bayangan, tidak ada yang berubah)
The sunlight only shows their darkness
(Sinar matahari hanya menunjukkan kegelapan mereka)

One came to me, this one is different


(Ada yang mendatangi saya, yang satu ini berbeda)
His darkness is slightly red, spread throughout the room
(Kegelapan dengan warna kemerahan, menyebar ke seluruh ruangan)
I’m frozen, felt like my heart is pierced
(Aku membeku, merasa seperti hatiku tertusuk)
Something is holding me, i can’t move in the slightest
(Sesuatu menahanku, aku tak bisa bergerak sedikitpun)
Then his eyes showed me a throne for me to sit in
(Kemudian matanya menunjukkan sebuah tahta untukku duduki)
Every head bows to me. Even his head, the one that will rule the land
(Setiap kepala tunduk, bahkan dia yang akan memerintah negeri ini)

I refused, never will I turn away from the cries of the land
(Aku menolak, tak akan ku berpaling dari tangisan negeri ini)
I’m going to be the mind of the body
(Aku akan menjadi pikiran bagi tubuh)
Giving hands to the helpless, ears to the unheard
(Memberikan tangan kepada yang tak berdaya, telinga kepada yang tak terdengar)
A mouth to the speechless, nose to the unbreathable
(Mulut untuk yang tak bisa berkata-kata, hidung untuk yang tak bisa bernafas)
And eyes to the sightless
(Dan mata kepada yang tidak dapat melihat)

Then death and destroyer of worlds, shatters the nation


(Kemudian kematian dan penghancur dunia, menghancurkan bangsa itu)
They’re pleading, scream in sorrow as they seen the glimpse of hell
(Mereka memohon, menjerit dalam kesedihan saat mereka melihat sekilas neraka)
Many bloods are shet, accompanied by the tears of the sun
(Banyak darah yang tertumpah, disertai dengan air mata sang matahari)
They keep screaming but nobody listen, they keep pleading but nobody came
(Mereka terus berteriak tapi tak ada yang mendengar, mereka terus memohon tapi tak ada
yang datang)
The only thing that always with them is the dust of the lost
(Satu-satunya yang menemani mereka adalah debu dari yang telah hilang)

The young eagles starts to soar


(Para elang muda mulai membumbung tinggi)
Hinting us to scream our victory
(mengisyarakatkan teriakan kemenangan kita)
As we hear cries from the shadows
(Karena telah mendengar tangisan dari para bayangan)
They speak from their teeth, giving us the liberty
(Mereka berbicara melalui gigi mereka, memberi kita kebebasan)
How beautiful it is to hear the voice of sorrow from Mount Fuji
(Betapa indahnya mendengar suara kesedihan dari gunung fuji)
Accompanied by the beautiful light of the real sunrise
(Ditemani oleh cahaya indah dari matahari terbit yang sesungguhnya)

The sun adorns the sky


(Matahari menghiasi langit)
We start to see the color of the green leafs
(Warna hijau dari daun-daun mulai terlihat)
Slowly we breath with sensation of the morning breeze
(Perlahan kami menarik nafas, merasakan sensasi angin pagi)
with the morning dew that soothes the mood
(Dengan embun pagi yang menyejukkan suasana hati)
The young came, took us to take the chance
(Yang muda datang, menarik kami untuk mengambil kesempatan)
So this moment felt by the sons of the father, and daughters of the mother
(Agar momen ini dirasakan oleh putra-putra sang ayah, dan putri-putri sang ibu)
A friend in need is a friend indeed
(Seorang teman yang membutuhkan adalah teman juga)
Ahmad Soebardjo in no fear he speaks
(Ahmad Soebardjo tanpa rasa takut ia berbicara)
“Let my blood spilled throughout the land”
(“Biarlah darahku tertumpha ke seluruh negeri”)
“Take my head and hold it with your hand”
(“Peganglah kepalaku dengan tanganmu”)
“We will convey with full sincerity”
(“Kami akan menyampaikan dengan penuh kesungguhan”)
“That the land is free from an agonizing eternity”
(“Agar negeri ini dari keabadian yang menyiksa”)

The sound of typing brings the ideas in melody


(Suara ketikan mengiring ide-ide ke dalam melodi)
Note by not eis clicking, working together to create a new song to sing
(Nada demi nada diklik, bekerja sama membentuk lagu yang baru untuk dinyanyikan)
“That the dream of freedom may live in this world,
(“Supaya impian kebebasan dapat hidup di dunia ini,)
let your minds be one as nations and work together as brothers and sisters”
(Biarlah pikiranmu menjadi satu sebagai bangsa dan bekerja sama sebagai saudara dan
saudari”)
“Be quick and carefully in action like this is your only chance
(“Cepat dan berhati-hatilah dalam bertindak seperti ini adalah satu-satunya kesempatanmu)

To be free from the deepest pits of hell”


(Untuk bebas dari lubang neraka yang paling dalam”)

Then Soekarno start to speak the content of the sheet


(Lalu Soekarno membicarakan isi dari lembaran tersebut)
You can hear steps from the street, as they come to listen to the speech
(Langkah yang dapat kau dengar di jalan, mendengar pidato yang sedang disampaikan)
Words given like color paint
(Kata-kata yang diberikan bagai cat warna)
Everyone with their own brush, painting the future of the country in his mind
(Dengan kuasnya masing-masing, melukis masa depan negara dalam pikirannya)
Whether it's for personal gain or the welfare of others
(Entah untuk keuntungan pribadi atau kesejahteraan orang lain)
Their imagination just starts to flood in
(Imajinasi mereka mulai membanjiri)

The freedom is in our hands


(Kebebasan ada di tangan kita)
Now, there are many roads we can took, but our vision is limited
(Banyak jalan yang bisa ditempuh, tetapi terhalangi dengan batasan pandangan kita)
Paths that can be traveled are too many
(Jalan yang bisa ditempuh terlalu banyak)
Soekarno, his hands are cold, legs shackled by thoughts
(Soekarno, tangannya dingin, kakinya terbelenggu oleh pikiran)
Too many hands to dealt with, too many minds to listen to
(Terlalu banyak orang untuk ditangani, terlalu banyak pikiran harus didengar)
But the whole is better than the sum of its parts
(Tapi keutuhan lebih baik daripada bagian-bagiannya)

I stand beside Soekarno


(Aku berdiri di samping Soekarno)
Become his hands to shape the society
(Menjadi tangannya untuk membentuk masyarakat)
Become his feet to run the country
(Menjadi kakinya untuk menjalankan negeri)
And become his mouth to introduce the name
(Dan menjadi mulutnya untuk memperkenalkan nama)
The Republic of Indonesia throughout the ears of the land
(Republik Indonesia ke seluruh penjuru tanah air)

But no matter how strong is the iron under the sun, will rust and become brittle like wood
(Namun sekuat apapun besi di bawah matahari, akan berkarat dan rapuh seperti kayu)
My sons and daughters, may your light shine through the land
(Putra-putriku, semoga cahayamu menyinari seluruh negeri)
Don’t be afraid to clap your wings and fly higher than the sky
(Janganlah takut mengepakkan sayapmu dan terbang lebih tinggi dari langit)
Learn anywhere, as if everywhere is your classroom
(Belajarlah di mana saja, seolah-olah semua adalah ruang kelasmu)
God will give you wisdoms, experience will give you lessons
(Tuhan akan memberimu hikmat, pengalaman akan memberimu pelajaran)
the expert will share their knowledge, friends will help you in your edge
(Para ahli akan membagikan pengetahuan mereka, teman-teman akan membantu kamu dalam
masalahmu)

My time will end, and your time will come


(Waktuku akan berakhir dan waktu mu akan datang)
Build the country with your actions
(Bangun negara dengan aksimu)
Change your actions with your mind
(Ubahlah aksimu dengan pikiranmu)
And let knowledge set your mind free
(Dan biarlah pengetahuan membebaskan pikiranmu)
I’m Mohammad Hatta, the first vice president of Indonesia
(Saya Mohammad Hatta, wakil presiden pertama Indonesia)

Waktu latihan:
1. 11m47d
-nyawa terancam-
-penyusunan + pemberian ide dan tanda tangan dari mohammad hatta-
-menjadi wakil presiden-
-pidato bagi generasi selanjutnya-

*penyusunan proklamasi*
-pembentukan pancasila-

*jadi wakil dan pidato masa depan bagi pemuda meneruskan tekadnya*

Anda mungkin juga menyukai