DOSEN PENGAMPU :
DISUSUN OLEH :
NURUL KHOTIMAH
Akhir kata, penulis berharap semoga laporan kunjungnan ini berguna bagi para pembaca
dan pihak-pihak lain yang berkepentingan.
PENULIS
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1. Rumah Pengasingan Bung Karno
Sejarah perjuangan Bung Karno dalam memerdekakan Indonesia dari penjajahan Belanda
tidak dapat dilepaskan dari pengasingan-pengasingan yang pernah dialaminya. Salah satu tempat
pengasingan Soekrano berada di Propinsi Bengkulu. Selama pengasingannya di Bengkulu, Bung
Karno ditempatkan di sebuah rumah yang awalnya adalah tempat tinggal orang Cina yang
bernama Tan Eng Cian. Tan Eng Cian adalah pengusaha yang menyuplai bahan pokok untuk
kebutuhan pemerintahan kolonial Belanda. Soekarno menempati rumah tersebut dari tahun 1938
hingga tahun 1942. Rumah ini berjarak sekitar 1,6 km dari Benteng Malborough. Rumah yang
berada pada koordinat 0,3o 47l 85,1ll Lintang Selatan dan 102o15l 41,7ll Bujur Timur ini berada
di ketinggian 64 m di atas permukaan laut.
Rumah yang dibangun pada awal abad ke-20 ini berbentuk empat persegi panjang. Bangunan
ini tidak berkaki dan dindingnya polos. Pintu masuk utama berdaun ganda, dengan bentuk
persegi panjang. Bentuk jendela persegi panjang dan berdaun ganda. Pada ventilasi terdapat kisi-
kisi berhias. Rumah dengan halaman yang cukup luas ini memiliki atap berbentuk limas. Luas
bangunan rumah ini adalah 162 m2, dengan ukuran 9 x 18 m.
2. Rumah Fatmati
Rumah Fatmawati merupakan salah satu cagar budaya peninggalan sejarah, ketika istri Bung
Karno tersebut tinggal di Bengkulu. Rumah peninggalan Fatmawati yang didirikan sejak tahun
1915 dan masih terawat sampai saat ini, walaupun beberapa kali mengalami pemugaran. Rumah
Fatmawati masih menarik minat pengunjung, baik pengunjung dari dalam negeri maupun
mancanegara.
Rumah ibu negara pertama Fatmawati, berada di Jalan Fatmawati, Kelurahan Penurunan,
Kecamatan Ratu Samban, Kota Bengkulu, Provinsi Bengkulu, yang menyimpan mesin jahit sang
saka merah putih untuk dikibarkan saat Proklamasi 17 Agustus 1945.
B. Tujuan
A. Rumah Kediaman Bung Karno Pada Waktu Pengasingan di Bengkulu Tahun 1938-1942
Bung Karno adalah seorang tokoh proklamator yang menjadi presiden pertama Indonesia,
yang lahir di Surabaya, Jawa Timur 06 Juni 1901 dan meninggal di Jakarta 21 Juni 1970, yang
merupakan penyambung lidah rakyat. Rumah yang berada pada koordinat 0,3o 47l 85,1ll
Lintang Selatan dan 102o15l 41,7ll Bujur Timur ini berada di ketinggian 64 m di atas permukaan
laut. Rumah dengan halaman yang cukup luas ini memiliki atap berbentuk limas. Luas bangunan
rumah ini adalah 162 m2, dengan ukuran 9 x 18 m.
Dulu luas keseluruhan rumah ini mencapai 4 hektar. Selain rumah utama, ada beberapa
bangunan lain. Dengan berjalannya waktu, oleh Pemerintah Propinsi Bengkulu lahan yang ada
kemudian dibagi-bagi untuk rumah penduduk dan sebagian untuk gedung instansi pemerintah
daerah setempat. Papan nama Rumah Kediaman Bung Karno.
Bung Karno di asingkan di Bengkulu selama 4 tahun, pada Tahun 1930-1942 sebagai
tahanan politik oleh pemerintah Belanda. Selama diasingkan, Bung karno tinggal disebuah
rumah yang terletak ditengah kota Bengkulu, yaitu di jalan Soekarno-Hatta Kelurahan Anggut
Atas, Kecamatan Gading Cempaka.
Awalnya sebelum dihuni oleh Bung Karno rumah tersebut adalah milik pedagang
tionghoa Tan Eng Cian. Bung Karno diasingkan ke Bengkulu dalam keadaan sakit malaria.
Orang orang Belanda memilih Bengkulu sebagai tempat untuk mengasngkan Bung Karno karena
dilihat dari letak geografisnya Bengkulu berada disebelah pantai barat pulau Sumatera. Daerah
ini merupakan daerah yang terisolasi sehingga sulit untuk dijangkau oleh orang Jepangyang pada
saat itu sedang merebut kekuasaan Indonesia dari tangan Belanda.
Selama di Bengkulu Bung Karno aktif di Muhammadiyah. Oleh Bung Karno
Muhammadiyah dijadikan sebagai sumber dakwah dalam menyampaikan aspirasi rasa nasional
dan patriot kebangsaan selama pengasingan di Bengkulu. Bung Karno banyak melahirkan
pemikiran pemikiran besar, pada saat di Bengkulu Bung Karno pernah mengajar disekolah
Muhammadiyah dari sinilah ia bertemu dengan Fatmawati yang ayahnya juga seorang tokoh
Muhammadiyah.
Fatmawati adalah seorang gadis Bengkulu yang memiliki nama asli Fatimah. Lahir di
Bengkulu, 5 Februari 1923 Pukul 12.00 Siang di Kota Bengkulu, sebagai putri tunggal keluarga
H. Hassan Din dan Siti Chadidjah. Masa kecil Fatmawati penuh tantangan dan kesulitan, akibat
sistem kolonialisme yang dijalankan oleh Pemerintah Hindia Belanda. Ayahandanya, Hassan Din
semula adalah pegawai perusahaan Belanda, Bersomij di Bengkulu. Tetapi karena tidak mau
meninggalkan kegiatannya sebagai anggota Muhammadiyah, ia kemudian keluar dari perusahaan
itu. Setelah itu, Hassan Din sering berganti usaha dan berpindah ke sejumlah kota di kawasan
Sumatera Bagian Selatan dan wafat di Kuala Lumpur, Malaysia 14 Mei 1980 pada umur 57
tahun. Merupakan istri dari presiden pertama Indonesia dari tahun 1945 sampai 1967 dan
merupakan istri ke tiga dari presiden. Dia bertemu dengan Bung Karno pada saat menempuh
pendidikan dan pada saat itu Bung Karno adalah guru dari salah satu sekolah Muhammadiyah
ketika pengasingan di Bengkulu. Ibu Fatmawati ketika di Bengkulu tinggal bersama kedua orang
tuanya dijalan Fatmawati,Penurunan,Ratu Samban Kota Bengkulu.
Tidak banyak diketahui orang bahwa sebenarnya Fatmawati merupakan keturunan dari Kerajaan
Indrapura Mukomuko. Sang ayah Hassan Din adalah keturunan ke-6 dari Kerajaan Putri Bunga
Melur. Putri Bunga Melur bila diartikan adalah putri yang cantik, sederhana, bijaksana. Tak
heran bila Fatmawati mempunyai sifat bijaksana dan mengayomi.