Anda di halaman 1dari 9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 EVALUASI DIRI

2.1.1 PENGERTIAN EVALUASI DIRI

Evaluasi diri adalah pelibatan pebelajar dalam menentukan standara dan/atau criteria
untuk menilai karyanya sendiri, sehingga dapat menentukan sejauhmana karyanya tersebut telah
mencapai standar atau kriteri yang ditetapkan (Boud 1991 dalam Brew 1999). Definisi ini
menunjukkan dua elemen yang ada pada setiap proses asesmen, yaitu penentuan standar terkait
dengan criteria tertentu, dan penilaian terhadap karya berdasarkan standard an criteria tersebut.
Brew lebih lanjut mengatakan, bahwa kemampuan untuk secara kritis menilai karya sendiri dapat
menjadi salahsatu tujuan di pendidikan tinggi. Hal ini dapat dipahami mengingat di perguruan
tinggi mahasiswa dituntut untuk memiliki kemampuan yang tinggi dan kesadaran tentang
eksistensi dirinya.

Jadi, evaluasi diri adalah suatu cara untuk melihat kedalam diri sendiri. Melalui evaluasi
diri pebelajar dapat melihat kelebihan maupun kekurangannya, untuk selanjutnya kekurangan ini
menjadi tujuan perbaikan (improvement goal). Dengan demikian, pebelajar lebih
bertanggungjawab terhadap proses dan pencapaian tujuan belajarnya. Rolheiser dan Ross (2005)
mengajukan suatu model teoretik untuk menunjukkan kontribusi evaluasi diri terhadap
pencapaian tujuan. Model tersebut menekankan bahwa, Ketika mengevaluasi sendiri
performansinya, peserta didik terdorong untuk menetapkan tujuan yang lebih tinggi (goals).
Untuk itu, peserta didik harus melakukan usaha yang lebih keras (effort).

2.1.2 DIMENSI EVALUASI DIRI

Penyusunan alat evaluasi yang digunakan selama ini mengacu pada sebuahtaksonomi
tujuan pendidikan yang dikemukakan oleh Bloom, dkk. Taksonomi ini selanjutnya
dikenaldengan Taksonomi Bloom. Anderson menjelaskan bahwa Taksonomi Bloompada
awalnya mengklasifikasikantujuan pembelajaran pada ranah kognitif menjadi enam level yaitu
pengetahuan (knowledge), pemahaman (comperhension), penerapan (application), analisis
(analysis), sintesis (synthesis), dan evaluasi (evaluation). Dengan adanya perkembangan dalam
pembelajaran, maka diperlukan penyesuaian sehingga taksonomi tujuan pendidikan yang selama
ini digunakan dianggap perlu untuk direvisi. Aderson dan Kratwohl serta beberapa ahli lainnya
mencoba untuk merevisi Taksonomi Bloom.

Dengan demikian proses evaluasi terhadap tingkah laku mahasiswa tidak hanya terbatas
pada satu dimensi tetapi berada dalam dua dimensi, yakni dimensi proses kognitif (proces
kognitif dimension) dan dimensi pengetahuan (knowledge dimension). Andersson dan
Karthwohl mengklasifikasi dimensi proses kognitif terdiri dari enam level yang berupa kata kerja
yaitu mengingat (remember), memahami (understand), menerapkan (apply), menganalisis
(analyze), mengevaluasi (evaluate) dan menciptakan (create). Sedangkan pada dimensi
pengetahuan, terdiri dari empat level yang berupa kata benda yaitu pengetahuan factual (factual
knowledge), pengetahuan konseptual(conceptual knowledge), pengetahuanprocedural
(procedural knowledge), dan pengetahuan metakognitif (metacognitive knowledge). Empat
dimensi pengetahuan dan enam dimensi proses kognitif tersebut merupakan revisi teori
Taksonomi Bloom.

Dalam taksonomi Bloom, hanya terdapat satu dimensi yang dijadikan pedoman dalam
penyusunan kompetensi dasar, tetapi setelah taksonomi ini direvisi, terdapat dua dimensi yaitu
dimensi pengetahuan dan dimensi proses kognitif. Penambahan satu dimensi ini dapat dilihat
dalam pernyataan yang berkaitan dengan kompetensi dasar yang dirumuskan. Berdasarkan hasil
survei lapangan yang telah dilakukan di sekolah-sekolah dikecamatan Bangkinang Kota terlihat
bahwa evaluasi hasil belajar yang dilakukan dengan tes oleh guru-guru secara umum hanya
dibuat secara dadakan, dibuat secara insidental, diambil dari Lembar Kerja Siswa (LKS) yang
diperjualbelikan,serta dari buku-buku paket tanpa mempertimbangkan kelayakan tes sebagai alat
evaluasi. Tahapan perumusan tes yang dimulai dari perumusan kisi-kisi dan validasi tes kurang
diperhatikan bahkan tidak diperhatikan sama sekali sehinga jarang sekali didapatkan intrumen
tes yang sudah memenuhi syarat. Selain dari fakta diatas, ditemukan juga bahwa tes yang
digunakan dibuat tanpa memperhatikan tingkat kognitif seorang siswa. Tes lebih banyak dibuat
hanyamengukur tingkat kognitif rendah (low achievers) siswa yaitulevel ingatan saja.

2.1.3 KONSEP EVALUASI DIRI


Salah satu model evaluasi yang penggunaan cukup luas adalah model pencapaian sasaran
atau congruency model . Pada d asarnya model i ni adalah proses kuantifikasi (pengukuran seca
ra kuantitatif) y ang membandingkan prestasi yang telah dicapai dengan tu juan yang diinginkan.
Kelemahan dari model ini adalah sulitnya untuk men gukur secara tepat dampak
(outcomes/impact) dari suatu pros es pengem bangan, namun hal ini dapat dilakukan antisipasi.
Secara umum, penggunaan m odel in i didasarkan pada penentuan tujuan/sasaran yang j elas dan
terkait erat dengan pe netapan “kebutuhan minimum yang harus dipenuhi ” ( Minimum Ne
cessary Requirement/ MNR). Penetapan MNR untuk masukan (input), proses da n k eluaran
( output) yang menjadi target evaluasi.

Model evaluasi pencapaian sasaran ini, secara skematis dapat dilihat pada gambar 3
dibawah ini dan untuk memberikan gambaran yang jelas apa yang dimaksu d dengan masukan
( input), proses dan keluaran (output). Ilustrasi yang diperliha tkan pada g ambar 3 adalah skema
model untuk proses pendidikan. Objective (Tujuan) Tujuan ( objective) adala h sesuatu y ang
jela s d an spe sifik menggamba rkan keinginan y ang akan d icapai/diperoleh pada akhir
program/akhir siklus proyek. Pengambilan keputusan dalam menetapkan tujuan diuraikan secara
rinci dan jelas, bukanla h suatu pe kerjaan yang mudah. Tujuan perencanaan harus dirumuskan
secara hati-hati dan dengan bijaksana. Tujuan dapat dikatakan baik apabila memenuhi kriteria
sebagai berikut :

1. Jelas untuk semua pihak yang berkepentingan.

2. Hasil/prestasi yang ingin/dapat di capai, harus bisa diamat i dan diukur atau dibuktikan.

3. Hasilnya merupakan “sesuatu yang berharga” (something valuable) bagi semua pihak yang
berkepentingan.

4. Realistis, karena ditet apkan berdasarkan sumberdaya yang dapat disediakan dan kapasitas
yang dimiliki.

Tujuan yang realistik ditetapkan berdasarkan perimbangan antara harapan/ekspektasi ya


ng ingin dicapai dengan kepuasan dan mo tivasi untuk mencapai tujuan tersebut, dari semua
pihak terlibat. Kebutuhan minimum yang harus dipenuhi ( Minimum Necessary Re-
quirement/MNR) MNR adalah kebutuhan minimum dalam wujud sumber daya, kemampuan, tata
aturan, peraturan, dan dukung an dari masyarakat dimana institus iberada, yang harus tersedia
dan dipenu hi agar dapat menjamin keberhasilan dari suatu program. Setiap komponen (tujuan,
m asukan, proses dan keluaran) mempunyai MNR dan MNR ini bisa datang d ari dala m m
aupun dari luar orga nisasi. Pengamatan terhadap MNR ini sering dilupakan dalam melakukan
evaluasi diri, di samping data dan informasi.

2.1.4 MANFAAT EVALUASI DIRI

Pelaksanaan evaluasi diri secara berkala dan berkesin ambungan dapat menjadikan suatu
kebiasaan dalam manajemen diri dan pada akhirnya akan menjadi suatu tradisi yang baik dalam
pengelolaan dan pengembangan diri. Apabila tradisi tersebut sudah terbangun, maka usaha untuk
perbaikan proses dan mencari berbagai alternatif proses yang lebih baik akan sangat mudah dila
kukan. Pada kondisi yang sebaliknya dan ekstrem, di mana kebia saan/tradisi yang baik tidak
terbentuk, maka usaha pengumpulan data, inf ormasi dan fakta dalam rangka penyusunan
laporan evaluasi diri, akan dihambat dan bahkan dihentikan karena dianggap sebagai anc aman
bagi organisasi dan tradisi/budaya yang ada did alam organisasi tersebut.

Keluaran (output) dan Dampak (outcome) Keluaran adalah prestasi dan hasil akhir dari
suatu proses. Pada evaluasi diri yang didasarkan pada pencapaian tujuan, hasil keluaran harus
menjadi focus perhatian. Dalam hal ini, keluaran adalah hasil dari proses yang direncanakan dan
juga merupa kan hasil dari manajemen dan pengendalian proses. Namun, terlalu banyak perhat
ian pada hasi l keluaran (output), dapat mengurangi perhatian pada damp ak ( outcome) yang
dihas ilkannya dan hal ini merupa kan konsek uensi naiknya resiko pada keberlanjutannya i
nstitusi pendidikan tinggi atau program-nya di masa datang. Pada keadaan seperti ini, harus ada
pertimbang kembali secara h ati-hati me ngenai titik berat perhatian te rsebut diatas. Dampak
(outcome) j uga merupakan bagian dari hasil proses yang diharapkan maupun yang tidak
diharapkan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Hasil proses yang tidak diharapkan,
umumnya terjadi di luar kendali dari suatu perencanaan, namun melakukan suatu perencanaan
harus di antsipasi akan terjadinya hal tersebut.

2.2 PEMBELAJARAN

2.2.1 STRATEGI PEMBELAJARAN

Kata strategi berasal dari bahasa Latin strategia, yang diartikan sebagai seni penggunaan
rencana untuk mencapai tujuan. Strategi pembelajaran menurut Frelberg & Driscoll (1992) dapat
digunakan untuk mencapai berbagai tujuan pemberian materi pelajaran pada berbagai tingkatan,
untuk siswa yang berbeda, dalam konteks yang berbeda pula. Gerlach & Ely (1980) mengatakan
bahwa strategi pembelajaran merupakan cara-cara yang dipilih untuk menyampaikan materi
pelajaran dalam lingkungan pembelajaran tertentu, meliputi sifat, lingkup, dan urutan kegiatan
yang dapat memberikan pengalaman belajar kepada siswa. Dick & Carey (1996) berpendapat
bahwa strategi pembelajaran tidak hanya terbatas pada prosedur kegiatan, melainkan juga
termasuk di dalamnya materi atau paket pembelajaran. Strategi pembelajaran terdiri atas semua
komponen materi pelajaran dan prosedur yang akan digunakan untuk membantu siswa mencapai
tujuan pembelajaran tertentu.

Strategi pembelajaran juga dapat diartikan sebagai pola kegiatan pembelajaran yang
dipilih dan digunakan guru secara kontekstual, sesuai dengan karakteristik siswa, kondisi
sekolah, lingkungan sekitar serta tujuan khusus pembelajaran yang dirumuskan. Gerlach & Ely
(1980) juga mengatakan bahwa perlu adanya kaitan antara strategi pembelajaran dengan tujuan
pembelajaran, agar diperoleh langkah-langkah kegiatan pembelajaran yang efektif dan efisien.
Strategi pembelajaran terdiri dari metode dan Teknik (prosedur) yang akan menjamin bahwa
siswa akan betul-betul mencapai tujuan pembelajaran. Kata metode dan teknik sering digunakan
secara bergantian. Gerlach & Ely (1980) mengatakan bahwa teknik (yang kadang-kadang disebut
metode) dapat diamati dalam setiap kegiatan pembelajaran. Teknik adalah jalan atau alat (way or
means) yang digunakan oleh guru untuk mengarahkan kegiatan siswa ke arah tujuan yang akan
dicapai. Guru yang efektif sewaktu-waktu siap menggunakan berbagai metode (teknik) dengan
efektif dan efisien menuju tercapainya tujuan.

2.2.2 PROSES PEMBELAJARAN

Beberapa aspek yang harus dianalisa dan dielaborasi secara rinci dalam bagian ini antara
lain adalah Keaktifan mahasiswa dalam mengikuti proses pembelajaran, yang didukung data
mengenai (a) lama studi yang diperlukan oleh mahasiswa sebelum wisuda, (b) waktu yang
diperlukan untuk menyelesaikan tugas akhir (skripsi, thesis, dsb), dan (c) usaha-usaha yang telah
dilakukan oleh jurusan/departemen/program studi untuk memperpendek waktu studi. Kinerja
dosen dalam mengelola proses pembelajaran yang telah ditetapkan dalam kurikulum, termas uk
kehadirannya di kelas, di laboratorium dan di kegiatan akademik lainnya, serta mekanisme
monitoring yang telah dilakukan oleh jurusan/departemen/program studi untuk memantau
kehadiran dosen dalam kegiatan akademik. Program Hibah Kompetisi 2005 109 Kelangsungan
mahasiswa dalam mengikuti proses pembelajaran, yang didukung data mengenai ju mlah
mahasiswa yang putus kuliah (drop out rate), lama studi yang telah ditempuh sebelum drop out
dan alasan drop out.

Evaluasi proses pembelajaran yang telah dilaksanakan oleh jurusan/departemen,


termasuk usaha untuk memperkenalkan (a) sistem evaluasi penilaian dosen te rhadap mahasiswa
dan (b) evaluasi proses perkuliahan oleh mahasiswa serta (c) tindak lanjut hasil evaluasi tersebut
untuk perbaikan proses pembelajaran secara berkesinambungan. Beberapa dokumen penting
yang mendukung analisa ini harus disertakan dalam lampiran, seperti contoh lembar evaluasi
yang digunakan oleh mahasiswa dan hasil evaluasi yang telah dikompilasi. Perkembangan
kemampuan Bahasa Inggris mahasiswa, sejak mahasiswa masuk sampai menjelang lulus, serta
usaha-usaha yang telah dilakukan oleh jurusan/departemen/program studi untuk meningkatkan
kemampuan Bahasa Inggris mahasiswa. Ketersediaan sarana pembelajaran, termasuk didalamnya
berbagai materi perkuliahan, petunjuk praktikum dan buku pengangan kuliah (textbook) yang
dapat digunakan oleh mahasiswa dalam proses pembelajaran.

Daftar buku pegangan kuliah dan buku petunjuk praktikum yang telah dipublikasikan
jurusan/departemen/program studi dapat disampaikan sebagai lampiran. Pengalaman dalam
dunia industri, termasuk didalamnya usaha-usaha untuk meningkatkan kemampuan dan keahlian
lulusan,peningkatan soft skill/life skill lulusan, pengembangan sikap profesionalisme dan
wiraswasta, serta aktivitas-aktivitas ekstra dan ko-kurikuler yang telah dilakukan oleh
jurusan/depar-temen/program studi dalam melaksanakan proses pendidikan. Suasana akademik
yang ada di jurusan/departemen, termasuk langkah-langkah strategis yang telah dilakukan untuk
meningkatkan suasana akademik di jurusan/departemen. Kualitas mahasiswa merupakan salah
satu faktor yang penting dalam menentukan keberhasilan suatu proses pendidikan.

Beberapa aspek yang harus dianalisa dan dielaborasi secara rinci, antara lain adalah
kualitas mahasiswa baru, sebaran asal mahasiswa baru, kondisi sosial ekonomi mahasiswa serta
kemampuan dan daya juang mahasiswa untuk mengikuti proses pembelajaran. Untuk dapat
melakukan analisa, diperlukan data pendukung antara lain jumlah pelamar, jumlah yang
diterima, jumlah yang mendaftar kembali, rata-rata nilai mata pelajaran Ujian Akhir Nasional
mahasiswa baru, distribusi geografis asal mahasiswa (untuk mahasiswa program diploma dan S-
1), asal perguruan tinggi (untuk mahasiswa S2 dan S3), umur, jenis kelamin, latar belakang
ekonomi, jumlah keseluruhan mahasiswa di masing-masing program studi ( student body ),
jumlah mahasiswa yang menerima bantuan beasiswa, sumber dana bantuan beasiswa, dsb. Juga
perlu dicermati Program Hibah Kompetisi 2005 110 mengenai daya tarik program studi bagi
mahasiswa baru, perbandingan antara jumlah mahasiswa yang mandaftar dengan kapasitas atau
daya tampung institusi, dan berbagai as pek penting lainnya yang relevan dengan kondisi
mahasiswa di masing-masing program studi.

2.3 BAHASA PALI

Paryati (dalam Jannah, 2010) minat merupakan keinginan seseorang untuk


mengambil dan menekuni suatu bidang studi. Selanjutnya mengatakan bahwa minat memberikan
sumbangan yang besar terhadap keberhasilan peserta didik. Tingginya minat belajar peserta didik
dipengaruhi oleh semangat yang tinggi pula. Salah satu faktor dari dalam siswa yang turut
menentukan prestasi belajar adalah minat. Minat termasuk faktor psikologis yang berperan
sebagai pendorong dalam mencapai sebuah tujuan. Demikian halnya dengan belajar Bahasa Pali
membutuhkan suatu minat untuk bisa belajar. Dengan adanya minat untuk belajar, maka ketika
belajar Bahasa Pali akan terasa menyenangkan.

Aprilia (2019) menjelaskan persepsi adalah sebuah proses individu dalam mengatur dan
menginterpretasikan kesan-kesan sensoris mereka guna memberikan arti bagi lingkungan
mereka. Persepsi dapat dikatan sebagai proses diterimanya rangsang (objek, kualitas, hubungan
antara gejala maupun peristiwa), sampai rangsang itu dapat disadari dan dimengerti. Kaitannya
dalam proses belajar mengajar hubungan persepsi siswa terhadap kompetensi guru mengajar,
yaitu bagaimana siswa menginterpretasikan informasi yang diperoleh dengan cara mendengar,
melihat, dan merasakan tentang tata cara guru mengajar dikelas. Apabila hasil yang didapat
mereka baik, maka persepsi menjadi positif, dan demikian sebaliknya. Dengan demikian
kemampuan guru mengajar sangat berpengaruh terhadap keberhasilan siswa dalam proses
pembelajaran (Aprilia, 2019).

Dari pernyataan diatas disimpulkan bahwa didalam belajar Bahasa Pali, persepsi
seseorang dibentuk diantaranya berasal dari kompetensi guru yang mengajar Bahasa Pali.
Apabila siswa memiliki persepsi yang positif, maka proses pembelajaran akan berjalan dengan
lancar. Sebaliknya apabila siswa memiliki persepsi yang negatif, maka proses pembelajaran tidak
akan berjalan dengan lancar. Persepsi merupakan dasar untuk memulai suatu proses
pembelajaran, dimana persepsi ini menentukan minat seseorang terhadap Bahasa Pali atau tidak.
Minat akan muncul apabila seseorang memiliki persepsi yang baik. Sebaliknya, dengan
seseorang yang tidak memiliki persepsi maka minat dalam belajar nya tidak akan pernah muncul.

2.3.1 ASAL MULA BAHASA PALI

Bodhi (2001) menjelaskan kitab suci buddhis Theravada merupakan koleksi lengkap
yang memuat teks-teks Buddhis India yang masih bertahan secara utuh didalam bahasa Indic.
Demikian pula dengan Mazhab Theravada merupakan Mazhab india satu-satunya yang masih
bertahan secara utuh. Kitab-kitab dari dari Mazhab India Buddhis lainnya Telah dibakar atau
dikubur dibawah reruntuhan pada waktu Bangsa Turki Islam menyapu India Utara di abad 11
dan 12, namun kitab-kitab Theravada dilestarikan dengan sangat baik di vihara-vihara Sri Lanka,
Myanmar dan daerah-daerah laindi Asia Tenggara. Seluruh kitab Theravada dimuat dalam
bentuk buku-buku yang dijilid secara rapi yang berjumlah 45 jilid dalam berbagai tulisan ,
termasuk tulisan Romawi. Kitab Theravada ditulis dalam dialek Indo-Arya Tengah yang
sekarang disebut sebagai bahasa Pali. Penganut Theravada tradisional beranggapan kitab mereka
menggunakan bahasa Maghadi, bahasa yang digunakan pada zaman dahulu di negara timur laut
Magadha, dimana Sang Buddha tinggal dan mengajar. Kebanyakan dari mereka menganggap
bahwa bahasa Pali digunakan oleh Sang Buddha sendiri. Bahasa Pali dianggap diciptakan
sebagai lingua Franca yang digunakan Bhikkhu Buddhis di daerah yang luas di India Utara pada
abad ke 3 SM, 200 tahun setelah wafatnya Sang Buddha.

Sejarah kitab Theravada mengacu kembali ke masa persis setelah Sang Buddha
Parinibbhana sekitar tahun 486 SM. Berbagai dialek Indo-Arya Tengah cukup dekat dengan hal
kosa kata dan strukturnya, sehingga berbagai teks yang diterima di suatu dialek dapat
dipindahkan ke dialek lain dengan menerapkan serangkaian peraturan yang sederhana. Catatan
dalma kotbah-kotbah Sang Buddha yang terdapat di jantung kitab Pali merupakan turunan
langsung dari stratum teks Buddhis yang paling kuno bergeser dari satu dialek kuno menjadi
dialek baru yang lebih luas, yang dapat dipahami oleh lebih banyak pendengar.

2.3.2 PENGERTIAN BAHASA PALI


Sakyaputra (2019), menjelaskan bahwa bahasa Pali umum dikenal sebagai bahasa
kitab suci agama Buddha tradisi Theravada. Kitab Tipitaka, kitab-kitab komentar, beserta
kepustakaan lainnya ditulis dalam bahasa yang sekarang dikenal sebagai bahasa Pali. Bahasa Pali
dipercaya sebagai bahasa yang digunakan Buddha dan murid-muridnya dalma mengerjakan
dhamma di abat ke 6 SM di India. Bahasa Pali saat ini masih terjaga dengan baik yang dimana
sebagai kitab suci dan kepustakaan Buddhis lainnya. Bahasa Pali masih dipelajari di negara-
negara Buddhis berbasis Theravada dan juga digunakan dalam kegiatan keagamaan.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa bahasa Pali adalah bahasa yang
digunakan dalam kitab Theravada dalam dialek Indo-Arya Tengah. Bahasa Pali juga dianggap
sebagai bahasa yang digunakan oleh Sang buddhaya sendiri dalam menyampaikan ajaran-Nya
Bahasa Pali dianggap diciptakan sebagai lingua franca yang digunakan Bhikkhu Buddhis daerah
yang luas di India Utara. Belajar bahasa Pali juga membutuhkan minat. Minat ini memiliki peran
yang penting di dalam proses belajar, karena dengan adanya miant ini proses belajar akan terasa
menyenangkan dan pembelajaran mudah dipahami.

Anda mungkin juga menyukai