Anda di halaman 1dari 11

Definisi Perencanaan

Ada beberapa definisi tentang perencanaan yang rumusannya berbeda-


beda satu dengan yang lain. Cunningham[1] misalnya mengemukakan bahwa
perencanaan ialah menyeleksi dan menghubungkan pengetahuan, fakta, imajinasi,
dan asumsi untuk masa yang akan dating dengan tujuan memvisualisasi dan
memformulasi hasil yang diinginkan, urutan kegiatan yang diperlukan, dan
perilaku dalam batas-batas yang dapat diterima yang akan digunakan dalam
penyelesaian. Definisi yang kedua mengemukakan bahwa perencanaan adalah
hubungan antara apa yang ada sekarang (what is) dengan bagaimana seharusnya
(what should be) yang bertalian dengan kebutuhan, penentuan tujuan, prioritas,
program, dan alokasi sumber.[2] Bagaimana seharusnya adalah mengacu pada
masa yang akan datang. Sementara itu definisi yang lain tentang perencanaan
dirumuskan sangat pendek, perencanaan adalah suatu cara untuk mengantisipasi
dan menyeimbangkan perubahan.[3] Ketiga definisi di atas memperlihatkan
rumusan dan tekanan yang berbeda-beda. Akan tetapi, pada hakikatnya ketiganya
bermakna sama, yaitu sama ingin mencari dan mencapai wujud yang akan datang.
Maka berdasarkan rumusan di atas, Perencanaan adalah suatu cara yang
memuaskan untuk membuat kegiatan dapat berjalan dengan baik, disertai dengan
langkah-langkah yang antisipatif guna memperkecil kesenjangan yang terjadi
sehingga kegiatan tersebut dapat mencapai tujuan yang ditetapkan.

Perencanaan Pembelajaran
Pembelajaran atau perencanaan adalah upaya untuk membelajarkan siswa.
Dalam pengertian ini secara implisit dalam pengajaran terdapat kegiatan memilih,
menetapkan, mengembangkan metode untuk mencapai hasil pengajaran yang
diinginkan. Pemilihan, penetapan, dan pengembangan metode ini didasarkan pada
kondisi pengajaran yang ada. Kegiatan ini pada dasarnya merupakan inti dari
perencanaan pembelajaran.
Pembelajaran yang akan direncanakan memerlukan berbagai teori untuk
merancangnya agar rencana pembelajaran yang disusun benar-benar dapat
memenuhi harapan dan tujuan pembelajaran. Untuk itu pembelajaran
sebagaimana disebut oleh Dengeng (1989), Reigeluth (1983) sebagai suatu
disiplin ilmu menaruh perhatian pada perbaikan kualitas pembelajaran dengan
menggunakan teori pembelajaran deskriptif, sedangkan rancangan pembelajaran
mendekati tujuan yang sama dengan berpijak pada teori pembelajaran preskriptif.

Pengertian Model Desain Pembelajaran Banathy


Model Banathy dikembangkan pada tahun 1968 oleh Bela H. Banathy.
Model yang dikembangkannya ini berorientasi pada hasil pembelajaran,
sedangkan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan sistem, yakni
pendekatan yang didasarkan pada kenyataan bahwa kegiatan belajar mengajar
merupakan suatu hal yang sangat kompleks, terdiri atas banyak komponen yang
satu sama lain harus bekerja sama secara baik untuk mencapai hasil yang sebaik-
baiknya. Model pengembangan sistem pembelajaran ini berorientasi pada tujuan
pembelajaran.
Langkah-langkah pengembangan sistem pembelajaran terdiri dari 6 jenis
kegiatan. Model desain ini bertitik tolak dari pendekatan sistem (system
approach), yang mencakup keenam komponen (langkah) yang saling berinterelasi
dan berinteraksi untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Pada
langkah terakhir para pengembang diharapkan dapat melakukan perubahan dan
perbaikan sehingga tercipta suatu desain yang diinginkan. Model ini tampaknya
hanya diperuntukan bagi guru-guru di sekolah, mereka cukup dengan
merumuskan tujuan pembelajaran khusus dengan mengacu pada tujuan
pembelajaran umum yang telah disiapkan dalam sistem.
Komponen-komponen tersebut menjadi dan merupakan acuan dalam
menetapkan langkah-langkah pengembangan, sebagai berikut :
a. Merumuskan tujuan (formulate objectives)
b. Mengembangkan tes (develop test)
c. Menganalisis tugas belajara (analyzing learning task)
d. Mendesain system pembelajaran (design system)
e. Melaksanakan kegiatan dan mengetes hasil (implement and test output)
f. Melakukan perubahan untuk perbaikan (change to improve)
Tahapan Model Desain Pembelajaran Bela H Banathy
A. Tahap 1: Merumuskan Tujuan (Formulate Objectives)
Yang kita harapkan pada tahap pertama dapat dikerjakan oleh siswa :
1) Maksud sistem
Identifikasi masalah merupakan proses membandingkan keadaan sekarang
dengan keadaan yang seharusnya. Hasilnya akan menunjukkan kesenjangan
antara kedua keadaan tersebut. Kesenjangan ini disebut kebutuhan (needs). Bila
kesenjangan ke dua keadaan tersebut besar, kebutuhan itu perlu diperhatikan atau
di selesaikan. Kebutuhan yang besar dan di tetapkan untuk diatasi itu di sebut
masalah, sedangkan kebutuhan yang lebih kecil mungkin untuk sementara atau
seterusnya diabaikan. Ia merupakan kebutuhan yang tidak dianggap sebagai
masalah. Hasil akhir dari identifikasi masalah adalah perumusan tujuan umum,
dalam model desain pembelajaran menurut Banathy menggunakan istilah maksud
sistem.
2) Spesifikasi tujuan
Tujuan merupakan sesuatu yang akan dapat dikerjakan oleh peserta didik
setelah menyelesaikan proses belajar dan merupakan tujuan yang bermanfaat bagi
peserta didik. Tujuan ini kemudian diuraikan menjadi tujuan-tujuan khusus, yaitu
tujuan yang lebih rinci dan spesifik. Selanjutnya tujuan khusus ini disusun dalam
urutan yang logis. Atas dasar tujuan inilah isi pelajaran dipilih dan disajikan
kepada peserta didik kelak. Dalam Model Banathy menggunakan istilah
spesifikasi tujuan.
3) Tes acuan patokan
Tes acuan patokan dalam istilah umum adalah pembuatan prototipe.
Pembuatan prototipe merupakan permulaan produksi untuk menghasilkan barang
yang sesungguhnya. Di samping itu, pada kesempatan ini pula dimulai
pengembangan desain evaluasi dan permulaan reviu teknis terhadap sistem
tersebut oleh para ahli serta penyusunan tes yang akan digunakan untuk mengukur
perilaku peserta didik, baik sebelum maupun setelah uji coba nanti.
a. Tujuan Instruksional Umum (TIU)
Menurut Gronlund, TIU adalah hasil belajar yang diharapkan, yang
dinyatakan secara umum dan berpedoman pada perubahan tingkah laku dalam
kelas. Kegunaan TIU dalam proses belajar mengajar:
 memberikan kriteria yang pasti untuk mengukur kemajuan belajar peserta
didik
 memberikan kepastian mengenai kemampuan yang diharapkan dari
peserta didik
 memberikan dasar untuk mengembangkan alat evaluasi untuk mengukur
efektivitas pengajaran
 memberikan petunjuk dalam menentukan materi dan strategi instruksional
 petunjuk bagi peserta didik tentang apa yang akan dipelajari dan apa yang
akan dinilai
 peserta didik akan mengorganisasikan usaha dan kegiatannya untuk
mencapai tujuan instruksional yang telah ditentukan
Menurut Gronlund, dalam perumusan TIU hal-hal yang harus diperhatikan adalah:
 Tujuan yang diharapkan secara umum
 Tidak terlepas dari konteks tujuan kurikuler maupun tujuan yang di
atasnya
 Selaras dengan prinsip-prinsip belajar
 Sesuai dengan kemampuan peserta didik, waktu yang tersedia, dan
fasilitas yang mendukung.
 Mempunyai indikasi yang kuat bahwa hasil belajar adalah perubahan
tingkah laku peserta didik
b. Tujuan Instruksional Khusus (TIK)
TIK adalah hasil belajar yang diharapkan yang dinyatakan dalam istilah
perubahan tingkah khusus. Menurut Gronlund (1975: 30), tingkah laku khusus
adalah kata kerja yang dapat diamati atau diukur. Menurut Mager, dalam
merumuskan TIK yang lengkap hendaknya mencakup unsur-unsur:
 Performance
 Conditions
 Criterion
TIK yang sempurna hendaknya mampunyai 5 unsur, yaitu:
 Audience
 Behaviour
 Conditions
 Kriteria/degree
 Single performance
B. Tahap 2 : Mengembangkan Tes (develop test)
Tahap kedua Mengembangkan tes yang didasarkan pada tujuan yang
diinginkan dan digunakan untuk mengetahui kemampuan yang diharapkan dapat
di capai sebagai hasil dari pengalaman belajarnya. Dengan mengembangkan tes
pada tahap awal bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal siswa. Siswa yang
sekolah masing-masing sudah memiliki kemampuan awal yang berbeda-beda
yang di dapatkan sebelum masuk sekolah . Sehingga, salah apabila menganggap
siswa kosong dan tidak memiliki kemampuan awal sebelum peserta didik masuk
sekolah.
C. Tahap 3 : Menganalisis Kegiatan Belajar (analyze learning task)
Dalam menganalisis kegiatan belajar menggunakan hasil pengembangan
tes yang dilakukan pada tahap kedua, yaitu berupa kemampuan awal siswa.
Kemampuan awal siswa di analisis atau di nilai. Dari analisis kemampuan awal
siswa akan di ketahui apa yang perlu di pelajari dan yang tidak perlu di pelajari.
Kemampuan yang sudah dimiliki oleh siswa tidak perlu di pelajari, hal yang perlu
dipelajari kemampuan yang belum dimiliki atau di kuasai oleh siswa. Sehingga
akan lebih efektif dan efisisen dalam proses pembelajaran.
Pada tahap ini dirumuskan untuk:
1) Menentukan tugas-tugas belajar
2) Menilai kompetensi masukan
3) Melakukan tes masukan
4) Mengidentifikasi dan karakterisasi tugas-tugas belajar yang aktual.

D. Tahap 4 : Mendesain sistem Instruksional (design system)


Setelah itu di pertimbangkan alternatif-alternatif dan identifikasi apa yang
harus dikerjakan untuk menjamin bahwa siswa akan menguasai kegiatan-kegiatan
yang telah di analisis pada tahap 3 (hal ini di sebut oleh Banathy dengan istilah
function analysis). Juga perlu di tentukan siapa atau apa yang mempunyai potensi
paling baik untuk mencapai fungsi-fungsi tersebut (disebut component analysis)
dan di tentukan pula kapan dan dimana fungsi-fungsi tersebut harus dilaksanakan
(disebut design of the system)
Tahap mendesain sistem intruksional merupakan penentuan metode dan
media intruksional yang sangat penting untuk memungkinkan peserta didik
mencapai tujuan intrusional, yang meliputi:
1) Analisis fungsi, isi dan urutan
2) Analisis komponen
3) Distribusi fungsi antar komponen
4) Penjadwalan
Metode yang diidentifikasi dapat lebih dari satu, atau beberapa alteratif
metode, karena dalam uji coba ada kemungkinan metode yang digunakan tidak
efektif sehingga perlu diganti dengan metode lain.
E. Tahap 5 : Melaksanakan Kegiatan dan Mengetes Hasil
Dalam tahap melaksanakan dan mengetes hasil ini, sistem yang sudah di
desain sekarang dapat di ujicobakan atau di tes dan di laksanakan. Apa yang dapat
dilaksanakan atau dikerjakan siswa sebagai hasil implementasi sistem, harus di
nilai agar dapat di ketahui seberapa jauh siswa telah menunjukan tingkah laku
seperti yang dimaksudkan dalam rumusan tersebut.
F. Tahap 6 : Mengadakan perbaikan (change to improve)
Berdasakan hasil yang diperoleh dari interpretasi data hasil uji coba revisi
dilakukan dari revisi kecil sampai revisi total. Untuk mengakhiri uji coba ulang
yang kemudian akan dii mplementasikan harus di ambil suatu keputusan.
Hasil-hasil yang diperoleh dari evaluasi merupakan umpan balik
(feedback) untuk keseluruhan sistem sehingga perubahan-perubahan, jika di
perlukan dapat dilakukan untuk memperbaiki sistem instruksional.
Kendatipun 6 komponen tersebut tampaknya sangat sederhana, namun
untuk mengembangkan rancangan sistem pembelajaran model ini memerlukan
kemampuan akademik yang cukup tinggi serta pengalaman yang memadai serta
wawasan yang luas. Selain dari itu, proses pengembangan suatu sistem menuntut
partisipasi pihak-pihak terkait, seperti kepala sekolah, administrator, supervisor
dan kelompok guru, sehingga rancangan kurikulum yang dihasilkan sesuai dengan
kebutuhan pendidikan di sekolah dan dapat diterapkan dalam sistem sekolah.

PENGEMBANGAN INSTRUKSIONAL MODEL BANATHY


1. Formulasi model belajar
• Merancang
• Sistem
• Anaslisis Tugas I III IV
• Formulasi Analisis Tugas Merancang
model belajar Sistem
2. Implementasi dan Pengujian Hasil
• Pengembangan Tes II V
• Pengembangan V
• Tes Implementasi dan Pengujian hasil
3. Perubahan Untuk memperbaiki Sistem V

Kelebihan dan Kelemahan Model Perencanaan Bela H. Banathy


Dalam model pembelajaran Banathy ada beberapa kelebihan dan
kelemahannya, yaitu sebagai berikut:
1. Kelebihan Model Bela H. Banathy ini mempunyai beberapa kelebihan antara
lain:
a. Menganalisis dan merumuskan tujuan dengan baik, baik tujuan umum maupun
tujuan khusus yang lebih spesifik, yang merupakan sasaran dan arah yang
harus dicapai peserta didik.
b. Mengembangkan kriteria test yang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai
Hal ini dilakukan agar setiap tujuan yang dirumuskan tersedia alat untuk
menilai keberhasilannya.
c. Menganalisis dan merumuskan kegiatan belajar, yakni merumuskan apa yang
harus dipelajari (kegiatan belajar yang harus dilakukan siswa dalam rangka
mencapai tujuan belajar). Kemampuan awal siswa harus di analisis atau dinilai
agar mereka tidak perlu mempelajari apa yang telah mereka kuasai.
d. Mengadakan perbaikan dan perubahan berdasarkan hasil evaluasi. Jadi model
ini didasarkan pada hasil test peserta didik.
e. Langkah-langkahnya yang hanya sedikit sehingga kita bisa lebih efektif untuk
membuatnya.
2. Kelemahan, Ada beberapa kelemahan yang dimiliki oleh model Perencanaan
Bela H. Banathy ini antara lain:
a. Sedikit langkah sehingga dikhawatirkan akan tidak efisien.
b. Model cenderung lebih fokus pada materi yang belum dikuasai oleh anak
didik sehingga mengabaikan materi yang sudah di pelajari yang bisa lupa
apabila tidak pernah di kaji ulang.

PENGGUNAAN MODEL DESAIN INSTRUKSIONAL BANATHY PADA


PELAJARAN PPKN
Model pengembangan sistem pembelajaran ini berorientasi pada tujuan
pembelajaran. Langkah-langkah pengembangan sistem pembelajaran terdiri dari 6
jenis kegiatan. Model desain ini bertitik tolak dari pendekatan sistem (system
approach), yang mencakup keenam komponen (langkah) yang saling berinterelasi
dan berinteraksi untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Pada langkah terakhir para pengembang diharapkan dapat melakukan perubahan
dan perbaikan sehingga tercipta suatu desain yang diinginkan.
Model ini tampaknya hanya diperuntukan bagi guru-guru di sekolah,
mereka cukup dengan merumuskan tujuan pembelajaran khusus dengan mengacu
pada tujuan pembelajaran umum yang telah disiapkan dalam sistem.
Langkah-langkah pengembangan desain pembelajaran dilakukan melalui 6
langkah pengembangan sebagai berikut:
1. Merumuskan tujuan
Pada langkah ini pengembang merumuskan tujuan pembelajaran, yang
merupakan pernyataan tentang hal-hal yang diharapkan untuk dikerjakan,
diketahui, dirasakan, dan sebagainya oleh peserta didik atau siswa sebagai hasil
pengalaman belajarnya. PKn merupakan pelajaran yang mengajarkan tentang
sikap, moral serta norma yang dapat dirasakan langsung oleh siswa dalam
pengalamannya seharip-hari.
2. Mengembangkan tes
Pada langkah ini dikembangkan suatu tes sebagai alat evaluasi, yang
digunakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan belajar, atau ketercapaian
tujuan pembelajaran oleh peserta didik/siswa. Penyusunan tes berdasarkan tujuan
pembelajaran yang telah dirumuskan pada langkah sebelumnya. Penyusunan tes
pada pelajaran PKn juga dilihat dari tingkat dan kelas, sehingga sesuai dengan
tujuan mata pelajaran.
3. Menganalisis kegiatan belajar
Pada langkah ini dirumuskan tugas-tugas yang harus dilakukan oleh
peserta didik/siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan,
yakni perubahan tingkah laku yang diharapkan. Pada langkah ini, perilaku awal
peserta didik/siswa perlu dinilai dan dianalisis. Berdasarkan gambar tentang
perilaku awal tersebut dapat dirancang materi pelajaran dan tugas-tugas belajar
yang sesuai, sehingga mereka tidak perlu mempelajari hal-hal yang telah
diketahui atau telah dikuasai sebelumnya. Sehingga perilaku, sikap, siswa sehari-
hari disekolah diharapkan akan berubah.
4. Mendesain sistem instruksional
Pada langkah ini dikembangkan berbagai alternatif dan mengidentifikasi
kegiatan-kegiatan pembelajaran, baik yang harus dilakukan oleh siswa/peserta
didik maupun kegiatan-kegiatan guru/tenaga pengajar. Langkah ini dikembangkan
sedemikian rupa yang menjamin agar peserta didik melaksanakan dan menguasai
tugas-tugas yang telah dianalisis pada langkah 3. Desain sistem juga meliputi
penentuan siswa yang mempunyai potensi paling baik untuk mencapai tujuan
pembelajaran, dan oleh karena perlu disediakan alternatif kegiatan tertentu yang
cocok. Selain dari itu, dalam desain sistem supaya ditentukan waktu dan tempat
melakukan kegiatan-kegiatan pembelajaran. Contoh melihat langsung perilaku
dan sikap dalam kehidupan bermasyarakat yaitu dengan mengunjungi pasar.

5.Melaksanakan kegiatan dan mengetes hasil


Sistem yang sudah di desain selanjutnya dilaksanakan dalam bentuk uji
coba di lapangan atau sekolah dan di tes hasilnya. Hal-hal yang telah dilaksanakan
dan dicapai oleh peserta didik merupakan output dari implementasi sistem, yang
harus dinilai supaya dapat diketahui hingga mereka dapat mempertunjukan atau
menguasai tingkah laku sebagaimana yang dirumuskan dalam tujuan
pembelajaran,
6.Mengadakan perbaikan
Pada langkah ini ditentukan, bahwa hasil –hasil yang diperoleh dari
evaluasi digunakan sebagai umpan balik bagi sistem keseluruhan dan bagi
kompinen-komponen sistem, yang pada gilirannya menjadi dasar untuk
mengadakan perubahan untuk perbaikan sistem pembelajaran.
Kendatipun 6 komponen tersebut tampaknya sangat sederhana, namun untuk
mengembangkan rancangan sistem pembelajaran model ini memerlukan
kemampuan akademik yang cukup tinggi serta pengalaman yang memadai serta
wawasan yang luas. Selain dari itu, proses pengembangan suatu sistem menuntut
partisipasi pihak-pihak terkait, seperti kepala sekolah, administrator, supervisor
dan kelompok guru, sehingga rancangan kurikulum yang dihasilkan sesuai dengan
kebutuhan pendidikan di sekolah dan dapat diterapkan dalam sistem sekolah, yang
pada akhirnya akan mengubah keseluruhan sikap, norma, kepatuhan dalam diri
siswa.
Model desain instruksional yang dikembangkan Banathy sangat cocok
dengan pelajaran PKn yang mengutamakan sikap, moral dari para peserta didik,
sehingga bisa dijadikan sebagai pedoman untuk membuat perencanaan
pembelajaran PKn. Desain instruksional model ini memiliki kelebihan yang
memiliki tiga aspek kompetensi yang dinilai yaitu kognitif, afektif, dan
psikomotorik dan juga ada pengujian dan revisi sistem dari desain instruksional.

DAFTAR PUSTAKA

Hamalik Oemar. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. PT


Bumi Aksara. Jakarta.
Harjanto. Perencanaan Pengajaran. PT RINEKA CIPTA. Jakarta.
Alwi Suparman. 1991. Desain Instruksional. Jakarta: Universitas Terbuka.
Bistok Sirait. 1989. Bahan Pengajaran Untuk Mata Kuliah Evaluasi Hasil
Belajar Siswa, Jakarta, Depdikbud, Dirjen-Dikti, P2LPTK.
Depdiknas. 2003. Pendekatan Kontekstual, Jakarta, Direktorat Jenderal
Pendidikan Dasar dan Meenengah Direktorat Pendidikan.
Harjanto. 2006. Perencanaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Dewi, L. Rishe Purnama . Handout Perencanaan Pembelajaran.

Anda mungkin juga menyukai