Anda di halaman 1dari 2

Teori Belajar Konstruktivisme

Teori belajar konstruktivisme dibagi menjadi dua sudut pandang, yaitu menurut Piaget dan
Vygotsky.
1.Teori Belajar Konstruktivisme Piaget
Pandangan-pandangan Jean Piaget seorang psikolog kelahiran Swiss (1896-1980), percaya
bahwa belajar akan lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif
peserta didik. Peserta didik diberi kesempatan untuk melakukan eksperimen dengan objek fisik,
yang ditunjang oleh interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari guru.
Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada siswa agar mau berinteraksi dengan
lingkungan secara aktif, mencari dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.
Belajar menurut teori belajar konstruktivistik bukanlah sekadar menghafal, akan tetapi
proses mengkonstruksi pengetahuan melalui pengalaman. Pengetahuan bukanlah hasil
”pemberian” dari orang lain seperti guru, akan tetapi hasil dari proses mengkonstruksi yang
dilakukan setiap individu. Pengetahuan hasil dari ”pemberian” tidak akan bermakna.
Lebih jauh Piaget mengemukakan bahwa pengetahuan tidak diperoleh secara pasif oleh
seseorang, melainkan melalui tindakan. Bahkan, perkembangan kognitif anak bergantung pada
seberapa jauh mereka aktif memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Sedangkan,
perkembangan kognitif itu sendiri merupakan proses berkesinambungan tentang keadaan
ketidak-seimbangan dan keadaan keseimbangan
2. Teori Belajar Konstruktivisme menurut Lev Vygotsky
Dari Piaget ke Vygotsky ada pergeseran konseptual dari individu ke kolaborasi, interaksi
sosial, dan aktivitas sosiokultural. Dalam pendekatan konstruktivisme Piaget, murid
mengkonstruksi pengetahuan dengan menstransformasikan, mengorganisasikan, dan
mengoraginsasi pengetahuan sebelumnya. Konstruktivisme Vygotsky menekankan bahwa murid
mengkonstruksi pengetahuan melalui interaksi sosial dengan orang lain. Isi dari pengetahuan ini
dipengaruhi oleh kultur di mana murid tinggal, yang mencakup bahasa, keyakinan, dan
keahlian/ketrampilan.
Konstruktivisme Vygoskian memandang bahwa pengetahuan dikonstruksi secara
kolaboratif antar individual dan keadaan tersebut dapat disesuaikan oleh setiap individu. Proses
dalam kognisi diarahkan memulai adaptasi intelektual dalam konteks sosial budaya. Proses
penyesuaian itu equivalent dengan pengkonstruksian pengetahuan secara intra individual yakni
melalui proses regulasi diri internal. Dalam hubungan ini, para konstruktivis Vygotskian lebih
menekankan pada penerapan teknik saling tukar gagasan antar individual.
Inti teori Vygotsky adalah menekankan interaksi antara aspek internal dan eksternal dari
pembelajaran dan penekanannya pada lingkungan sosial pembelajaran. Menurut teori Vygotsky,
fungsi kognitif manusia berasal dari interaksi sosial masing-masing individu dalam konteks
budaya. Vygotsky juga yakin bahwa pembelajaran terjadi saat siswa bekerja menangani tugas-
tugas yang belum dipelajari namun tugas-tugas tersebut masih dalam jangkauan kemampuannya
atau tugas-tugas itu berada dalam zona of proximal development mereka.

Penerapan teori Konstruktivisme


1. pada saat persentasi mahasiswa terlibat secara aktif dalam dialog atau diskusi dengan dosen
dan mahasiswa lainnya
Dialog dan diskusi yang merupakan interaksi sosial dalam kelas yang bersifat intensif sangat
membantu mahasiswa untuk mampu mengubah atau menguatkan gagasan-gagasannya. Jika
mereka memiliki kesempatan untuk megemukakan apa yang mereka pikirkan dan mendengarkan
gagasan-gagasan orang lain, maka mereka akan mampu membangun pengetahuannya sendiri
yang didasarkan atas pemahaman mereka sendiri. Jika mereka merasa aman dan nyaman untuk
mengemukakan gagasannya maka dialog yang sangat bermakna akan terjadi di kelas.

DAFTAR PUSTAKA
Suparno, Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, (Yogyakarta: Kanisius, 1997), h. 23.
Ella Yulaelawati, Kurikulum dan Pembelajaran; Filosofi Teori dan Aplikasi, (Bandung: Pakar
Raya, 2004), h. 53.
Liu, Charlotte H., and Matthews, Robert. (2005). Vygotsky’s philosophy: Constructivism and its
criticisms examined. International Education Journal. 6 (3). hal 386-399.

Anda mungkin juga menyukai