Anda di halaman 1dari 5

Allah tidak MEMANGGIL orang-orang yang MAMPU tapi Allah MEMAMPUKAN orang-orang yang TERPANGGIL untuk

berkunjung ke Baitullah (ka’bah).

- Banyak orang yang mampu tetapi tidak sempat.


- Ada yang sempat tetapi ia tidak mampu.
- Ada lagi yang sempat dan mampu tetapi tidak sehat.
- Ada juga yang mampu, sempat dan sehat tetapi harus menunggu 15 tahun
lagi.
- Ada yang mampu, sempat dan sehat tetapi hatinya tidak tergerak untuk
berhaji.

1. Umroh dan Haji merupakan Ibadah Ghaib

2. Titip Doa bukan titip pesan


Saya pikir kurang tepat apa yang kita lakukan ketika ada orang yang mau berangkat haji/umroh kita ngomong (titip
pesan) “nanti nama saya di panggil / di sebut  ya…..”  karena sebenarnya bukan kapasitas manusia (jamaah) untuk
melakukan panggilan ini.  Cukuplah kita minta didoakan saja sesuai apa yang kita harapkan karena sesungguhnya
sebagai insan kita mesti saling mendoakan dalam kebaikan.

‫صالَةٌ فِى ْال َم ْس ِج ِد ْال َح َر ِام‬


َ ‫ْج َد ْال َح َرا َم َو‬
ِ ‫صالَ ٍة فِي َما ِس َواهُ ِإالَّ ْال َمس‬ َ ‫ف‬ ِ ‫ض ُل ِم ْن َأ ْل‬
َ ‫ْج ِدى َأ ْف‬
ِ ‫صالَةٌ فِى َمس‬
َ
ُ‫صالَ ٍة فِي َما ِس َواه‬
َ ‫ف‬ ِ ‫ض ُل ِم ْن ِماَئ ِة َأ ْل‬
َ ‫َأ ْف‬
“Shalat di masjidku (Masjid Nabawi) lebih utama daripada 1000 shalat di masjid lainnya selain Masjidil Harom. Shalat di
Masjidil Harom lebih utama daripada 100.000 shalat di masjid lainnya. ” (HR. Ahmad 3/343 dan Ibnu Majah no. 1406, dari
Jabir bin ‘Abdillah. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat Shahih At Targhib wa At Tarhib no. 1173.)

Nabi Mengajarkan Titip doa

Sadar atau tidak sadar ternyata Nabi saw sejak dulu telah mengajarkan kita praktek titip doa ini. Banyak dari
kalangan sahabat yang meminta didoakan oleh Nabi saw, dan sama sekali Nabi tidak mengatakan kepada
mereka: “berdoa sendiri saja, Allah swt itu dekat!” tidak pernah ada riwayat seperti itu, akan tetapi Nabi
meng-iya-kan dan mendoakan mereka semua. Apa itu bukan praktek titip doa namanya? Itu sama saja Nabi
dititipkan doa oleh para sahabat.

Dalam riwayat Imam Tirmidzi (5/569) melalui sahabat Utsman bin Hunaif, Nabi saw pernah didatangi oleh
seorang yang buta. Beliau meminta kepada Nabi saw untuk didoakan agar butanya itu diangkat oleh Allah swt
dan dia bisa melihat kembali lagi. Apakah Nabi menolak? Sama sekali tidak. kalau memang tidak boleh,
pastilah Nabi menolak.

Ada lagi dari riwayat Imam Muslim dalam kitab Shahihnya, diceritakan bahwa Nabi saw sedang khutbah
Jumat kemudian ada seorang yang masuk masjid dan langsung berdiri meminta kepada Nabi saw mendoakan
keadaan kampungnya yang sedang paceklik:
‫ اللَّ ُه َّم‬: ‫ ُث َّم َقال‬، ‫ َف َر َف َع َرسُول هَّللا ِ َي َد ْي ِه‬. ‫ِيث َنا‬ ِ ‫ت اَألمْ َوال َوا ْن َق َط َع‬
ُ ‫ت ال ُّسبُل َف ْاد ُع هَّللا ُ ُيغ‬ ِ ‫َيا َرسُول هَّللا ِ َه َل َك‬
‫ اللَّ ُه َّم َأغِ ْث َنا‬. ‫ اللَّ ُه َّم َأغِ ْث َنا‬. ‫َأغِ ْث َنا‬
“wahai Nabi harta kami hancur, jalan-jalan (rezeki) telah terputus. Berdoalah kepada Allah untuk menolong
kami”, kemudian Rasul saw mengangkat tangannya dan berdoa: “ya Allah tolonglah kami, tolonglah kami,
tolonglah kami”

Seketika langit mulai mendung dan menurunkan hujan lebat sejak jumat itu sampai juma berikutnya, terus
menerus tidak berhenti.

Atau juga riwayat Muslim (hadits no. 2542) yang masyhur sekali di telinga kita, yaitu cerita tentang khoirut-
tabi’in (sebaik-baiknya tabi’in) Uwais Al-Qorni Al-Yamani, dimana ketika itu Nabi memerintahkan Umar bin
Khoththob untuk meminta kepada Uwais agar didoakan dan dimintakan ampun kepada Allah swt.

،‫ « َيْأتِي َع َل ْي ُك ْم ُأ َويْسُ بْنُ َعام ٍِر َم َع َأمْ دَا ِد َأهْ ِل ْال َي َم ِن‬:‫ َيقُو ُل‬،‫صلَّى هللاُ َع َل ْي ِه َو َسلَّ َم‬َ ‫هللا‬ِ ‫ت َرسُو َل‬ ُ ْ‫َس ِمع‬
‫ك َفا ْف َع ْل‬ َ ْ‫ َفِإ ِن اسْ َت َطع‬،ُ‫هللا َأَل َبرَّ ه‬
َ ‫ت َأنْ َيسْ َت ْغف َِر َل‬ ِ ‫ َل ْو َأ ْق َس َم َع َلى‬، ٌّ‫ َل ُه َوالِدَ ةٌ ه َُو ِب َها َبر‬..…»
Umar berkata: “Aku mendengar Rasul saw bersabda: akan datang nanti Uwais bin ‘Amir bersama
rombongan dari Yaman…. Dia punya ibu yang ia sangat berbekati sekali kepada ibunya, kalau dia
bersumpah kepada Allah, pastilah Allah mengabulkannya, kalau kamu bisa memintakan ampun kepada Allah
melalui dia, maka lakukanlah”

Maka ketika musim haji datang, Umar ra menunggu-nunggu kedatangan rombongan dari Yaman guna
mencari Uwais Al-Qorni agar bisa didoakan oleh beliau. Akhirnya bertemua juga dengan Uwais dan meminta
dimohonkan ampun kepada Allah untuknya atas rekomendasi dari Rasul saw.

Manusia sekelas Umar ra, yang sudah dijanjikan surga oleh Allah swt saja masih disuruh untuk menitipkan
doanya kepada Uwais Al-Qorni. Apakah tidak bisa Umar berdoa sendiri? Apa doa seorang Amirul-Mukminin
tidak dikabul oleh Allah swt, kurang mustajab gitu?

Lalu siapa kita tiba-tiba malah melarang untuk memintakan doa kepada orang lain yang jauh lebih sholeh dari
kita. Jadi mulai sekarang sering-sering titip doa ke orang-orang sholeh. Dengan kedekatakannya insyaAllah
hajat kita terkabul.

Wallahu A’lam

3. Cerita Uwais al qarni


Kisah Uwais al Qarni, pemuda miskin asal Yaman yang membuat Rasulullah SAW
terkesan karena ketaatan dan kesalehannya terutama sikapnya yang sangat berbakti kepada
ibunya. Uwais Al-Qarni yang memiliki nama lengkap, Abu Amru Uwais bin Amir bin Jaza al-Qarni
al-Muradi al-Yamani, adalah penduduk dari Qaran di Yaman, ia lahir pada tahun 594 M, dari Bani
Murad dan meninggal pada tahun 657 M, di makamkan di Raqqah, Suriah. Ia juga pernah ikut
dalam perang Shiffin.

Rasulullah SAW memang tidak pernah bertemu dengan Uwais Al Qarni. Namun, nama
Uwais disebut oleh Rasulullah SAW. Uwais hidup pada zaman Rasulullah SAW dan tinggal di
Yaman dengan ibunya. Setelah Rasulullah SAW wafat, Uwais baru bisa pergi ke Mekkah
mengantarkan ibunya melaksanakan ibadah haji. Dikutip dari laman pecihitam.org, Uwais Al
Qarni mendapatkan ujian berupa penyakit sopak. Seluruh tubuhnya menjadi belang-belang
karena penyakit sopak tersebut. Ibunya sudah tua dan sakit lumpuh, namun Uwais Al-Qarni
senantiasa merawat ibunya dengan telaten dan penuh kesabaran.

Dia juga berusaha selalu memenuhi semua permintaan ibunya yang lumpuh itu. Tapi
hanya satu permintaan yang belum dikabulkan dan kesulitan untuk memenuhinya. “Wahai
anakku, Uwais ! mungkin aku tidak akan lama lagi bisa bersamamu. Tolong, ikhtiarkan agar ibu
dapat mengerjakan ibadah haji,” kata ibunya. Setelah mendengar permintaan dari ibunya
tersebut, Uwais terdiam dan termenung memikirkan caranya agar sang ibu bisa menunaikan
ibadah haji. Jika memakai kendaraan berupa unta maupun keledai jelas tidak mungkin karena
tidak punya biaya. Jalan satu-satunya yakni menggendong ibunya dari kota kelahirannya Al
Qarn, Yaman meski harus menempuh jarak yang sangat jauh perjalanan menuju ke Mekkah
(Yaman ke Mekkah kira-kira 1.119 Km). Selain itu juga akan melewati padang tandus yang luas
dan sangat panas.

Setelah berpikir cukup lama mencari jalan keluarnya, kemudian Uwais memutuskan untuk
membeli anak lembu dan membuatkan kandang di puncak bukit. Setiap pagi, Uwais bolak-balik
menggendong anak lembu tersebut naik turun bukit. Bahkan ia sampai disebut gila oleh orang-
orang yang melihat tingkah lakunya. Setelah delapan bulan berlalu, dan masuk pada musim Haji.
Lembu milik Uwais pun beratnya telah mencapai 100 kilogram, begitupun dengan otot Uwais
yang semakin kuat. Ia semakin bertenaga mengangkat barang. Akhirnya orang-orang pun
mengetahui maksud dari Uwais menggendong lembunya setiap hari itu ternyata ia sedang
latihan untuk menggendong ibunya. Uwais pun menggendong ibunya berjalan dari Yaman
menuju ke Makkah. Begitu besar cintanya Uwais terhadap ibunya. Ia rela menempuh perjalanan
yang jauh dan tidak mudah itu hanya demi ibunya. Ketika Wukuf pun Uwais dengan tegap dan
gagah, ia tetap menggendong ibunya melaksanakan wukuf di Ka’bah. Melihat perjungan anaknya
tersebut, ibunya pun terharu dan bercucuran air mata bahagia telah melihat Baitullah sebelum ia
meninggal. Di hadapan Ka’bah, Uwais berdo’a “ Ya Allah, Ampunilah semua dosa ibuku,” ibunya
pun bertanya .” Lalu bagaimana dengan dosamu?”, Lalu uwais menjawab “Dengan terampuninya
dosa ibu, maka ibu akan masuk surga. Cukuplah ridha dari ibu yang akan membawaku ke
surga.” Seketika itu juga penyakit sopaknya sembuh atas izin Allah Swt, hanya tertinggal bulatan
putih di tengkuknya. Yang mana bulatan putih tersebut sengaja di sisakan sebagai tanda bagi
Umar bin Khattab, dan Ali bin Abi Thalib agar dapat mengenali Uwais Al-Qarni kelak.

Ketika dalam perjalanan pulang dan sampi di kota Madinah. Segera ia mencari rumah
Nabi Muhammad SAW. Setelah ia menemukan rumah Nabi SAW, diketuknya pintu rumah itu
sambil mengucapkan salam, keluarlah seseorang seraya membalas salamnya. Segera saja
Uwais Al Qarni menyakan Nabi yang ingin dijumpainya. Namun ternyata Nabi tidak berada di
rumahnya, beliau sedang berada di medan pertempuran. Uwais Al Qarni hanya dapat bertemu
dengan Sayyidatina Aisyah r.a., istri Nabi. Betapa kecewanya hati Uwais. Dari jauh ia datang
untuk berjumpa langsung dengan Nabi, tetapi Nabi tidak dapat dijumpainya. Dalam hati Uwais Al
Qarni bergejolak perasaan ingin menunggu kedatangan Nabi dari medan perang. Tapi kapankah
Nabi pulang? Sedangkan masih terniang di telinganya pesan ibunya yang sudah tua dan sakit-
sakitan itu, agar ia cepat pulang ke Yaman, “Engkau harus lepas pulang.” Akhirnya, karena
ketaatanya kepada ibunya, pesan ibunya mengalahkan suara hati dan kemauannya untuk
menunggu dan berjumpa dengan Nabi. Karena hal itu tidak mungkin, Uwais Al Qarni dengan
terpaksa pamit kepada Sayyidatina Aisyah r.a., untuk segera pulang kembali ke Yaman. Dia
hanya menitipkan salamnya untuk Nabi. Setelah itu, Uwais pun segera berangkat pulang
mengayunkan langkahnya dengan perasaan amat sedih dan terharu. Peperangan telah usai dan
Nabi pulang menuju Madinah. Sesampainya di rumah, Nabi menanyakan kepada Siti Aisyah r.a.,
tentang orang yang mencarinya. Nabi mengatakan bahwa Uwais anak yang taat kepada orang
ibunya, ia adalah penghuni langit.

Mendengar perkataan Nabi, Siti Aisyah ra. dan para sahabat tertegun. Menurut
keterangan Siti Aisyah r.a. memang benar ada yang mencari Nabi dan segera pulang ke Yaman,
karena ibunya sudah tua dan sakit-sakitan sehingga ia tidak dapat meninggalkan ibunya terlalu
lama. Nabi Muhammad melanjutkan keterangannya tentang Uwais Al Qarni, penghuni langit itu,
kepada sahabatnya, “Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia, perhatikanlah ia mempunyai tanda
putih di tengah telapak tangannya.” Sesudah itu Nabi memandang kepada Ali bin Abi Thalib dan
Umar bin Khathab seraya berkata, “Suatu ketika apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah
doa dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit, bukan orang bumi.” Setelah Rasulullah SAW
wafat, dan umar bin khattab menggantikan Abu Bakar sebagai khalifah, beliaupun mengingatkan
kepada Ali bin Abi Thalib tentang Uwais Al Qarni yang diceritakan Nabi. Setiap kafilah yaman
datang, dua sahabat ini selalu menanyakan tentang Uwais Al-Qarni. Rombongan kafilah dari
Yaman menuju Syam silih berganti, membawa barang dagangan mereka. Suatu ketika, Uwais Al
Qarni turut bersama mereka. Rombongan kafilah itu pun tiba di kota Madinah. Melihat ada
rombongan kafilah yang baru datang dari Yaman, segera Khalifah Umar dan Ali bin Abi Thalib
mendatangi mereka dan menanyakan apakah Uwais Al Qarni turut bersama mereka.
Rombongan kafilah itu mengatakan bahwa Uwais ada bersama mereka, dia sedang menjaga
unta-unta mereka di perbatasan kota. Mendengar jawaban itu, Khalifah Umar dan Ali bin Abi
Thalib segera pergi menjumpai Uwais Al Qarni. Sesampainya di kemah tempat Uwais berada,
Khalifah Umar dan Ali bin Abi Thalib memberi salam. Tapi rupanya Uwais sedang salat. Setelah
mengakhiri salatnya dengan salam, Uwais menjawab salam Khalifah Umar dan Ali bin Abi Thalib
sambil mendekati kedua sahabat Nabi tersebut dan mengulurkan tangannya untuk bersalaman.
Sewaktu berjabatan, Khalifah dengan segera membalikan telapak tangan Uwais, seperti yang
pernah dikatakan Nabi. Memang benar! Tampaklah tanda putihdi telapak tangan Uwais Al Qarni.

Wajah Uwais nampak bercahaya. Benarlah seperti sabda Nabi. Bahwa ia adalah
penghuni langit. Khalifah Umar dan Ali bin Abi Thalib menanyakan namanya, dan dijawab,
“Abdullah”. Mendengar jawaban Uwais, mereka tertawa dan mengatakan, “Kami juga Abdullah,
yakni hamba Allah. Tapi siapakah namamu yang sebenarnya?” Uwais kemudian berkata, “Nama
saya Uwais Al Qarni”. Dalam pembicaraan mereka, diketahuilah bahwa ibu Uwais telah
meninggal dunia. Itulah sebabnya, ia baru dapat turut bersama rombongan kafilah dagang saat
itu. akhirnya Khalifah Umar dan Ali bin Abi Thalib memohon agar Uwais membacakan doa dan
Istighfar untuk mereka. Uwais enggan dan dia berkata kepada Khalifah, “Saya lah yang harus
meminta do’a pada kalian”. Mendengar perkataan Uwais, “Khalifah berkata, “Kami datang kesini
untuk mohon doa dan istighfar dari Anda”. Seperti dikatakan Rasulullah sebelum wafatnya.
Karena desakan kedua sahabat ini, Uwais Al Qarni akhirnya mengangkat tangan, berdoa dan
membacakan istighfar. Setelah itu Khalifah Umar berjanji untuk menyumbangkan uang negara
dari Baitul Mal kepada Uwais untuk jaminan hidupnya. Segera saja Uwais menampik dengan
berkata, “Hamba mohon supaya hari ini saja hamba diketahui orang. Untuk hari-hari selanjutnya,
biarlah hamba yang fakir ini tidak diketahui orang lagi.”

Anda mungkin juga menyukai