360
Prasetyo, Akuntansi Kelautan dan Perikanan Biru... 361
sebagai persoalan klasik di tingkat mikro Hoogervorst [5] dengan menggunakan data
atas gejolak harga jual. Gejolak yang belum time series telah menduga fungsi produksi
dapat diselesaikan sebagai dampak kelautan (yield function) dengan model yang
mekanisme pasar pengepul atau pedagang sangat sederhana, yaitu hasil tangkapan
besar [1][2]. Mekanisme yang tak terbatas adalah fungsi kuadratik dari jumlah perahu.
pada jumlah hasil tangkap dengan Hasilnya menunjukkan bahwa hasil
perolehannya. Oleh karenanya nelayan tidak tangkapan ikan tahunan di seluruh daerah
mampu memaksimumkan keuntungannya telah banyak yang mendekati SY. Model
sesuai dengan usaha penangkapan ikan yang lain yang serupa telah digunakan pula oleh
dilakukannya [3]. Lebih lanjut menurut Bailey et.al [8] untuk menduga fungsi
Bueger, kondisi ini disebabkan nelayan produksi ikan Sardin di Spanyol, Hasilnya
dalam perolehan ikan yang bersifat bebas menunjukkan bahwa hasil tangkapan Sardin
terbuka (open access fishery) akan tetap yang diperoleh telah melampaui SY. Model
memilih untuk bertahan selama biaya rata- sejenis ini juga telah digunakan oleh Sartika
ratanya sama dengan penerimaan rata- [2] untuk melihat fungsi produksi udang di
ratanya[4]. Konsep tersebut bertentangan Sidoarjo.
dengan perilaku memaksimumkan profit Dalam akses pendugaan fungsi
dari seorang produsen (firm) yang umum penawaran, karena kelautan dan perikanan
diterangkan dalam teori mikroekonomi, adalah sumber daya bebas-masuk semua
dimana produsen berusaha untuk orang (open access resources) dimana
menyamakan marginal revenue dan pengguna boleh masuk secara tak terbatas
marginal costnya. untuk bersaing yang bisa mengantarkan
Penelitian-penelitian ekonomi berbasis pada overfishing atau over eksploitasi dan
kelautan dan atau perikanan pada umumnya penggunaan sumber daya yang tidak efisien,
telah mengacu pada aspek kelestarian maka penurunan fungsi penawaran untuk
sumber daya ikan dengan mengembangkan hasil tangkap kelautan dan perikanan
model pertumbuhan dan ketersedian umumnya didasarkan pada asumsi yang
persedian hasil tangkapan nelayan. ekstrim dan belum banyak peneliti yang
Hoogervorst [5] dan Bueger [4] serta Anita mengkajinya. Secara empiris ada tiga
[6] menunjukkan penjelasan umum bahwa kelompok ekstrem dalam menduga fungsi
pertumbuhan populasi hasil tangkapan ikan penawaran hasil tangkap nelayan, yaitu;
yang hidup dalam lingkungan konstan, kelompok yang menduga melalui fungsi
artinya nilai suplai makanan yang terbatas biaya rata-rata, kelompok yang menduga
adalah fungsi dari jumlah populasinya yang melalui marginal cost (biaya marginal), dan
berbentuk keterhubungan. Selanjutnya kelompok yang menduga melalui input
Bateman dan Bergin [7] menunjukkan compensated-supply function (fungsi
bagaimana dengan hanya menggunakan data penawaran yang terkompensasi dengan
hasil tangkapan dengan usaha (yang input) [9].
diproyeksi dengan jumlah kapal) Ketiga kelompok tersebut menunjukkan
menemukan bahwa pertumbuhan yang ekonomi kelautan dan perikanan berbasis
sifatnya logistik dari stok atau populasi ikan pada fungsi suplai atau penawaran, tanpa
dan bersifat hasil yang semakin menurun menggunakan model ekonomi dengan
(decreasing return) terhadap usahanya, pendekatan wilayah secara kuantitatif.
sehingga dapat menentukan hasil maksimum Pendekatan ini dinamakan Hasil Maksimum
lestari (sustainable yield = SY) dari sektor Lestari (Maximum Sustained Yield atau
kelautan. MSY). Konsep dengan merumuskan
Hasil penelitian tersebut dikuatkan karakteristik wilayah dengan fungsi
kembali dengan studi lanjut oleh produksi berbentuk linier pada hasil
362 Jurnal Riset dan Aplikasi: Akuntansi dan Manajemen, Vol. 4, No. 3, bulan 2020, hlm. 360 – 371
pada ekspoitasi penangkapan memberikan Tiongkok menangkap 13,8 juta ton (1,327
nilai berbeda. Perbedaan yang lebih lanjut ton per km2). Angka ini jika kita asumsikan
diungkapkan oleh Soemokaryo dan Anita kalau semua nelayan Indonesia menangkap
[6][12] pendapatan bagi nelayan bukan di wilayah laut kita sendiri dan rasio
perhitungan harga berdasarkan biaya, namun tangkapan ini telah maksimal, maka timbul
ketersediaan ikan menjadi faktor utama. pertanyaan dari mana jumlah tangkapan
Ketersediaan ikan ini berkorelasi positif Tiongkok yang begitu besar?
dengan overfishing atau over eksploitasi. Menjawab pertanyaan tersebut dengan
Nilai inilah yang memberikan pengaruh menggunakan asumsi bahwa Tiongkok
besar dalam merumuskan pendapatan kelebihan tangkapan sebesar 7,02 juta ton
nelayan. dari seharusnya, dimana ada selisih 6,84 juta
Fenomena overfishing atau over ton dari tangkapan riil yang seharusnya,
eksploitasi hasil tangkapan ikan merupakan sepadan dengan luas laut sebesar 10,18 juta
bukti produktivitas tinggi. Situasi yang km2. Data ini terjelaskan dengan asumsi
didukung dengan wilayah penangkapan dan open access resources dan pernyataan
sifat ikan bebas untuk ditangkap dalam Prasetia [15] bahwa Tiongkok memiliki
berbagai ukuran. Sifat berantai ini alternatif untuk menangkap ikan ke arah
memberikan hubungan antara penawaran timur di Samudera Pasifik, dan yang lebih
dan permintaan ikan [4]. Perumusan menggiurkan yaitu menangkap ikan di
hubungan ketersediaan produktivitas ikan kawasan Indonesia. Kondisi laut kawasan
untuk memperoleh jumlah maksimum hasil timur Indonesia ialah kawasan yang paling
tangkapan dari segi berat. Tetapi kenyataan, mudah dimasuki dengan memutar arah dari
sebagaimana dinyatakan Prasetia [15] bahwa perairan Tiongkok ke Samudera Pasifik
ikan mempunyai hubungan dengan Barat, kemudian ke arah selatan menuju ke
pelestarian lingkungan hidupnya untuk Maluku. Mereka dapat pula mengambil
meningkatkan jumlah tangkapan, sehingga risiko lebih dengan menyusuri Laut
ekosistem pendukung keanekaragaman Tiongkok Selatan dan masuk ke laut
hayati seperti terumbu karang, hutan bakau, Indonesia lewat Laut Natuna.
dan lahan basah haruslah diperhatikan. Nilai Tukar Nelayan (NTN). Konsep
Pusat-pusat ekonomi keanekaragaman kewilayahan tangkap memberikan pengaruh
hayati laut ini menjadi lokasi penting pada hasil tangkap sebagai Nilai Tukar
pertumbuhan dan penangkapan ikan di laut. Nelayan (NTN) dengan tersedianya
Perwujudan konsekuensi ekonomi keanekaragaman hayati lautan. NTN
keanekaragaman hayati laut menjadi potensi merupakan proksi perhitungan peningkatan
besar keberadaan hidup ikan. Kondisi ini pendapatan bagi nelayan. Penjelasan nilai ini
sebagaimana lebih lanjut dinyatakan Prasetia dijelaskan oleh Yusuf [11] bahwa nilai tukar
[15] bahwa Indonesia mempunyai nelayan adalah cara meningkatan
keanekaragaman hayati yang besar kesejahteraan nelayan pada tingkat
dibandingkan dengan negara lain sehingga kemampuan tukar. Kemampuan atas barang-
menjadi sumber habitat ikan. Walau begitu barang (produk) yang dihasilkan terhadap
Rudiyanto [16] menyatakan Indonesia masih barang atau jasa yang dibutuhkan konsumsi
kalah dengan Tiongkok. Pernyataan ini rumah tangga, dan keperluan proses
sejalan dengan data tangkapan dari FAO produksi perikanan tangkap.
bahwa Indonesia berada di urutan kedua Fokus utama NTN ialah meningkatkan
dunia dalam hal jumlah ikan tangkapan dan hasil tangkap nelayan. Hasil ini berbanding
ini jauh dari urutan pertama, yang hampir lurus dengan hasil tangkap dan harga ikan.
tiga kali lipat lebih banyak. Tahun 2012, Oleh karena itulah faktor yang menjadi
Indonesia hanya menangkap 5,4 juta ton penentu naiknya NTN terdapat pada
ikan (0,672 ton per km2) sementara konsekuensi manfaat ekonomi kelestarian
Prasetyo, Akuntansi Kelautan dan Perikanan Biru... 365
hayati lautan. Perhatian faktor pelestarian Kondisi ini menciptakan persaingan hasil
lingkungan menjadikan titik sentral tangkapan ikan akibat berlakunya akses
ketersediaan ikan. Hal ini sebagaimana terbuka, akibatnya berat dan biaya sama
dinyatakan Sulistiyono dan Yety [12] serta dengan pendapatan. Oleh karenanya hasil
Solihudin [13] bahwa tiga faktor pelestarian tangkap tidak membuktikan perhitungan
lingkungan berhubungan dengan jumlah keuntungan. Peristiwa ini sejalan dengan
tangkapan ikan di laut yaitu; harga ikan hasil hasil penelitian Sulistiyono dan Yety [12]
tangkapan yang dapat diterima pembeli, serta Anita [6] bahwa timbulnya overfishing
biaya produksi dalam memperoleh ikan, dan sebagai kewajaran atas kondisi alamiah laut
ekspektasi harga nelayan dalam sebagai sumber ikan bebas. Kondisi alamiah
memperhatikan hasil tangkapan yang yang membuat naik dan turunnya hasil
diperoleh. Ketiga faktor yang tangkapan nelayan, sehingga menumbuhkan
mempengaruhi ketersediaan pasokan ikan kesadaran untuk menerima berapapun hasil
dalam suatu wilayah. tangkapan. Kesadaran ini didasarkan pada
Perhatian yang sama juga dilakukan asumsi bahwa selama biaya rata-rata sama
pada hasil penelitian Anita [6] dengan dengan jumlah penerimaan rata-ratanya.
menguji ketiga faktor di atas berdasarkan Kenyataan seperti ini membawa implikasi
analisis komparatif. Hasil menunjukkan sebagaimana merujuk pada Prasetia [15] dan
bahwa perhatian pelestarian lingkungan [11] bahwa hubungan pengaruh langsung
berhubungan positif dengan kelestarian jumlah armada tangkap (atau kapal) yang
sumber daya ikan. Kelestarian yang oleh dioperasikannya terhadap nilai hasil dan
Prasetia [15] sebagai kaitannya dengan biayanya. Hubungan hasil dan biaya
tingkat ekonomi pendapatan atas hasil ditentukan atas jumlah ketersediaan ikan,
tangkap ikan. Perhitungan didasarkan pada artinya semakin besar maka keuntungan
aspek usaha nelayan dengan penggunaan naik. Persamaan yang menghasilkan
armada dan alat tangkap. Perhatian kedua produktivitas tanpa kelestarian ekosistem
aspek ini menunjukkan hubungan persamaan hidup ikan.
sebab akibat, yang dapat dirumuskan Fungsi ekonomi penangkapan ikan
sebagai berikut: ditunjukkan dengan menghasilkan
Populasi Ikan: Xt = Xtb + rXtb – Qt (6) penerimaan rata-rata tanpa kenaikan apabila
Produksi Ikan: Qt = f(Vi . Atj). Xt) (7) kelestarian tidak terjaga [2][5][6][8]. Nilai
Dimana: kelestarian ini berfungsi sebagai kelestarian
Vi =Jumlah tersedianya armada tangkap sumber daya ikan dalam berkembang biak
i, [13]. Berdasarkan uraian tersebut maka
Atj = Pengguna alat tangkap j dan landasan dalam mengembangkan produksi
Xtb = Jumlah ikan tercatat ikan (Qt) adalah sama dengan. kelestarian
Penggunaan persamaan rumus (6) di wilayah keanekaragaman hayati (Qi) sebagai
atas digunakan untuk mengimplikasikan hasil dari perumusan Nilai Tukar Nelayan
bahwa jika tetap mempertahankan (NTN). Hasil dalam hubungan, akan
kelestarian sumber daya ikan, maka rXtb = menghasilkan konsep hasil maksimum
Qt. Selanjutnya persamaan (7) menunjukkan lestari (maximum sustained yield atau MSY)
hubungan langsung produksi dengan usaha berbasis wilayah. Dengan pendekatan ini
dan sumber daya ikan. maka peningkatan pendapatan akan
Perumusan persamaan (6) dan (7) memiliki hubungan dengan kelestarian laut
menunjukkan nilai mutlak (absolut) biru. Biru di sini tidak lain merujuk pada
pengaruh sumber daya ikan sebagai simbol laut dan tentunya ekonomi kelautan
komoditas bebas masuk bagi semua nelayan, dan perikanan yang berbasis
artinya aktivitas penangkapan bersifat bebas. keanekaragaman hayati laut.
366 Jurnal Riset dan Aplikasi: Akuntansi dan Manajemen, Vol. 4, No. 3, bulan 2020, hlm. 360 – 371
Pencapaian ini sejalan dengan yang Respon produksi seperti tuna tersebut
dinyatakan Anita [6] bahwa representatif memberikan pengaruh positif terhadap
persamaan pendapatan dan biaya ketersediaan kapal tangkap. Kapal tangkap
menghasilkan fenomena ketergantungan yang mendukung penggunaan purse seiner
hasil nelayan dengan bioeconomic tempat untuk meningkatkan hasil nelayan. Indikasi
keberadaan ikan. Fenomena yang lebih ini dibuktikan dengan memasukkan pada
lanjut menyatakan bahwa perubahan hasil persamaan 2 bahwa: Produksi Ikan:
tangkap adalah berkorelasi positif dengan Qt=q.Et.Xt, artinya berapapun nilai jumlah
peubah lingkungan kelestarian laut [6]. Hal tangkap memberikan respon elastis indikasi
ini memberikan implikasi bahwa harga ikan penambahan kapal atau inovasi teknologi
dan udang dapat digunakan sebagai fungsi efektif dalam meningkatkan produksi.
intervensi meningkatnya upaya kelestarian, Elastisitas persamaan ini mendukung hasil
dan hal ini ditingkatkan dengan cara penelitian Anita [6] bahwa produksi tuna
perbaikan kualitas tangkap. Kondisi yang terhadap penambahan kapal mempunyai
terhubung dapat memberikan intrepretasi nilai lebih tinggi dari 0.5, artinya setiap
dalam penelitian ini bahwa sewaktu HT, HU tambahan kapal berpengaruh pada hasil
dan HIL (persamaan 11) meningkat, maka tangkap dengan lingkungan bioeconomic
respon armada tangkap (kapal) atau alat laut yang terjaga. Lingkungan ini
tangkap akan sangat agresif sehingga QIT memberikan nilai 1.29 diatas 1 bersifat
akan menurun dengan drastis, dan produksi elastis dari memasukkan nilai 0.5 pada
tuna atau udang ataupun ikan lainnya akan persamaan 2 yang berarti arah positif.
menurun. Fenomena seperti itu terdapat hubungan
Produksi Tuna, Udang dan Ikan antara hasil tangkap dengan konsekuensi
lainnya. Hasil pendugaan (sesuai Tabel 1) ekonomi pendapatan nelayan dari
atas seluruh persamaan hasil tangkap tuna keanekaragaman hayati lautan. Hubungan
dan udang dengan besaran elastisitasnya yang dibuktikan dengan meningkatnya 0.5
formula 18 dan 19 memperoleh tanda dan kelestarian lingkungan meningkatkan dua
besaran parameter pola pengaruhnya, yaitu kali jumlah tangkap ikan tuna. Perhitungan
respon produksi terhadap perubahan alat ini berasumsi bahwa dimensi lingkungan
tangkap. Kondisi ini ditujukan sebagai laut dianggap berpengaruh pada
peubah lag, artinya bahwa angka hasil rata- ketersediaan ikan. Asumsi ini sejalan dengan
rata menjelaskan selisih penurun dari tahun Prasetia [15] dan [17] bahwa kelestarian laut
ke tahun. Selisih ini menunjukkan respon (biru laut) dapat diterima karena ikan akan
alat tangkap adalah negatif. berada. Perhitungan kelestarian yang
Hasil negatif mempengaruhi persamaan memberikan pengaruh atas persamaan
18 bahwa produksi tuna menurun perlu produksi ikan tangkap.
adanya pengurangan alat tangkap yang Persamaan tersebut memberikan
sesuai dengan kondisi bioeconomic tempat dampak untuk menerapkan standar biru
keberadaan ikan. Penurunan hasil tangkap dalam operasinya di ekonomi kelautan dan
tuna berpengaruh pada lingkungan dengan perikanan. Standar biru bermakna bahwa
alat tangkap sebagai variabel pendukung nelayan melakukan kegiatan operasional
[2][6][8][12][13][14]. Mereka menyatakan yang patuh terhadap standar energi dan alat
bahwa pengaruh yang lebih lanjut dijelaskan tangkap. Selain itu, nelayan mempunyai
tentang alat tangkap (purse seiner) bersifat kesadaran untuk menyemai kembali laut
elastis dan tanda parameternya yang dapat sebagai sumber daya ikan terjaga
efektif menangkap tuna. Oleh karena itu keberlanjutannya. Harapan hasil tangkapan
perlu kelestarian habitat tuna dengan nelayan dipengaruhi penetapan harga ikan
pemanfaatan purse seiner yang lebih pada sendiri dan selisih harga saat ini dengan
single operation. selisihnya atas ekonomi terjaganya
Prasetyo, Akuntansi Kelautan dan Perikanan Biru... 369