Anda di halaman 1dari 2

Selain itu, pemerintah juga akan kehilangan devisa hasil ekspor batu bara sekitar US$3 miliar

per bulan. Menurutnya, pemerintah akan kehilangan pendapatan pajak dan non pajak (royalti)
yang juga akan berdampak kepada kehilangan penerimaan pemerintah daerah karena
larangan ekspor tersebut.

Dampak berikutnya adalah arus kas produsen batu bara akan terganggu karena tidak bisa
mengekspor. Kemudian Kapal-kapal tujuan ekspor yang hampir semuanya dioperasikan atau
dimiliki oleh perusahaan negara-negara tujuan ekspor tidak akan dapat berlayar, sehingga
perusahaan akan terkena biaya tambahan oleh perusahaan pelayaran terhadap penambahan
waktu pemakaian (demurrage) yang cukup besar (US$20,000–US$40,000 per hari per kapal).
Pelarangan ekspor batu bara hingga 31 Januari 2022 juga akan mengganggu aktifitas ekspor
batu bara yang saat ini digalakkan pemerintah sebagai salah penghasil devisa utama bagi
negara. “Volume produksi batu bara nasional juga akan terganggu sebesar 38 juta hingga 40
juta metrik ton per bulan,” katanya melalui keterangan resmi, Sabtu (1/1/2022)

Presiden Joko Widodo (Jokowi) secara tegas menerbitkan aturan pelarangan ekspor batu
bara. Di mana pengusaha harus memenuhi terlebih dahulu pasokan batu bara di dalam negeri
sebelum melaksanakan kegiatan ekspor.

Jokowi bahkan menegaskan jika ada pengusaha batu bara yang tidak memenuhi suplai batu
bara di dalam negeri, maka dilarang mengekspor batubara dan izin usahanya akan dicabut.

Hal tersebut diumumkan Jokowi usai PT PLN (Persero) mengabarkan, bahwa telah terjadi
kelangkaan pasokan batu bara untuk kebutuhan listrik di tanah air.

"Jadi, solusi jangka panjang yang harus dipastikan perlu adanya upaya untuk memasok tadi,"
jelas Fabby.

Fabby menyarankan agar pemerintah memikirkan mekanisme, di mana kewajiban DMO batu
bara itu diberikan kepada Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B),
dan IUP dicari mekanisme lain dan tetap dicarikan DMO 25%.

Kebijakan larangan ekspor komoditas terbit setelah adanya laporan dari PLN ihwal kondisi
persediaan batu bara di PLTU dan Independent Power Producer (IPP). PLN melaporkan
pasokan batu bara saat ini sangat rendah.

Selain memberikan rekomendasi kepada pemerintah, APBI menyampaikan masukan untuk


PLN. Setidaknya ada empat rekomendasi pengusaha batu bara tersebut. Pertama, PLN dinilai
perlu lebih fleksibel untuk mengambil batu bara di luar kualitas yang dibutuhkan saat ini
dengan cara blending atau co-firing.

Kedua, PLN perlu menghitung kebutuhan batu bara secara akurat dan tepat dengan
memperhatikan keamanan stok untuk memenuhi komitmen seperti yang tertuang dalam
kontrak. Ketiga, PLN harus membuat rekomendasi kebijakan untuk jangka menengah.
Sedangkan rekomendasi keempat, saat terjadi kelangkaan pasokan, pihak PLN seharusnya
bisa mengambil batu bara dari bagian pemerintah dalam bentuk in-kind. Asosiasi
Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI)

Ancaman mati lampu


Solusi

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa
menilaiLagi pula, menurut Fabby untuk memasok batu bara ke pembangkit-pembangkit PLN
dan swasta bukan perkara mudah.

Pasalnya, kebutuhan batu bara PLN juga banyak yang tidak sesuai dengan kadar batu bara
yang dihasilkan oleh para pengusaha.

"PLN butuh batu bara dengan kalori 4.200 sampai 5.300 Tidak seluruhnya (hasil
pertambangan batu bara) bisa matching dengan itu," tuturnya.

Selain itu untuk produksi batubara 25% dari keseluruhan produksi, dinilai Fabby masih
terlalu kecil, dan tidak semua pengusaha batu bara memiliki fasilitas atau
logistik/infrastruktur yang mendukung.

Ditambah, berdasarkan data pemerintah terdapat lebih 400 Izin Usaha Pertambangan (IUP)
yang tidak memenuhi ketentuan DMO batu bara. Sementara mengawasi ratusan IUP ini tidak
mudah.

Anda mungkin juga menyukai