Kebijakan percepatan pelarangan ekspor bijih nikel yang dilakukan oleh Indonesia pada tahun 2019 melalui Permen ESDM No 11 Tahun 2019 menimbulkan pertanyaan. Pada awalnya Indonesia baru akan memberlakukan pelarangan terhadap ekspor bijih nikel pada tahun 2022 akan tetapi pada tahun 2019 pemerintah Indonesia tiba-tiba mengumumkan bahwa kebijakan pelarangan ekspor bijih nikel akan diberlakukan dua tahun lebih awal. Lantas kebijakan yang tiba-tiba ini mengejutkan banyak pihak, baik itu pihak domestik maupun pihak internasional. Pihak domestik yang diwakili oleh para penambang nikel lokal terkejut dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah tersebut, karena jika kebijakan pelarangan ini ditetapkan maka para penambang berpotensi kehilangan pendapatan pada sektor ekspor. Padahal pada tahun sebelumnya, pemerintah telah memberikan target bagi para penambang untuk segara menyelesaikan pembangunan smelter hingga tahun 2022 sebelum kebijakan tersebut diberlakukan. Namun, dengan adanya kebijakan ini target penambang untuk segera menyelesaikan pembangunan smelter dapat terhambat bahkan berpotensi mengalami kegagalan karena kekurangan modal untuk merampungkan pembangunan smelter tersebut. Di level Internasional, kebijakan Indonesia mendapatkan penolakan yang sangat keras terutama dari negera-negara yang tergabung ke dalam organisasi UE. Mereka menganggap kebijakan pelarangan ekspor bijih nikel yang dilakukan oleh Indonesia telah melanggar ketentuan WTO Pasal XI.1 GATT 1994. Pasal tersebut menyatakan bahwa negara-negara anggota tidak boleh memberlakukan pembatasan kuantitatif terhadap impor atau ekspor. Prinsipnya adalah untuk mendorong perdagangan bebas dengan menghilangkan hambatan kuantitatif yang dapat mengganggu aliran barang lintas negara. Kebijakan pelarangan ekspor bijih nikel ini dianggap telah melanggar prinsip perdagangan bebas tersebut. Melihat bagaimana konsekuensi yang dihasilkan dari adannya kebijakan ini, mengapa pemerintah Indonesia tetap berani untuk mengeluarakan kebijakan tersebut. Ternyata alasan pemerintah berani untuk mengeluarkan kebijakan tersebut adalah karena di pengaruhi oleh besarnya pengaruh Tiongkok melalui investasinya pada bidang industri nikel di Indonesia. Jika kebijakan ini diberlakukan maka salah satu pihak yang akan sangat di untungkan adalah para pengusaha Tiongkok yang ada di Indonesia. Alasanya adalah sebagai berikut: Kebijakan pelarangan ekspor bijih nikel membuat para penambang nikel tidak memiliki pilihan lain selain menjual bijih nikelnya kepada pengusaha smelter Tiongkok dengan harga yang murah. Pasca diterapkannya kebijakan ini pemerintah Indonesia mewajibkan bijih nikel yang telah di tambang untuk diolah di dalam negeri. Akan tetapi harga jual nikel di dalam negeri jauh lebih murah jika dibandingkan dengan harga jual nikel di level internasional. Sehingga langkah pemerintah mengeluarkan kebijakan ini dapat merugikan para penambang karena kehilangan potensi untuk mendapatkan harga jual nikel yang tinggi di level internasional. Sedangkan sebaliknya kebijakan ini justru memberikan efek positif bagi para pengusaha yang telah memiliki fasilitas pengolahan nikel di dalam negeri karena mereka bisa mendapatkan bijih nikel dengan harga yang sangat murah dari para penambang. Fakta bahwa saat ini mayoritas industri pengolahan nikel domestik di kuasai oleh Tiongkok melalui besarnya invesatasi yang telah mereka lakukan di dalam negeri sehingga kebijakan ini sangat menguntungkan para pengusaha Tiongkok di Indonesia. Menghambat negara pesaing mendapatkan nikel dari Indonesia, sekaligus sebagai langkah bagi Tiongkok untuk mengamankan rantai pasokan nikel yang ada di Indonesia. Pada tahun 2030, jumlah EV akan meningkat secara drastis yang membuat permintaan terhadap baterai EV juga ikut meningkat. Salah satu komponen untuk membuat baterai adalah nikel, meningkatnya produksi baterai sama artinya dengan meningkatnya permintaan terhadap bahan baku baterai misalnya seperti nikel. Sedangkan nikel yang tersedia di alam jumlahnya terbatas, sehingga langkah untuk mengamankan rantai pasokan nikel merupakan suatu langkah yang sangat realistis untuk di lakukan oleh Tiongkok. Kebijakan pelarangan ekspor bijih nikel yang dilakukan oleh Indonesia secara tidak langsung ikut membantu Tiongkok untuk mengamankan rantai pasokan nikel Tiongkok yang ada di Indonesia supaya tidak diambil oleh para pesaing, misalnya seperti UE maupaun AS yang sama-sama membutuhkan nikel untuk industrinya pada masa kini maupun di masa depan. Karena kebijakan ini membuat negara lain yang ingin mendapatkan nikel dari Indonesia harus berinvestasi dahulu di Indonesia atau bekerjasama terlebih dahulu dengan perusahaan Tiongkok yang telah berinvestasi di Indonesia. Kebijakan pelarangan ekspor bijih nikel ini menimbulkan citra negatif bagi Indonesia di ranah Internasional, kebijakan ini menimbulkan presepsi bahwa Indonesia adalah negara yang tidak bagus untuk dijadikan tujuan investasi karena kebijakanya yang sering berubah-ubah, sehingga hal ini akan membuat negara lain yang ingin melakukan invesatasi di Indonesia mengurungkan niatanya dan hal ini tentu akan sangat menguntungkan para pengusaha Tiongkok yang ada di Indonesia karena minim pesaing di Indonesia.