Anda di halaman 1dari 185

dr.

Yolina | dr. Khoirul

MASTER CLASS
THT - KL

Jakarta
Jl padang no 5, manggarai, se3abudi, jakarta selatan
T. 021 8317064 | BB. 5a999b9f/293868a2
WA. 081380385694/081314412212
Medan
Jl. Se3abudi no. 65 G, medan P
T. 061 8229229 | BB. 24BF7CD2
w w w . o p t I m a p r e p . c o m
Anatomi Telinga
Membran Timpani
–  Warna pu3h mengkilat seper3 mu3ara
–  Perubahan warna
•  Merah : hiperemi akibat radang
•  Hitam : fungi
•  Kuning : fungi
•  Pu3h: fungi atau asidum borikum pulveratum
–  Perubahan posisi
•  Retraksi : malnubrium mallei memendek karena tertarik ke medial
dan lebih horizontal
•  Bombans: membrana 3mpani terdesak ke latera, cembung, warna
merah
–  Perubahan struktur
•  Perforasi: sentral atau marginal, a3k
•  Ruptura : akibat trauma (berbentuk bintang)
•  Sikatriks: bekas perforasi yang sudah menutup
AUDIOLOGI
Tes Pendengaran
•  Hasil tes pendengaran dapat dinilai secara kuan3ta3f
(tajam pendengaran), dan secara kualita3f (ketulian)

•  Tes bisik
–  Syarat ruangan sunyi, 3dak ada echo, serta ada jarak
sepanjang 6 M
–  Penderita
•  Mata ditutup agar 3dak bisa lihat gerak bibir pemeriksa
•  Telinga yang akan diperiksa dihadapkan ke pemeriksa
•  Telinga yang 3dak diperiksa ditutup agar 3dak salah hasil
•  Minta penderita mengulang dengan keras, kata – kata yang
dibisikkan
•  Teknik pemeriksaan :
–  Penderita dan pemeriksa sama – sama berdiri, penderita
tetap ditempat, pemeriksa yang berpindah tempat
–  Mulai jarak 1 m, dibisikkan 5 atau 10 kata
–  Bila semua kata dapat didengar pemeriksa mundur kejarak
2 m disibisikkan lagi sampai jarak dimana penderita
mendengar 80% kata – kata mendengar 4 dari 5 kata yang
dibisikkan), pada jarak itulah tajam pendengaran pasien.
Uji Penala
•  Cara Pemeriksaan :
–  Tes Rinne à penala digetarkan, tangkainya diletakkan pada
prosesus mastoid, setelah 3dak terdengar penala diletakkan
depan telinga
•  Posi3f (+) bila masih terdengar
•  Nega3f (-) bila 3dak terdengar
–  Tes Weber à penala digetarkan dan tangkai penala
dilerakkan di garis tengah kepala
–  Tes Swabach à penala digetarkan, tangkai penala diletakkan
pada prosesus mastoideus sampai 3dak terdengar bunyi, lalu
segera pindahkan pada prosesus mastoid pemeriksa
•  Memendek bila pemeriksa masih mendengar
Tes Penala
Rinne Weber Schwabach

Normal (+) Tidak ada Sama dengan


lateralisasi pemeriksa
CHL (-) Lateralisasi Memanjang
ke telinga
sakit
SNHL (+) Lateralisasi Memendek
ke telinga
sehat
Note: Pada CHL <30 dB, Rinne masih bisa posi3f

Sources: Soepardi EA, et al, editor. Buku Ajar Ilmu THT-KL. Ed 6. Jakarta: FKUI. 2009
Audiologi Nada Murni
Audiometri nada murni:
•  Ambang Dengar (AD): bunyi nada murni terlemah pada
frekuensi tertentu yang masih dapat didengar oleh telinga
seseorang.
•  Perhitungan derajat ketulian:
(AD 500 Hz + AD 1000 Hz + AD 2000 Hz + AD 4000 Hz) / 4
•  Derajat ketulian:
–  0-25 dB : normal
–  >25-40 dB : tuli ringan
–  >40-55 dB : tuli sedang
–  >55-70 dB : tuli sedang berat
–  >70-90 dB : tuli berat
–  >90 dB : tuli sangat berat
TULI
•  Tuli konduk3f:
–  gangguan hantaran
suara di telinga luar-
telinga tengah
•  Tuli sensorineural:
–  Lesi di labirin, nervus
auditorius, saraf
pusat
•  Tuli campuran
–  Terdapat gabungan
keduanya
Tuli
•  Tuli kondukAf •  Tuli Sensorineural
•  Kelainan di telinga luar : •  Tuli sensorineural
–  Kelainan kongenital : –  Tipe koklea
•  Atresia liang telinga –  Tipe retrokoklea
•  Mikro3a
•  Pemeriksaan Audiometri
–  O33s Eksterna
khusus :
–  Osteoma liang telinga
–  Berfungsi untuk membedakan
–  Sumbatan serumen tuli 3pe koklea atau
•  Kelainan di telinga tengah : retrokoklea
–  Gangguan fungsi tuba –  Jenis tes :
eustakhius •  SISI,ABLB,ToneDecay,
–  Barotrauma •  Tympanometri,Bekessy,BERA,
•  Elektrokokleografi,OAE
–  O33s media
–  Otosklerosis,
Timpanosklerosis
–  Hemo3mpanum
–  Dislokasi tulang pendengaran
Tuli Sensorineural
•  Presbikusis •  Tuli akibat bising (NIHL = Noise Induced
•  Atrofi & perubahan vaskuler pd stria Hearing Loss)
vaskularis. Degenerasi sel-sel rambut •  Kerusakan bagian organ Cor3 :
penunjang di organ Cor3. Berkurangnya membran, stereosilia, sel rambut,
jumlah & ukuran sel ganglion & saraf •  Klinis:
•  Klinis: –  pendengaran terganggu biasanya bilateral
–  Usia >60 tahun –  Telinga berdenging
–  pendengaran berkurang perlahan & –  Riwayat terpajan bising dalam jangka waktu
progresif, simetris, lama
–  Telinga berdenging –  Bising > 85 dB >8 jam perhari atau 40 jam
–  Tidak enak berbicara di tempat ramai perminggu
(Cocktail party deafness) –  Pada gangguan pendengaran cukup berat,
–  Bila mendengar suara keras terasa nyeri sukar menangkap percakapan
(recruitment) –  Uji Penala : R: +, W : tak ada lateralisasi,
–  Uji Penala : R: +, W lateralisasi ke telinga atau lateralisasi ke sisi yg lebih baik (tuli
sehat (tuli sensorineural) sensorineural)
–  Audiogram : tuli sensorineural penurunan –  Audiogram : tuli sensorineural, penurunan
biasanya mulai frek.>1000Hz pada frek 3000- 6000Hz, terdapat takik pd
frek 4000Hz (“Kahart Notch”)
–  Audiometri tutur : gangguan diskriminasi
wicara –  Audiometri tutur : gangguan diskriminasi
wicara
Tuli Sensorineural
•  Tuli akibat obat ototoksik
•  Kerusakan sel rambut, stria vaskularis
•  Klinis:
–  pendengaran terganggu Kadang disertai ver3go
–  Telinga berdenging
–  Riwayat konsumsi obat ototoksik : aminoglikosida, diure3k, an3
inflamasi (salisilat), an3 malaria (Klorokuin), an3 Kanker (CIS
pla3num)
–  Uji Penala : R: +, W : tak ada lateralisasi, atau lateralisasi ke sisi
yg lebih baik (tuli sensorineural)
–  Audiogram : tuli sensorineural, penurunan tajam pada pada
frekuensi 3nggi
–  Audiometri tutur : gangguan diskriminasi wicara
OTITIS EKSTERNA
OAAs Eksterna
Tanda OE:
•  Nyeri jika aurikel ditarik ke belakang
atau tragus ditekan.

•  OAAs externa sirkumskripta


(furuncle)
–  E3ologi: Staph. aureus, Staph. albus
–  Terbatas pada kelenjar minyak/rambut
yg terobstruksi
–  Hanya pada bagian kar3lago telinga,
3dak ada jaringan penyambung di
bawah kulit à sangat nyeri
–  Th/: AB topikal, analge3k/anestesi
topikal.

Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003. Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
O33s Externa
•  OAAs eksterna difus (swimmer’s ear)
–  E3ologi: Pseudomonas, Staph. albus, E. coli.
–  Kondisi lembab & hangat à bakteri tumbuh
–  Sangat nyeri, liang telinga: edema, sempit, nyeri
tekan (+), eksudasi
–  Jika edema berat à pendengaran berkurang
–  Th/: AB topikal, kadang perlu AB sistemik
–  AB: ofloxacin, ciprofloxacin, colis3n, polymyxin B,
neomycin, chloramphenicol, gentamicin, &
tobramycin.
–  Ofloxacin & ciprofloxacin: AB tunggal dengan
spektrum luas untuk patogen o33s eksterna.

Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003. Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
O33s Externa
•  Malignant oAAs externa (necroAzing OE)
–  Pada pasien diabe3k lansia atau imunokompromais.

–  OE dapat menjadi seluli3s, kondri3s, ostei3s,


osteomieli3s à neuropa3 kranial.

–  Liang telinga bengkak & nyeri, jaringan granulasi merah


tampak di posteroinferior sambungan kar3lago dengan
tulang, di 1/3 dalam.
–  Awalnya gatal, lalu cepat menjadi nyeri, sekret (+), &
pembengkakan liang telinga.

–  Th/: an3bio3k topikal & sistemik, debridemen agresif.

Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003.


Diagnos3c handbook of otorhinolaryngology.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Otomikosis
•  The infec3on may be either sub
acute or acute and is characterized
by inflamma3on, pruri3s, scaling and
severe discomfort.

•  The mycosis results in inflamma3on,


superficial epithelial masses of debris
containing hyphae, suppura3on and
pain.

•  In addi3on, symptoms of hearing loss


and aural fullness are as a result of
accumula3on of fungal debris in the
canal.

Pak J Med Sci. 2014 May-Jun; 30(3): 564–567.


Otomikosis (Fungal O33s Externa)

Tatalaksana
Asam asetat 2% dalam alkohol atau povidon iodine 5%
atau an3fungal topikal (nista3n/clotrimazol 1%)
Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003.
Diagnos3c handbook of otorhinolaryngology.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Otomikosis (Fungal O33s Externa)

•  Univariate analysis showed that the predisposing factors for


otomycosis were:
–  frequent swimming in natural or ar3ficial pools (Rela3ve Risk (RR) 3.7;
CI 1.7-8.1),
–  daily ear cleaning (RR 3.5; CI 1.8-6.8) and
–  excessive use of eardrops containing an3bio3cs and cor3coids (RR =
9.3; IC95% = 4.3-20.1).

•  The most common e3ologic agents were:


–  Aspergillus flavus (20.4%), Candida albicans (16.3%), Candida
parapsilosis (14.3%), & Aspergillus niger (12.2%).
OTOSKLEROSIS
OTOSKLEROSIS
•  Spongiosis tulang stapes (tersering) à rigid à 3dak bisa menghantarkan
suara ke labirin
•  Otosklerosis terkait faktor gene3k, ¼-2/3 pasien memiliki saudara dengan
kelainan serupa.
•  Rasio perempuan: laki-laki 2:1.
•  Ketulian mulai 3mbul pada usia 10-30 tahun dan bersifat progresif.

•  Gejala & tanda:


–  Tuli bilateral progresif, tetapi asimetrik
–  Tinnitus
–  Paracusis Willisii: mendengar lebih baik pada ruangan ramai
–  Schwarte sign: membran 3mpani eritema karena vasodilatasi pembuluh darah
promontorium.
–  Tuba Eustachius intak, 3dak ada riwayat trauma atau penyakit telinga lain

•  Terapi: stapedectomy atau stapedomy; digan3 dengan prosthesis.


OTITIS MEDIA
O33s Media

Akut
O33s Media Efusi
(Air Bubble (+))
Infeksi (-)

Kronik
Glue Ear
Oklusi tuba
Akut
< 3 bulan
Infeksi (+) O33s Media
Kronik
> 3 bulan
O33s Media
OAAs Media Efusi
•  Radang mukoperiosteum rongga telinga tengah yang ditandai dengan
adanya cairan dan membrane 3mpani yang utuh.
•  Klasifikasi: Eksuda3va (Aero33s, Barotrauma), Serosa (Kataralis),
Mukoid (Glue Ear)
•  Gejala:
–  Telinga seper3 tertutup atau penuh
–  Tinnitus nada rendah
–  Tuli konduk3f
–  Displakusis (mendengar suara ganda
•  Terapi:
–  Cari pencetusnya
–  Medikamentosa: steroid, dekongestan, an3histamin
–  Definip: pemasangan ear ven<la<on tube (grommet tube)
•  Terjadi ke3ka suatu
oklusi tuba 3dak
teratasi. Terjadi
pengumpulan cairan
serosa di dalam
cavum 3mpani
dengan gejala khas
berupa gelembung
udara pada
pemeriksaan otoskop
(Air Bubble)

O33s Media Efusi


O33s Media Akut
O33s Media Akut
•  E3ologi:
Streptococcus pneumoniae 35%,
Haemophilus influenzae 25%,
Moraxella catarrhalis 15%.
¡  Perjalanan penyakit o33s media akut:
1.  Oklusi tuba: membran 3mpani retraksi atau suram.
2.  Hiperemik/presupurasi: hiperemis & edema.
3.  Supurasi: nyeri, demam, eksudat di telinga tengah, membran
3mpani membonjol.
4.  Perforasi: ruptur membran 3mpani, demam berkurang.
5.  Resolusi: Jika 3dak ada perforasià membran 3mpani kembali
normal. Jika perforasi à sekret berkurang.
1) Lecture notes on diseases of the ear, nose, and throat. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Stadium O33s Media Akut
•  Tahapan:
–  Oklusi tuba: retraksi membran 3mpani
atau berwarna keruh.
–  Hiperemik/presupurasi: tampak
hiperemis dan pelebaran pembuluh
darah.
–  Supurasi: edema yanghebat pada
mukosa telinga tengah, bulging,
demam, nyeri
–  Perforasi: membran 3mpani ruptur,
demam menurun
–  Resolusi: jika membran 3mpani tetap
utuh maka membran 3mpani akan
kembali normal.
Penatalaksanaan OMA
•  Tatalaksana
–  Oklusi tuba: Dekongestan topikal (ephedrine HCl)
–  Hiperemis : AB selama 7 hari (ampicylin/
amoxcylin/ erythromicin) & analge3k + obat tetes
hidung
–  Supurasi: Miringotomi + AB
–  Perforasi: Ear toilet (H2O2 3%) + AB
–  Resolusi: Jika 3dak terjadi fase resolusi, lanjutkan
AB sampai 3 minggu
OMSK
O33s Media Supura3f Kronis
•  Infeksi kronis pada sebagian atau seluruh telinga tengah yang
dikarakteris3kkan dengan perforasi permanen dari membran
3mpani dan adanya sekret telinga yang keluar secara terus
menerus.
•  Dialami diatas 12 minggu
•  Merupakan peradangan pada mukosa telinga tengah yang
gagal mengalami resolusi (kelanjutan dari OMA) sehingga dapat
mengakibatkan erosi ossikula audi3va. Klasifikasi OMK
mengacu pada pembagian anatomis telinga tengah dan
patologi penyakitnya. Adapun pembagian OMK antara lain:
–  Tipe Tubo3mpanal
–  Tipe A3koantral

E3ologi
•  Infeksi aerob 42%
Infeksi : •  Infeksi anaerob 2%
•  Infeksi aerob-anaerob 55%

•  Pseudomonas aeruginosa 31 %,
Bakteri aerob : •  Klebseilla pneumoniae 27%
•  Proteus mirabilis 16%

Bakteri anaerob : •  Bacteroides fragilis 71 %


Patogenesis
Infeksi Akut Telinga Tengah

Respon peradangan: edema, ulserasi,


kerusakan jaringan epitel

Infeksi 3dak dapat teratasi

Terbentuknya jaringan granulasi

Destruksi struktur sekitar


•  Peradangannya terjadi pada regio 3mpani anterior
(meso3mpani, hipo3mpani, tuba eustachius).
•  Perforasi membran 3mpani ditemukan di sentral
•  Tipe Tubo3mpanal ini memiliki dua bentuk
manifestasi klinis, antara lain:
•  Permanent Perfora<on Syndrome
–  Membran 3mpani tetap berlubang sehingga dapat mengakibatkan dry
ear syndrome
•  Persistent Mucosal Disease
–  Terjadi perubahan pada mukosa yang bersifat irreversible. Mukosa
sudah berubah menjadi jaringan fibrosa, jaringan granulasi, hingga
polip. Tipe ini lebih sering terjadi pada mereka yang memiliki penyakit
sistemik atau keadaan imonokompromais.

OMK Tubo3mpanal
(BENIGNA / TIPE AMAN)
•  Peradangannya terjadi pada regio 3mpani posterior
(epi3mpani dan retro3mpani).
•  Dijumpai pada semua umur
•  Sering menimbulkan komplikasi serius akibat drainase
yang kurang baik dikarenakan adanya diafragma 3mpani,
sehingga sering disebut sebagai OMK Maligna
•  Tipe A3koantral ini memiliki dua bentuk manifestasi klinis,
antara lain:
–  Timpanomastoid
•  Ditemukan perforasi membrane 3mpani di a3k atau marginal dengan
discharge yang purulent dan berbau. Tipe ini dapat menimbulkan
komplikasi mastoidi3s.
–  Kolesteatoma
•  Jenis kolesteatoma yang terjadi akibat OMK maligna hanya
kolesteatoma akuisita sekunder.

OMK a3koantral
(MALIGNA / TIPE BAHAYA)
OMSK Maligna dan Benigna
Kelainan Tipe Benigna Tipe Maligna

Daerah terkena Tubo3mpanik A3koantral


Perforasi Anterior atau sentral A3k atau marginal
Nanah Mukoid, 3dak berbau Tebal, berbau busuk
Granulasi Tidak biasa didapat Biasa didapat
Polip Jika ada, pucat, oedem Jika ada, hiperemi, lunak
Tuli Konduk3f ringan-sedang Konduk3f atau campuran
Radiografi mastoid Normal Tidak ada sel udara
Kolesteatoma Sangat jarang Sering
Kolesteatom
Epitel kulit yang berada
di tempat yang salah.

Epitel fisiologis
bertransfromasi akibat:
•  Invaginasi membran
3mpani
•  Invasi epithelial
•  Metaplasia
•  Hiperplasia sel basal
Gejala
Otorrhea

Gangguan pendengaran

Demam, ver3go, atau nyeri dapat menunjukkan adanya


komplikasi intratemporal atau intrakranial.

Riwayat OMSK persisten harus dicurigai sebagai adanya


kolesteatoma.
Pemeriksaan Fisik

KAE: edema, krusta, radang

Otoskop: sekret, perforasi,


jaringan granulasi, kolesteatom

Mukosa telinga tengah yang


terlihat edema dan/atau pucat
Diagnosis OMSK
•  D/ OMSK tegak à perforasi MT + riwayat
otore menetap atau berulang lebih dari 2
bulan
Pemeriksaan Penunjang
Lab
•  Kultur
•  Resistensi

Pencitraan
•  Stenver
•  Schuller
•  Lateral
•  CT Scan
•  Mri

Audiometri
Tatalaksana
OMSK Benigna

•  Prinsip terapi à konserva3f atau medikamentosa


•  larutan H2O2 3 % selama 3-5 hari à sekret yang keluar terus
menerus
•  an3bio3ka dan kor3kosteroid tetes telinga
•  oral à ampisilin atau eritromisin atau ampisilin asam
klavulanat.
•  Bila sekret telah kering, tetapi perforasi masih ada setelah
diobservasi selama 2 bulanà miringoplas3 atau
3mpanoplas3
•  sumber infeksi dioba3 misalnya adenoidektomi dan
tonsilektomi.
OMSK Maligna

•  Prinsip terapi à pembedahan, yaitu


mastoidektomi
•  mastoidektomi dengan atau tanpa
3mpanopplas3
•  konserva3f dengan medikamentosa à
sementara sebelum pembedahan

•  Tujuan pembedahan : Mastoidektomi
sederhana
–  Eradikasi penyakit
yang bertujuan
tercapainya drainase Mastoidektomi radikal

yang baik
–  Menghindari Mastoidektomi radikal
rekurensi infeksi Jenis Pembedahan dengan modifikasi
(operasi Bondy)
–  Mencegah komplikasi
–  Mempertahankan/ Miringoplas<
memperbaiki fungsi
pendengaran
Timpanoplas<
Pembagian Komplikasi OAAs Media
(Souza dkk, 1999)
Komplikasi O33s Media dibagi menjadi:
•  Komplikasi Intratemporal à telinga
tengah, rongga mastoid, telinga
dalam (Mastoidi3s, Facial palsy,
Labrynthi3s, Labrynthine fistula
Petrosi3s, Postauricular fistula
Subperiosteal abscess)
•  Komplikasi Ekstratemporal :
–  Komplikasi intrakranial à abses
ekstradura, abses subdura, abses
otak, meningi3s, tromboflebi3s sinus
lateralis, hidrosefalus o3kus
–  Komplikasi ekstrakranial à abses
retroaurikuler, abses Bezold’s, abses
Luc’s, abses Citelli, abses zigoma3kus

Komplikasi OMSK
MASTOIDITIS
•  Peradangan pada mukoperiost selule mastoid atau tulang
mastoid
•  Tanda dan Gejala: Otorea yang profusE, Discharge kuning,
kental, dan berbau, Rasa sakit di belakang telinga spontan
atau dipresipitasi dengan penekanan, Tuli konduksi.

•  Terdapat dua bentuk
kolesteatoma pada Kolesteatom
manusia, yakni
kolesteatoma kongenital
dan kolesteatoma akuisita.

•  Kolesteatoma sendiri
merupakan kantung atau
jaringan abnormal di telinga
tengah yang berisi sel epitel
gepeng berlapis
terkera3nisasi dan sifatnya
destruk3f sehingga dapat
merusak tulang-tulang
pendengaran.
Kolesteatoma Kongenital
•  Berasal dari sisa-sisa embrional ectoderm
•  Sering juga disebut sebagai primary epidermoid tumor
•  Bisa terdapat di telinga (apex os petrosus atau kavum
3mpani) maupun luar telinga (ginjal atau sinus
paranasal)
•  Penegakan diagnosis:
–  Tidak ada riwayat infeksi sebelumnya (o33s media)
–  Tidak terdapat oklusi tuba
–  Membran 3mpani intak
–  Lokasi umumnya di apex os petrosus sehingga sering
menimbulkan parese N VII
Kolesteatoma Akuisita
Primer
–  Disebabkan oleh obstruksi tuba kronik sehingga terjadi retraksi
membrane shrapnel à membentuk kantung di epi3mpani
–  Sering juga disebut sebagai retraksi kolesteatoma atau invaginasi
kolesteatoma
Sekunder
–  Kausa utamanya iala o33s media kronik
–  Bersifat invasive dan agresif sehingga dapat menyebabkan erosi
tulang pendengaran, labirini3s, meningi3s, dan parese N VII
–  Hipotesa penyebab kolesteatoma jenis ini:
•  Teori Metaplasia
–  Peradangan persisten à epitel kavum 3mpani mengalami metaplasia dari
kolumner à kuboid à skuamosa à kolesteatoma.
•  Teori Imigrasi
–  Perforasi marginal à epitel kulit canalis auditorius eksternus masuk ke dalam
kavum 3mpani à kolesteatoma.
RHINITIS
DIAGNOSIS CLINICAL FINDINGS
Riwayat atopi. Gejala: bersin, gatal, rinorea, konges3. Tanda: mukosa
RINITIS ALERGI
edema, basah, pucat atau livid, sekret banyak.

Gejala: hidung tersumbar dipengaruhi posisi, rinorea, bersin. Pemicu: asap/


RINITIS
rokok, pedas, dingin, perubahan suhu, lelah, stres. Tanda: mukosa edema,
VASOMOTOR
konka hipertrofi merah gelap.
Hipertrofi konka inferior karena inflamasi kronis yang disebabkan oleh
infeksi bakteri, atau dapat juga akrena rini3s alergi & vasomotor. Gejala:
RINITIS HIPERTROFI
hidung tersumbat, mulut kering, sakit kepala. Sekret banyak &
mukopurulen.
Disebabkan Klesiella ozaena atau stafilokok, streptokok, P. Aeruginosa pada
RINITIS ATROFI / pasien ekonomi/higiene kurang. Sekret hijau kental, napas bau, hidung
OZAENA tersumbat, hiposmia, sefalgia. Rinoskopi: atrofi konka media & inferior,
sekret & krusta hijau.

Hidung tersumbat yang memburuk terkait penggunaan vasokonstriktor


RINITIS
topikal. Perubahan: vasodilatasi, stroma edema,hipersekresi mukus.
MEDIKAMENTOSA
Rinoskopi: edema/hipertrofi konka dengan sekret hidung yang berlebihan.

RhiniAs akut: umumnya disebabkan oleh rhinovirus, sekret srosa,


RINITIS AKUT demam, sakit kepala, mukosa bengkak dan merah.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
RiniAs Vasomotor
DESKRIPSI
keadaan idiopa3k yang didiagnosis tanpa adanya infeksi, alergi, eosinofilia, hormonal
BATASAN atau pajanan obat

belum diketahui; Dicetuskan oleh rangsang non-spesifik à asap, bau, alkohol, suhu,
ETIOLOGI
makanan, kelembaban, kelelahan, emosi/stres
Anamnesis: Hidung tersumbat bergan3an kiri dan kanan, tergantung posisi pasien
disertai sekret yang mukoid atau serosa yang dicetuskan oleh rangsangan non
spesifik
DIAGNOSIS Rinoskopi anterior: Edema mukosa hidung, konka merah gelap atau merah tua
dengan permukaan konka dapat licin atau berbenjol (hipertrofi) disertai sedikit sekret
mukoid
Penunjang: Eosinofilia ringan, tes alergi hasil (-)

1.  Menghindari s3mulus


2.  Simptoma3s: dekongestan oral, kor3kosteroid topikal, an3kolinergik topikal,
TATALAKSANA kauterisasi konka, cuci hidung)
3.  Operasi (bedah-beku, elektrokauter, atau konkotomi)
4.  Neurektomi nervus vidianusà bila cara lain 3dak berhasil
Buku ajar ilmu THT 2007
Rini3s medikamentosa
•  Kelainan hidung berupa gangguan respons normal vasomotor
akibat pemakaian vasokonstriktor topikal (tetes hidung atau
semprot hidung) dalam waktu lama dan berlebihan, sehingga
menyebabkan sumbatan menetap à terjadi rebound dilata<on dan
rebound conges<on
•  Anjuran: pemakaian obat topikal sebaiknya 3dak lebih dari 1
minggu
•  PF: edema/hipertrofi konka dengan sekret berlebihan. Apabila
diberi tampon, edema 3dak berkurang
•  Tatalaksana:
–  hen3kan obat vasokonstriktor topikal hidung
–  Berikan kor3kosteroid topikal hidung, dekongestan oral
–  steroid oral dosis 3nggi jangka pendek dan tappering off (jarang sampai
diperlukan),

Sources: Soepardi EA, et al, editor. Buku Ajar Ilmu THT-KL. Ed 6. Jakarta: FKUI. 2009
Rhini3s Medikamentosa
•  Patofisiologi rhini3s medikamentosa 3dak diketahui sepenuhnya.
•  Diduga karena penurunan produksi norepinefrin endogen oleh mekanisme
feedback. Pada pemakaian dekongestan jangka panjang/penghen3an pemakaian,
saraf simpa3s 3dak bisa menjaga vasokonstriksi karena produksi norepinefrin
tersupresi.
Rhini3s Medikamentosa
•  Tatalaksana:
–  Edukasi untuk menghen3kan pemakaian
dekongestan
–  Minggu pertama penghen3an adalah yang paling
berat.
–  Kos3kosteroid nasal dapat membantu
meringankan gejala withdrawal. KS oral jangka
pendek, 5-10 hari dapat menyertai KS nasal.
Atrophic Rhini3s/Ozaena
•  Atrophic rhini3s is a chronic condi3on characterized by:
–  progressive atrophy of the nasal mucosa
–  nasal crus3ng
–  nasal dryness (caused by atrophy of glandular cells)
–  Fetor/foul smell from the nose
–  Other symptoms: epistaxis, loss of smell, cacosmia (even normal
smells are perceived as foul) and nasal obstruc3on
•  Onset usually at puberty, more common in female
•  E3ology:
–  Primary: Klebsiella ozaena
–  Secondary: auer sinonasal surgery/trauma, granulomatous
diseases (sarcoidosis, leprosy), and infec3ons (tuberculosis and
syphilis).
Atrophic Rhini3s
ExaminaAon Treatment
•  Rhinoscopy: widening of •  Nasal douching/irriga3on
nasal cavity •  Removal of crusts by
•  CT scan: atrophy of forceps or suc3on
turbinates •  Topical an3bio3c for severe
infec3on characterized by
purulent secre3ons/fever
•  Surgical management

Normal nose CT scan (leu) and CT


scan of nose in atrophic rhini3s
(right). Note difference in nasal
cavity and turbinates.
Tatalaksana RhiniAs Atrofi
•  Irigasi hidung dgn NS hangat minimal 2 kali sehari
•  Setelah irigasi à lubrikasi mukosa nasal dgn petroleum
jelly, xylitol-containing saline sprays, or personal
lubricants.
•  An3bio3k dpt ditambahkan ke larutan irigasi jika cairan
nasal tetap purulen selama lebih dari 2 hari . An3bio3k
dpt diteruskan hingga purulen hilang.
•  An3bo3k awal yg dapat digunakan à mupirosin
•  Jika curiga gram nega3f à quinolon atau aminoglikosida.
•  The oral administra3on of an3bio3cs may also be
required for acute infec3ons à pakai broad spectrum AB
Tatalaksana RhiniAs Atrofi
Operasi
•  A number of surgical procedures have been proposed; however,
controlled trials have not been performed to adequately assess
their efficacy.
Ø Operasi Young à Penutupan total rongga hidung dengan flap
Ø Operasi Young yang dimodifikasi à penutupan lubang hidung
dengan meninggalkan 3 mm yang terbuka.
Ø Operasi Lautenschlager à memobilisasi dinding medial antrum
dan bagian dari etmoid, kemudian dipindahkan ke lubang
hidung.
Ø Implantasi submukosa dengan tulang rawan, tulang, dermofit,
bahan sinte3s seper3 teflon, campuran triosite dan lem fibrin.
Ø Transplantasi duktus paro3s ke dalam sinus maksila
(operasi Wiwmack) dengan tujuan membasahi mukosa hidung

Rhini3s Alergi
Deskripsi
•  Rhini3s alergi adalah penyakit inflamasi yang
Diagnosis Anamnesis: Serangan bersin berulang terutama bila terpajan alergen
disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien
disertai rinore yang encer dan banyak, hidung tersumbat, gatal,
lakrimasi, riwayat atopi
atopi yang sebelumnya sudah tersensi3sasi
PF dan Rinoskopi anterior: Mukosa edema, basah, pucat/livid, sekret
banyak, allergic shiner, allergic salute, allergic crease, facies adenoid,
dengan alergen yang sama serta
geographic tongue, cobblestone appearance
dilepaskannya suatu mediator kimia ke3ka
Penunjang: Darah tepi: eosinofil meningkat, IgE spesifik meningkat,
Sitologi hidung, Prick test, Alergi makanan : food challenge test
terjadi paparan berulang.
Terapi •  Hindari faktor pencetus
•  Medikamentosa (an3histamin H1, oral dekongestan, kor3kosteroid topikal,
sodium kromoglikat)
•  OperaAf konkotomi (pemotongan sebagian konka inferior)à bila konka
inferior hipertrofi berat.
•  Imunoterapià dilakukan pada kasus alergi inhalan yang sudah 3dak
responsif dengan terapi lain. Tujuan imunoterapi adalah pembentukan IgG
blocking an3body dan penurunan IgE.
RhiniAs Alergi
•  Klinis
–  Pada rhinoskopi anterior: mukosa edema, basah,
pucat/livid
–  Allergic shiner: bayangan gelap dibawah mata
akibat stasis vena
–  Allergic salute: anak menggosok-gosok hidung
dengan punggung tangan karena gatal
–  Allergic crease: penggosokan hidung berulang
akan menyebabkan 3mbulnya garis di dorsum
nasi seper3ga bawah.
Rhini3s alergi
Rini3s Alergi

Allergic rhini3s management pocket reference 2008


Rini3s Alergi
EPISTAKSIS
Epistaksis
Penatalaksanaan
•  Perbaiki keadaan umum
–  Nadi, napas, tekanan darah

•  Hen3kan perdarahan
–  Bersihkan hidung dari darah & bekuan
–  Pasang tampon sementara yang telah dibasahi adrenalin
1/5000-1/10000 atau lidokain 2%
–  Setelah 15 menit, lihat sumber perdarahan

•  Cari faktor penyebab untuk mencegah rekurensi


–  Trauma, infeksi, tumor, kelainan kardiovaskular, kelainan
darah, kelainan kongenital
Epistaksis
•  Epistaksis anterior:
–  Sumber: pleksus kisselbach plexus atau a. ethmoidalis
anterior
–  Dapat terjadi karena infeksi & trauma ringan, mudah
dihen3kan.
–  Penekanan dengan jari selama 10-15 menit akan menekan
pembuluh darah & menghen3kan perdarahan.
–  Jika sumber perdarahan terlihat à kauter dengan AgNO3,
jika 3dak berhen3 à tampon anterior 2 x 24 jam.

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.


Epistaksis
•  Epistaksis Posterior
–  Perdarahan berasal
dari a. ethmoidalis
posterior atau a.
sphenopala3na, sering
sulit dihen3kan.
–  Terjadi pada pasien
dengan hipertensi
atau arteriosklerosis.
–  Terapi: tampon
bellocq/posterior
selama 2-3 hari.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
SINUSITIS
Diagnosis
Acute Rhinosinusi3s
Rhinosinusi3s Clinical Findings
Two or more symptoms, included nasal obstruc3on or nasal
discharge as one of them and: facial pain/pressure or
hyposmia/anosmia.

Chronic sinusi3s Subacute: 4 weeks-3 months. Chronic: > 3 months. Symptoms


are nonspesific, may only consist of 1 or 2 from these →
chronic headache, post nasal drip, chronic cough, throat
disturbace, ear disturbance, sinobronchi3s.
Dentogen sinusi3s The base of maxilla are processus alveolaris, where tooth roots
are located. Tooth infec3on can spread directly to maxillary
sinus. Symptoms: unilateral sinusi3s with purulent nasal
secrete & foul breath.
Fungal sinusi3s Predisposi3on: diabetes, neutropenia, AIDS, long term
treatment in hospital. E3ology: Candida or Aspergillus.
Symptoms/signs: unilateral sinusi3s which not responded by
an3bio3c, destroyed sinus wall, greyish white membrane

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.


SinusiAs Paranasal
•  Terdapat 4 sinus paranasal,
yaitu: sinus maksila, sinus
frontal, sinus etmoid, dan
sinus sfenoid
•  Sinusi3s à inflamasi
mukosa sinus paranasal
•  Dipicu oleh rhini3s à
rhinosinusi3s
•  E3ologi : rini3s, polip,
kelainanan anatomi hidung,
gangguan silia, infeksi gigi,
kelainan imunologik, infeksi
tonsil
Mangunkusomo E., Soetjipto D. Sinusi3s dalam Soepardi E. A. et al : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. FKUI. 2007
Gejala
•  Nyeri tekan di daerah •  hwp://
sinus shentherapies.com.au/
•  Sakit kepala 521-2/
•  Hiposmia/anosmia
•  Halitosis
•  Post-nasal drip

hwp://www.3pdisease.com/2013/12/sinusi3s-sinus-infec3on-causes.html

Mangunkusomo E., Soetjipto D. Sinusi3s dalam Soepardi E. A. et al : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. FKUI. 2007
Diagnosis
•  Anamnesis
•  Pemeriksaan fisikà rinoskopi anterior dan posterior
•  Foto polos: posisi waters, PA, lateral. Tapi hanya menilai
sinus-sinus besar (maksila & frontal). Kelainan yang tampak:
perselubungan, air fluid level, penebalan mukosa.
•  CT scan: mampu menilai anatomi hidung & sinus, adanya
penyakit dalam hidung & sinus, serta perluasannya → gold
standard. Karena mahal, hanya dikerjakan utk penunjang
sinusi3s kronik yang 3dak membaik atau pra-operasi untuk
panduan operator.
•  Sinuskopi à pungsi menembus dinding medial sinus maksila
atau meatus inferior dengan alat endoskop.

Mangunkusomo E., Soetjipto D. Sinusi3s dalam Soepardi E. A. et al : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. FKUI. 2007
Rhinosinusi3s
•  Terapi rhinosinusi3s
–  Tujuan:
•  Mempercepat penyembuhan
•  Mencegah komplikasi
•  Mencegah perubahan menjadi kronik
–  Prinsip:
•  Membuka sumbatan di kompleks osteomeatal (KOM) → drainasi & ven3lasi
pulih
–  Farmakologi:
•  AB amoksisilin 10-14 hari
•  Dekongestan
•  Lain-lain: analge3k, mukoli3k, steroid oral/topikal, NaCl
–  Operasi
•  untuk sinusi3s kronik yang 3dak membaik, sinusi3s disertai kista atau kelainan
ireversibel, polip ekstensif, komplikasi (kelainan orbita, intrakranial,
osteomieli3s, kelainan paru), sinusi3s jamur.

Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.


Waters Caldwell

hwps://id.pinterest.com/yamahafreddy/skull-sinuses-facial-bones/ imageradiology.blogspot.co.id/2012/09/x-ray-pns-posi3on-occipito-frontal.html
Modalitas X-Ray
Foto Deskripsi
Waters Maxillary, frontal, & ethmoidal sinus

Schedel PA & lateral PA: frontal sinus


Lateral: frontal, sphenoidal, & ethmoidal sinus

Schuller Lateral mastoid


Towne Posterior wall of maxillary sinus
Stenver Os Temporal
Caldwell Frontal sinus,inferior and posterior orbital rim
Rhese/oblique Posterior of ethmoidal sinus, op3c canal, &
floor of orbit.
VERTIGO
VerAgo
Dizziness/pusing: VESTIBULAR NONVESTIBULAR
•  Ver3go/ves3bular dizziness (vesAbular (visual &
–  Sensasi badan terasa berputar system) propriocepAve)
–  Penyebab: sistem ves3buler Spinning, Swaying, floa3ng,
Sensa3on
rota3ng rocking lightheaded
•  Nonver3ginous/ Dura3on Episodic Constant
nonves3bular dizziness
–  Imbalance, disekuilibrium (rasa Precipita3ng Head or body
Stress,
akan jatuh), sinkop/presinkop factor movement
hyperven3la3on,
(rasa akan pingsan, seper3 cardiac arrhythmia
melayang)
Naisea, vomit,
–  Penyebab: sistem
Associated 3nitus, Paleness, paresthesia,
nonves3bular
symptoms deafness, syncope
•  Sistem propriospe3f, sistem
oscillopsia
visual
•  Kardiovaskular (hipotensi,
anemia, aritmia)
•  Psikogenik, hiperven3lasi *Oscillopsia: sensasi pandangan yang bergerak menjauh
& mendekat (osilasi)
VerAgo

Sistem vesAbular:
–  Perifer: kanalis semisirkularis & organ otoli3k (sakula
dan utrikula), nervus ves3bularis
–  Sentral: batang otak, serebelum, lobus temporal.
VerAgo
Peripheral VerAgo Central VerAgo
Involving Inner ear, ves3bular nerve Brainstem, cerebellum,
cerebrum
Onset Sudden Gradual
Nausea, vomizng Severe Varied
Hearing symptom Ouen Seldom
Neurologic symptom - Ouen
Compensa3on/resolu3on Fast Slow
Spontaneous nystagmus Horizontal, rotatoir Ver3cal
Posi3onal nystagmus Latency (+), fa3gue (+) Latency (-), no fa3gue (-)
Calory nystagmus Paresis Normal
Nystagmus

Ver3go of peripheral origin generally


manifests by horizontal, rotatory, or absent
nystagmus, but horizontal nystagmus is not VerAcal nystagmus is
a specific sign of peripheral verAgo. It is the considered specific
most common type of nystagmus observed in for central verAgo.
pa3ents with cerebellar infarc3on.

Nystagmus of
Nystagmus consists central origin
of slow eye characteris3cally is
movement in one worsened by
direc3on followed fixa3on of gaze,
by rapid recovery
NYSTAGMUS while peripheral
movement in the nystagmus may be
opposite direc3on. ameliorated.

hwp://emedicine.medscape.com
VerAgo of Central Origin
CONDITION DETAILS

Migraine Ver3go may precede migraines or occur concurrently

Ischemia or hemorrhage in vertebrobasilar syndrome


Vascular disease
can affect brainstem or cerebellum func3on

Demyelina3on disrupts nerve impulses which can


Mul3ple sclerosis
result in ver3go

Ver3go resul3ng from focel epilep3c discharges in the


Ves3bular epilepsy
temporal or parietal associa3on cortex

Cerebellopon3ne
Benign tumours in the interal auditory meatus
tumours
Pemeriksaan Gangguan
Keseimbangan Sentral
•  Finger to nose to finger test
•  Past poin3ng test
•  Heel to shin test
•  Disdiadokinesis
•  Tandem Gait Test
Disdiadokinesis

Heel to shin
Tandem Gait
Ver3go of peripheral origin

CondiAon Details
BPPV Brief, posi3on-provoked ver3go episodes caused by
abnormal presence of par3cles in semisircular canal
Meniere’s disease An excess of endolymph, causing distension of
endolympha3c system (ver3go, 3nnitus, sensorineural
deafness)
Ves3bular neuroni3s Ves3bular nerve inflamma3on, most likely due to virus
Acute labyrinthi3s Labyrinth inflamma3on caused by viral or bacterial
infec3on
Labyinthine infarct Compromises blood flow to labyrinthine
Labyrinthine concussion Damage auer head trauma
Perylimnph fistula Labyrinth membrane damage resul3n in perylimph
leakage into middle ear
Diagnosis Ver3go
Medikamentosa Ver3go
Terapi kausal : sesuai dengan penyebab
Terapi simptoma3k :
•  Ca-entry blocker (mengurangi ak3vitas eksitatori SSP dengan menekan pelepasan
glutamat, menekan ak3vitas NMDA spesial channel, bekerja langsung sebagai
depressor labirin):
•  Flunarisin (Sibelium) 3x 5-10 mg/hr
•  An3histamin (efek an3kolinergik dan merangsang inhibitory; monoaminergik dengan
akibat inhibisi n. ves3bualris) : Cinnarizine 3 x 25 mg/hr, Dimenhidrinat (Dramamine)
3 x 50 mg/hr.
•  Histaminik (inhibisi neuron po3sinap3k pada n. ves3bularis lateralis) : Betahis3ne
(Merislon) 3 x 8 mg. (dianggap lebih efek3f dibandingkan flunarizin)
•  Feno3azine (pada kemoreseptor trigger zone dan pusat muntah di M. oblongata):
Chlorpromazine (largak3l) : 3 x 25 mg/hr
•  Benzodiazepine (Diazepam menurunkan res3ng ac3vity neuron pada n. ves3butaris) 3
x 2-5 mg/hr
•  Pengobatan simptoma3k otonom (mis. muntah) : Metoclopramide (Primperan,
Raclonid) 3 x 10 mg/hr

BPPV
BPPV dan Non-BPPV
–  Menurut neurotologi secara umum Ver3go Perifer terdiri
atas dua jenis gangguan yakni: BPPV dan Non-BPPV
–  Manifestasi ver3go ves3buler perifer non-BPPV
diantaranya adalah Penyakit Meniere, Labirini3s, akibat
ototoksisitas, hingga neuroma akus3k.


Ver3go Periver: BPPV vs nonBPPV

BPPV Non-BPPV
Tidak selalu diprovokasi gerakan
Diprovokasi gerakan kepala
kepala
Diagnosis: Perasat Dix-Hallpike, Diagnosis: Head Thrust (Impulse) Test,
Sidelying, Roll Dynamic Visual Acuity Test
Nistagmus ves3buler pada tes posisi:
Nistagmus vesAbuler pada tes posisi:
arah ke sisi telinga yang sehat, 3dak
arah ke sisi telinga yang sakit,
terdapat masa laten, dapat terjadi
terdapat masa laten, dapat terjadi
reverse nistagmus, 3dak selalu
reverse nistagmus, terdapat decay
ditemukan decay (fenomena
(fenomena kelelahan).
kelelahan).
Sistem Ves3bular
Sistem Ves3bular
Sistem Ves3bular
•  BPPV disebabkan oleh debris yang berasal dari
utrikulus (nama lama: otolith, nama baru: canalith)
masuk ke kanalis semisirkularis & melekat pada kupula
atau mengambang di dalam endolimf.

•  Debris di kanalis semisirkularis bergerak karena


gravitasi & mendorong kupula à ver3go.

•  Mayoritas BPPV disebabkan oleh debris di kanalis


semisirkularis posterior, tetapi juga dapat masuk ke
kanalis semisirkularis horizontal & superior.
Diagnosis BPPV
•  BPPV is diagnosed based on medical history, physical examina3on,
the results of ves3bular and auditory (hearing) tests, and possibly
lab work to rule out other diagnoses.
•  Ves3bular tests include the Dix-Hallpike maneuver and the Supine
Roll test.
–  These tests allow a physician to observe the nystagmus elicited in
response to a change in head posiAon. The problema3c semicircular
canal can be iden3fied based on the characteris3cs of the observed
nystagmus.
•  Dix-Hallpike (also referred to as the Nylen-Barany) manoeuvre is
the definiAve diagnosAc test for posterior canal BPPV
Dix Hallpike
Horizontal Canal BPPV
•  Supine head turn
maneuver to
determine the
presence and
affected side of
horizontal canal
benign paroxysmal
posi3onal ver3go
(Pagnini-McClure
maneuver/supine
roll test)
BPPV
Manuver BPPV
Kanalis Manuver Manuver
Semisirkularis DiagnosAk TerapeuAk

Dix Hallpike atau Epley atau Liberatory
Posterior
Sidelying (Semont)

Epley atau Liberatory


Dix Hallpike atau
Anterior (Semont)
Sidelying

Supine Roll test Lempert (Barbeque roll)


Horizontal
(Pagnini-McClure) atau Gufoni
Tatalaksana:
Epley
maneuver
•  Home treatment
for BPPV: Brandt
Daroff maneuver
–  3 sets x 5
repe33ons/day
for 2 weeks
–  Success rate 95%
–  Mostly complete
relief auer 30 sets
(10 days)
•  Symptoma3c treatment:
–  An3ver3go (ves3bular suppressant)
•  Ca channel blocker: flunarizin
•  Histaminic: betahis3ne mesilat
Ø Betahis3n Mesylate dengan dosis 12 mg, 3 kali sehari per oral.
Ø Betahis3n HCl dengan dosis 8-24 mg, 3 kali sehari. Maksimum 48
mg dibagi dalam beberapa dosis.
•  An3histamin: difenhidramine, sinarisin
–  An3eme3c:
•  prochlorperazine, metoclopramide
–  Psycoaffec3ve:
•  Clonazepam, diazepam for anxiety & panic awack
MENIERE, LABIRINITIS, & NEURITIS
VESTIBULER
Meniere Disease
•  Patofisiologi: akibat hidrops endolimfe
•  Gejala meniere: sensorineural hearing loss, ver3go perifer,
fluctua<ng aural fullness.
•  Menurut consensus ICVD (Interna<onal Classifica<on of Ves<bular
Disorders) didiagnosis sebagai definite meniere apabila terdapat:
–  Minimal terdapat 2 gejala ver3go ves3buler perifer spontan dengan
durasi minimal 20 menit
–  SNHL (frekuensi rendah-sedang) yang terdokumentasi melalui
audiometri yang terjadi saat atau setelah serangan episodik ver3go.
–  Fluctua<ng aural symptoms (seper3 3nnitus, telinga terasa penuh) à
biasanya unilateral
–  Kemungkinan diagnosis ves3buler lain telah disingkirkan.
Meniere
•  Tatalaksana Umum •  Terapi Spesifik keluhan Kronis
–  Prochlorperazine 10 mg, 3x1,
–  Mengurangi konsumsi garam
maksimal 1.5-2.0 gram per hari –  Asam nico3nic, 50 mg, 3x1
sebelum makan
–  Berhen3 merokok
–  Betahis3n 8 mg, 3x1
–  Membatasi konsumsi air –  Diure3c; furosemid 40 mg,
–  Membatasi konsumsi kopi, the, diberikan selang seling
alcohol.
•  Terapi bedah
•  Saat Serangan –  Prosedur konserva3f misalnya;
dekompresi kantung
–  Tirah baring dengan kepala lebih
endolympha3c, operasi shunt
3nggi dari badan endolympha3c, sacculotomy,
–  Dimenhydrinate atau pemotongan syaraf ves3bular,
promethazine labirynthectomy,


Labirini3s
•  Disebut juga sebagai o33s interna (inflamasi pada labirin atau
saraf VIII ganglion koklearis)
•  Biasanya menyebabkan ver3go dan tuli mendadak
•  Ketulian melibatkan sistem konduk3f dan sensorineural
•  E3ologinya masih belum diketahui pas3, namun diduga akibat
infeksi (seringnya virus), cedera kepala, hingga stress dan
alergi.
•  Merupakan salah satu indikator dari OMSK Maligna
Neuri3s Ves3buler

•  Disebut juga sebagai epidemic ver3go
•  E3ologi terbanyak akibat infeksi virus pada ganglion
ves3bularis
•  Serangan ver3go mendadak dengan intensitas berat
(sering ditemukan nistagmus spontan) disertai dengan
gejala otonom hebat (mual/muntah)
•  Dapat ditemukan SNHL namun kasusnya sangat jarang
ditemukan, biasanya pasien hanya mengeluhkan
adanya 3nnitus.
•  Penyebab tersering ke dua gangguan ves3buler perifer
TRAUMA MAKSILOFASIAL
Fraktur Nasal
–  Adanya riwayat trauma hidung dan epistaksis.
–  Pemeriksaan radiologi sederhana dapat dilakukan dengan
foto polos kepala proyeksi waters, darisana dapat
dievaluasi septus dorsal pirmaida dan dinding lateral
hidung.
–  Tatalaksana:
•  Reduksi tertutup, indikasi:
»  Fraktur tulang hidung unilateral atau bilateral
»  Fraktur dari kompleks nasoseptal dengan deviasi nasal kurang dari
setengah panjang dorsum nasi
•  Reduksi terbuka

Fraktur KOMPLEKS NOE
(Naso-Orbita-Ethmoid)
•  Arah benturan ke bagian sentral wajah
dengan kekuatan yang sebenarnya
3dak begitu besar.
•  Biasanya berhubungan dengan; trauma
basis kranii, trauma orbita, dan trauma
duktus nasolakrimal.
•  Mekanisme: Nasal piramid menerima
tekanan yang kuat sehingga prosesus
frontalis maksila dan prosesus nasal-
frontalis terdorong ke belakang à
fraktur nasoethmoid.


Fraktur Zigoma

•  Lazim juga dikenal sebagai Tetrapod Fracture à 4 ar3kulasi:
maksila, frontal, sfenoid, dan temporal.
•  Tanda Gejala: Asimetri wajah (tonjolan pipi berkurang, lebaw
wajah meningkat), gangguan saraf N.II, dystopia kantus
lateral, diplopia, trismus.

FRAKTUR MAKSILA
(LEFORT I - TRANSVERSAL)
•  Bagian yang terkena: Foramen ethmoid anterior, foramen
ethmoid posterior, kanalis op3kus, fisura orbitalis superior,
fisura orbitalis inferior, fosa lakrimalis, dan septum nasi.
•  Bagian yang terkena: Kanalis auditorius eksterna, fossa
glenoid, lateral pterigoid plate, fosa lakrimal, spina
nasalis, foramen infraorbita.

FRAKTUR MAKSILA
(LEFORT II - PYRAMID)
FRAKTUR MAKSILA
(LEFORT III – craniofacial disjunc<on)
•  Bagian yang terkena: Foramen magnum, konka
media, konka inferior, septum nasi, prosesus
pterogoideus, lamina pterigoid medial, lamina
pterigoid lateral, proses zigoma3kus, os malar.

Fraktur Mandibula
•  Mandibula merupakan struktur tulang yang berbentuk seper3
tapal kuda, dan memiliki tujuh porsi.
•  Ar3kulasio dengan dasar tengkorak melalui TMJ bilateral.
•  Tanda Gejala: disrupsi arkus mandibular, asimetri,
glossoptosis, displacement segment mandibular
(menyebabkan maloklusi), disrupsi meatus akus3kus
eksternus, trimus, laserasi intraoral, anestesi pada bibir
bawah, gusi, dan gigi karena nervus alveolaris inferior
terkena.
Fraktur Mandibula
TONSILITIS
Tonsilli3s
•  Acute tonsilli3s:
–  Viral: similar with acute rhini3s +
sore throat
–  Bacterial: GABHS, pneumococcus, S.
viridan, S. pyogenes.
•  Detritus → follicular tonsilli3ts
•  Detritus coalesce → lacunar tonsilli3s.
•  Sore throat, odinophagia, fever, malaise,
otalgia.
•  Th: penicillin or erythromicin

•  Chronic tonsilli3s
–  Persistent sore throat, anorexia, dysphagia, &
pharyngotonsillar erythema
–  Lymphoid 3ssue is replaced by scar à widened
crypt, filled by detritus.
–  Foul breath, throat felt dry.
Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007.
Diagnos3c handbook of otorhinolaryngology.
Tonsili3s
•  Indikasi tonsilektomi:
–  Serangan tonsili3s lebih dari 3ga kali pertahun walau
dengan terapi adekuat
–  Menimbulkan maloklusi gigi dan gangguan pertumbuhan
orofasial.
–  Sumbatan jalan nafas
–  Infeksi kronis seper3 rhini3s, sinusi3s dan peritonsili3s.
–  Nafas berbau
–  Tonsili3s berulang yang disebabkan oleh grup A
streptococcus beta hemoli3kus
–  Hipertrofi tonsil yang curiga keganasan
–  O33s media efusa/ o33s media supura3f.
Tonsilektomi

Current diagnosis & treatment in otolaryngology. 2nd ed. McGraw-Hill.


Terapi tonsilofaringi3s bakterial
•  An3bio3k
–  Penisilin G benza3n 50.000 U/kgBB IM dosis tunggal atau
amoksisilin 50 mg/kgBB dosis dibagi 3 kali sehari selama 10 hari
(anak) atau pada dewasa 3 x 500 mg selama 6-10 hari
–  Eritromisin 4 x 500 mg
•  Kor3kosteroid
–  Dexamethasone 8-16 mg, IM 1 kali; pada anak 0,08-0,3 mg/
kgBB IM 1 kali
•  Analge3k
•  Kumur dengan air hangat atau an3sep3k
•  Recurrent tonsilli<s may be managed with the same
an<bio<cs as acute GABHS pharyngi<s.

Buku Ajar THT | Emedicine


ABSES LEHER DALAM
Abses Leher Dalam
DIAGNOSIS CLINICAL FEATURES

ABSES Odynophagia, otalgia, vomit, foetor ex ore, hypersaliva3on, hot potato


PERITONSIL voice, & some3mes trismus.

ABSES 1.Trismus, 2. Angle mandible swelling, 3. Medial displacement of lateral


PARAFARING pharyngeal wall.

In children: irritability,neck rigidity, fever,drolling,muffle cry, airway


ABSES
compromise
RETROFARING
In adult: fever, sore throat, odynophagia, neck tenderness, dysnea

SUBMANDIBULAR Fever, neck pain, swelling below the mandible or tongue. Trismus ouen
ABSCESS found. If spreading fast à bilateral, celluli3s à ludwig angina

LUDWIG/ Swelling bilaterally, hypersaliva3on, airway obstru3on caused by


LUDOVICI retracted tongue, odynophagia, trismus, no purulence (no 3me to
ANGINA develop)
1) Menner, a pocket guide to the ear. Thieme; 2003. 2) Buku Ajar THT-KL FKUI; 2007. 3) Cummings otolaryngology. 4th ed. Mosby; 2005.
Abses Leher Dalam
ABSES ABSES ABSES ABSES ANGINA
PERITONSIL RETROFARING PARAFARING SUBMANDIBULA LUDOVICI

ISPA, Seluli3s ec
Komplikasi Penjalaran Penjalaran
ETIOLOGI limfadeni3s penjalaran
tonsili3s infeksi infeksi
retrofaring infeksi

Odinofagia, Trismus, Nyeri, dasar


otalgia, Nyeri, disfagia, Trismus, pembengkakan mulut
GEJALA DAN regurgitasi, demam, leher indurasi bawah membengkak
TANDA foetor ex ore, kaku, sesak sekitar angulus mandibula/ mendorong
hipersalivasi, napas, stridor mandibula bawah lidah, lidah
trismus fluktuasi kebelakang

Paltum mole Dinding Riwayat sakit


bengkak, uvula belakang faring gigi, mengorek
PEMERIKSAAN rontgen rontgen
terdorong, ada benjolan atau mencabut
detritus unilateral gigi

An3bio3k, obat AB parenteral


AB parenteral AB parenteral AB parenteral
kumur, pungsi, dosis 3nggi,
TERAPI dosis 3nggi, dosis 3nggi, dosis 3nggi, insisi
insisi, insisi
insisi abses insisi
tonsilektomi
Abses Leher Dalam

Peritonsillar abscess Parapharyngeal abscess

Retropharyngeal abscess Submandibular abscess


Abses Peritonsil/ Quinsy
Peritonsillar abscess
Inadequately treated tonsilli3s à spread of infec3on à pus forma3on between the
tonsil bed & tonsillar capsule

Symptoms & Signs


Quite severe pain with referred otalgia
Odynophagia & dysphagia à drooling
Irrita3on of (medial/internal) pterygoid musculature by pus & inflamma3on à
trismus
unilateral swelling of the palate & anterior pillar à displace the tonsil downward &
medially à uvula toward the opposite side

Therapy
Needle aspira3on: if pus (-) à celluli3s à an3bio3c. If pus (+) à abscess .
If pus is found on needle aspirate, pus is drained as much as possible.
Abses Peritonsil
•  Abses peritonsil terjadi akibat komplikasi tonsili3s akut atau infeksi yang
bersumber dari kelenjar mucus Weber di kutub atas tonsil. Biasanya
unilateral
•  Biasanya kuman penyebabnya sama dengan kuman penyebab tonsili3s.
•  Selain gejala dan tanda tonsili3s akut, terdapat juga odinofagia (nyeri
menelan) yang hebat, biasanya pada sisi yang sama juga dan nyeri telinga
(otalgia), muntah (regurgitasi), mulut berbau (foetor ex ore), hipersalivasi,
suara sengau, dan (trismus), serta pembengkakan kelenjar submandibula
dengan nyeri tekan
•  Pada stadium permulaan (stadium infiltrat), selain pembengkakan, tampak
permukaan hiperemis.
•  Bila proses berlanjut, daerah tersebut lebih lunak dan kekuningan. Tonsil
terdorong ke tengah, depan, dan bawah, uvula bengkak, dan terdorong ke
sisi kontralateral.
•  Bila terus berlanjut, peradangan jaringan di sekitarnya menyebabkan
iritasi m.pterigoid interna, sehingga 3mbul trismus.
Infiltrat peritonsil Abses peritonsil
Waktu (setelah 1—3 hari 4—5 hari
tonsili3s akut)
Trismus Biasanya kurang/ 3dak ada Ada

Untuk memas3kan infiltrate atau abses peritonsil, dilakukan pungsi percobaan


di tempat yang paling bombans (umumnya pada kutub atas tonsil).
•  Jika pus (+): abses
•  Jika pus (-): infiltrate

Terapi abses peritonsil:
Stadium infiltrasi Stadium abses
•  An3bio3ka dosis 3nggi •  Bila telah terbentuk abses, dilakukan
penisilin 600.000-1.200.000 unit atau insisi drainase.
ampisilin/amoksisilin 3-4 x 250-500 •  Kemudian dianjurkan operasi
mg atau sefalosporin 3-4 x 250-500 tonsilektomi, paling baik 2-3 minggu
mg, metronidazol 3-4 x 250-500 mg). sesudah drainase abses.
•  Obat simtoma3k
•  Kumur-kumur dengan air hangat dan
kompres dingin pada leher.
KEGANASAN ANGIFIBROMA
NASOFARING TIPE JUVENILE
Keganasan
History Physical Exam. Diagnosis Treatment

unilateral obstruc3on &


Laki-laki usia 50an yang rhinorrea. Diplopia, proptosis .
terpapar nikel, krom, Bulging of palatum, cheek Ca sinonasal Surgery
formalin, dan terpen3n protrusion, anesthesia if
involving n.V

Orang tua, yang merokok,


Posterior rhinoscopy: mass at
suka makan yang terlalu
fossa Rosenmuller, cranial Radiotherapy,
panas, zat pengawet.
nerves abnormality, KNF chemoradia3on,
Tinnitus, otalgia epistaxis,
enlargement of jugular lymph surgery.
diplopia, neuralgia
nodes.
trigeminal.

Painful ulcera3on with


Nyeri pada tenggorokan.
indura3on of the tonsil. Lymph Ca tonsil Surgery
otalgia. Air liur berdarah
node enlargement.

Anterior rhinoscopy: red shiny/


Laki-laki usia muda dengan Juvenile
bluish mass. No lymph nodes Surgery
keluhan sering mimisan angiofibroma
enlargement.
Angiofibroma nasofaring 3pe
juvenile
•  Angiofibroma juvenile:
–  Tumor jinak pembuluh darah di nasofaring
–  E3ologi: masih belum diketahui, namun diduga berasal dari dinding posterolateral
atap rongga hidung
–  Ciri-ciri: laki-laki, usia 7-19 tahun, jarang >25 tahun
–  Gejala klinis: hidung tersumbat yang progresif & epistaksis berulang yang masif
–  Obstruksi à sekret ter3mbun à rinorea kronik à gangguan menghidu
–  Bila menutup tuba à tuli, otalgia, bila ke intrakranial à sefalgia hebat

•  Rinoskopi posterior:
–  Massa tumor kenyal, warna abu-abu, merah muda, kebiruan
–  Mukosa tumor hipervaskularisasi, dapat ulserasi

•  Sifat: secara histologi jinak, secara klinis ganas karena dapat mendestruksi tulang
Diffuse swelling (arrow) is seen in the
molar region on the right side of the face.

Well-circumscribed, ovoid swelling


(arrow) is seen in the midline of the sou
palate.
•  Macroscopic
well defined, mucosalised, red/purple
lobulated mass arising in the nasopharynx
from the lateral wall, posterior tomiddle
turbinate
Pemeriksaan Penunjang
•  Plain radiograph
–  Holman-miller sign à The anterior bowing of the posterior wall of the maxillary
antrum which is seen on lateral skull film or cross-sec3onal imaging.
–  visualisa3on of a nasopharyngeal mass
–  opacifica3on of the sphenoid sinus
–  widening of the pterygmaxillary fissure and pterygopala3ne fossa
–  erosion of the medial pterygoid plate
•  CT Scan
–  lobulated non-encapsulated sou 3ssue mass is demonstrated centred on
the sphenopala3ne foramen
–  Holman miller sign
•  MRI
•  Angiography
–  Defining feeding vessels and preopera3ve emboliza3on
•  External caro3d artery
•  Internal caro3d artery
X-Ray
•  Plain lateral view skull x-ray –
Anterior bowing of the posterior wall of the
maxillary sinus can be seen, called Holman-miller
sign/ Antral sign à pathognomonic
of angiofibroma, but also seen in slow growing
tumor like neurofibroma
•  X-ray paranasal opacifica3on of the sphenoid sinus
which may spread to also include the maxillary and
ethmoid sinuses.
•  Now-a-days, the diagnosis is based on the CT and
MR appearances that are some3mes confirmed by
angiography.
•  Biopsy is contra-indicated because of brisk
haemorrhage.
CT Scan
•  The exact extent or stage of the tumour can
only be determined by a combina3on of CT
and MR imaging and this is vital for planning
the surgical resec3on.
•  CT is excellent for bone detail.
•  Both plain and contrast (lesion enhances) CT
should be done.
•  CT reveals the extent of the lesion and helps
in staging of the disease.
•  CT scan best ilustrate an anterior bowing to
the posterior maxillary sinus wall (Holman
Miller sign) in cross sec3onal (axial/ sagiwal)
imaging due to tumor in the pterygomaxillary
space on axial CT
Angiography
•  Diagnos3c angiography is
performed to iden3fy the feeder
vessel and to embolise it pre-
opera3vely.
•  Supply of these tumours is usually
via:
–  external caro3d artery: majority
•  internal maxillary artery
•  ascending pharyngeal artery
•  pala3ne arteries
–  internal caro3d artery: less
common, usually in larger tumours
•  sphenoidal branches
•  ophthalmic artery
Treatment
•  Radiotherapy
–  Stereotac3c radiotherapy (ie, Gamma Knife) delivers a lower dose of radia3on
to surrounding 3ssues.
–  Conformal radiotherapy in extensive juvenile nasopharyngeal angiofibroma
(JNA) or intracranial extension provides a good alterna3ve to conven3onal
radiotherapy
•  Surgery
–  A lateral rhinotomy, transpalatal, transmaxillary, or sphenoethmoidal route is
used for small tumors
–  The infratemporal fossa approach is used when the tumor has a large lateral
extension.
•  Preopera3ve emboliza3on
•  Hormonal therapy
–  The testosterone receptor blocker flutamide was reported to reduce stage I
and II tumors to 44%. Despite tumor reduc3on with hormones, this approach
is not rou3nely used.
KARSINOMA NASOFARING
Karsinoma Nasofaring

•  Karsinoma nasofaring merupakan


keganasan pada nasofaring dengan
predileksi pada fossa Rossenmuller.
Prevalensi tumor ganas nasofaring
di Indonesia cukup 3nggi, 4,7 per
100.000 penduduk.
•  Faktor risiko melipu3: infeksi oleh
EBV, makanan berpengawet, dan
gene3k

Karsinoma Nasofaring
Insepsi Invasi lokal
•  Gene3k •  Mukus campur darah
Silent period •  Sumbatan tuba
•  Lingkungan
eustachius
•  Viral

Kelenjar limfe retrofaringeal/


Penyebaran penyebaran lokoregional
(paranasofaringeal/
sistemik parafaringeal, erosi dasar
tengkorak)
Manifestasi Klinis
Gejala dapat dibagi dalam lima kelompok, yaitu:
1.  Gejala nasofaring
2.  Gejala telinga
3.  Gejala mata
4.  Gejala saraf
5.  Metastasis atau gejala di leher
Manifestasi Klinis
•  Gejala telinga:
–  rasa penuh di telinga,
–  rasa berdengung,
–  rasa 3dak nyaman di telinga
–  rasa nyeri di telinga,
–  o33s media serosa sampai perforasi membran
3mpani
–  gangguan pendengaran 3pe konduk3f, yang
biasanya unilateral
Manifestasi Klinis
•  Gejala hidung:
–  ingus bercampur darah,
–  post nasal drip,
–  epistaksis berulang
–  Sumbatan hidung unilateral/bilateral

•  Gejala telinga, hidung, nyeri kepala >3 minggu
à suges3f KNF
Manifestasi Klinis
•  Gejala lanjut à Limfadenopa3 servikal
•  Penyebaran limfogen
•  Konsistensi keras, 3dak nyeri, 3dak mudah
digerakkan
•  Soliter
•  KGB pada leher bagian atas àjugular
superior, bawah angulus mandibula
Manifestasi Klinis
•  Gejala lokal lanjut à gejala saraf
•  Penjalaran petrosfenoid à dapat mengenai
saraf anterior (N II-VI), sindroma petrosfenoid
Jacob
•  Penjalaran petroparo3dean à mengenai saraf
posterior (N VII-XII), sindrom horner, sindroma
petroparatoidean Villaret
DIAGNOSIS
•  Rhinoskopi posterior •  DPL
•  Nasofaring direct/indirect •  Evaluasi gigi geligi
•  Biopsi •  Audiometri
•  CT Scan/ MRI •  Neurooualmologi
•  FNAB KGB •  Ro Torax
•  Titer IgA an3 : •  USG Abdomen, Liver
–  VCA: sangat sensi3f, Scinthigraphy
kurang spesifik •  Bone scan

–  EA: sangat kurang sensi3f,
spesifitas 3nggi
PENGOBATAN
•  Radioterapi
Stadium dini àtumor primer
Stadium lanjut àtumor primer (elek3f),
KGB membesar
•  Kemoterapi
Stadium lanjut / kekambuhan àsandwich
•  Operasi
–  sisa KGB à diseksi leher radikal
–  Tumor ke ruang paranasofaringeal/ terlalu besar à
nasofaringektomi

EPIGLOTITIS
EpigloAAs
•  Acute bacterial epigloz3s
–  Life-threatening, medical emergency due to infec3on with edema of
epiglozs and aryepiglozc folds
•  Organism
–  Haemophilus influenzae type B: most common (bacil gram -, needs
factor X and V for growth)
–  Also caused by Pneumococcus, Streptococcus group A, Viral infec3on
– herpes simplex 1 and parainfluenza
•  Age
–  Typically between 3-7 years
–  Peak incidence has become older over last decade and is now closer to
6-7 years
•  Loca3on
–  Purely supraglozc lesion
•  Associated subglozc edema in 25%
–  Associated swelling of aryepiglozc folds causes stridor
Epiglo33s
•  Classical triad is: drooling, dysphagia and distress (respiratory)
•  Abrupt onset of respiratory distress with inspiratory stridor
•  Sore throat
•  Severe dysphagia, muffled voice/hot potato voice
•  Older child may have neck extended and appear to be sniffing due
to air hunger
•  Resembles croup clinically, but think of epigloz3s if:
–  Child can not breathe unless sizng up
–  “Croup” appears to be worsening
–  Child can not swallow saliva and drools (80%)
•  Cough is unusual
Tripod sign
•  Pt appears anxious
•  Leans forward with
support of both
forearms
•  Extends neck in an
adempt to maintain an
open airway
Inves3ga3ons
1. Flexible laryngoscopy: carried out only in ICU or
OT with intuba3on / tracheostomy set ready
2. Post-intubaAon direct laryngoscopy
3. Plain x-ray sof Assue of neck lateral view
4. Culture from epiglohs during intubaAon:
+ve in 15% cases of H. influenzae
5. Blood culture: +ve in 15% cases of H. influenzae
X-ray sou 3ssue neck
•  Lateral view taken in erect posiAon only (Supine
posi3on may close off airway)
–  Enlargement of epiglozs (thumb sign)
–  Absence of well defined vallecula (Vallecula sign)
–  Thickening of aryepiglozc folds (cause for stridor)
–  Circumferen3al narrowing of subglozc por3on of trachea
during inspira3on (25% cases)
–  Ballooning of hypopharynx
Thumb Sign pada epiglo33s Gambaran epiglo3s normal
X-ray sou 3ssue neck

Red arrow = enlarged epiglohs


Yellow arrow = thickened ary-epiglohc folds
X-ray diagnosis?
2-year-old boy with
fever, stridor, tripoding
and NO cough.

Epiglottitis P
E V
•  Epiglottis (E) –
wide (thumb-
like)
C
•  Vallecula -
shallow Epiglottis (E)
•  Trachea - Vallecula (V)
normal Vocal cords (C)
•  Prevertebral Trachea (T)
T
soft tissue - Prevertebral soft
normal tissue (P)
Epiglottis (E)
X-ray diagnosis? Vallecula (V)
15-month-old boy with fever,
mild stridor, and barking Vocal cords (C)
cough. Trachea (T)
Prevertebral soft tissue (P)

Croup P
•  Epiglottis - normal E V
•  Vallecula - normal
•  Trachea (T) – narrow,
subglottic edema C
•  Prevertebral soft tissue -
normal

Ha169
Epiglo33s
•  Diff Diagnosis: Croup
–  Dilata3on of the hypopharynx
–  Dila3on of the laryngeal ventricle
–  Narrowing of the subglozc trachea
–  Epiglozs is normal
•  Tx:
–  Secure airway
–  May require intuba3on or emergency tracheostomy
–  Some use IV steroids
–  Empiric an3bio3c therapy
Acute Viral croup Bacterial Spasmodic R.P.
epiglohAs croup croup abscess

Age (yr) 3-7 1-3 1-8 1-3 1-3

Voice Normal or Hoarse Hoarse Hoarse Hoarse


muffled
Cough Absent Barking Barking Barking Absent
seal-like seal-like seal-like
Stridor Inspiratory Biphasic Biphasic Biphasic Inspiratory

Dysphagia Severe Absent Absent Absent Severe


+ drooling
Fever > 102 F < 102 F > 102 F < 102 F > 102 F

Posture Quiet, Restless, Restless, Restless, Restless,


sizng supine supine supine sizng
DIFTERI
Diferi
•  Penyebab : toksin Corynebacterium diphteriae
•  Organisme:
–  Basil batang gram posi3f
–  Pembesaran ireguler pada salah satu ujung (club shaped)
–  Setelah pembelahan sel, membentuk formasi seper3 huruf cina
atau palisade
•  Gejala:
–  Gejala awal nyeri tenggorok
–  Bull-neck (bengkak pada leher)
–  Pseudomembran purulen berwarna pu3h keabuan di faring,
tonsil, uvula, palatum. Pseudomembran sulit dilepaskan. Jaringan
sekitarnya edema.
–  Edema dapat menyebabkan stridor dan penyumbatan sal.napas

Todar K. Diphtheria. hwp://textbooko•acteriology.net/diphtheria.html


Demirci CS. Pediatric diphtheria. hwp://emedicine.medscape.com/ar3cle/963334-overview
hwps://www.cdc.gov/diphtheria/clinicians.html

Diphteria ClassificaAon
•  Respiratory diphtheria
–  Nasal diphtheria
•  Pilek ringan dangan atau tanpa gejala sistemik
•  Sekret hidung
•  Tampak pseudomembran pu3h pada septum nasi
–  Pharyngeal and tonsillar diphtheria
•  nyeri tenggorok
•  Bull-neck (bengkak pada leher)
•  Pseudomembran purulen berwarna pu3h
keabuan di faring, tonsil, uvula, palatum
–  Laryngeal diphtheria
•  Stridor progresif dan suara parau, batuk kering
•  Demam 3nggi, lemah, sianosis, pembengkakan
KGB leher
•  Cutaneous diphtheria
–  Any break in the skin, can became infected
with diphteria
–  It made ulcera3on and usually covered by a
gray-brown pseudomembrane
178
hwp://4.bp.blogspot.com/
Diueri
•  Pemeriksaan :
–  Pemeriksaan Gram & Kultur; sediaan berasal dari swab tenggorok, jika
bisa diambil dibawah selaput pseudomembran
–  Kultur bisa menggunakan medium cys3ne tellurite blood agar (CTBA),
medium hoyle dan medium 3nsdale à medium selek3f untuk kultur
Corynebacterium diphtheriae
–  Untuk megisolasi Corynebacterium digunakan agar darah telurit (Mc
Leod), sebagai media selek3f, setelah inkubasi selama 24 jam koloni
bakteri terlihat berwarna abu-abu tua-hitam.
–  Selanjutnya untuk biakan murni Corynebacterium digunakan media
perbenihan Loeffler dalam tabung
–  Pemeriksaan : Pemeriksaan Gram & Kultur; sediaan berasal dari swab
tenggorok, jika bisa diambil dibawah selaput pseudomembran

Todar K. Diphtheria. hwp://textbooko•acteriology.net/diphtheria.html


Demirci CS. Pediatric diphtheria. hwp://emedicine.medscape.com/ar3cle/963334-overview
Tatalaksana Umum
•  Pasien harus diisolasi sampai masa akut selesai dan
biakan hapusan tenggorok nega3f 2 kali berturut turut
•  Pasien tetap diisolasi dan 3rah baring selama 2-3
minggu
•  Bila pasien gelisah, iritabel, atau terdapat gangguan
pernafasan yang progresif dilakukan trakeostomi
•  Pasien dengan diueria laring dijaga agar nafas tetap
bebas dan dijaga kelembaban udara dengan nebulizer
spesifik
Tatalaksana
•  AnAtoksin: harus diberikan segerah setelah diagnosis
dibuat. Sebelum diberikan, harus dilakukan skin test.
(dosis ADS lihat tabel)
•  Anbio3k: Penisillin prokain 50.000-100.000 Unit/
kgBB IM per hari selama 10-14 hari atau eritromisin
40-50 mg/kgBB/hari dibagi 4 dosis selama 10-14 hari
•  Hindari oksigen kecuali jika terjadi obstruksi saluran
repirasi (Pemberian oksigen dengan nasal prongs
dapat membuat anak 3dak nyaman dan
mencetuskan obstruksi)
PPK RSCM & Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO.
Dosis ADS pada Diferi
Tipe Diferia Dosis ADS Cara Pemberian

Diueri hidung 20.000 IM

Diueri tonsil 40.000 IM/IV

Diueri faring 40.000 IM/IV

Diueri laring 40.000 IM/IV

Kombinasi lokasi di atas 80.000 IV

Diueria + penyulit, bullneck 80.000-100.000 IV

Terlambat berobat > 72


80.000-100.000 IV
jam (lokasi di mana saja)
Tatalaksana
•  Jika anak demam (≥ 39o C) beri parasetamol.
•  Jika sulit menelan, beri makanan melalui pipa
nasogastrik.
•  Tirah baring 2-3 minggu
•  Kor3kosterod dianjurkan pada kasus diueria
dengan gejala penyerta obstruksi saluran nafas
bagian atas ( dengan atau tanpa bullneck ) dan
bila terdapat penyulit miokardi3s.
–  Prednison dengan dosis 2mg/kgBB/hari yang
diturunkan secara bertahap.
Tindakan Kesehatan Masayarakat
•  Rawat anak di ruangan isolasi
•  Lakukan imunisasi pada anak serumah sesuai
dengan riwayat imunisasi
•  Berikan eritromisin pada kontak serumah
sebagai 3ndakan pencegahan (12.5 mg/kgBB,
4xsehari, selama 3 hari)
•  Lakukan biakan usap tenggorok pada keluarga
serumah

Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. WHO.

Anda mungkin juga menyukai