Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

Tujuan Pembelajaran:
Setelah mempelajari bab ini, diharapkan mahasiswa dapat:
1. Menjelaskan prinsip-prinsip dasar pengelompokkan yang digunakan oleh para ahli
taksonomi
2. Menjelaskan pengertian nomenklatur dan dapat menulis nama latin hewan invertebrata
dengan benar
3. Menyebutkan pengklasifikasian hewan invertebrata
4. Menggunakan istilah anatomi dalam menjelaskan ciri anatomi dan struktur dari hewan
invertebarata.
I. MATERI PEMBELAJARAN
A. Taksonomi Invertebrata

Taksonomi berasal dari bahasa Yunani, taxis berarti menyusun atau susunan dan
nomos berarti peraturan atau tata cara. Makna taksonomi adalah peraturan untuk
menyusun atau tata cara menyusun. Jadi, taksonomi adalah sebagai suatu studi
teoreti s tentang pengklasifi kasian atau penggolongan organisme, termasuk dasar-
dasar, prinsip-prinsip, prosedur, dan aturan-aturannya. Oleh karena yang
dibicarakan di sini adalah hewan maka dalam hal ini yang kita bicarakan tentunya
klasifi kasi hewan. Klasifi kasi hewan tentunya berarti penggolongan hewan ke
dalam kelompok-kelompok atau kumpulan tertentu berdasarkan hubungan
kekerabatannya, yaitu yang berkaitan dengan konti nuitas (kontak), kemiripan atau
keduanya. Berdasarkan uraian tersebut terlihat bahwa subjek dari klasifi kasi
adalah organisme (hewan), sedangkan subjek dari taksonomi adalah klasifi kasi.
Isti lah lain yang mempunyai kemiripan dengan klasifi kasi adalah sistemati ka, yaitu
studi ilmiah tentang jenis-jenis dan keanekaragaman organisme dan semua hubungan
kekerabatan di antara organisme tersebut. Invertebrata atau Avertebrata adalah
sebuah isti lah yang diungkapkan oleh Chevalier de Lamarck untuk menunjuk hewan
yang ti dak memiliki tulang belakang.

Tujuan dilakukannya pengelompokkan yaitu untuk memudahkan cara mempelajari


makhluk hidup, serta menunjukkan kekerabatan (relationship). Sebagaimana juga
tumbuhan, klasifikasi pada invertebrata pun mengalami berbagai masalah. Oleh karena itu
bentuk dan cara pengklasifikasian invertebrata belum dapat ditentukan secara tegas dan
pasti, baik ditinjau dari sudut pengelompokannya maupun dari sudut kesempurnaan
hewannya itu sendiri. Sejak zaman Aristoteles pengelompokan hewan di alam ini telah
mengalami beberapa kali perubahan, bahkan pengelompokan ke dalam katagori takson
filum pun berbeda-beda sesuai dengan dasar atau kriteria pengelompokan yang digunakan
oleh masing-masing ahli.
B. Dasar-Dasar Pengklasifikasian
Adapun dasar yang digunakan dalam pengklasifikasian adalah sebagai berikut:
1. Berdasarkan evolusi
Mungkin skema klasifikasi yang paling umum ditemukan adalah
kerangka taksonomi yang dipergunakan oleh Carolus Linnaeus sejak tahun 1758.
Kerangka tersebut bersifat hierarki (Linnaean Hierarchy), artinya setiap takson
mempunyai susunan atau tersusun dari kelompok-kelompok taksa yang lebih
rendah. Urutan tingkatan takson tersebut adalah sebagai berikut.
Kingdom
Filum
Kelas
Ordo
Famili
Genus
Spesies
Kelompok hewan dalam satu filum memiliki tingkat kesamaan yang
tinggi dalam hal morfologi dan perkembangan. Selain itu, juga memiliki
hubungan kekerabatan yang lebih erat jika dibandingkan dengan anggota hewan
dari filum lain. Diperkirakan, bahwa semua hewan dalam suatu filum berasal atau
berevolusi dari satu nenek moyang. Implikasi evolusi tersebut tentunya juga
berlaku untuk setiap tingkatan kategori taksonomi. Tingkat taksonomi spesies
memiliki tambahan arti secara biologis. Spesies adalah unit yang paling dasar
dalam biologi, yang didefinisikan sebagai satu kelompok individu yang sangat
serupa dan mampu mengadakan perkawinan di antara individu-individu tersebut
(inbreeding). Secara teoritis, anggota satu spesies pasti terisolasi secara
reproduktif dari anggota spesies lain atau dengan kata lain setiap spesies
memiliki sebuah gene pool yang tidak dapat diakses oleh anggota dari spesies yang
lain.
Semua anggota dari suatu kelompok taksonomi haruslah berasal dari
satu nenek moyang; jadi pengelompokannya harus secara monofiletik. Para
ilmuwan biasanya menduga dengan menerka asal-usul dari kelompok hewan
berdasarkan studi pola perkembangan, morfologi, dan karakteristik biokimiawi,
maupun dari penelitian catatan fosil. Analisis perbandingan molekuler dari
struktur protein, seperti DNA dan RNA antarspesies dapat juga merubah sudut
pandang dalam klasifikasi. Akan tetapi, sejarah evolusi dari kelompok hewan
yang berbeda tidak dapat diketahui secara pasti dan mereka-reka atau
menduga kemungkinan hubungan kekerabatan bukanlah hal yang mudah. Tidak
ada prosedur baku untuk menentukan hubungan evolusi. Banyak
ketidaksetujuan pada hal tersebut, ini tercermin dalam literatur yang diterbitkan
antara 20-30 tahun belakangan. Pada dasarnya, masalah yang banyak
diperdebatkan sekarang menyangkut pentingnya kesamaan fenotipik antartaksa,
perbedaan fenotipik antartaksa dan tingkat kemampuan seseorang untuk mengakui
(suatu fakta) bahwa fenotip dapat menjadi suatu indikator yang salah arah
untuk menjelaskan kesamaan dan perbedaan genetik. Melalui proses konvergensi,
hewan-hewan yang berkerabat jauh dapat menyerupai satu sama lain secara
nyata. Sebagai contoh mata gurita (Moluska, Cephalopoda) sangat mirip
dengan mata manusia sehingga organ visual ini dipercaya bersifat analog dan
homolog, tapi tidak menunjukkan hubungan kedekatan evolusi antara vertebrata dan
moluska.
Berdasarkan habitat dan cara hidup
Hewan dapat pula dikategorikan berdasarkan habitat atau cara hidupnya.
Kategori ini mencerminkan derajat kesamaan ekologi dan bukan hubungan
evolusi. Contohnya, ada kelompok hewan teresterial ditujukan untuk kelompok
hewan yang hidup di daratan. Kelompok hewan laut adalah kumpulan kelompok
hewan yang hidup di lautan. Hewan laut dapat pula dikelompokkan menjadi
intertidal (hidup pada daerah pasang-surut dan terpapar dengan udara secara
teratur); subtidal (hidup di bawah garis surut sehingga tidak terkena udara,
kecuali pada kondisi ekstrem); atau laut lepas. Sebagai tambahan hewan juga dapat
dikelompokkan menurut kemampuan atau ketidakmampuannya dalam bergerak
yaitu hidup bebas (bebas bergerak), sesil (tidak bergerak) atau sedentari
(memiliki kemampuan bergerak yang terbatas). Beberapa organisme perairan
memiliki kemampuan gerak yang tidak berarti jika dibandingkan dengan
pergerakan medium tempat hidupnya. Kelompok hewan seperti ini disebut
planktonik (dari bahasaYunani yang berarti terpaksa terapung atau berkelana).
Hewan juga sering dikategorikan menurut cara makannya. Contoh sebagian
spesies hewan ada yang herbivore (pemakan tanaman), lainnya karnivora
(pemakan daging) atau bahkan ada yang omnivore (pemakan segala). Sebagian
spesies hewan malah ada yang menghisap partikel makanan berukuran kecil
dari media di sekitarnya (suspension feeder) atau spesies lainnya memakan
sedimen dan mencerna komponen organik yang terkandung di dalamnya sewaktu
sedimen berjalan melalui saluran pencernaan (deposit feeder). Anggota suatu
spesies kadang hidup dalam hubungan yang sangat dekat dengan spesies lain sehingga
membentuk asosiasi tertentu. Asosiasi simbiotik atau simbiosis, biasanya
berhubungan dengan biologi makan dari satu atau kedua pihak (simbion)
dalam membentuk hubungannya. Berdasarkan keberadaan simbionnya, asosiasi
simbiotik dapat dibedakan menjadi: Ektosimbion hidup dekat badan partisipan
(pihak) lain dan Endosimbion hidup dalam tubuh partisipan lain. Ketika kedua
partisipan merasa diuntungkan, hubungan keduanya menjadi mutualisme. Apabila
keuntungan hanya terjadi pada satu partisipan dan partisipan lain tidak merasa
dirugikan mak ahubungan mereka adalah komensalisme, dan pihak yang
diuntungkan disebut komensal. Terakhir, sebagian hewan ada yang bersifat
parasit, artinya hewan yang sepenuhnya bergantung pada inang/hospes untuk
kelangsungan hidupnya. Hewan seperti ini umumnya hidup dalam darah atau
jaringan inang. Hospes adalah organisme yang dihinggapi parasit. Untuk
perkembangannya banyak parasit memerlukan hospes definitive dan hospes
intermediet atau inang perantara. Hospes atau inang definitif adalah organisme yang
dihinggapi parasit yang dapat tumbuh menjadi dewasa dan melangsungkan
perkembangbiakannnya. Hospes perantara ialah organisme yang dihinggapi parasit
sampai stadium infektif yang dapat ditularkan. Hospes paratenik adalah organisme
yang dihinggapi parasit yang stadium infektif yang tidak dapat tumbuh menjadi
dewasa, tetapi dapat ditularkan dan menjadi dewasa pada hospes definitive. Hospes
reservoir adalah organisme yang dihinggapi parasit dan sekaligus berperan sebagai
sumber infeksi pada manusia.
Stadium infektif adalah stadium dalam daur hidup parasit dimana stadium ini
pada saat mulai infeksi atau tahap larva yang dapat ditularkan atau menginfeksi
organisme lain, sedangkan stadium diagnostik ialah stadium dalam daur hidupnya
yang dapat dipakai untuk diagnosis. Golongan serangga yang menularkan parasit pada
manusia dan hewan disebut Vektor. Parasit dapat dikelompokkan menjadi parasit
monoaksen ialah parasit yang ditemukan pada satu jenis hospes saja misalnya Ascaris
lumbricoides. Sedangkan parasit poliaksan ialah parasit yang ditemukan pada lebih
dari satu hospes misalnya Toxoplasma gondii.
Batasan antara parasitisme, mutualisme, komensalisme, dan predasi tidaklah
selalu jelas. Contohnya, ada hewan parasit yang membunuh inang yang berperan
sebagai predator. Parasit, bahkan ada yang memproduksi metabolit sekunder yang
menguntungkan inang sehingga menjadi bersifat mutualisme. Jadi bentuk transisi
dalam proses dugaan adanya evolusi dari satu bentuk asosiasi menjadi asosiasi lain
sering ditemukan. Transisi tersebut, sekali lagi membuat pengelompokan hewan ke
dalam skema buatan manusia menjadi sulit.
2. Berdasarkan karakteristik tertentu
Klasifikasi hewan dapat didasarkan pada beberapa karakteristik
tertentu,seperti jumlah sel, lapisan lembaga (germ layer), saluran pencernaan, rongga
tubuh (coelom), metamerisme atau segmentasi, rangka (skeleton), embelan
(appendages), dan simetri tubuh. Karakter tersebut dapat digunakan sendiri-
sendiri atau bersamaan dalam memilah-milah kelompok hewan ke dalam
kelompok-kelompok tertentu.
Berdasarkan jumlah sel penyusun tubuh, hewan dapat dikelompokkan
menjadi beberapa kelompok. Seluruh hewan yang tubuhnya hanya terdiri dari satu sel
dikelompokkan ke dalam Protozoa. Sedangkan hewan yang memiliki tubuh yang
tersusun oleh banyak sel dikelompokkan ke dalam Mesozoa, Parazoa atau
Metazoa (eumetazoa). Mesozoa dan Parazoa walaupun tubuhnya tersusun dari
banyak sel tapi belum terdiferensiasi menjadi jaringan, sedangkan Metazoa
sudah terdiferensiasi menjadi jaringan. Phylum Porifera tidak memiliki jaringan sejati
maka hewan ini disebut Parazoa (“Para” arti Samping (alongside); “Zoa”: arti
hewan), kemungkinan juga dengan Phylum Placozoa yang hanya terdiri dari dua lapis
sel, namun informasi hewan ini belum banyak diketahui. Semua phylum lain memiliki
jaringan sejati sehingga dikelompokkan dalam Eumetazoa (“Eu” artinya nyata (true);
“Meta” artinya later; “Zoa” artinya hewan).
Simetri tubuh atau bayangan cermin juga merupakan salah satu kriteria
yang digunakan dalam pengelompokan hewan. Hewan-hewan yang tidak
memiliki simetri tubuh dikelompokkan ke dalam Asimetri. Kelompok hewan yang
tubuhnya dapat dibagi menjadi beberapa bagian melalui jari-jari memiliki
simetri tubuh yang radial (radial simetri) dan dikelompokkan ke dalam grade
Radiata. Hewan radial memiliki bagian atas dan bagian bawah, atau bagian oral atau
aboral, akan tetapi tidak ada ujung kepala dan belakang dan tidak ada kanan dan kiri.
Sedangkan kelompok hewan yang tubuhnya dapat dibagi menjadi dua yang sama
persis melalui satu bidang (anterior-posterior) memiliki simetri bilateral dan
dikelompokkan ke dalam grade Bilateria. Hewan yang Simetris bilateral (dua sisi)
memiliki sisi dorsal (atas) dan sisi ventral (bawah), memiliki ujung kepala (anterior)
dan posterior (ekor), sisi kanan dan kiri. Pada simetris bilateral ada Sefalisasi suatu
kecenderungan evolusi yang mengarah pada pemusatan alat sensor pada ujung
anterior, bagian ujung hewan yang bergerak pertama kali untuk mendekati makanan,
rangsangan dan lain-lain, selain itu sefalisasi meliputi perkembangan suatu sistem
syaraf pusat yang terpusat pada kepala dan memanjang sampai ke ekor sebagai suatu
tali saraf longitudinal. Makin tinggi tingkatan hewan maka akan memiliki tubuh
yang simetri bilateral dan pada hewan ini akan dapat dijumpai istilah ventral,
dorsal, kranial, dan sebagainya.

Gambar 1.1: Simetri Tubuh


Lapisan lembaga mudah dipelajari pada perkembangan zigot atau sel
telur yang telah dibuahi melalui tahapan morula, blastula, dan gastrula. Lapisan
ini umumnya terbentuk pada proses invaginasi pada tahap gastrula dengan
membentuk tiga lapisan yang terdiri dari endoderm, mesoderm, dan ektoderm.
Pada hewan-hewan tingkat rendah mesoderm tidak terbentuk, jika ada hanya berupa
sekat yang disebut mesoglea. Jadi, kelompok hewan ini hanya memiliki dua
lapisan lembaga saja dan dikelompokkan ke dalam Diploblastik. Kelompok
hewan yang lebih tinggi umumnya memiliki tiga lapisan lembaga dan
dikelompokkan ke dalam Triploblastik. Hewan diploblastik terdapat pada phylum
Cnidaria dan Ctenophora. Pada semua hewan eumetazoa kecuali kedua phylum diatas
semua bersifat Tripoblastik.
Pengelompokan hewan dapat juga ditinjau dari kesempurnaan saluran
pencernaannya. Ada kelompok hewan yang memiliki saluran pencernaan tidak
sempurna karena hanya memiliki mulut dan tanpa anus. Bahkan ada kelompok
hewan yang tidak memiliki saluran pencernaan sama sekali. Hewan-hewan
tingkat rendah umumnya memiliki saluran pencernaan tidak sempurna.
Kelompok hewan yang memiliki saluran pencernaan sempurna sudah dapat
dijumpai adanya mulut, usus, dan anus. Termasuk ke dalam kelompok terakhir
ini adalah hewan-hewan yang kedudukannya lebih tinggi dalam dugaan
evolusinya.
Rongga tubuh (coelom) merupakan salah satu karakter yang dapat
digunakan dalam pengelompokan hewan. Pada hewam Eumetazoa yang simetris
bilateral dan tripoblastik terbagi lagi berdasarkan ada tidaknya coelom yaitu
Acoelomata (tidak memiliki rongga tubuh) Misalnya pada Phylum Platyhelminthes
dan Phylum Nemertea (tapi untuk phylum Nemertea dibeberapa buku dimasukkan ke
dalam hewan yang Coelomata yang protostoma) dan Pseudocoelomata misalnya
Phylum Nematoda (cacing gilig) dan Phylum Rotifera. Selama perkembangannya,
rongga tubuh dapat terbentuk tidak sempurna dan disebut rongga palsu. Disebut
demikian oleh karena pada perkembangannya sel-sel merenggang ke tepi
membentuk semacam rongga, tapi tanpa dinding. Kelompok hewan yang
memiliki rongga tubuh palsu seperti ini dikelompokkan ke dalam Pseudocoelomata.
Sedangkan seluruh hewan yang memiliki rongga tubuh yang sebenarnya
dikelompokkan ke dalam Eucoelomata atau Coelomata.Coelomata dibagi menjadi
Coelomata Protostoma (Phylum Annelida, Mollusca, Arthropoda) dan Coelomata
Deuterostoma (Phylum Echinodermata dan Chordata
Coelomata Protostoma ialah hewan yang pada tahap pembelahan embrionya
mengalami Pembelahan spiral, dimana sumbu pembelahan sel adalah diagonal
terhadap sumbu vertikal embrio tersebut. Pada tahap delapan sel yang dihasilkan dari
pembelahan spiral, sel-sel kecil terletak pada celah diantara sel besar. Beberapa
protostoma menentukan nasib perkembangan setiap sel embrionik secara sangat dini.
Suatu sel yang diisolasi pada tahap empat sel dari suatu protostoma seperti keong
akan membentuk suatu embrio yang tidak dapat hidup dan tidak memiliki bagian-
bagian yang seharusnya ada ini disebut Pembelahan determinant. Untuk pembentukan
selomnya, pada gastrulasi, saluran pencernaan yang sedang berkembang pada embrio,
pada mulanya terbentuk sebagai kantung buntu, arkenteron yang memiliki sebuah
bukaan kearah luar yang dikenal sebagai blastopori. Setelah arkenteron terbentuk
pada protostoma, kumpulan mesoderm yang sebelumnya padat terbagi membentuk
rongga coelom. (Perkembangan Skizoselus). Pada protostoma setelah arkenteron
berkembang, ada bukaan kedua yang terbentuk pada ujung yang berlawanan dan
gastrula. Akhirnya blastopori dan bukaan kedua ini menjadi kedua ujung saluran
pencernaan (mulut dan anus). Mulut pada banyak protosoma berkembang dari lubang
atau bukaan pertama atau blastopori (“Protos”: pertama, “stoma” : mulut).
Coelomata Deuterostoma ialah hewan yang pada tahap pembelahan embrionya
mengalami Pembelahan radial, dimana sumbu pembelahan sel adalah parallel atau
tegak lurus terhadap sumbu vertical embrio tersebut. Pada tahap delapan sel yang
dihasilkan dari pembelahan radial, sel-sel kecil mengatur diri secara langsung diatas
sel lainnya. Memiliki Pembelahan Indeterminat yaitu masing-masing sel yang
dihasilkan oleh pembelahan awal mempertahankan kemampuan untuk berkembang
menjadi suatu embrio yang sempurna. Perkembangan rongga tubuh disebut
Perkembangan Enteroselus. Mesoderm akan menggelembung dari dinding arkenteron
dan lubangnya menjadi rongga coelom. Mulut pada banyak deuterostoma berkembang
dari lubang atau bukaan kedua (“deuteros”: kedua, “stoma”: mulut) dan blastopori
umumnya membentuk anus bukan mulut.

Gambar 1.2. Berbagai Tipe Rongga Tubuh (Sumber: Pechenick, 1996)

Segmentasi menyebabkan tubuh hewan seolah-olah terbagi menjadi


beberapa ruang yang dipisahkan oleh sekat. Segmentasi seperti ini dapat
dijumpai pada kelompok hewan tingkat rendah sampai tingkat tinggi. Pada
hewan tingkat rendah segmentasinya disebut metamer. Pada hewan ini tiap-tiap
segmen akan dijumpai adanya organ yang sama. Kelompok hewan yang memiliki
tubuh demikian disebut hewan yang segmentasinya internal, tapi juga
memperlihatkan segmentasi yang eksternal. Makin tinggi tingkat kedudukan
suatu hewan, segmentasinya akan hilang dan pada kelompok hewan vertebrata
segmentasinya sudah sukar dilihat jika ada disebut somit. Jadi, hewan dapat
dikelompokkan menjadi hewan yang bersegmen atau tidak bersegmen. Untuk
melindungi organ dalam atau tubuhnya hewan juga dapat memiliki rangka
(skeleton). Berdasarkan hal ini hewan dapat memiliki rangka luar (eksoskeleton) atau
rangka dalam (endoskeleton). Eksoskeleton umumnya terbuat dari bahan kapur
atau kitin, sedangkan endoskeleton terbuat dari kapur. Makin tinggi tingkat
kedudukan suatu hewan rangkanya akan berupa endoskeleton. Embelan atau
appendages adalah anggota badan yang dapat berbentuk tentakel, rambut getar,
sayap, kaki, sirip dan sebagainya yang umumnya digunakan sebagai alat gerak.
Berdasarkan hal ini hewan dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok
berdasarkan ada tidaknya bentuk atau tipe alat gerak tersebut. Contohnya,
Flagellata merupakan kelompok hewan yang bergerak dengan flagel sebaliknya
Ciliata merupakan kelompok hewan yang bergerak dengan silia. Dalam buku ini
pembagian phylum berdasarkan beberapa cara seperti ada tidaknya jaringan sejati,
simetris tubuh, sefalisasi, lapisan tubuh, pembelahan sel telur, pembentukkan coelom,
blastopori.
Klasifikasi yang mencerminkan dugaan hubungan evolusi tidaklah statis,
pemberian nama suatu hewan atau kelompok hewan pada posisi tertentu dalam
hierarki taksonomi bukanlah proses mutlak. Studi perkembangan awal suatu hewan
misalnya, dapat menunjukkan informasi tentang pembentukan rongga tubuh
hewan tersebut. Informasi tersebut dapat menghubungkan hewan tersebut dengan
kelompok hewan lain yang sebelumnya telah dikategorikan.
Studi molekuler dengan membandingkan gen-gen tertentu dapat
memperbaiki pemahaman tentang kekerabatan antar hewan invertebrata. Hubungan
filogenetik telah diperdebatkan lebih dari 100 tahun terakhir, perdebatan tersebut
mungkin akan berlanjut panjang ke masa depan. Klasifikasi juga dapat berubah ketika
biologiwan menemukan organisme yang memiliki karakter yang tidak dimiliki
oleh kelompok yang ada dan sudah dikenali. Contohnya dua kelas arthropoda
(Remipedia, Tantulocarida), satu kelas Echinodermata (Concentricycloidea) dan
sebuah filum hewan laut yang disebut Loriciferans telah ditemukan dalam 10 tahun
terakhir.
Hal ini dapat juga terlihat dimana, pada awalnya kita hanya mengenal 7 filum
yang termasuk ke dalam invertebrata, yaitu: Protozoa, Porifera, Coelenterata, Vermes,
Mollusca, Echinodermata, dan Arthropoda namun, sejalan dengan perkembangannya
yang dilakukan melalui observasi dan penelitian, para ahli sepakat bahwa filum
Vermes yang semula membawahi 3 kelas (classis) yaitu Platyhelminthes,
Nemathelminthes dan Annelida sudah tidak cocok lagi karena masing-masing kelas
tersebut memiliki karakteristik yang berbeda antara satu dengan yang lainnya, baik
dilihat dari habitat, struktur, maupun fisiologinya. Oleh karena itu kedudukan katagori
takson kelas berubah menjadi filum dan Vermes tidak digunakan lagi. Sehingga kita
mengenal 9 filum invertebrata, yaitu: Protozoa, Porifera, Coelenterata,
Platyhelminthes, Nemathelminthes, Annelida, Mollusca, Echinodermata, dan
Arthropoda.
Dilihat dari susunan filum tersebut, berdasarkan struktur tubuhnya para ahli
menetapkan bahwa Protozoa merupakan filum yang paling rendah derajatnya
dibandingkan dengan filum-filum berikutnya, filum Porifera/Sponge dianggap lebih
tinggi dari Protozoa akan tetapi lebih rendah dari Coelenterata, demikian seterusnya.
Namun pada saat ini, dasar penyusunan tinggi rendahnya tingkat filum tersebut telah
mengalami perkembangan, ada yang didasarkan pada fisiologi yang mencakup:
respirasi; ekskresi; nutrisi; sistem saraf; sistem peredaran darah, dan reproduksi),
filogenetik (kekerabatan), susunan kimia tubuh, dan coelomnya. Berdasarkan susunan
kimia tubuh dan coelomnya, para ahli menetapkan bahwa Echinodermata dianggap
paling tinggi derajatnya di antara invertebrata karena susunan kimia penyusun tubuh
echinodermata paling lengkap dibandingkan dengan invertebrata lainnya, bahkan
hampir sama dengan susunan kimia tubuh yang dimiliki Chordata. Berdasarkan
filogenetiknya Annelida dianggap memiliki kekerabatan yang sangat dekat dengan
Arthropoda sehingga dalam urutannya Annelida senantiasa berdekatan Arthropoda.
Demikian pula dengan fisiologi yang dimiliki oleh setiap filum, semakin lengkap
fisiologinya semakin tinggi derajatnya. Namun yang menjadi masalah bagi para ahli
adalah tidak adanya keteraturan di antara dasar pengelompokan yang digunakannya.
Misalkan saja, tidak seluruh filum yang memiliki susunan kimia tubuh lebih lengkap,
memiliki struktur tubuh yang lebih lengkap pula dibandingkan dengan filum-filum
yang dianggap derajatnya lebih rendah, sebagai contoh: struktur tubuh Echinodermata
tidak lebih baik dibandingkan dengan Arthropoda atau Mollusca, dll. Adapun
pengklasifikasian diringkas pada diagram berikut ini:

Gambar 1.3. Pengklasifikasian Invertebrata (Sumber: Modifikasi Z.A. Wasaraka, Adithya. 2005)
Gambar 1.4. Pengklasifikasian Filum Protozoa (Sumber: Modifikasi Z.A. Wasaraka, Adithya. 2005)
Dalam beberapa pengklasifikasian, protozoa tidak dimasukkan kedalam invertebrata.
Hal ini disebabkan karena berdasarkan ciri-ciri yang dimiliki protozoa merupakan
kelompok lain protista eukariotik. Kadang-kadang antara algae dan protozoa kurang jelas
perbedaannya. Beberapa organisme mempunyai sifat antara algae dan protozoa. Sebagai
contoh algae hijau Euglenophyta, selnya berflagela dan merupakan sel tunggal yang
berklorofil, tetapi dapat mengalami kehilangan klorofil dan kemampuan untuk
berfotosintesa. Semua spesies Euglenophyta yang mampu hidup pada nutrien komplek
tanpa adanya cahaya, beberapa ilmuwan memasukkannya ke dalam filum protozoa.
Contohnya strain mutan algae genus Chlamydomonas yang tidak berklorofil, dapat
dimasukkan ke dalam kelas Protozoa genus Polytoma. Hal ini merupakan contoh
bagaimana sulitnya membedakan dengan tegas antara algae dan protozoa. Protozoa
dibedakan dari prokariot karena ukurannya yang lebih besar, dan selnya eukariotik.
Protozoa dibedakan dari algae karena tidak berklorofil, dibedakan dari jamur karena dapat
bergerak aktif dan tidak berdinding sel, serta dibedakan dari jamur lendir karena tidak
dapat membentuk badan buah. Sehingga protozoa dianggap sebagai mikroorganisme
menyerupai hewan yang merupakan salah satu filum dari Kingdom Protista.
C. Tata Nama (Nomenklatur)
Setiap daerah atau Negara mempunyai nama sendiri-sendiri untuk hewan-hewan
terkenal. Misalnya burung gereja mempunyai nama-nama berbeda seperti berikut:
Contoh:
Indonesia : Burung gereja
Belanda : Musch
Inggris : House sparrow
Amerika : English sparrow
Perancis : Moineau domestiqus
Spanyol : Gorrion
Portugis :Pardal
Italia :Passera oltramentana
Jerman :Hausspreling
Denmark :Grasspurve
Swedia :Hussparf
Dalam satunegarapun sering suatu spesies hewan mempunyai nama daerah yang
berbeda-beda, misalnya burung merpati:
Indonesia : Merpati
Jawa : doro
Sunda : Japati
Madura : dere
Bali : kedis dedare
Oleh karena itu terjadilah kekacauan dalam pembicaraan tentang hewan, antara orang
daerah atau bangsa dengan bangsa lain. Dengan adanya kesepakatan mengenai aturan
tertentu, kesalahpahaman komunikasi dalam penyebutan nama hewan dapat
diminimalkan. Untuk itulah maka dibuatlah aturan yang disebut tatanama hewan
(zoological nomenclature). Nomenclature diambil dari istilah nomen yang artinya nama
dan calare yang artinya memanggil. Artinya, nomenclature atau tatanama adalah suatu
tatacara untuk memanggil atau memberi nama suatu kelompok takson.
Carolus Linnaeus merupakan salah satu tokoh yang meletakkan dasar-dasar
pemberian nama ilmiah yang modern. Dasar-dasar tatanama tersebut tertuang dalam
bukunya yang berjudul Critica Botanica (1737) dan Philosophica Botanica (1751).
Kemudian, secara  bertahap banyak ahli lain yang ikut melengkapi sistem tatanama yang
ada, misalnya Fabricius melalui bukunya Philosophica Entomologica (1778). Dalam
kurun waktu yang lama, banyak sekali aturan-aturan yang muncul sebagai hasil
kesepakatan oleh para ahli di seluruh dunia. Kesepakatan yang pada saat ini telah
disetujui oleh kalangan ilmiah internasional, dituangkan dalam sebuah aturan yang diberi
nama International Code of Zoological Nomenclature (ICZN). ICZN inilah yang saat ini
banyak digunakan sebagai acuan untuk pemberian nama hewan. ICZN dikeluarkan oleh
suatu institusi yang diberi nama International Comission on Zoological Nomenclature.
Untuk menyempurnakan tatanama, komisi tersebut beberapa kali melakukan konggres
untuk merevisi ICZN yang ada. Pada revisi ICZN yang terakhir, akhirnya dikeluarkan
aturan tatanama hewan yang tertuang dalam ICZN edisi ke-empat pada tahun 2000. ICZN
edisi tahun 2000 inilah yang saat ini disepakati sebagai dasar pemberian nama hewan
yang berlaku.
Kode tatanama ini bertujuan untuk menyediakan cara yang mantap dalam
pemberian nama bagi kesatuan-kesatuan taksonomi, menjauhi atau menolak
pemakaian nama-nama yang mungkin menyebabkan kesalahan atau keragu-raguan
atau yang menyebabkan timbulnya kesimpangsiuran dalam ilmu pengetahuan. Tatanama
ini juga bertujuan menghindarkan terciptanya nama-nama yang tidak perlu. Maksud
pemberian nama pada setiap kesatuan taksonomi bukanlah untuk menunjukkan ciri-
ciri atau sejarahnya, tetapi untuk memberikan jalan guna pengacuan dan sekaligus
menunjukkan tingkat kedudukan taksonominya.
Sistem yang digunakan untuk menamakan hewan (organisme) disebut sistem
binomial yang dicanangkan oleh Linnaeus (1758) dalam publikasinya yang berjudul
System Nature. Sistem binomial adalah tata cara penamaan ilmiah untuk spesies
(nomenklatur) organisme. Adapun tata cara dalam pemberian namanya adalah sebagai
berikut:
1. Dasar-Dasar Penamaan Ilmiah
Nama-nama takson hasil tatanama untuk selanjutnya disebut sebagai nama
ilmiah. Ada 3 landasan penting yang harus dipenuhi untuk sebuah nama ilmiah yaitu:
- Nama harus unik - Artinya, setiap nama hanya mengacu pada satu macam kelompok
organisme saja. Dengan kata lain, satu nama hanya untuk satu takson. Jadi, tidak ada
dua atau lebih takson yang memiliki nama yang sama
- Nama harus bersifat universal - Artinya, nama tersebut dapat dipakai, dapat dipahami
secara luas, dan diinterpretasikan terhadap objek yang sama di mana saja berada.
- Nama harus stabil - Artinya, nama-nama ilmiah tidak dengan mudah berubah-ubah
sehingga tidak menimbulkan kesulitan dalam pemakaian pada waktu yang berbeda.
Bahasa yang digunakan untuk nama ilmiah adalah harus menggunakan bahasa
dan huruf latin. Oleh karena itu, nama ilmiah juga populer dengan sebutan bahasa
latin.
Aturan dasar penamaan takson antara lain sebagai berikut:
a) Untuk nama takson yang formal harus ditulis dalam bahasa asli seperti apa adanya,
tidak dapat diadaptasi atau ditulis dengan bahasa serapan setempat. Misalnya,
Cyprinus carpio, amphibia, reptilia, dan lepidoptera, harus selalu ditulis sesuai
aslinya. Jadi, Cyprinus carpio tidak boleh ditulis dengan bahasa Indonesia menjadi
siprinus karpio.
b) Nama ilmiah ditulis dalam bahasa latin. Nama ilmiah tidak perlu diakhiri dengan
titik, kecuali titik sebagai penutup kalimat. Misalnya:
Passer domesticus merupakan anggota aves. Atau
salah satu contoh anggota aves adalah Passer domesticus.
c) Penulisan nama ilmiah dapat menggunakan prinsip uninominalisme, binominalisme,
atau trinominalisme.
Kategori-kategori dalam taksonomi hewan cukup banyak. Ada beberapa kategori
yang penamaan takson-nya memiliki aturan dalam secara khusus. Aturan formal
penamaan takson sesuai ICZN adalah sebagai berikut.
a) Penulisan untuk Kategori Genus sampai Kingdom
- menggunakan aturan uninominal atau satu kata.
- Dari kategori kingdom sampai di atas genus, nama dapat ditulis dengan huruf italics
atau tegak. Sementara itu, untuk menuliskan nama genus harus dicetak dengan huruf
italics (ditulis miring)
Contohnya: Animalia, Animalia, Rana ------- (benar)
Rana --------------------------------- (salah)
“Animalia “merupakan nama kingdom, sedangkan “Rana” menunjukkan genus.
b) Penulisan untuk Kategori Sub-genus
- menggunakan aturan trinominal atau terdiri atas tiga kata.
- Ketiga kata tersebut harus dicetak italics, nama penunjuk sub-genus harus diberi
tanda kurung.
- Nama sub genus semuanya ditulis dengan huruf kecil, kecuali huruf pertama untuk
nama genus dan penunjuk sub-genus ditulis dengan huruf kapital.
Contoh : Aedes (Stegomya) aegypti. Dalam rangkaian nama tersebut, kata yang
dikurung atau Stegomya adalah nama penunjuk sub-genus. Sementara itu, untuk
Aedes adalah nama genus dan aegypti adalah nama spesifik.
c) Penulisan Nama Untuk Kategori Spesies
- Menggunakan aturan binominal atau terdiri atas dua kata.
- Kedua kata pada nama spesies harus dicetak dengan huruf italics atau dicetak miring.
- Nama spesies ditulis dengan huruf kecil, kecuali huruf pertama dari kata pertama
(nama genus) ditulis dengan huruf kapital.
Contohnya adalah nama spesies untuk gajah afrika, yaitu Loxodontia africana. Nama
pertama adalah nama genus, nama kedua adalah nama spesifik, dan gabungan
keduanya sebagai satu kesatuan adalah nama spesies.
- Apabila nama genus telah dituliskan maka nama tersebut dapat disingkat
untuk penulisan berikutnya. Misalnya, Melanoides granifera, M. punctata, dan
M. tuberculata
d) Penulisan untuk Kategori Sub-spesies
- nama ditulis dengan aturan trinominal atau terdiri atas tiga kata. Namun, sama sama
mengunakan aturan trinominal, penulisannya berbeda dengan nama sub-genus.
- Penulisan pada nama sub-spesies adalah huruf kapital hanya pada huruf pertama pada
nama genus serta tidak ada tanda kurung.
- kata pertama merupakan nama penunjuk genus, kata kedua merupakan nama
penunjuk spesies, dan kata ketiga adalah nama penunjuk sub-spesies.
Contohnya: Microtus montanus nanus (Microtus adalah nama genus, montanus
adalah nama spesifik, dan nanus adalah nama penunjuk subspesies).
e) Penulisan Author
- Author adalah orang yang pertama kali menerbitkan/mempublikasikan nama suatu
spesies. Biasanya author hanya digunakan untuk penulisan pada kategori spesies dan
subspesies.
- Dalam penulisannya, nama author diawali dengan huruf besar, tetapi tidak
dicetak miring dan mungkin mengandung tanda kurung. Kadangkala nama author
juga dilengkapi dengan tahun yang menunjukkan kapan pertama kali ia
mendeskripsikan organisme tersebut.
- Contoh: Genggeng atau Nautilus berongga merupakan Cephalopoda bercangkang
luar yang cangkangnya sering ditemukan terdampar di pantai dan diberi nama
Nautilus pompilius Linnaeus, 1758. Ini berarti Nautilus dideskripsikan pertama kali
oleh Linnaeus pada tahun 1758 dan tidak berubah genusnya sejak diberi nama
Nautilus. Apabila nama author disingkat harus diakhiri dengan tanda titik, misalnya
Linneaus disingkat menjadi L. sehingga penulisannya menjadi Nautilus pompilius
L. Apabila suatu organisme dideskripsikan pertama kali berada pada genus
yang berbeda dengan genus saat ini (terbaru), nama author ditulis dalam tanda
kurung. Misalnya, Thiarascabra (Müller), siput air tawar yang dideskripsikan
pertama kali oleh Müller, kemudian dimasukkan ke dalam genus lain.
Selanjutnya, siput ini ternyata cukup berbeda dengan anggota spesies lain genus
tersebut sehingga dipindahkan ke genus lain.
D. Terminologi Anatomi
1. Istilah bidang tubuh
- Bidang Median : Bidang dibentuk melalui axis longitudinalis & axis
dorsoventralis (axis longitudinalis =linea mediana)
- Bidang Sagittal : Bidang sejajar bidang media, yang dapat dibuat di kanan kiri
linea mediana
- Bidang Frontal : Bidang yang dibentuk melalui linea mediana & axis
transversalis merupakan bidang tegak lurus bidang median dg
arah cranio caudal
- Bidang Transversal: Bidang melalui axis dorsoventralis & axis transversalis. bidang
tegak lurus bidang frontal arah dextro sinister

Gambar 1.5. Bidang Anatomi


2. Istilah penampang
- Penampang Frontal : Bila tubuh dibagi oleh bidang frontal
- Penampang Melintang (Transversal): Bila tubuh dibagi oleh bidang transversal atau
bidang yang sejajar dengannya
- Penampang Longitudinal (P.Membujur/P.Sagittal): Bila tubuh dibagi oleh bidang
median atau bidang yang sejajar
dengannya
Gambar 1.6. Istilah Penampang
3. Istilah arah
- Anterior/ ventral : Bagian depan tubuh /bagian perut
- Posterior/ dorsal : Bagian belakang tubuh
- Superior : Mengarah ke kepala/bagian tertinggi
- Inferior : Arah menjauhi kepala dan mengarah kebagian bawah tubuh
- Medial : Setiap struktur yang terdekat dengan garis tengah tubuh
- Lateral : Mengarah kesamping, menjauhi garis tengah tubuh
- Proksimal : Mengacu pada bagian suatu struktur yang mendekati garis tengah
tubuh/mendekati titik asal/perlekatan terdekat dengan trunktus
- Distal : Mengacu pada bagian suatu struktur yang menjauhi garis tengah
tubuh/menjauhi titik asal/perlekatan terdekat dengan trunktus.
Gambar 1.7. Istilah arah

Sumber Pustaka:
Anderson, D.T. (Ed). 1998. Invertebrate Zoology. Oxford University Press. New York.

Jasin Maskoeri. 1984. Sistematika Hewan (Invertebrata dan Vertebrata). Sinar Wijaya:
Surabaya.

Pechenik, Jan. A. 1991. Biology of The Invertebrate. 2nd Eds. WmC. Brown Publisher:
USA.

Pechenik, Jan. A. 2000. Biology of The Invertebrate. 4th Eds. Mc Graw-Hill Companies,
Inc: USA.

Ruppert, E.E and Robert D. Barnes. 1994. Invertebrate Zoology. 6th Eds. Sounders
College Publishing.

Rusyana Adun.2014. Zoologi Invertebrata. Alfabeta: Bandung.


II. LATIHAN
Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan
berikut!
1. Apa yang dimaksud dengan taksonomi?
2. Sebutkan fungsi dari penamaan hewan secara ilmiah?
3. Sebutkan 3 landasan penting yang dibutuhkan dalam penaaman ilmiah!
4. Jelaskan hal apa saja yang dapat digunakan sebagai kriteria penggolongan hewan?
5. Berikan masing-masing 2 contoh spesies yang memiliki bentuk tubuh asimetris, siteris
bilateral, dan simetris radial!
6. Dalam penggolongan hewan, selain karakter taksonomi adakah karakter lain yang dapat
dipergunakan, kalau ada manakah yang lebih baik?
7. Bagaimana tata cara penamaan ilmiah untuk suatu spesies hewan?
8. Jelaskan istilah-istilah berikut ini?
a) Hospes
b) Penampang melintang
c) Anterior
d) Proksimal
e) Simetris bilateral
f) Deuterostoma
9. Tuliskan urutan tingkatan takson dari yang tertinggi ke terendah!
10. Sebutkan perbedaan-perbedaan yang mencolok di antara hewan avertebrata dalam hal
pola reproduksi dan perkembangannya!

III. TEST FORMATIF


1. Peraturan untuk menyusun atau tata cara menyusun merupakan pengertian dari ……..

a. Nomenkatur d. Takson
b. Nama ilmiah e. zoologi
c. Taksonomi

2. Tujuan yang tepat dilakukannya pengelompokkan yaitu ……..


a. Untuk mendiskriminasi spesies tertentu
b. Untuk menjaga kelangsungan hidup organisme agar tidak punah
c. Sebagai bentuk konservasi
d. Untuk memudahkan cara mempelajari makhluk hidup, serta menunjukkan
kekerabatan (relationship).
e. Untuk melindungi spesies yang memiliki bermanfaat bagi manusia
3. Berikut ini merupakan dasar-dasar yang digunakan untuk pengklasifikasian hewan.
Kecuali ……..

a. Berdasarkan bentuk simbiosis d. Berdasarkan rongga tubuh


b. Berdasarkan evolusi e. Berdasarkan rangka (skeleton)
c. Berdasarkan lapisan lembaga

4. Pengelompokkan hewan menjadi invertebrata dan vertebrata, didasarkan pada …….


a. Berdasarkan segmentasi c. Berdasarkan appendages
b. Berdasarkan ada tidaknya tulang d. Berdasarkan jumlah sel
belakang e. Berdasarkan saluran pencernaan

5. Filum yang masuk dalam kelompok parazoa adalah …….

a. Protozoa d. Platyhelminthes
b. Porifera e. Nemathelminthes
c. Coelenterata

6. Salah satu tokoh yang meletakkan dasar-dasar  pemberian nama ilmiah modern adalah
…….

a. Carolus Linnaeus d. Aristoteles


b. Charles Darwin e. Louis Pasteur
c. Lamarck

7. Berikut ini merupakan contoh hewan yang memiliki bentuk tubuh simetri bilateral …….

a. Metridium d. Belalang
b. Amoeba e. Radiolaria
c. Sponge

8. Cara penulisan nama ilmiah hewan yang benar yaitu …….

a. Amoeba Proteus d. Amoeba proteus


b. amoeba proteus e. AMOEBA PROTEUS
c. amoeba Proteus
9. Berikut ini merupakan contoh potongan secara …….

a. Longitudilal d. Simetris
b. Transversal e. Frontal
c. Horizontal

10. Pada belalang mata terletak pada bagian ……

a. Anterior
b. Posterior
c. Dorsal
d. Lateral
e. Distal

Anda mungkin juga menyukai