Anda di halaman 1dari 38

BAHAN AJAR

SISTEMATIKA TUMBUHAN

OLEH

NAMA : DELA JUNITHAS LADA

NIM : 1506050071

KELAS :C

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

KUPANG

2016
A. KLASIFIKASI

Klasifikasi adalah proses pengaturan hewan dan tumbuh-tumbuhan kedalam takson tertentu
berdasarkan persamaan dan perbedaan. Pada klasifikasi ditentukan suaru ciri kunci dalam
mengelompokkan maklhluk hidup, dimulai dari yang paling umum. Jadi, pada klasifikasi yang paling
besar memiliki ciri umum bersama yang dimiliki oleh semua anggota kelompok makhluk hidup,
kemudian semakin ke bawah ciri umum semakin mengerucut sehingga tidak semua anggota
kelompok itu memilikinya. Selain berdasarkan pada ciri, klasifikasi dapat dibuat berdasarkan
ukuran;manfaat; atau habitat. Karena banyak versi yang dibuat oleh manusia dalam mengelompokkan
makhluk hidup, maka perlu suatu klasifikasi standar yang menjadi acuan dalam mengelompokkan
makhluk hidup.
Pengertian klasifikasi menurut para ahli :
Klasifikasi makhluk hidup adalah mengelompokkan makhluk hidup menjadi
golongan-golongan atau unit-unit tertentu berdasarkan persamaan dan perbedaan
cirinya ( Seri IPA Biologi SMP Kelas VII, Yudhistira Ghalia Indonesia).
Klasifikasi adalah suatu cara pengelompokan yang didasarkan pada ciri-ciri tertentu.
Semua ahli biologi menggunakan suatu sistem klasifikasi untuk mengelompokkan
tumbuhan ataupun hewan yang memiliki persamaan struktur. Kemudian setiap
kelompok tumbuhan ataupun hewan tersebut dipasang-pasangkan dengan kelompok
tumbuhan atau hewan lainnya yang memiliki persamaan dalam kategori lain. Hal itu
pertama kali diusulkan oleh John Ray yang berasal dari Inggris. Namun ide itu
disempurnakan oleh Carl Von Linne (1707-1778), seorang ahli botani berkebangsaan
Swedia yang dikenal pada masa sekarang dengan nama Carolus Linnaeus.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia klasifikasi adalah penyusunan bersistem
dalam kelompok atau golongan menurut kaidah atau standar yang ditetapkan.
Harrolds Librarians Glossary menyebutkan bahwa klasifikasi adalah
pengelompokkan benda secara logis menurut ciri-ciri kesamaannya.
Menurut Sulistyo Basuki, Klasifikasi adalah proses pengelompokkan/pengumpulan
benda atau entitas yang sama, serta memisahkan benda atas entitas yang tidak sama.
Dalam pengertian secara umum bahwa klasifikasi ialah suatu kegiatan yang
mengelompokkan benda yang memiliki beberapa ciri yang sama dan memisahkan
benda yang tidak sama. Dalam kaitannya di dunia perpustakaan klasifikasi diartikan
sebagai kegiatan pengelompokkan bahan pustaka berdasarkan ciri-ciri yang sama,
misalnya pengarang, fisik, isi dsb.

Tujuan klasifikasi
Mengelompokkan makhluk hidup dengan di dasarkan kepada persamaan ciri-ciri
yang dimilikinya.
Menjelaskan ciri-ciri dari suatu spesies makhluk hidup agar bsa dibedakan dengan
spesies yang lain.
Menyederhanakan objek studi. Karena ada begitu banyak spesies makhluk hidup
maka lebih muda untuk mempelajarinya bila dipisahkan pada kelompok-kelompok
tertentu.
Memberikan nama kepada makhluk hidup yang baru ditemukan atau belum diberi
nama.
Menjelaskan hubungan kekerabatan antara makhluk hidup.

Proses Klasifikasi
Proses klasifikasi dibedakan menjadi tiga yaitu :

1. Pencandraan (identifikasi), Pencandraan adalah proses mengidentifikasi atau mendeskripsi


ciri-ciri suatu makhluk hidup yang akan diklasifikasi.
2. Pengelompokan, setelah dilakukan pencandraan, makhluk hidup kemudian dikelompokkan
dengan makhluk hidup lain yang memiliki ciri-ciri serupa. Makhluk hidup yang memiliki ciri
serupa dikelompokkan dalam unit-unit yang disebut takson.
3. Pemberian nama takson, selanjutnya kelompok-kelompok ini diberi nama untuk memudahkan
kita dalam mengenal ciri-ciri suatu kelompok makhluk hidup.

Manfaat Klasifikasi
Mempermudah kita untuk bisa mempelajari aneka ragam makluk hidup.
Mengetahui adanya kekerabatan atau hubungan antara satu makluk hidup dengan
makluk hidup yang lain.
Mengetahui beragam jenis makluk hidup.

Tingkatan Takson dalam Klasifikasi


Tingkatan takson adalah tingkatan unit atau kelompok makhluk hidup yang disusun mulai dari tingkat
tertinggi hingga tingkat terendah. Urutan tingkatan takson mulai dari tingkat tertinggi ke tingkat
terendah, yaitu kingdom (kerajaan) atau regnum (dunia), phylum (filum) atau divisio (divisi), classis
(kelas), ordo (bangsa), familia (famili/suku), genus (marga), species (spesies/jenis), dan varietas (ras).

Makin tinggi tingkatan takson maka makin banyak anggota takson, namun makin banyak pula
perbedaan ciri antar anggota takson, sebaliknya makin rendah tingkatan takson, makin sedikit anggota
takson, dan makin banyak pula persamaan ciri antar anggota takson.

a. Kingdom (Kerajaan) atau regnum (dunia)


Kingdom merupakan tingakatan takson tertinggi dengan jumlah anggota takson
terbesar.organisme di bumi dikelompokkan menjadi beberapa kingdom, antara lain kingdom animalia
(hewan), kingdom plantae (tumbuhan), kingdom fungi (jamur), kingdom monera (organism uniseluler
tanpa nucleus) dan kingdom protista (eukariotik yang memiliki jaringan sederhana). Dari tahun 1970-
an sampai abad ke-20, sebagian besar buku pelajaran ilmiah menggunakan sistem klasifikasi dengan
lima kerajaan yaitu prokariota,protista,jamur,tumbuhan dan hewan.
Tetapi para ilmuwan kemudian meyadari bahwa kerajaan prokariot terdiri dari dua macam
mikroba. Hal ini menyebabkan pemisahan prokariota menjadi dua kerajaan yaitu Archae dan Bakteri.
Kerajaan protista berisi kelompok campuran hewan sebagian besar sederhana bersel satu. Organism
ini termasuk ganging, jamur air, dan amoeba, banyak ilmuwan telah mengusulkan membagi protista
menjadi dua atau lebih kerajaan yang terpisah. Kerajaan tanaman, plantae mengandung lumut, pakis,
conifer, dan tanaman berbunga. Banyak ilmuwan juga memasukan ganggang hijau di kerajaan ini.
Kerajaan hewan, animalia termasuk mamalia seperti ikan, serangga dan cacing.
b. Filum atau deviso
Phylum digunakan untuk takson hewan, sedangkan devisi digunakan untuk takson tumbuhan.
Kingdom animalia dibagi menjadi beberapa bagian phylum, antara lain filum chordate, (memiliki
notokorda saat embrio), filum echidermata (hewan berkulit duri), dan filum platyhelminthes (cacing
pipih). Nama devisi pada tumbuhan menggunakan akhiran phyta. Contoh kingdom plantae fibagi
menjadi tiga devisi antara lain bryophyte (tumbuhan lumut), pteridophyta, ini adalah takson tertinggi
ketiga. Untuk hewan, bakteri, dan kerajaan archae, pakar taksonomi umumnya menggunakan istilah
filum. Untuk jamur, tanaman, dan protista, para ilmuwan sering menggunakan istilah divisi, tetapi
mereka kadang-kadang menerima filum. Manusia dan semua hewan lainnya dengan tulang punggung
milik filum chordate.
c. Classis (kelas)
Anggota takson pada setiap filum atau devisi dikelompokkan lagi berdasarkan persamaan ciri-
ciri tertentu. Nama kelas tumbuhan menggunakan akhiran yang berbeda-beda, antara lain : -edoneae
(untuk tumbuhan berbiji tertutup), -opsida (untuk lumut), -phycae (untuk alaga), dan lain-lain.
Contohnya devisi angiospermae dibagi menjadi dua kelas yaitu , kelas monocotyledoneae dan kelas
dicotyledoneae : divisi bryophyte dikalsifikasikan menjadi tiga kelas yaitu hepaticopsida (lumut daun)
dan filum chrysophyta (ganggang keemasan) dikelompokkan menjadi tiga kelas yaitu xantophyceae,
chrysophyceae, dan bacillariophyceae.

d. Ordo (bangsa)
Anggota takson pada setiap kelas dikelompokkan lagi menjadi beberapa ordo berdasarkan
persamaan cirri-ciri yang lebih khusus. Nama ordo pada takson tumbuhan biasanya menggunakan
akhiran ales. Sebagai contohnya kelas dicotyleneae dibagi menjadi beberapa ordo , antara lain ordo
solanales, cucurbitales, malvales, Rosales, asterales dan poaels.
e. Famili (suku)
Anggota takson setiap ordo dikelompokkan lagi menjadi beberap famili berdasarkan
persammaan cirri-ciri tertentu. Famili berasal dari bahasa latin familia. Nama family pada tumbuhan
biasanya menggunakan akhiran aceae, misalnya family solanaceae, cucurbetaceae, malvaceae,
rosaceae, asteraceae, dan poaceae. Namun, ada pula yang tidak menggunakan akhiran kata aceae,
misalnya compositae (nama lain astraceae) dan graminae (nama lain poaceae). Sementara nama
family pada hewan menggunakan akhiran kata ideae, misalnya homonidae (manusia), felidae (kucing)
dan canidae (anjing).
f. Genus (Marga)
Anggota takson setiap famili dikelompokkan lagi menjadi beberapa genus berdasarkan
persamaan cirri-ciri tertentu yang lebih khusus. Khaidah penulisa nama genus yaitu huruf besar pada
kata pertama dan dicetak miring atau digarisbawahi. Sebagai contohnya, family poaceae terdiri atas
genus Zea (jagung), Saccarum (tebu), Triricum (gandum) ,Oryza (padi-padian).
g. Species (spesies)
Species merupakan tingkatan takson paling dasar atau rendah. Anggota takson memiliki
paling banyak persamaan cirri dan terdiri atas organism yang bila melakukan perkawinana secara
ilmiah dapat menghasilakan keturunan yang reftil (subur). Nama species terdiri atas dua kata yaitu
kata pertama menunjukan nama species terdiri atas dua kata yaitu kata pertama menunjukan nama
spesifiknya. Sebagai contoh pada genus Rosa terdapat spesies Rosa Multifora dan lain-lain.
B. IDENTIFIKASI

Indentifikasi atau pengenalan merupakan kegiatan untuk menetapkan identitas (jati diri)
suatu tumbuhan, yang dalam hal ini tidak lain daripada menentukan namanya yang benar dan
tempatnya yang tepat dalam sistem klasifikasi. Istilah identifikasi sering juga digunakan istilah
determinasi.
Identifikasi merupakan kegiatan dasar dalam taksonomi.Identifikasi mencakup dua kegiatan,
yaitu klasifikasi dan tata nama.Jadi, identifikasi adalah menentukan persamaan dan perbedaan antara
dua makhluk hidup, kemudian menentukan apakah keduanya sama atau tidak, baru kemudian
memberi nama.Identifikasi terhadap makhluk hidup yang sudah dikenal pada umumnya dapat
dilakukan langsung oleh otak kita.
Cara mengidentifikasi tumbuhan

Tumbuhan yang ada dibumi ini, yang demikian beranekaragam dan besar jumlahnya itu, tentu ada
yang telah kita kenal dan ada pula yang tidak kita kenal . sehingga ada 2 kemungkinan dalam
mengidentifikasi tumbuhan yaitu :
- Identifikasi tumbuhan yang belum dikenal oleh dunia ilmu
Manusia sebagian besar bergantung pada tumbuhan, tentulah sejak dahulu kala manusia
telah melakukan pengenalan tumbuhan. Masalah identifikasi ini bukan suatu yang baru, yang
relatif baru adalah kesepakatan internasional menuju keseragamaan dalam pemberiaan nama
yang kemudia disebut nama ilmiah. Klasifikasinya pun diharapkan agar dapat disesuaikan
dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang menerapkan sistem filogenetik. Identifikasi
tumbuhan didasarkan atas spesimen atau bahan yang rill, baik yang masih hidup maupun
yang telah diawetkan.
- Identifikasi tumbuhan yang telah dikenal oleh dunia ilmu. Dalam memberikan terhadap
tumbuhan harus sesuai dengan ketentuan KITT. Nama yang tidak sah dan dipublikasikan
menyimpang dari ketentuan merupakan nama yang tidak dapat diterima dan tidak dibenarkan
untuk dipakai. Nama takson baru yang diperkenalkan seorang ahli itu harus termuat dalam
karya yang disebut flora atau monografi. Flora merupakan suatu bentuk karya taksonom I
yang memuat jenis-jenis tumbuhan yang ditemukan dalam suatu wilayah tertentu, misalnya
flora pulau jawa sedangkan monografi merupakan jenis-jenis tumbuhan yang tergolong
dalam kategori tertentu baik (jenis, marga,suku) baik yang terbatas pada suatu wilayah
tertentu saja maupun yang terdapat diseluruh dunia misalnya jenis-jenis annona di jawa. Flora
dan monografi sangat membantu karena sebagai sarana identifikasi untuk jenis-jenis
tumbuhan yang tidak di kenal . yang dimuat dalam flora dan morfologi itu berupa kunci
identifikasi atau kunci determinasi
C. DETERMINASI

Determinasi yaitu membandingkan suatu tumbuhan dengan satu tumbuhan lain yang sudah
dikenal sebelumnya (dicocokan atau dipersamakan). Langkah awal untuk mendeterminasi tumbuhan
adalah mempelajari sifat morfologi tumbuhan tersebut seperti posisi,bentuk,ukuran dan jumlah
bagian-bagian daun,bunga dan buah.
Kunci determinasi adalah daftar yang memuat sejumlah keterangan dari suatu makhluk hidup
yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan menentukan kelompok makhluk hidup berdasarkan
ciri-ciri yang dimilikinya.
Berdasarkan cara penyusunan sifat-sifat yang harus dipilh maka dikenal 3 macam kunci
determinasi yaitu:
a. Kunci perbandingan
Dalam kunci perbandingan maka semua takson tumbuhan yang dicakup dan segala ciri utamanya
dicantumkan sekaligus. Yang termasuk kuncin perbandingan antara lain :
- Tabel Kunci perbandingan berbentuk tabel memuat lajur dan kolom yang berisi sifat dan ciri
yang dipunyai dalam lajur atu kolom lain, serta ada tidaknya sifat dan ciri yang dimiliki oleh
takson-takson tersebut.
- Kunci berlubang
- Kunci leenhout memuat sifat dan ciri nomor takson, dan digunakan untuk mengatasi
permasalahan pada kunci tabel atau kunci berlubang.
b. Kunci analisis
Bentuk ini merupakan yang paling umum dipakai dalam pustaka. Kunci analisis sering disebut kunci
dikotomi (dua ciri yang saling berlawanan), sebab pada dasarnya terdiri atas :
- Sederet bait/kuplet
Dalam suatu kunci, sepasang pertanyaan yang saling bertentangan dinamakan kuplet
(couplet), sedangkan masing-masing pertanyaan dinamakan bait (lead).
- Setiap bait terdiri atas dua atas beberapa baris yang disebut penuntun dan berisi ciri-ciri yang
bertentangan satu sama lain.
Kunci determinasi analisis dibedakan menjadi dua macam berdasarkan cara penempatan bait-
baitnya yaitu kunci determinasi bertakik dan kunci paralel.
Kunci determinasi bertakik
Pada kunci determinasi bertakik penuntun-penuntun yang sebait ditakikkan pada tempat
tertentu dari pinggir (menjarak pada jarak tertentu dari pinggir), tapi letaknya berjauhan.
Di antara kedua penuntun itu ditempatkan bait-bait takson tumbuhan, dengan ditakikkan
lebih ke tengah lagi dari pada takik awal atau pinggir yang memenuhi ciri penuntun
pertama dari baik penuntun pertama maupun penuntun yang dipisahkan berjauhan.
Dengan demikian maka unsur-unsur takson yang mempunyai ciri yang sama jadi bersatu
sehingga bisa terlihat sekaligus. Kunci bertakik ini efisien untuk bahan yang sedikit,
tetapi apabila bahan (takson) yang digunakan sangat banyak dapat dibayangakan bahwa
terlalu banyak memakan tempat, oleh karena itu ada alternatif kunci lain, yaitu kunci
paralel.
Kunci paralel
Berbeda dengan kunci bertakik, penuntun-penuntun kunci paralel yang sebait
ditempatkan secara berurutan dan semua baitnya disusun seperti gurindam atau sajak.
Pada akhir setiap penuntun diberikan nomor bait yang harus diikuti dan demikian
seterusnya sehingga akhirnya diperoleh nama takson tumbuhan yang dicari. Kunci paralel
lebih menghemat tempat dibandingkan dengan kunci bertakik. Kunci ini lebih efisien
untuk bahan takson yang banyak, sehingga banyak digunakan dalam buku-buku yang
berjudul Flora. Buku Flora of Java yang ditulis oleh Backer dan Backuizen van den
Brink semuanya ditulis dalam bentuk kunci paralel. Kerugiannya adalah kita tidak dapat
melihat langsung sifat-sifat takson dalam satu deretan seperti pada kunci bertakik.

c. Kunci sinopsis
Sinopsis merupakan kesimpulan suatu sistem penggolongan yang disajikan secara tertulis.
Golongan yang diduga mempunyai kekerabatan yang erat dikelompokkan dan ciri umum utama
yang diapakai sebagai dasar pengelompokkan dicantumkan. Jadi walaupun penyajian sinopsis itu
kebanyakan menyerupaibentuk kunci bertakik, tetapi tujuan utama penyusunannya bukanlah
dimaksudkan untuk mendeterminasikan takson tumbuhan. Jadi sinopsis merupakan bentuk kunci
yang memperlihatkan gambaran sifat-sifat teknik yang umum atau secara keseluruhan dalam
membedakan golongan tumbuhan.
Cara Mendertiminasi Tumbuhan :
Untuk mendeterminasi tumbuhan pertama sekali adalah mempelajari sifat morfologi tumbuhan
tersebut (seperti posisi, bentuk, ukuran dan jumlah bagian-bagian daun, bunga, buah dan
lainlainnya). Langkah berikut adalah membandingkan atau mempersamakan ciri-ciri tumbuhan tadi
dengan tumbuhan lainnya yang sudah dikenal identitasnya, dengan menggunakan salah satu cara di
bawah ini:
- Ingatan
Pendeterminasian ini dilakukan berdasarkan pengalaman atau ingatan kita. Kita mengenal
suatu tumbuhan secara langsung karena identitas jenis tumbuhan yang sama sudah kita
ketahui sebelumnya, misalnya didapatkan di kelas, atau pernah mempelajarinya, pernah
diberitahukan orang lain dan lain-lain.
- Bantuan orang
Pendeterminasian dilakukan dengan meminta bantuan ahli-ahli botani sistematika yang
bekerja di pusat-pusat penelitian botani sistematika, atau siapa saja yang bisa memberikan
pertolongan. Seorang ahli umumnya dapat cepat melakukan pendeterminasian karena
pengalamannya, dan kalau menemui kesulitan maka dia akan menggunakan kedua cara
berikutnya.
- Spesimen acuan
Pendeterminasian tumbuhan dapat juga dilakukan dengan membandingkan secara langsung
dengan specimen acuan yang biasanya diberi label nama. Spesimen tersebut bisa berupa
tumbuhan hidup, misalnya koleksi hidup di kebun raya. Akan tetapi specimen acuan yang
umum dipakai adalah koleksi kering atau herbarium.
- Pustaka
Cara lain untuk mendeterminasi tumbuhan adalah dengan membandingkan atau mencocokkan
ciriciri tumbuhan yang akan dideterminasi dengan pertelaan-pertelaan serta gambar-gambar
yang ada dalam pustaka. Pertelaan-pertelaan tersebut dapat dijumpai dalam hasil penelitian
botani sistematika yang disajikan dalam bentuk monografi, revisi, flora, buku-buku pegangan
ataupun bentuk lainnya.
- Komputer
Berkat pesatnya kemajuan teknologi dan biometrika akan ada mesin elektronika modern yang
diprogramkan untuk menyimpan, mengolah dan memberikan kembali keterangan-keterangan
tentang tumbuh-tumbuhan. Dengan demikian pendeterminasian tumbuh-tumbuhan nantinya
akan dapatn dilakukan dengan bantuan computer.
Aturan Pembuatan kunci Determinasi

Syarat kunci determinasi yang baik menurut Vogel (1989)


- Ciri yang dimasukkan mudah diobservasi, karakter internal dimasukkan bila sangat penting.
- Menggunakan karakter positif dan mencakup seluruh variasi dalam grupnya.
- Deskripsi karakter dengan istilah umum yang dimengerti orang (tidak menggunakan istilah
khusus yang sulit dimengerti orang)
- Menggunakan kalimat sesingkat mungkin, hindari deskripsi dalam kunci
- Mencantumkan nomor couplet
- Mulai dari ciri umum ke khusus, bawah ke atas

Menggunakan Kunci Determinasi

Saran-saran dalam penggunaan kunci determinasi:


- Kumpulkan informasi sebanyak mungkin tentang ciri tumbuhan yang akan dideterminasi
(kalau ada lengkap vegetatif dan generatif)
- Pilih kunci yang sesuai dengan materi tumbuhan dan daerah geografi di mana tumbuhan
tersebut diperoleh
- Baca pengantar kunci tersebut dan semua singkatan atau hal-hal lain yang lebih rinci
- Perhatikan pilihan yang ada secara hati-hati
- Hendaknya semua istilah yang ada dipahami artinya. Gunakan glossary atau kamus
- Bila spesimen tersebut tidak cocok dengan semua kunci dan semua pilihan layaknya tidak
kena, mungkin terjadi kesalahan, ulangi ke belakang.
- Apabila kedua pilihannya mugkin, coba ikuti keduanya
- Konfirmasikan pilihan tersebut dengan membaca deskripsinya Spesimen yang berhasil
dideterminasi sebaiknya diverifikasi dengan ilustrasi atau specimen herbarium yang ada.

Membuat Contoh Kunci Determinasi Sederhana

A.Pohon tegak atau semak

B.Petal bagian dalam sangat berbeda dengan bagian luar

C.Bentuk petal deltoid, ovul tunggal pada masing-masing karpelAnnona

C.Bentuk petal linier, ovul banyak pada masing-masing karpel...Xylopia

B.Petal bagian dalam mirip dengan bagian luar

C. Petal panjang bentuk lanseolatus, ovul banyak...Cananga

C. Petal bentuk ovatus atau elongates, ovuldua...Polyalthia

A. Berupa semak
B.Petal menggembung di bagian dasar dan menutupi anther...Artabotrys

B.Petal lebar dan pipih, tidak menutupi anther..... Uvaria

Contoh kunci paralel

1.a. Pohon tegak atau semak.2

b. Berupa semak5

2.a. Petal bagian dalam sangat berbeda dengan bagian luar3

b. Petal bagian dalam mirip dengan bagian luar...4

3.a. Bentuk petal deltoid, ovul tunggal pada masing-masing

karpel........................................................................................1. Annona

b.Bentuk petal linier, ovul banyak pada masing-masing karpel....6. Xylopia

4.a. Petal panjang bentuk lanseolatus, ovul banyak.........3.Cananga

b. Petal bentuk ovatus atau elongates, ovul dua.....4.Polyalthia

5.a. Petal menggembung di bagian dasar dan menutupi anther......2. Artabotrys

b. Petal lebar dan pipih, tidak menutupi anther.. .5. Uvaria

D. DESKRIPSI
Deskripsi disebut juga pertelaan, yaitu penggambaran dengan kata-kata mengenai batasan
suatu takson. Dalam penerbitan yang memuat hasil penelitian botani sistematika maka deskripsi
merupakan bagian yang terpenting karena memuat data-data baku penelitian, jadi menyimpan
kumpulan pengetahuan tentang takson-takson itu.
Deskripsi umumnya berisi sifat-sifat beserta cirinya, yang untuk sebagian besar bersumber
pada sifat-sifat morfologi tumbuhan. Deskripsi mengenai tumbuhan dapat dilihat di buku-buku
botani dan flora, misalnya: Blumea,Kew Bulletin, Flora Malesiana dan lain-lain.
a. Bentuk dan Isi Deskripsi
Deskripsi tumbuhan harus singkat, tepat, terperinci lengkap dan menyeluruh dan dapat
dibandingkan sesamanya. Penyusunan deskripsi umumnya mengikuti suatu pola tertentu yang
urutan-urutannya konsisten, yaitu mulai dari yang umum ke khusus, dari dasar ke ujung.
Secara garis besar, urutan yang umum diikuti dalam mendeskripsi suatu takson tumbuhan
tinggi adalah:
- Habit
- Akar
- Batang
- cabang dan ranting
- daun
- kuncup
- perbungaan dan bunga
- perbuahan dan buah
- biji
- kecambah dan semai

Dalam botani sistematik, dikenal dua macam deskripsi yaitu deskripsi analisis dan diagnosis.
Deskripsi analisis berisi penggambaran secara lengkap dan terperinci dengan kata-kata tentang
batasan takson.
sedangkan diagnosis merupakan uraian singkat yang hanya memuat ciri utama terpenting
yang khas untuk suatu takson sehingga memungkinkan orang membedakannya dengan segera dari
kerabatkerabat dekatnya.

E. TATA NAMA
Tata nama tumbuhan dapat di bagi menjadi :
1. Tata nama Binomial
Tata nama binomial (binomialberarti duanama) merupakan aturan penamaan baku bagi semua
organisme (makhlukhidup) yang terdiri dari dua kata dari sistem taksonomi (biologi), dengan
mengambil nama genus dan nama spesies. Nama yang dipakai adalah nama baku yang diberikan
dalam bahasa Latin atau bahasa lain yang dilatinkan. Aturan ini pada awalnya diterapkan untuk
fungsi, tumbuhan dan hewan oleh penyusunnya (Carolus Linnaeus), namun kemudian segera
diterapkan untuk bakteri pula. Sebutan yang disepakati untuk nama ini adalah nama ilmiah
(scientific name). Awam seringkali menyebutnya sebagai nama latin meskipun istilah initi tepat
sepenuhnya, karena sebagian besar nama yang di berikan bukan istilah asli dalam bahasa latin
melainkan nama yang diberikan oleh orang yang pertama kali memberi pertelaan atau deskripsi
(disebutdeskriptor) lalu dilatinkan. Penamaan organisme pada saat ini diatur dalam Peraturan
Internasional bagi Tata Nama Botani (ICBN) bagi tumbuhan, beberapa alga, fungi, dan lumut kerak,
sertafosiltumbuhan; Peraturan Internasional bagi Tata Nama Zoologi (ICZN) bagi hewan dan fosil
hewan; dan Peraturan Internasional bagi Tata Nama Prokariota (ICNP). Aturan penamaan dalam
biologi, khususnya tumbuhan, tidak perlu dikacaukan dengan aturan lain yang berlaku bagi tanaman
budidaya (Peraturan Internasional bagi Tata Nama Tanaman Budidaya, ICNCP).

Aturan penulisan

Aturan penulisan dalam tatanama binomial selalu menempatkan nama (epitet dari epithet)
genus di awal dan nama (epitet) spesies mengikutinya.
Nama genus SELALU diawali dengan huruf kapital (huruf besar, uppercase) dan nama
spesies SELALU diawali dengan huruf biasa (huruf kecil, lowercase). Contoh Felisdomestica
Penulisan nama ini tidak mengikuti topografi yang menyertainya (artinya, suatu teks yang
semuanya menggunakan huruf kapital/balok, misalnya pada judul suatu naskah, tidak
menjadikan penulisan nama ilmiah menjadi huruf kapital semua) kecuali untuk hal berikut:

Pada teks dengan huruf tegak (huruf latin), nama ilmiah ditulis dengan huruf miring
(huruf italik), dan sebaliknya. Contoh: Glycine soja, Pavomuticus. Perlu diperhatikan
bahwa cara penulisan ini adalah konvensi yang berlaku saat ini sejak awal abad ke-
20. Sebelumnya, seperti yang dilakukan pula olehCarolus Linnaeus, nama atau epitet
spesies diawali dengan huruf besar jika diambil dari nama orang atau tempat.
Pada teks tulisan tangan, nama ilmiah diberi garis bawah yang terpisah untuk nama
genus dan namas pesies,contoh Teks garis bawah.

Nama lengkap (untuk hewan) atau singkatan (untuk tumbuhan) dari deskriptor boleh
diberikan di belakang nama spesies, dan ditulis dengan huruf tegak (latin) atau tanpa garis
bawah (jika tulisan tangan). Jika suatu spesies digolongkan dalam genus yang berbeda dari
yang berlaku sekarang, nama deskriptor ditulis dalam tanda kurung. Contoh: Glycine
maxMerr., Passer domesticus (Linnaeus, 1978) yang terakhir semula dimasukkan dalam
genus Fringilla, sehingga diberi tanda kurung (parentesis).
Pada penulisan teks yang menyertakan nama umum/trivial, nama ilmiah biasanya menyusul
dan diletakkan dalam tanda kurung.

Contoh pada suatu judul: PENGUJIAN DAYA TAHAN KEDELAI (Glycine maxMerr.)
TERHADAP BEBERAPA TINGKAT SALINITAS. (Penjelasan: Merr. Adalah singkatan
dari deskriptor (dalamcontohini E.D. Merrill) yang hasil karyanya diakui untuk
menggambarkan Glycine max. Nama Glycine max diberikan dalam judul karena ada spesies
lain, Glycine soja, yang juga disebut kedelai.).
Nama ilmiah ditulis lengkap apabila di sebutkan pertama kali. Penyebutan selanjutnya cukup
dengan mengambil huruf awal nama genus dan diberititik lalu nama spesies secara lengkap.
Contoh: Tumbuhan dengan bunga terbesar dapat ditemukan di hutan-hutan Bengkulu, yang
dikenl sebagai padmaraksasa (Rafflesia arnoldii). Di Pulau Jawa ditemukan pula kerabatnya,
yang dikenal sebagai R. patma, dengan ukuran bunga yang lebih kecil.

Sebutan E. Col iatau T. Rex berasal dari konvensiini.

Singkatan sp. (zoologi) atau spec. (botani) digunakan jika nama spesies tidak dapat atau
tidak perlu dijelaskan. Singkatan spp. (zoologi dan botani) merupakan bentuk jamak.
Contoh: Canis sp., berarti satu jenis dari genus Canis; Adiantum spp., berarti jenis-jenis
Adiantum.
Sering dikacaukan dengan singkatan sebelumnya adalah ssp. (zoologi) atau subsp.
(botani) yang menunjukkan subs pesies yang belum di identifikasi. Singkatan ini berarti
subspesies, dan bentuk jamaknya sspp. atau subspp.
Singkatan cf. (dariconfer) dipakai jika identifikasi nama belum pasti. Contoh: Corvus cf.
Splendens berarti sejenis burung mirip dengan gagak (Corvussplendens) tapi belum
dipastikan sama dengan spesies ini.
Penamaan fungi mengikuti penamaan tumbuhan.
Tatanama binomial dikenal pula sebagai Sistem Klasifikasi Binomial.

Tata nama Ilmiah


Aturan tata nama ilmiah Binomial Nomenclatur (Sistem Tata Nama Ganda) :
1. Nama ilmiah ditulis dengan bahasa Latin atau bahasa lain yang dilatinkan.
o Durian ( Duriozibethinus ) : cetak
o Durian ( Duriozibethinus ) : tulis tangan
2. Terdiri atas dua kata, kata yang I menunjukkan Genus dan kata II menunjukkan
spesies. Jika lebih dari 2 kata diberi tanda hubung.
- Kembang sepatu( Hibiscusrosa-sinensis)
3. Huruf pertama kata I ditulis kapital, yang lain kecil.
4. Ditulis miring/tebal (cetak) atau digaris bawahi terpisah (tulis tangan).
5. Nama hewan dapat diadakan pengulangan, sedang nama tumbuhan tidak.
o Pisang (Musa paradisiaca)
o Ayam ( Galusgalus )
o Babi hutan ( Babirussa babirussa )
6. Penulisan varietas tidak digaris bawahi atau miring
o Padi ( Oryza sativa var. nutitiva )

CARA PEMBERIAN NAMA KELAS, BANGSA DAN FAMILI :

1. Nama kelas adalah nama genus + nae. contoh: Equisetum + nae, menjadi kelas Equisetinae.
2. Nama ordo adalah nama genus + ales. contoh: zingiber + ales, menjadi ordo Zingiberales.
3. Nama famili adalah nama genus + aceae. contoh: Canna + aceae, menjadi famili Cannacea

TAKSON PADI ORANG UTAN

Divisi / Phylum Spermatophyta Chordata


Sub Angiospermae Vertebrata
Classis [kelas] Monocotyledonae Mammalia
Ordo [bangsa] Poales / Glumiflorae Primata
Familia [suku] Poaceae / Graminae Pongidae
Genus [marga] Oryza Pongo
Spesies [jenis] Oryza sativa L Pongopigmaeus
Sub-spesies Pongopigmaeussumatraensis

KODE INTERNASIONAL TATANAMA TUMBUHAN

Untuk menerapkan nama-nama ilmiah secara tepat, kita harus menguasai ketentuan-ketentuan yang
termuat dalam KITT yang susunan maupun isinya menggunakan gaya bahasa yang tidak mudah
dipahami oleh ilmuwan pada umumnya. Isi KITT yang disusun dengan menggunakan bahasa yuris
seperti buku undang-undang, membuat ahli taksonomi kurang berminat untuk mencermati isinya.

Penerapan KITT tidaklah sesederhana yang kita kira. Dalam penggunaan nama ilmiah sering terjadi
kekisruhan-kekisruhan seperti dalam pemakaian nama-nama biasa. Ketentuan-ketentuan yang termuat
dalam KITT dapat mengalami perubahan, atau tidak berlaku lagi sebagai akibat ususl-usul perubahan,
penyempurnaan, penghapusan dan lain-lain dari para ahli Muktamar Botani Internasional. Sehingga
setelah selesai suatu muktamar, biasanya akan terbit edisi KITT terbaru. Ini menunjukkan, bahwa
siapapun yang melibatkan diri dengan kegiatan taksonomi tumbuhan, harus selalu mengikuti
perkembangan, agar terhindar dari kemungkinan-kemungkinan ketentuan-ketentuan yang telah
berubah atau yang tidak berlaku lagi.

Sampai pada umurnya yang hampir abad ini peraturan tentang tatanama tumbuhan telah mengalami
bermacam-macan ujian dan cobaan, namun tampaknya segala ujian dan cobaan telah di lalui dengan
gemilang, sehingga kedudukannya menjadi semakin kokoh dan isinya boleh dianggap sebagai aturan
main bagi siapapun yang ingin mendalami taksonomi tumbuhan.

Ujian-ujian dan cobaan-cobaan yang cukup berat telah harus dihadapi oleh Kode Paris sebelum
mencapai usia 10 tahun terhitung dari kelahirannya pada tahun 1967. Dalam waktu yang relative
singkat segera diketahui bahwa Kode Paris mengandung banyak sekali kekurangan-kekurangan, dan
sebagai akibatnya untuk hal yang dalam Kode Paris belum ada ketentuannya para ahli taksonomi
memberikan interpretasinya sendiri-sendiri dan mulai muncul ketentuan-ketentuan yang bukan atau
belum merupakan kesepakatan internasional.

Isi KITT

Dalam bentuknya sebagai hasil Muktamar Sydney tahun 1981, Kode Internasianal Tatanama
Tumbuhan yang diterbitkan dalm tiga bahasa: Inggris, Perancis, dan Jerman pada tahun 1983, memuat
bagian-bagian penting berikut:

a. Mukadimah
b. Bagian I Asas-asas
c. Bagian II Peraturan dan Saran-saran yang terdiri atas 75 pasal, terbagi dalam
6 bab, dengan masing-masing bab terbagi lagi dalam beberapa seksi
d. Bagian III Ketentuan-ketentuan untuk mengubah kode
e. Lampiran I Nama-nama hibrida
f. Lampiran II Nama-nama suku yang dilestarikan
g. Lampiran III Nama-nama marga yang dilestarikan dan ditolak
h. Lampiran IV Nama-nama yang bagaimaapun ditolak

A. Mukadimah

a. Mukadimah KITT memuat sepuluh butir yang penting , yaitu:

- Pembenaran, bahwa ilmu tumbuhan memerlukan system tatanama yang sederhana namun
tepat, yang digunakan oleh semua ahli ilmu tumbuhan di seluruh dunia.
- Asas-asas yang seluruhnya hanya berjumlah enam merupakan dasar atau pangkal tolak
system tatanam tumbuhan, yang selanjutnya dijabarkan kedalam peraturan-peraturan dan
saran-saran atau rekomedasi yang lebih terinci,
- Ketentuan-ketentuan yang terinci dibagi dalam peraturan-peraturan yang harus ditaati, dan
saran-saran yang seyogyanya diikiuti demi keseragaman yang lebih luas, da tidak menjadi
contoh yang tidak selayaknya untuk di tiru.
- Sasaran yang ingin dicapai dengan penyusunan peraturan-peraturan tatanama tumbuhan
adalah untuk penertiban tatanama di masa lampau dan penyediaan system tatanama untuk
masa mendatang.
- Sasaran yang ingin dicapai dengan pemberian saran- saran atau rekomendasi adalah
keseragaman yang lebih luas serta kejelasan yang lebih terang, terutama untuk masa
mendatang.
- Ketentuan untuk mengubah kode tatanama tumbuhan merupakan bagian terakhir kode ini.
- Peraturan peraturan dan saran-saran berlaku untuk semua makhluk yang diperlakukan
sebagai tumbuhan ( termasuk jamur, tetapi bakteri tidak), baik yang telah bersifat fosil
maupun yang sekarang masih hidup.
- Dalam butir ini dinyatakan, bahwa satu-satunya alasan yang tepat untuk mengubah suatu
nama adalah atau adanya studi yang lebih mendalam yang menghasilkan data yang
membenarkan pengubahan suatu nama, karena identifikasi sebelumnya dipandang tidak tepat
lagi, atau karena nama yang bersangkutan ternyata bertentangan dengan ketentuan yang
berlaku.
- Butir ini menyatakan bahwa dalam hal tidak adanya peraturan yang relevan, atau dalam hal
yang hasilnya akan meragukan bila suatu peraturan diterapkan, maka kelaziman lah yang
harus diikuti .
- Butir terakhir mukadimah KITT menyatakan, bahwa dengan diterbitkannya edisi terbaru,
otomatis semua edisi sebelumnya tidak berlaku lagi.

b. Bagian I Asas-asas Tatanama Tumbuhan

- Asas I

Tatanama tumbuhan dan tatanama hewan berdiri sendiri-sendiri. Kode Internasional Tatanama
Tumbuhan berlaku sama bagi nama-nama takson yang sejak semua diperlakukan sebagai tumbuhan
atau tidak

Kalimat pertama menunjukkan bahwa peraturan nama ilmiah hewan dan tumbuhan itu berbeda.
Misalnya istilah phylum untuk suatu kategori dalam klasifikasi hewan yang dalam klasifikasi
tumbuhan disebut division. Kalimat kedua menunjukkan bahwa bila organism itu dianggap hewan,
maka nama organism itu harus mengikuti ketentuan-ketentuan yang ada dalam Kode Internasional
Tatanama Hewan, sebaliknya, bila organism diperlakukan sebagai tumbuhan, maka namanya harus
tunduk pada KITT.
- Asas II

Penerapan nama-nama takson ditentukan dengan perantaraan tipe tatanamanya .Yang dimaksud
dengan tipe tatanama adalah unsure suatu takson yang dikaitkan secara permanen dengan nama yang
diberikan kepada takson itu.

- Asas III

Tatanama takson didasarkan atas perioritas publikasinya. Bila suatu takson mempunyai lebih dari satu
nama, maka nama yang dipublikasikan lebih dululah yang berlaku. Tentu saja dalam hal ini
pemberian nama telah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

- Asas IV

Setiap takson dengan sirkum skripsi, dan tingkat tertentu hanya dapat mempunyai satu nama yang
benar, yaitu nama tertua yang sesuai dengan peraturan, kecuali dalam hal-hal yang dinyatakan secara
khusus.

Bila ditekankan pada hanya dapat mempunyai satu nama yang benar, maka adanya sinonima
merupakan suatu hal yang tidak dimungkinkan, namun dinyatakan pula bahwa hal itu ada
pengecualiannya. Seperti beberapa nama suku yang secara eksplisit dinyatakan, bahwa suku-suku tadi
mempunyai nama alternative. Nama-nama suku Gramineae, Palmae, Umbelliferae, Compositae
misalnya, berturut-turut boleh diganti dengan Poaceae, Arecaceae, Apiaceae, dan Asteraceae.

- Asas V

Nama-nama ilmiah diperlakukan sebagai bahasa latin tanpa memperhatikan asal nya. Nama ilmiah
adalah nama yang terdiri atas kata-kata yang diperlakukan sebagai bahasa Latin, dan tidak tepat bila
nama ilmiah disamakan dengan nama latin.

- Asas VI

Peraturan tatanama berlaku surut kecuali bila dibatasi dengan sengaja. Peraturan tatanama tumbuhan
lahir pada tahun 1867 yang diawali oleh Muktamar Botani Internasional I di Paris. Namun demikian
ketentuan-ketentuan yang termuat di dalamnya dinyatakan berlaku sejak lebih seabad sebelumnya,
yaitu dinyatakan berlaku per 1 Mei 1753, jadi peraturan tatanama tumbuhan itu berlaku surut.
c. Bagian II Peraturan-peraturan dan Saran-saran (rekomendasi)

Bab I . Tingkat-tingkat takson dan istilah-istilah untuk menyebutnya

Bab ini terdiri atas lima pasal. Pasal satu sampai lima yang memuat butir-butir utama sebagai
berikut.

- Bahwa dalam taksonomi tumbuhan, setiap kelompok taksonomi dari kategori yang
manapun disebut suatu takson.
- Bahwa dari sederetan takson yang bertingkat-tingkat itu yang dijadikan unit dasar
adalah kategori jenis.
- Bahwa tingkat-tingkat takson (kategori) yang pokok berturut-turut dari bawah ke atas
disebut dengan istilah jenis (spesies), marga (genus), suku (familia), bangsa (ordo),
kelas (classis), dan divisi (division).
- Bahwa bila dikehendaki jumlah tingkat takson yang lebih banyak dapat ditambahkan
atau diantara takson-takson lama disisipkan takson-takson baru, asal hal itu tidak
akan berakibat terjadinya kekeliruan atau kekacauan. Untuk sederetan tingkat takson
yang telah mendapat kesepakatan internasional dari yang besar ke yang kecil disebut
dengan istilah-istilah dunia (regnum), anak dunia (sub regnum), divisi (division),
kelas (classis), anak kelas (sub classis), bangsa (ordo), anak bangsa (sub ordo), suku
(familia), anak suku (sub familia), rumpun (tribus), anak rumpun (sub tribus), marga
(genus), anak marga (sub genus), seksi (sectio), anak seksi (sub section), seri (series),
anak seri (sub series), jenis (spesies), anak jenis (sub spesies), varitas (varietas), anak
varitas (sub varietas), forma (forma), anak forma (sub forma).
- Bahwa urutan-urutan tingkat-tingkat takson (kategori) itu tidak boleh di ubah.

Bab II Ketentuan umum untuk nama-nama takson

Bab ini terbagi dalam empat seksi yang seluruhnya memuat 10 pasal (pasal 6 sampai dengan 15).
Seksi pertama yang berjudul definisi-definisi hanya terdiri atas satu pasal, yaitu pasal 6 dan isi yang
penting pasal ini antara lain adalah definisi-definisi untuk:

- Publikasi yang mangkus (efektif), yaitu publikasi yang sesuai dengan persyaratan seperti
tersebut dalam Pasal 29-31.
- Publikasi yang sahih (berlaku), bila memenuhi persyaratan seperti tersebut dalam Pasal-pasal
32-45.
Dalam seksi ini selanjutnya juga diberikan definisi-definisi untuk berbagai nama dengan sebutan
tertentu, antar lain:

- Nama sah (legitimate), bila sesuai dengan bunyinya peraturan dan tidak sah (illegitimate) bila
bertentangan dengan bunyinya peraturan.
- Nama yang benar (correct), merupakan nama sah yang tertera publikasi, kecuali untuk nama-
nama tertentu yang dinyatakan sebagai perkecualian terhadap ketentuan itu.
- Nama kombinasi, adalah nama-nama takson di bawah tingkat marga (jenis, anak jenis,
varietas, dst) yang terdiri atas nama marga digabung dengan nama sebutan (epitheton) yang
berjumlah satu sehingga membentuk kombinasi ganda. Seperti pada nama jenis Hibiscus
sabdariffa, yang terdiri atas nama marga Hibiscus digabung dengan sebutan jenis sabdariffa.
- Autonima atau nama automatis, yaitu nama yang harus berbentuk tertentu, sesuai dengan
bunyinya ketentuan.
- Sinonima, dua nama atau lebih untuk suatu takson, misalnya Gramineae=Poaceae,
Compositae=Asteraceae untuk nama-nama suku.
- Basionima, yaitu nama dasr yang dijadikan pangkal tolak dalam pemberian nama kepada
suatu takson tertentu, misalnya pemberian nama suatu jenis yang mengalami perubahan
status, yaitu dipindah ke lain marga, sehingga namanya harus berubah. Sebagai contoh adalah
Pseudodatura arborea yang dipindahkan ke marga Brugmansia yang namanya berubah
menjadi Brugmansia arborea. Dalam contoh ini Pseudodatura arborea merupakan
basionimanya Brugmansia arborea.
- Homonima, yaitu suatu nama yang digunakan untuk dua takson yang berbeda. Nama Setaria
misalnya oleh Acharius digunakan untuk nama marga lumut kerak, tetapi Palisot de Beauvais
menggunakan nama Setaria untuk marga rumput. Ini merupakan contoh homonima, yang
sesuai dengan asas prioritas nama Setaria untuk marga rumput itu harus diganti karena Setaria
sudah lebih digunakan untuk nama lumut kerak.
- Tautonima, yaitu nama jenis yang nama marga dan sebutan jenisnya terdiri atas kata-kata
yang persis sama atau hampir sama, misalnya Linaria linaria, Boldu boldus. Berbeda dalam
taksonomi hewan, dalam taksonomi tumbuhan tautonima merupakan nama yang tidak sah,
jadi tidak boleh digunakan.
- Nama telanjang (nomen nudum), nama yang diberikan tanpa disertai candra atau diagnosis
dalam bahasa Latin yag sesuai dengan ketentuan. Seperti tautonima, nomen nudum juga
merupakan nama yang tidak sah.
- Nama yang meragukan (nomen ambiguum), adalah nama yang oleh penciptanya tidak secara
eksplisit dinyatakan sebagai nama suatu takson tertentu, sehingga meragukan, apakah kata-
kata yang dipakai itu benar-benar dimaksud sebagai nama takson atau bukan.
- Nama-nama yang dilestarikan (nomen conservandum), nama yang dipertahankan untuk terus
dipakai, walaupun nama itu tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

1. Nama-nama marga yag dilestarikan (nomina generic conservanda)


2. Nama-nama suku yang dilestarikan (nomina familiarum conservanda)

Nama-nama yang ditolak (nomen rejiciendum), nama-nam yang secara luas dan terus
dipakai untuk takson yang tidak mencakup tipe-tipe tatanamanya.

Seksi II memuat masalah tipifikasi, terdiri atas 4 pasal (pasal 7-10), memuat antara lain:

- Penerapan nama-nama takson tingkat suku ke bawah harus didasarkan atas tipe tatanamanya.
- Tipe tatanama adalah unsure suatu takson yang padanya melekat secara permanen nama dan
candra takson yang bersangkutan, dan bahwa tiep tatanama tidak harus merupakan wakil
takson tadi yang dianggap paling tipikal.
- Specimen atau unsure lain yang dipilih sebagai tipe tatanama disebut holotipe.
- Bila seorang ahli member nama dan mencandra suatu takson tidak menentukan holotipenya,
atau karena sesuatu sebab holotipe itu hilang atau binasa, dapat ditentukan penggantinya
yang disebut lektotipe atau neotipe.

Seksi III dalam bab ini yang terdiri atas 1 pasal, yaitu pasal 11 memuat masalah
prioritas dan nama yang benar yang pada dasrnya tidak berbeda dengan bunyi Asas IV, dengan
ditambah bahwa: nama yang benar untuk marga atau genus adalah nama tertua yang sah yang
diberikan untuk tingkat takson itu kecuali bila ada pembatasan prioritas karena adanya nama-nama
yang dilestarikan.

Nama yang benar untuk setiap jenis atau takson di bawahnya adalah kombinasi sebutan (epitheton)
dalam nama sah yang tertua yang diberikan kepada takson tadi, dengan nama marga atau nama jenis
yang membawahinya, kecuali bila kombinasi itu menjadi tidak berlaku karena adanya pembatasan
asas prioritas, atau sebab lain yang menyebabkan harus digunakannya kombinasi yang berbeda.

Seksi IV yang terdiri atas 3 pasal (pasal 13-15) berjudul pembatasan asas prioritas
berisi antara lain ketentuan-ketentuan, bahwa:

Nama-nama tumbuhan dari berbagai kategori diperlakukan seakan-akan dipublikasikan mulai dari
tanggal-tanggal seperti di bawah ini.

Bagi tumbuhan yang sekarang masih hidup:


- 1 Mei 1753 untuk Spermatophyta dan Pteridophyta
- 1 Januari 1801 untuk Musci dan Sphagnaceae
- 1 Mei 1753 untuk Sphagnaceae dan Hepaticae
- 1 Mei 1753 untuk Fungi dan Fungi pembentuk Lichenes

31 Desember 1801 untuk jamur bangsa Uredinales, Ustilaginales dan Gasteromycetes yang dipakai
oleh Persoon

- 1 Januari 1821 untuk Fungi Caeteri, selain Myxomycetes dan jamur pembentuk Lichenes
- 1 Mei 1753 untuk Algae
- 1 Januari 1892 untuk Nostocaceae Homocysteae
- 1 Januari 1886 untuk Nostocaceae Heterocysteae
- 1 Januari 1848 untuk Desmidiaceae
- 1 Januari 1900 untuk Oedogoniaceae

Bagi tumbuhan yang telah bersifat fosil, 31 Desember 1820 untuk semua golongan.

Bab III Tata nama Takson sesuai dengan tingkatnya

Nama-nama ilmiah untuk takson tingkat mana pun lazin ditulis dengan menggunakan huruf besar
(capital) untuk huruf pertama setiap nama. Bab III ini terdiri atas 13 pasal yang dikelompokkan ke
dalam 6 seksi.

Seksi I dalam bab ini terdiri atas Pasal 16 dan 17 diberi judul nama-nama takson di atas tingkat
suku dan di dalamnya terdapat butir-butir penting sebagai berikut:

- Bahwa untuk takson di atas tingkat suku tidak diterapkan metode tipe, dan bahwa asas
prioritas tidak berlaku baginya.
- Bahwa nama-nama takson di atas tingkat suku automatis dapat disebut mempunyai tipe
tatanama bila nama-namanya didasarkan atas nama suatu marga yang tergolong di dalamnya,
ditambah dengan akhiran yang sesuai untuk takson itu.
- Namun demikian, bagi kelompok ini ada beberapa saran yang menyangkut pemberian
namanya yang pantas untuk mendapatkan perhatian, adalah:
- Untuk nama-nama divisi seyogyanya digunakan satu kata majemuk berbentuk jamak yang
diambilkan dari cirri khas yang berlaku untuk semua warga divisi dengan ditambah akhiran
phyta, kecuali untuk jamur yang disarankan untuk diberi akhiran mycota.
- Untuk nama anak divisi melalui cara yang sama dengan diberi akhiran phytina dan untuk
golongan jamur dengan akhiran mycotina.
- Untuk nama-nama kelas juga dengan cara yang sama, namun disarankan untuk menggunakan
akhiran phyceae bagi Algae, -mycetes bagi Fungi, dan opsida bagi Cormophyta.
- Untuk anak kelas pun demikian, akhirannya saja yang berbeda-beda, yaitu phycidae untuk
Algae, -mycetidae untuk Fungi, dan idae untuk Cormophyta

Seksi kedua Bab III yang memuat dua pasal (pasal 18 dan 19) membahas masalah nama-nama suku,
anak suku, rumpun, dan ana k rumpun. Nama-nama suku merupakan satu kata sifat yang
diperlakukan sebagai kata benda yang berbentuk jamak, biasanya diambil dari nama marga yang
dipilih sebagai tipe tatanamanya ditambah dengan akhiran aceae, seperti misalnya: Malvaceae (dari
Malva+aceae).

Seksi III yang terdiri atas Pasal-pasal 20-22 membahas nama-nama marga dan takson-takson di
bawahnya. Terdiri atas 3 pasal dengan butir-butir yang penting sebagai berikut:

- Nama marga merupakan kata benda berbentuk mufrad, atau kata lain yang diperlakukan
sebagai kata yang bersifat demikian, bahkan dapat dibentuk dengan cara mana suka.
- Nama marga tidak dibenarkan berupa istilah yang lazim digunakan dalam morfologi
tumbuha, misalnya Radicula atau Tuber (yang masing-masing berarti akar lembaga dan
umbi), kecuali bila pemberian nama itu telah terjadi sebelum 1 Januari 1912, dan pada waktu
nama itu dipublikasikan dilengkapi pula dengan nama jenis yang disusun sesuai dengan
system biner menurut Linnaeus.
- Nama marga tidak boleh terdiri atas dua kata, atau kedua kata itu harus disatukan dengan
tanda penghubung, misalnya Uva-ursi.
- Kata-kata yang tidak dimaksud sebagai nama marga tidak dapat dianggap sebagai nama
marga, seperti kata Anonymos.

Seksi III yang terdiri atas Pasal-pasal 20-22 membahas nama-nama marga dan takson-takson di
bawahnya. Terdiri atas 3 pasal dengan butir-butir yang penting sebagai berikut:

- Nama marga merupakan kata benda berbentuk mufrad, atau kata lain yang diperlakukan
sebagai kata yang bersifat demikian, bahkan dapat dibentuk dengan cara mana suka.
- Nama marga tidak dibenarkan berupa istilah yang lazim digunakan dalam morfologi
tumbuha, misalnya Radicula atau Tuber (yang masing-masing berarti akar lembaga dan
umbi), kecuali bila pemberian nama itu telah terjadi sebelum 1 Januari 1912, dan pada waktu
nama itu dipublikasikan dilengkapi pula dengan nama jenis yang disusun sesuai dengan
system biner menurut Linnaeus.
- Nama marga tidak boleh terdiri atas dua kata, atau kedua kata itu harus disatukan dengan
tanda penghubung, misalnya Uva-ursi.
- Kata-kata yang tidak dimaksud sebagai nama marga tidak dapat dianggap sebagai nama
marga, seperti kata Anonymos.

Dalam pembentukan nama-nama marga ada sejumlah saran yang dimohonkan perhatian, dan sedapat
mungkin tidak dilanggar, antara lain:

- Agar sedapat mungkin menggunakan bentuk Latin


- Menghindarkan penggunaan kata-kata yang tidak mudah disesuaikan dengan bahasa Latin
- Tidak menggunakan kata yang panjang dan sukar dilafalkan dalam bahasa Latin
- Tidak menggunakan kata-kata yang merupakan gabungan kata dari bahasa yang berlainan
- Bila mungkin, dengan pemberian akhiran tertentu menunjukkan kekerabatan atau anlogi suatu
marga dengan marga lain
- Menghindarkan penggunaan kata sifat sebagai kata benda
- Tidak menggunakan kata yang dijabarkan dari sebutan jenis yang tergolong dalam marga itu
- Tidak menggunakan nama orang yang tidak ada kaitannya dengan dunia ilmu tumbuhan
- Menggunakan sebagai nama marga potongan-potongan dari dua nama marga lain.

Seksi IV Bab III nama-nama jenis hanya terdiri atas satu pasal, yaitu Pasal 23, yang berisi
ketentuan-ketentuan dan saran-saran tentang nama jenis, memuat butir-butir penting berikut:

- Nama jenis adalah suatu kombinasi biner atau binomial yang terdiri atas nama marga disusul
dengan sebutan jenis, yang dalam penulisannya hanya huruf pertamanya saja yang ditulis
dengan huruf besar, bagian lainnya termasuk sebutan jenisnya, semua ditulis dengan huruf
kecil.
- Sebutan jenis dapat diambil dari sumber yang mana pun, bahkan dapat dibentuk secara
arbitrar.
- Lambang yang merupakan bagian sebutan jenis harus ditranskripsikan, jadi nama Scandix
pecten o L. harus ditulis Scandix pecten-veneris L., Veronica anagallis L. harus ditulis
Veronica anagallis aquatica L.
- Sebutan jenis tidak boleh terdiri atas kata yang merupakan ulangan yang sama atau hampir
sama nama marga, dengan atau tanpa ditambah lambing yang telah ditranskripsikan.
- Sebutan jenis yang merupakan kata sifat, harus diberi bentuk yang menurut tata bahasa sesuai
dengan jenis kelamin nama marganya, misalnya: Aspergilllus niger, Sambucus nigra, Piper
nigrum, Crocus sativus, Oryza sativa, Triticum sativum. Aspergillus dan Crocus berjenis
kelamin jantan, Sambucus dan Oryza betina, sedangkan Piper dan Triticum banci.
- Ada beberapa kata yang ditempatkan di belakang nama marga namun kata itu tidak dianggap
sebagai sebutan jenis, karena kata-kata itu memang tidak dimaksud sebagai sebutan jenis,
melainkan untuk menunjukkan sesuatu hal/sifat mengenai tumbuhan yang dimaksud. Atriplex
nova, yang di sini kata nova hanya untuk menunjukkan bahwa tumbuhan yang dimaksud
adalah suatu jenis baru (nova) dalam marga Atriplex, yang belum ada namanya.
- Angka: dalam huruf yang menyatakan nomor urut, misalnya Boletus vicessimus sextus,
Agaricus octogesimus nonus. Kata sextus (=keenam) dan nonus (kesembilan) di sini
dimaksud untuk menunjukkan jenis yang ke-6 dan ke-9 dalam urutan dalam marga masing-
masing, jadi tidak merupakan bagian sebutan jenis.
- Kata-kata yang biasanya menunjukkan suatu sifat, yang termuat sebagai sebutan jenis, namun
belum secara konsisten digunakan sesuai dengan system ganda menurut Linnaeus. Dalam
nama Abutilon flore flvo, kata flore flavo bukan suatu sebutan jenis, melainkan suatu
deskripsi yang menunjukkan salah satu ciri tumbuhan yang bersangkutan, ialah bahwa
tumbuhan iitu mempunyai bunga yang berwarna kuning (flore flavo= berbunga kuning).
- Formula yang menunjukkan nama hibrida. Nama-nama hibrida yang juga tampak bersifat
ganda, bagian belakang kombinasi nama hibrida itu tidak dapat dikatakan sebagai sebutan
jenis, namun merupakan sebagian formula yang merupakan nama hibrida, yang biasanya
dicirikan dengan adanya suatu tanda x (tanda perkalian=multiplication sign)

Seksi V Bab III yang terdiri atas pasal 24, 25, dan 26 memuat ketentuan-ketentuan untuk nama-nama
takson di bawah tingkat jenis (takson infraspesifik). Ketentuan-ketentuan yang penting yang
berkaitan dengan pemberian nama-nama takson di bawah tingkat jenis (anak jenis, varitas, anak
varitas, forma dan anak forma), antara lain ialah:

- Nama takson di bawah tingkat jenis terdiri atas nama jenis dan suatu sebutan yang
dihubungkan dengan istilah untuk takson di bawah tingkat jenis yang dimaksud, sehingga
dengan demikian nama itu sekurang-kurangnya terdiri atas empat kata, yaitu dua kata untuk
nama jenis, satu kata untuk sebutan takson di bawah tingkat jenis, dan satu kata yang
merupakan istilah untuk takson di bawah tingkat jenis (biasanya dalam bentuk singkatan)
yang dimaksud. Contoh: Pedilanthus tithymaloides subspecies retusus; Hibiscus sabdariffa
varietas alba; Trifolium stellatum forma nanum.
- Sebutan untuk takson di bawah tingkat jenis, seperti halnya dengan sebutan jenis, harus
mempunyai bentuk yang dari segi tata bahasa disesuaikan dengan jenis kelamin nama
marganya.
- Kata-kata typcus, originalis, orginarius, genuinus, verus, dst, yang berarti tipikal, asli, atau
sungguh, dan dimaksud untuk menunjukkan bahwa takson di bawah tingkat jenis itu memuat
tipe tatanama takson yang berada setingkat di atasnya, justru sebutan-sebutan itu tidak
dibenarkan untuk dipakai dan juga tidak dapat dipublikasikan.
- Penggunaan kombinasi ganda sebagai sebutan takson di bawah tingkat jenis tidak dibenarkan,
dan bila hal itu terjadi penulisannya harus dibetulkan
- Takson-takson di bawah tingkat jenis yang tergolong dalam jenis yang berbeda, dapat
mempunyai sebutan yang sama dan takson di bawah tingkat jenis dapat mempunyai sebutan
yang sama dengan sebutan yang digunakan untuk jenis lain di luar jenis yang membawahi
takson tadi.

Seksi VI yang merupakan seksi terakhir dalam Bab III ini, berjudul nama tumbuhan budidaya, yang
hanya memuat satu pasal (Pasal 28) dan berisi ketentuan-ketentuann berikut:

- Tumbuhan dari keadaan liar yang kemungkinan dibudidayakan , mempertahankan nama


seperti yang diberikan kepada takson itu ketika masih tumbuh di alam, misalnya untuk tebu
namanya tetap Saccharum officinarum.
- Hibrida atau bastar, baik yang putative maupun yamg merupakan hasil pembastaran dengan
sengaja, diberi nama sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang termuat dalam lampiran KITT
tentang nama hibrida, yang seluruhnya terdiri atas 12 pasal, yang dicirikan dengan tanda
perkalian (x) atau dengan penggunaan awalan Noto-, misalnya: x Agropogon (bastar antar
marga Agrostis x Polypogon).
- Unit-unit hasil kegiatan dalam pertanian yang tercakup dalam istilah pemuliaan, lazimnya
disebut sebagai kultivar, mempunyai tatanama yang diatur dalam Kode Internasional
Tatanama Tumbuhan Budidaya.

Bab IV Publikasi mangkus (efektif) dan publikasi sahih (berlaku)

Bab ini dibagi dalam 4 seksi yang seluruhnya mencakup 22 pasal (Pasal 29 sampai dengan 50).
Adapun ketentuan-ketentuan yang perlu mendapat perhatian kita antara lain:

Seksi I tentang kondisi dan tanggal publikasi yang mangkus, yang terdiri atas tiga pasal (Pasal 29
sampai dengan 31):

- Di bawah KITT, publikasi hanya dianggap mangkus apabila merupakan distribusi barang
cetakan (melalui penjualan, tukar menukar, atau pemberian) kepada khalayak umum atau
sekurang-kurangnya kepada lembaga-lembaga ilmu tumbuhan dengan perpustakaan yang
terbuka bagi ilmuwan tumbuhan pada umumya.
- Pemasaran barang cetakan yang tidak ada untuk dijual tidak merupakan publikasi yang
mangkus.
- Publikasi tulisan tangan yang tidak dapat dihapus merupakan publikasi yang mangkus, bila
hal itu terjadi sebelum 1 Januari 1953.
- Publikasi nama-nama dalam catalog dagang pada 1 Januari 1953 dan setelah itu, demikian
pula publikasi nama-nama dalam daftar tukar menukar biji pada tanggal 1 Januari 1973 dan
sesudahnya, merupakan publikasi yang tidak dianggap mangkus.
- Tanggal publikasi yang mangkus adalah tanggal mulainya barang cetakan itu tersedia bagi
masyarakat. Bila tidak ada bukti lain, tanggal yang disebut pada barang cetakan itu harus
diterima sebagai tanggal publikasinya yang benar.
- Bila makalah-makalah lepas dari suatu berkala atau karya lain yang ditawarkan untuk dijual
terbit lebih dulu, tanggal pada separat itu dianggap sebagai tanggal publikasinya yang
mangkus, kecuali bila kemudian terbukti, bahwa tanggal tadi keliru.
- Mulai tanggal 1 Januari 1953 dan setelah itu distribusi barang cetakan yang menyertai bahan
kering tidak dapat dianggap sebagai publikasi yang mangkus.

Seksi II, kondisi dan tanggal publikasi nama yang sahih

Seksi II Bab IV ini meliputi sampai 15 pasal (Pasal 32-46) yang berisi ketentuan-ketentuan mengenai
persyaratan dan aspek publikasi yang dapat dinyatakan sebagai publikasi yang sahih (valid). Di antara
butir-butir yang penting yang mempunyai kaitan erat dengan masalh publikasi yang sahih itu adalah:

1. Agar dapat terpublikasikan dengan sahih, nama suatu takson (kecuali bila berupa
autonima) harus memenuhi ketentuan-ketentuan berikut:

- Telah dipublikasikan dengan cara yang mangkus pada tanggal mulai berlakunya tatanama
yang diakui bagi kelompok yag bersangkutan, atau dipublikasikan setelah tanggal tersebut.
- Mempunyai bentuk yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk tingkat takson masing-
masing.
- Disertai candra atau diagnosis yang pernah dipublikasikan secara mangkus sebelumnya.
- Sesuai dengan ketentuan-ketentuan khusus seperti termuat dalam Pasal-pasal 33-45.

2. Nama yang dipublikasikan dengan sahih melalui rujukan dengan deskripsi atau diagnosis
yang dipublikasikan sebelumnya, mempunyai sebagai tipe tatanamanya suatu unsure yang
dipilih sesuai dengan bunyi candra atau diagnosis, yang menyebabkan nama tadi dapat
dipublikasikan dengan sahih.
3. Diagnosis suatu takson merupakan suatu candra yang pendek yang menurut penulisnya dapat
digunakan untuk membedakan takson itu dari takson yang lain, yang berarti dapat digunakan
untuk mengidentifikasikan takson tadi tanpa kemungkinan kekeliruan dengan takson lain.
4. Rujukan tidak langsung merupakan petunjuk yang jelas, melalui sitasi penulisnya atau dengan
cara lain, bahwa untuk kesahihan publikasi suatu nama, dapat digunakan candra atau
diagnosis yang pernah diterbitkan sebelumnya.
5. Nama yang dipublikasikan dengan bentuk bahasa Latin yang salah, tetapi selain itu telah
sesuai dengan KITT, dianggap telah dipublikasikan dengan sahih, namun kesalahnnya harus
diperbaiki tanpa mengubah nama pencipta dan tanggal publikasinya.
6. Autonima dianggap sebagai nama yang dipublikasikan dengan sahih, sejak diterbitkannya
karya yang memuat nama itu untuk pertama kali.

Seksi III Sitasi nama pencipta (authors name) dan pustaka demi ketepatan.

Dalam karya-karya ilmiah, nama-nama takson tingkat suku ke bawah seringkali diikuti dengan
satu nama atau lebih yang lazimnya ditulis dalam bentuk singkatan. Pemberi nama atau pencipta
nama itu dalam pustaka berbahasa asing disebut author (Inggris), auteur (Belanda), autor
(Jerman), yang kata-kata itu sebenarnya berarti penulis. Contoh nama takson dengan penciptanya
adalh seperti di bawah ini:

- Rosaceae Juss.
- Rosa L.
- Rosa gallica L.
- Adiantum lunulatum Burm. F.

Pada contoh-contoh di atas Rosaceae merupakan nama suku yang diciptakan oleh de Jussieu (seorang
ahli taksonomi Prancis), yang di situ nama de Jussieu disingkat Juss.

Pasal 46 KITT menyatakan bahwa pencantuman nama pencipta bertujuan agar:

- Nama ilmiah disebut dengan lebih akurat dan lebih lengkap.


- Tersedia suatu sarana untuk melakukan verivikasi mengenai tanggal publikasi nama dan
memungkinkan seseorang yang berminat terhadap takson itu membaca candra atau
diagnosis orisinal yang dibuat oleh pencipta nama tadi.

Seksi IV Bab IV Saran-saran umum mengenai sitasi

Dalam hubungannya dengan masalah sitasi nama-nama dalam seksi ini terdapat beberapa saran atau
anjuran, antara lain:

- Sitasi nama yang dipublikasikan sebagai sinonima, kata sebagai sinonima atau pro syn.
harus ditambahkan, dan bila seorang penulis mempublikasikan sebagai sinonima nama dari
suatu naskah tulisan lain orang, dalam sitasi itu harus digunakan kata ex untuk
menghubungkan nama orang yang dikutip dan nama pengutipnya.
- Dalam mengutip suatu nama telanjang, agar ditambahkan kata-kata nomen nodum
atau disingkat nom. nud.
- Sitasi homonima yang lebih muda harus diikuti dengan nama pencipta homonima yang
lebih tua yang didahului dengan kata non.
- Nama yang merupakan hasil identifikasi yang keliru, seyogyanya tidak dimasukkan
sebagai sinonima tetapi ditambahkan di belakangnya. Penggunaannya harus ditunjukkan
dengan kata-kata auct. non diikuti oleh nama penciptanya yang asli dan rujukan pustaka
yang memuat identifikasi yang salah tadi.
- Bila nama marga atau nama jenis diterima sebagai nama yang dilestarikan di belakang
nama-nama itu harus ditambahkan kata-kata nomen conservandum yang biasnya
disingkat dengan nom. cons.

Bab V Retensi (pelestarian), pemilihan, dan penolakan nama serta sebutan

Seksi I. pelestarian nama atau sebutan pada takson yang diubah atau dipecah. Dalam KITT ada tiga
pasal (51-53) yang memuat ketentuan-ketentuan yang bertalian dengan masalah-masalah seperti
tercermin dari judul Bab IV dan Seksi I ini, yang berbunyi:

1. Perubahan cirri-ciri diagnostic atau sirkumskripsi suatu takson tidak menjamin terjadinya
perubahan namanya, kecuali bila hal itu dituntut sebagai akibat adanya:

- Pemindahan ke takson lain


- Penggabungan dengan takson lain yang setinkat
- Perubahan tingkt takson itu

2. Bila suatu marga dibagi menjadi dua marga atau lebih, nama marga yang lama (bila nama
marga itu merupakan nama yang benar harus dipertahankan untuk salah satu marga baru yang
merupakan pecahannya), yaitu untuk tetap mencakup tipe tatanama marga yang asli, sedang
untuk pecahan yang lain harus ditemukan tipe tatanama baru yang lain bagi masing-masing.
3. Bila suatu jenis dipecah menjadi dua jenis atau lebih, sebutan jenisnya harus dipertahankan
bagi pecahan yang sebagai tipe tatanamnya tetap mempertahankan tipe tatanama
seberlumnya.

Seksi II Retensi sebutan jenis atau takson lain di bawah tingkat marga pada pemindahan ke marga lain
(pasal-pasal 54-56)
Bila bagian suatu marga dipindahkan ke marga lain atau ditempatkan di bawah nama lain untuk marga
yang sama tanpa perubahan tingkat, sebutan untuk nama yang benar sebelumnya harus dipertahankan,
kecuali bila terdapat perintang-perintang sebagai berikut:

- Kombinasi nama yang terjadi merupakan suatu nama yang sebelumnya telah dipublikasikan
dengan sahih untuk suatu bagian marga yang didasrkan pada tipe tatanama yang lain.
- Terdapat sebutan untuk nama sah yang lebih tua
- Sesuai dengan ketentuan dalam pasal 21 dan 22 harus digunakan sebutan yang lain.

Seksi III bab IV pemilihan nama pada penggabungan takson yang setingkat

Seksi yang hanya memuat atas dua pasal ini (Pasal 57 dan 58), memuat ketentuan-ketentuan yang
menyatakan bahwa:

- Bila dua takson atau lebih yang setingkat digabungkan, nama yang harus dipakai untuk takson
hasil penggabungan itu adalah nama tertua yang sah dari nama-nama takson yang
digabungkan itu.

- Untuk hasil penggabungan dua takson atau lebih (yang merupakn takson di bawah tingkat
marga) nama yang harus digunakan adalah nama dengan sebutan yang tertua dan sah.

Seksi V Pemilihan nama pada perubahan tingkat takson

Seksi ini terdiri atas dua pasal (60-61), dan antara lain memuat butir-butir berikut:

- Dalam keadaan yang bagaimanapun prioritas suatu nama tidak dapat dipersoalkan di luar
tingkatnya.
- Bila suatu takson tingkat suku atau di bawahnya diubah ke tingkat pada tingkat yang baru itu,
dan bila hal itu tidak ada, nama sebelumnya dapat dipertahankan dengan mengganti
akhirannya agar sesuai dengan ketentuan yang berlaku untuk nama takson di tingkatnya yang
baru itu.

Seksi VI Penolakan nama dan sebutan

- Seksi ini terdiri atas sejumlah pasal (Pasal 62-72), dan di antara butir-butir yang penting
adalah:
- Sebutan atau nama yang sah tidak dapat ditolak hanya karena nama atau sebutan itu dianggap
tidak tepat atau tidak dapat diterima, atau karena ada nama atau sebutan lain yang lebih
disukai atau lebih dikenal.
- Nama-nama jenis atau suatu bagian di bawah marga yang ditempatkan di bawah suatu marga,
yang namnya merupakan homonima lebih muda yang dilestarikan, dan yang sebelumnya
ditempatkan pada marga dengan nama yang merupakn homonima yang ditolak, nama marga
yang merupakan homonima yang dilestarikan adalah nama yang sah tanpa perubahan nama
penciptanya, selama di bawah ketentuan itu tidak ada lain penghalang.
- Suatu nama merupakan nama yang tidak sah dan oleh karena iru harus ditolak, bila nama itu
pada waktu dipublikasikan merupakan nama yang berlebihan.
- Suatu homonima, yaitu nama dengan ejaan yang persis sama dengan nama yang telah
digunakan untuk takson lain dengan tipe ttanama yang berbeda, merupakan nama yang tidak
sah dan harus ditolak, kecuali bila homonima yang lebih muda itu merupakan nama yang
dilestarikan atau diakui karena misalnya telah lama biasa dipakai atau dikenal.
- Dua nama marga atau lebih, demikian pula nama jenis atau takson di bawah tingkat jenis,
dengan tipe tatanama yang berbeda, tetapi memiliki nama yang sangat mirip sehingga besar
kemungkinannya untuk terjadinya kekeliruan.
- Nama-nama bagian suatu marga yang sama atau dua takson di bawah satu jenis yang
tergolong dalam jenis yang sama, meskipun bagian-bagian itu terholong dalam takson yang
berbeda tingkatnya, diperlakukan sebagai homonima bila nama-nama tadi mempunyai
sebutan yang sama dan tidak didasrkan pada tipe tatanama yang sama.
- Bila dua homonima atau lebih mempunyai prioritas yang sama, homonima pertama yang
diterima oleh seorang penulis dan sekaligus menolak homonima yang lain, diperlakukan
sebagai homonima dengan prioritas paling tinggi dan harus dipertahankan.
- Pertimbangan mengenai homonima tidak berlaku untuk nama takson yang tidak diperlakuakn
sebagai tumbuhan.
- Nama suatu bagian marga merupakan nama yang tidak sah dan harus ditolak bila nama itu
dipublikasikan bertentangan dengan pasapl-pasal yang menyatakan bahwa pwnulis tidak
menggunakan sebutan yang tersedia pada nama yang sah yang tertua untuk takson yang
bersangkutan.
- Nama suatu jenis tidak dapat dinyatakan tidak sah hanya karena sebutannya pernah digunakan
dalam kombinasi nama yang tidak sah.
- Suatu nama dapat dianggap sebagai nama yang ditolak, bila nama itu secara luas dan terus-
menerus digunakan untuk takson yang tidak mencakup tipe tatanamanya.
- Nama-nama yang ditolak harus diganti dengan nama yang dalam tingkat takson yang
bersangkutan mempunyai prioritas.
Bab VI Penulisan (ejaan) nama-nama dan sebutan yang benar dan kelamin (gender)
nama-nama marga

Seksi I Penulisan (ejaan) nama dan sebutan yang benar

Seksi I bab VI terdiri atas tiga pasal (73-75) memuat hal yang sesuai dengan judulnya menyangkut
penulisan nama-nama serta sebutan-sebutan dengan cara yang tepat.

- Ejaan asli suatu nama atau sebutan harus dipertahankan, kecuali bila terdapat salah
ketik/cetak atau salah eja.
- Kebebasan untuk membetulkan penulisan nama yang salah harus dilakukan dengan hati-hati,
lebih-lebih bila perbaikan itu akan berpengaruh terhadap suku kata pertama, dan lebih dari itu
mempengaruhi huruf pertama suatu nama.
- Bila suatu nama atau sebutan dipublikasikan dalam suatu karya yang huruf u dengan v, i
dengan j, digunakan secara bergantian, seyogyanya dipilih yang menurut kelaziman dalam
praktek lebih banyak digunakan.
- Dalam penulisan nama-nama ilmiah tidak digunakan tanda-tanda diakritik.
- Penggunaan bentuk kata majemuk yang salah dalam suatu sebutan diperlakukan sebagai salah
ejaan yang harus dibetulkan.
- Penggunaan tanda hubung dalam suatu sebutan yang merupakan kata majemuk dengan
awalan yang tidak dapat berdiri sendiri diperlakukan sebagai kesalahan ejaan yang harus
dibetulkan.
- Sebutan jenis dan takson di bawah tingkat jenis yang terdiri atas dua kata yang dapat berdiri
sendiri harus ditulis dengan tanda penghubung atau digabung menjadi satu kata.
Sejarah Perkembangan Klasifikasi

Woese et
Woese et
Linnaeus, Haeckel, Chatton, Copeland, Whittaker, al, 1977 Cavalier-
al, 1990
1735 (2 1866 (3 1925 (2 1938 (4 1969 (5 (6 Smith, 2004 (6
(3
Kingdom) Kingdom) Empire) Kingdom) Kingdom) Kingdom Kingdom)
Domain)
)

Bacteria
(Belum ada
Eubacteri (Gabungan
klasifikasi Prokaryota Monera Monera Bacteria
a Archaebacteria
mikroba)
dan Eubacteria)

Prokaryota
(idem/klasifi
Monera Monera Archaeba
Protista kasi yg Archaea Bacteria (idem)
(idem) (idem) cteria
sama dgn
yang di atas)

--
-- Eukaryota Eukarya
mulai dari Protoctista Protista Protista mulai Protozoa
sini -- dari sini -
-

Protista Protista
Chromista
(idem) (idem)

Vegetabilia Plantae Eukaryota Fungi Fungi Eukarya Fungi

Vegetabilia Plantae
Plantae Plantae Plantae Plantae
(idem) (idem)

Animalia Animalia Animalia Animalia Animalia Animalia

Klasifikasi organisme dimulai dari kebutuhan manusia akan tempat tinggal, makanan dan obat-obatan.
Taksonomi tumbuhan dibedakan atas 6 periode yaitu:
1. Periode preliterature
Pada periode ini manusia sangat primitive, mereka memperoleh makanan dari berburu dan
bercocok tanam. Mereka mengetahui tanaman dari fungsinya untuk dimakan dan obat-obatan. Mereka
secara otomatis telah mengklasifikasikannya, mereka mendiskripsikan dan mengklasifikasikannya
dari guna dan berbahaya atau tidaknya suatu tanaman dan menempatkannya pada kategori sehingga
mudah digunakan sebagai referensi.
2. Literature kuno
Pada periode ini, mereka telah mencapai kesimpulan berdasarkan alasan daripada analisis dari
observasi. Mereka telah menuliskan perbedaan antara bagian luar dan bagian dalam organ. Mereka
diklasifikasikan dalam pohon, semak, selain semak. Mereka juga terbagi dalam berbunga tiap tahun,
terjadi sekali dua tahun, dan morfologi bunga. Dekripsi berdasarkan tanaman obat dipergunakan lebih
dari 1500 tahun.
3. Pertengahan
Pada abad ini hanya ada sedikit pembagian taksonomi kecuali Albertus Magnus yang
memperkenalkan Monokotil dan dikotil, berpembuluh dan tidak berpembuluh.
4. Pembangunan kembali

Pada periode ini telah terdapat perkembangan mengikuti :


- Telah dilakukan percetakan,
- Setiap orang telah percaya pada karya asli seseorang,
- Ilmu navigasi memungkinkan untuk mengoleksi semua tanaman di dunia.

Pada periode ini merupkan periode pembelajaran dan melakukan eksplorasi, didapatkan banyak
tanaman dan kegunaannya.

Usaha identifikasi berdasarkan masa kuno dengan memperhatikan struktur dan perbedaan
pembungaan. Pada akhirnya dikelompokan berdasarkan genus dan family oleh Carls Linnaeus.
Dimulailah pembagian taksonomi oleh Adanson. Pemikiran tentang evolusi berhasil diungkapkan
oleh Lamark yang menggunakan struktur dalam selain struktur luar dalam klasifikasi olej Candolle.
5. Teori Evolusi
Pencetus teori ini adalah Charles Darwin. Ia memperkirakan bahwa Bumi telah berusia 6000
tahun dan mengalami evolusi yang terakumulasi sehingga terjadi perbedaan. Ia meyakinkan dengan
bukti-bukti evolusi yaitu perubahan hidup yang terjadi dan mengutarakan adanya seleksi alam pada
mekanisme yang menyebabkan perbedaan. Sama halnya dengan Alfred Wallace perkembangan teori
evolusi. Berawal dari itulah dimulai pengumpulan semua data tanaman berdasarkan anatomi,
genetika, physiology, paleobotany, chemistry dan palynology.
6. Kebangkitan taksonomi
Melihat dari pembagian taksonomi yang terdahulu, kita dapat memperhatikan jika peraturan
pembagian klasifikasi murni penemuan dan wewenang manusia. Taksonomi dimulai dengan adanya
perkembangan mikroskop dan teknik modern. Penemuan mikroskop mempermudah untuk
mengetahui struktur dalam secara nyata. Rangkaian DNA dan ilmu yang mempelajari tentang
organisasi genome dalam tanaman terdeteksi yang digunakan dalam pembagian taksa. Dari sinilah
terjadi pembaharuan taksonomi.
PERKEMBANGAN KLASIFIKASI
1. Sistem Klasifikasi Pra-Linnaeus

Sistem klasifikasi ini dilakukan dengan melihat kesamaan bentuk luar dari tubuh makhluk
hidup (morfologi). Makhluk hidup pada masa ini dibedakan menjadi dua kelompok seperti konsep
Aristoteles yang mengklasifikasikan makhluk hidup menjadi 2 yaitu tumbuhan dan hewan. Hewan-
hewan yang memiliki bentuk tubuh yang sama dikelompokkan menjadi satu kelompok tersendiri.
Selain itu hewan juga dikelompokkan berdasarkan kegunaannya masing-masing.

Pengelompokan hewan didasarkan pada ciri-ciri lalu ditentukan macamnya dan diberikan
nama sesuai dengan isyarat yang dimiliki. Proses-proses ini dilakukan tanpa kesadaran dan
berlangsung dalam waktu yang sangat cepat. Pada masa pra-Linnaeus juga belum ada publikasi
tentang klasifikasi hewan.
2. Sistem Klasifikasi 2 Kingdom
- Kingdom Animalia (Dunia Hewan)
- Kingdom Plantae (Dunia Tumbuhan)

Sistem ini dikembangkan oleh ilmuwan Swedia C. Linnaeus tahun1735. Kelemahannya


adalah penggolongan ini masih terlalu umum dan kurang spesifik sehingga terdapat beberapa
makhluk hidup lainnya yang tidak dapat digolongkan dalam kedua kingdom ini. Kelebihan sistem ini
pada saat itu adalah mampu menggolongkan dua kelompok besar mahkluk hidup di bumi berdasarkan
karakter fisiknya yaitu tumbuhan dan hewan dan juga kedua kingdom ini merupakan kunci atau
pengarah utama menuju model-model kingdom lainnya.
3. Sistem Klasifikasi 3 Kingdom
- Kingdom Animalia (Dunia Hewan)
- Kingdom Plantae (Dunia Tumbuhan)
- Kingdom Protista (Organisme bersel satu dan organisme multiseluler sederhana)

Ketika makhluk hidup bersel satu ditemukan, temuan baru ini dipecah ke dalam dua kerajaan:
yang dapat bergerak ke dalam filum Protozoa, sementara alga dan bakteri ke dalam divisi Thallophyta
atau Protophyta. Namun ada beberapa makhluk yang dimasukkan ke dalam filum dan divisi, seperti
alga yang dapat bergerak, Euglena, dan jamur lendir yang mirip amuba. Karena dasar inilah, Ernst
Haeckel pada tahun 1866 menyarankan adanya kerajaan ketiga, yaitu Protista untuk menampung
makhluk hidup yang tidak memiliki ciri klasifikasi yang jelas. Kerajaan ketiga in baru populer
belakangan ini (kadang dengan sebutan Protoctista). Protista adalah organisme yang memiliki sifat-
sifat tumbuhan dan hewan sekaligus.

Kelemahan sistem ini yaitu bakteri tidak dapat digolongkan ke dalam kingdom protista,
karena bakteri adalah organisme mikroskopis yang tidak memiliki inti sel. Sehingga pengelompokan
kingdom ini kurang sempurna. Kelebihan sistem ini adalah organisme mikroskopis bersel satu atau
multiseluler sederhana dikelompokan kedalam kingdom tersendiri dan berbeda dari animalia atau
plantae, penyebabnya karena secara fisiologis, morfologisnya, dan anatomi, kingdom protista
memiliki perbedaan dari kedua kingdom lainnya.
4. Sistem Klasifikasi 4 Kingdom
- Kingdom Animalia (Dunia Hewan)
- Kingdom Plantae (Dunia Tumbuhan)
- Kingdom Protista
- Kingdom MoneraKingdom Fungi (Dunia Jamur)

Ada dua tokoh yang mengklasifikasikan makhluk hidup menjadi sistem 4 kingdom yaitu
Copeland dan Whittaker. Hanya saja dasar yang digunakan oleh keduanya berbedasehingga
dihasilkan klasifikasi makhluk hidup yang berbeda pula. Copeland membagi menjadi empat Kingdom
yaitu Monera, Protoctista, Metaphyta dan Metazoa.Monera adalah organisme yang belum memiliki
membran inti dan membran organel sel atau bersifat prokariotik.

Berbeda dengan Protista/Protoctista yang bersifat Eukariotik. Metaphyta adalah tumbuhan


yang mengalami masa perkembangan embrio, begitu juga Metazoa adalah kelompok hewan yang
mengalami masa perkembangan embrio dalam siklus hidupnya. Sedangkan Whittakers membagi
hewan menjadi beberapa kingdom: Animalia, Plantae, Fungi dan Protista.

Fungi dijadikan kingdom tersendiri karena fungi memiliki perbedaan dari tumbuhan. Fungi
bukan organisme autotrof layaknya tumbuhan melainkan organisme yang heterotrof yaitu tidak dapat
mensintesis makanannya sendiri. Jamur tidak mencernakan makanan seperti yang binatang lakukan,
atau pun membuat makanan mereka sendiri seperti yang tumbuhan lakukan melainkan mereka
mengeluarkan enzim pencernaan di sekitar makanan mereka dan kemudian menyerapnya (absorbsi)ke
dalam sel.
5. Sistem Klasifikasi 5 Kingdom

Sistem ini dikembangkan oleh ahli Biologi Amerika Robert H. Whittaker tahun 1969 dengan
mencirikan masing-masing kingdom sebagai berikut :
- Monera : Prokariot, Autotrof dan Heterotrof, Uniseluler dan Multiseluler
- Protista : Eukariot, Autotrof dan Heterotrof, Uniseluler dan Multiseluler
- Fungi : Eukariot, Heterotrof, Uniseluler dan Multiseluler
- Plantae : Eukariot, Autotrof, Multiseluler
- Animalia : Eukariot, Heterotrof, Multiseluler

Kelebihan sistem ini adalah jamur digolongkan kedalam kingdom tersendiri karena Jamur
tidak mencernakan makanan seperti yang hewan lakukan, atau pun membuat makanan mereka sendiri
seperti yang tumbuhan lakukan melainkan mereka mengeluarkan enzim pencernaan di sekitar
makanan mereka dan kemudian menyerapnya ke dalam sel. Begitu juga perbedaannya dengan monera
jelas terlihat bahwa kingdom fungi merupakan jenis organisme eukariot bukan prokariot. Dengan kata
lain kingdom ini melengkapi sistem klasifikasi kingdom sebelumny. Namun masih terdapat
kelemahan dalam klasifikasi ini, yaitu belum mampu mendefinisikan kingdom monera secara tepat
sehingga didalam kelompok kingdom monera sendiri masih memiliki perbedaan yang cukup
signifikan baik dalam hal RNA polymerase, RNA sequences, Introns, membran lipid dan lainnya.
6. Sistem Klasifikasi 6 Kingdom
- Kingdom Animalia (Dunia Hewan)
- Kingdom Plantae (Dunia Tumbuhan)
- Kingdom Protista
- Kingdom Mycota (Dunia Jamur)
- Kingdom Eubacteria
- Kingdom Archaebacteria

Sistem ini dikembangkan oleh ahli Biologi Amerika Carl Woese 1977. Pengklasifikasian ini
berawal dari ditemukannya golongan monera archaebacteria di samudera dalam yang memiliki
perbedaan dengan kingdom monera lainnya (eubacteria). Analisis archaebacteria menunjukkan bahwa
kelompok ini lebih menyerupai eukariota dibanding saudaranya (prokariotik).

Hal ini adalah salah satu alasan menagapa kingdom monera menjadi kingdom archaebacteria
dan eubacteria. Namun bagi beberapa pakar ilmuwan sering menjadi pro dan kontra, karena kingdom
monera merupakan kingdom yang sudah mencakup bakteri archae dan eubacteria sehingga menurut
mereka tidak perlu di bagi lagi. Kelebihannya adalah mampu menjelaskan kingdom monera secara
spesifik, sehingga memberikan informasi yang cukup signifikan bagi kingdom monera.
7. Sistem Klasifikasi 7 Kingdom
- Kingdom Animalia (Dunia Hewan)
- Kingdom Plantae (Dunia Tumbuhan)
- Kingdom Protista (Protozoa)
- Kingdom Chromista
- Kingdom Eumycota
- Kingdom Eubacteria
- Kingdom Archaebacteria

Sistem ini diperkenalkan oleh ahli Cavalier-Smith tahun 1998. sistem ini dikembangkan dari
sistem kingdom sebelumnya dan secara garis besar digolongkan dalam dua kelas utama prokariot dan
eukariot (2 Empires, Chatton 1937) dari kedua golongan besar ini dibagi lagi, eukariot mencakup
Animalia, Plantae, Protozoa (protista), Eumycota dan Chromista. Sedangkan golongan prokariot
mencakup Eubacteria dan Archaebacteria.

Disini terdapat kingdom baru yaitu Chromista yang anggotanya merupakan bagian dari
kingdom fungi dan protista yaitu Oomycota, Hyphochytriomycota, Bacillariophyta, Xanthophyta,
Silicoflagellates, Chrysophyta, dan Phaeophyta. Golongan ini berbeda dari kingdom asalnya karena
mereka meiliki klorofil a dan c, tidak menyimpan makanan sebagai kanji melainkan sebagai minyak
dan umumnya menghasilkan sel dengan dua flagella yang berlainan. Karena sebagian kingdom
mycota sudah digolongkan ke dalam kingdom chromista maka kingdom ini berubah menjadi kingdom
eumycota. Kingdom protista lebih akrab dikenal sebagai kingdom protozoa.Klasifikasi system ini
lebih sempurna dari kingdom.

Anda mungkin juga menyukai