Anda di halaman 1dari 14

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11

PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA


5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

STUDI FASIES GUNUNG API PURBA KARANGBOLONG


Agus Hendratno1*
Sigit Dwi Kurniawan 2
1
Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Jl.Grafika 2, Yogyakarta
2
Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Jl.Grafika 2, Yogyakarta
*corresponding author: gushendratno@yahoo.com

ABSTRAK
Proses eksogenik yang intensif di Gunung Api Purba Karangbolong mengakibatkan tubuh gunung api
menjadi tidak utuh. Untuk mengidentifikasi fasies gunung api purba Karangbolong diperlukan
beberapa pendekatan, yaitu pendekatan penginderaan jauh dan geomorfologi, penelitian stratigrafi dan
litofasies gunung api, sedimentologi, dan struktur geologi. Penelitian ini dilakukan dengan metode
pemetaan geologi, pengukuran stratigrafi batuan vulkanik, dan analisis petrografi. Gunung Api Purba
Karangbolong terbagi menjadi dua fasies, yaiut sentral dan proksimal. Fasies sentral terdiri dari satuan
intrusi andesit, satuan lava andesit, dan satuan lava basalt. Fasies proksimal terdiri dari satuan breksi
piroklastik andesit, satuan tuf lapili, satuan lava andesit, satuan basalt, dan satuan intrusi andesit.
Kata Kunci : fasies, fasies sentral, fasies proksimal, karangbolong, gunung api purba

1. Pendahuluan
Indonesia memiliki banyak gunung api baik yang masif aktif maupun tidak aktif. Gunung
api yang sudah tidak aktif biasa dikenal sebagai gunung api purba. Tubuh gunung api purba
pada umumnya sudah tidak utuh seperti gunung api masa kini akibat proses eksogenik yang
intensif. Gunung api purba banyak tersebar di seluruh Indonesia, salah satunya Gunung Api
Purba Karangbolong. Daerah penelitian terletak di Kecamatan Ayah dan sekitarnya,
Kabupaten Kebumen (Gambar 1). Penelitian ini dilakukan dengan tujuan menentukan fasies
gunung api purba.

2. Metode Penelitian
Metode penelitian ini adalah pemetaan geologi, pengukuran stratigrafi batuan vulkanik,
dan analisis petrografi. Pemetaan geologi dilakukan dengan skala 1:25.000 pada luasan 10,5 x
9 km2. Pengambilan stratigrafi batuan vulkanik dilakukan dengan skala 1:100.

3. Data
3.1 Pendekatan Penginderaan Jauh dan Geomorfologi
Penginderaan Jauh
Berdasarkan analisis relief dan rona pada citra DEM (Gambar 2), daerah penelitian
termasuk ke dalam zona-zona sebagai berikut.
1. Zona A terletak di pegunungan Karangbolong bagian selatan. Zona A memiliki relief
sedang-sangat tinggi. Zona A berupa tinggian dengan pola relatif melingkar dengan
tekstur kasar-sangat kasar. Arah aliran sungai pada Zona A berpola memusat dari arah
puncak pegunungan Karangbolong.

982
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA
2. Zona B terletak di pegunungan Karangbolong bagian tengah. Zona B memiliki relief
sedang-tinggi. Zona B berupa tinggian dengan morfologi bukit-bukit kecil yang
menunjukkan pola motled dengan tekstur sedang-kasar.

Geomorfologi
Berdasarkan analisis geomorfologi aspek morfografi dan mofogenesa (Van Zuidam,
1984), daerah penelitian dibagi menjadi enam satuan geomorfologi, yaitu satuan dataran
pantai, satuan perbukitan pantai, satuan dataran alluvial, satuan perbukitan sisa vulkanik, dan
satuan perbukitan kars (Gambar 3). Satuan perbukitan sisa vulkanik ini tersusun oleh litologi
lava andesit, lava basalt, intrusi andesit, breksi piroklastik andesit, dan tuf lapili.

3.2 Analisis Peta Geologi


Stratigrafi daerah penelitian dibagi menjadi sembilan satuan. Urutan stratigrafi daerah
penelitian dari yang tertua sampai termuda, yaitu satuan lava andesit, satuan lava basalt,
satuan intrusi andesit, satuan tuf lapili, satuan breksi piroklastik andesit, satuan batugamping,
satuan batulanau, endapan pasir, dan endapan pasir kerikil-kerakalan (Gambar 4). Pada
penelitian ini pembahasan dipusatkan pada batuan gunung api. Satuan lava basalt dan satuan
andesit memiliki pelamparan paling luas di daerah penelitian. Satuan lava basalt dan satuan
lava andesit dibedakan dari kehadiran mineral olivin dan piroksen yang melimpah pada satuan
lava basalt, sedangkan pada satuan lava andesit kehadiran mineral hornblende dan piroksen
jauh lebih dominan. Kedua satuan tersebut memiliki hubungan menjari. Selanjutnya,
terendapkan satuan breksi piroklastik andesit dan satuan tuf lapilli. Satuan breksi piroklastik
andesit tersusun oleh lava di bagian bawah dengan struktur kekar tiang, breksi piroklastik di
bagian tengah serta mulai menghalus ke atas menjadi batulapili dan tuf. Pada lapisan tuf
dijumpai lapisan breksi piroklastik andesit yang menggerus bidang perlapisan tuf. Satuan tuf
lapili tersusun tuf berstruktur masif di bagian bawah, sedangkan di bagian atas tersusun oleh
batulapili berstruktur silang siur dan masif. Kedua satuan tersebut memiliki hubungan menjari.
Kemudian, satuan-satuan tersebut diterobos oleh intrusi andesit dengan bukti berupa adanya
xenolith andesit bertekstur afanitik, basalt, dan fragmen batuan lainnya dalam kondisi lapuk.
Kemudian terendapkan satuan-satuan batuan sedimen dan endapan setelah satuan batuan
gunung api.

3.3 Pendekatan Sedimentologi


Berdasarkan data-data pengukuran kekar pendinginan di daerah penelitian (Tabel 1), arah
pergerakan aliran lava dikelompokkan menjadi tiga zona (Gambar 5), yaitu:
1. Arah aliran lava relatif menuju ke utara berada di utara daerah penelitian. Sumber lava
diinterpretasikan berasal dari pusat erupsi di sebelah selatan.
2. Arah aliran lava relatif menuju ke timur-timur laut berada di timur daerah penelitian.
Sumber lava diinterpretasikan berasal dari pusat erupsi di sebelah barat.
3. Arah aliran lava relatif menuju ke barat daya-tenggara berada di selatan daerah
penelitian. Sumber lava diinterpretasikan berasal dari pusat erupsi pada di sebelah
utara.

983
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA
Berdasarkan ketiga zona arah aliran lava tersebut, pusat erupsi diinterpretasikan berada di
sekitar Desa Argosari.

3.4. Pendekatan Struktur Geologi


Struktur geologi yang ada di daerah penelitian berupa kekar dan sesar. Kekar yang
ditemukan berupa kekar gerus, sedangkan sesar yang ditemukan berupa sesar geser berjumlah
dua belas. Berdasarkan data pengukuran jurus dan kemiringan batuan gunung api (tabel 2),
jurus perlapisan batuan berpola konsentris dengan nilai kemiringan yang semakin landai
(Gambar 6). Pusat erupsi diinterpretasikan berada di sekitar Desa Argosari.

3.5. Pendekatan Petrologi dan Geokimia


Analisis Petrografi
Analisis petrografi dilakukan pada 30 sampel batuan gunung api. Hasil pengamatan
seluruh sampel dapat dilihat pada tabel 3. Berikut ini adalah deskripsi sayatan petrografi dari
daerah penelitian.
1. Hasil analisis petrografi pada lava andesit (Gambar 7) menunjukkan tekstur porfiritik
dan trakhitik. Fenokris pada satuan ini berupa plagioklas (andesin dan labradorit),
hornblende, piroksen, kuarsa, dan mineral opak. Massa dasar pada satuan ini tersusun
oleh plagioklas, gelas, klorit, dan mineral lempung.
2. Hasil analisis petrografi pada lava basalt (Gambar 8) menunjukkan tekstur porfiritik
dan trakhitik. Fenokris pada satuan ini berupa plagioklas (andesin dan labradorit),
hornblende, piroksen, mineral opak, dan olivin. Massa dasar pada satuan ini tersusun
oleh plagioklas, gelas, kalsit, dan mineral lempung.
3. Hasil analisis petrografi pada intrusi andesit (Gambar 9) menunjukkan tekstur
porfiritik. Fenokris pada satuan ini berupa plagioklas (andesin dan labradorit),
hornblende, piroksen, dan mineral opak. Massa dasar pada satuan ini tersusun oleh
plagioklas, gelas, epidot, klorit, dan mineral lempung.
4. Hasil analisis petrografi pada massa dasar satuan breksi piroklastik andesit (Gambar
10) menunjukkan menunjukkan tekstur vitrovirik. Fragmen berupa plagioklas,
hornblende, piroksen, kuarsa, lithik, dan mineral opak. Gelas hadir sebagai massa
dasar.
5. Hasil analisis petrografi pada batuan tuf (Gambar 11) menunjukkan tekstur vitrovirik.
Fragmen berupa plagioklas, hornblende, piroksen, kuarsa, lithik dan mineral opak. mm.
Gelas hadir sebagai massa dasar.

4. Hasil dan Pembahasan


Berdasarkan fasies model Bogie dan MacKenzie (1998), gunung api purba Karangbolong
dibagi menjadi dua fasies berdasarkan interpretasi morfologi dan asosiasi batuan gunung api
(Gambar 12), yaitu:
1. Fasies sentral

984
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA
Fasies sentral Gunung Api Purba Karangbolong berada pada daerah puncak dengan
tekstur yang sangat kasar. Berdasarkan asosiasi litologi, fasies ini terdiri dari satuan intrusi
andesit, satuan lava andesit, dan satuan lava basalt. Intrusi andesit diinterpretasikan sebagai
intrusi dangkal dengan ukuran butir yang relatif sedang. Intrusi andesit ini membawa xenolith
batuan lain berupa andesit dengan tekstur afanitik, basalt, dan batuan lainnya dalam kondisi
lapuk (Gambar 13).
Indikasi lain penciri fasies sentral adalah batuan-batuan segar pada fasies sentral sangat
sulit dijumpai akibat intensitas alterasi yang tinggi. Alterasi yang terjadi pada fasies sentral ini
adalah alterasi argilik. Alterasi ini ditandai dengan kehadiran mineral lempung berwarna
merah dan putih. Mineral lempung berwarna putih merupakan hasil ubahan plagioklas pada
batuan intrusi dan batuan di sekitarnya, sedangkan mineral lempung berwarna merah
disebabkan oleh oksidasi di bagian tepi intrusi (Bronto, 2010).
2. Fasies proksimal
Fasies proksimal Gunung Api Purba Karangbolong berada pada daerah lereng atas hingga
lereng bawah dengan tekstur sedang hingga kasar. Kenampakan lereng pada fasies proksimal
memiliki pola konsentris dan melandai ke arah timur, tenggara, selatan, barat dayat, dan barat.
Kenampakan lereng menunjukkan pola melidah yang menjadi ciri khas batuan gunung api
(Cas dan Wright, 1987) terutama pada lereng sebelah timur, tenggara dan selatan. Fasies ini
dibatasi oleh satuan batugamping di utara, barat, dan selatan, laut di bagian selatan, dan
dataran aluvial di bagian timur dan barat.
Berdasarkan asosiasi litologi, fasies ini terdiri dari satuan breksi piroklastik andesit,
satuan tuf lapili, satuan lava andesit, satuan basalt, dan satuan intrusi andesit (Gambar 14).
Pada satuan lava andesit terdapat sisipan tuf yang menandakan bahwa lava tersebut sudah
memasuki fasies proksimal. Satuan tuf lapili dan satuan breksi piroklastik andesit merupakan
penciri fasies proksimal berdasarkan fasies model Bogie dan MacKenzie (1998).
Intrusi andesit yang ditemukan pada fasies proksimal ini memiliki dimensi yang lebih
kecil dibandingkan intrusi pada fasies sentral. Lokasi intrusi andesit yang berdekatan dengan
satuan breksi piroklastik andesit dan berada di lereng tengah sehingga diinterpretasikan
sebagai sebuah cone mengacu pada fasies model gunung api Williams dan McBirney (1979).
Lava merupakan litologi yang mendominasi pada fasies proksimal. Lava pada fasies
proksimal meliputi lava andesit dan lava basalt. Lava tersebut pada umumnya bersetubuh
dengan breksi autoklastik. Kedua lava andesit tersebut pada umumnya memiliki struktur
masif. Pada beberapa stasiun pengamatan, lava-lava tersebut memiliki struktur kekar
pendinginan berupa kekar tiang dan kekar lembaran. Pada satuan lava andesit di bagian
selatan ditemukan sisipan batulapili dan tuf yang dapat dilihat pada bagian atas kolom
stratigrafi (Gambar 14).
Proses alterasi pada fasies ini tidak seintensif dibandingkan pada fasies sentral. Batuan
lava, intrusi andesit, breksi piroklastik andesit, dan tuf lapili pada fasies ini banyak dijumpai
pada kondisi yang segar. Pada beberapa lokasi di dekat fasies sentral, batuan lava telah
teralterasi menjadi mineral lempung. Selain itu, lava dan breksi piroklastik andesit ditemukan
mengandung urat kalsit dan oksida besi di beberapa lokasi.

5. Kesimpulan
Daerah penelitian dikelompokkan menjadi fasies sentral dan fasies proksimal Gunung Api
Purba Karangbolong. Pengelompokkan tersebut berdasarkan asosiasi batuan serta analisis
morfologi menggunakan data peta topografi dan DEM. Fasies sentral terdiri dari satuan intrusi
andesit, satuan lava andesit, dan satuan lava basalt. Fasies proksimal terdiri dari satuan breksi
piroklastik andesit, satuan tuf lapili, satuan lava andesit, satuan basalt, dan satuan intrusi
andesit.

985
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

Acknowledgements

Penulis mengucapkan terima kasih kepada kepada Departemen Teknik Geologi, Fakultas
Teknik – Universitas Gadjah Mada yang telah memberikan hibah dana untuk melaksanakan
penelitian dan Hendra Maulana Irvan yang telah membantu penulis mengambil data.

Daftar Pustaka
Asikin, S., Handoyo, A., Prastistho, B., dan Gafoer, S. (1992). Peta Geologi Lembar
Banyumas 1308-3, Jawa Skala 1:100.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi. Bandung.
Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional. (1999). Peta Rupabumi Digital Indonesia
Lembar 1308-324 (Karangbolong). Bakosurtanal. Bogor. (1999). Peta Rupabumi
Digital Indonesia Lembar 1308-342 (Rowokele). Bakosurtanal. Bogor.
Bogie, I., dan K. M. MacKenzie. (1998). The Application of a Volcanic Facies Model to an
Andesitic Stratovolcano Hosted Geothermal System at Wayang Windu, Java,
Indonesia, Proceedings of the New Zealand Workshop, Auckland.
Brahmantyo, B., Samudro, H., dan Harsolumakso, A.H. (2000). Structural Implications in the
Genesis of Petruk Cave at Karangbolong Karst Area. Proc. of Indonesian Association
of Geologist 29(4). November 21-22. The Indonesian Association of Geologist: p.
155-161.
Bronto, S. (2006). Fasies Gunung Api dan Aplikasinya. Jurnal Geologi Indonesia. Bandung.
(2010). Geologi Gunung Api Purba. Badan Geologi Kementerian ESDM. Bandung.
Cas, R.A.F., dan J.V. Wright. (1987). Volcanic Successions: Modern and Ancient, 2nd
Edition. Unwin hyman. London.
Maskuri, Firdaus. (2003). Studi Alterasi Hidrotermal Daerah Karangbolong, Kabupaten
Kebumen, Jawa Tengah. JIK Tek Min 16 (2): p. 68-73
Sumantri, T. A. F., dan Hartono. (1998). Mineralisasi Hidrtotermal di Daerah Gombong
Selatan, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Prosiding Ikatan Ahli Geologi Indonesia
Pertemuan Ilmiah Tahunan XXVII. Yogyakarta
Van Bemmelen, R.W. (1949). The Geology of Indonesia, vol. I.A. General Geology. Martinus
Nyhoff, The Hague
Van Zuidam, R. A. V. (1983). Aerial Photo-Interpretation in Terrain Analysis and
Geomorphologic Mapping. ITC. Smits Publisher. Enschede, The Hague.
Williams, H. dan A.R. McBirney. (1979). Volcanology. Freeman, Cooper. San Fransisco.
Wilson, M. (1989). Igneous Petrogenesis, Department of Earth Science, University of Leeds.
Kluwer Academic Publishers. London.

986
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 1. Peta lokasi penelitian.

Gambar 2. Analisis DEM Pegunungan Karangbolong.


987
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 3. Peta geomorfologi daerah penelitian.

Gambar 4. Peta geologi daerah penelitian.


988
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 5. Peta arah aliran lava daerah penelitian.

Gambar 6. Peta persebaran strike/dip daerah penelitian.

989
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 7. Mikrofoto sayatan tipis batuan beku lava basalt pada stasiun pengamatan 48 (A)
nikol sejajar dan (B) nikol bersilang.

Gambar 8. Mikrofoto sayatan tipis batuan beku lava andesit pada stasiun pengamatan 87 (A)
nikol sejajar dan (B) nikol bersilang.

Gambar 9. Mikrofoto sayatan tipis batuan beku intrusi andesit pada stasiun pengamatan 50
(A) nikol sejajar dan (B) nikol bersilang.

990
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 20. Mikrofoto sayatan tipis batuan tuf (massa dasar breksi piroklastik andesit) pada
stasiun pengamatan 190 (A) nikol sejajar dan (B) nikol bersilang.

Gambar 31. Mikrofoto sayatan tipis batuan tuf pada stasiun pengamatan 199 (A) nikol sejajar
dan (B) nikol bersilang.

Gambar 42. Interpretasi pembagian fasies gunung api purba Karangbolong berdasarkan
fasies model Bogie dan MacKenzie (1998).

991
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 53. Kolom litologi fasies sentral Gunung Api Purba Karangbolong.

992
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 64. Kolom litologi fasies proksimal Gunung Api Purba Karangbolong.

993
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

Tabel 1. Pengukuran data kekar pendinginan pada daerah penelitian.


Dip
ST Jenis Strike Dip ST Jenis Strike
(…°
A Kekar (N…°E) (…°) A Kekar (N…°E)
)
9 Tiang 290 90 135 Tiang 328 68
16 Plat 312 46 211 Tiang 147 90
20 Tiang 192 51 220 Plat 335 44
56 Plat 291 64 223 Tiang 271 62
100 Tiang 353 78 225 Tiang 110 82
124 Tiang 242 11 227 Tiang 230 66
126 Tiang 340 61 228 Plat 269 71

Tabel 2. Data pengukuran jurus dan kemiringan di daerah penelitian.

No ST Jurus Kemiringan
. A (…°) (…°)
1 45 35 15
2 77 151 9
3 98 210 76
4 118 49 27
5 125 74 21
6 206 190 11

Tabel 3. Variasi komposisi dan persentase mineralogi sayatan petrografi batuan gunung
api pada daerah penelitian

994
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

995

Anda mungkin juga menyukai