Anda di halaman 1dari 7

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11

PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA


5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

Table 2. Classification types of porosity and its features of reservoir space of volcanic rocks
in Patuk, Semilir Formation.

Table 3. Diagenetic stage of volcanic rocks in Patuk, Semilir Formation

823
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA
STUDI PROVENANCE BATUPASIR FORMASI MENGKARANG, DESA AIR BATU,
KABUPATEN SAROLANGUN PROVINSI JAMBI
Zarah Septiliana1*
Elisabet Dwi Mayasari2
1*
Mahasiswa Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya, Palembang
2
Pengajar Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya, Palembang
*corresponding author: septilianazarah@gmail.com

ABSTRAK
Daerah yang menjadi lokasi penelitian secara administratif berada di Kabupaten Sarolangun Provinsi
Jambi. Formasi Mengkarang merupakan satuan batuan tertua yang sebagian besar disusun oleh
sedimen klastik berupa batupasir berumur Pra-Tersier. Berdasarkan hasil analisis petrografi, material
penyusun batupasir berasal dari batuan sebelumnya. Maka dari itu diperlukan studi provenance untuk
mengetahui sumber material yang menyusun batupasir di lokasi penelitian. Metode yang digunakan
berupa pengamatan petrografi dan analisis komposisi batuan melalui diagram segitiga Q-F-L milik
Dickinson dan Suzcek (1979) untuk menentukan tatanan tektoniknya. Berdasarkan presentase
komposisi mineral Feldspar, Kuarsa, dan Fragmen yang diplot kedalam diagram segitiga Q-F-L maka
pembentukan batupasir Formasi Mengkarang secara umum termasuk kedalam tipe recycled orogen
yang terjadi pada lingkungan tektonik yang mengalami pengangkatan dan erosi meliputi zona
penujaman serta zona cekungan busur belakang.
Kata Kunci : provenance, batupasir, mengkarang , petrografi, recycled orogen

1. Pendahuluan
Lokasi penelitian berada di Desa Air batu Kecamatan Renah Pembarap Kabupaten
Sarolangun Provinsi Jambi. Desa Air batu merupakan desa yang terletak di kawasan Geopark
Merangin yaitu kawasan konservasi dan edukasi geologi yang menghasilkan keanekaragaman
flora maupun fauna. Daerah telitian berada pada Sub Cekungan Jambi yang merupakan
bagian dari Cekungan Sumatera Selatan. Secara stratigrafi, lokasi penelitian masuk kedalam
Formasi Mengkarang yang berumur pra-Tersier. Formasi Mengkarang tersusun atas beberapa
litologi yaitu batupasir, batulanau, batulempung, serpih, tuf, dan konglomerat serta ditemukan
juga beberapa jenis fosil flora dan fauna. Kondisi geologi yang terdapat pada daerah telitian
menghasilkan karakteristik batuan yang menarik untuk diteliti. Dalam hal ini litologi yang
dijadikan sebagai objek yang diteliti adalah litologi batupasir. Batupasir dijadikan sebagai
objek telitian dikarenakan kelimpahannya yang cukup banyak ditemukan dan tingkat resisten
nya yang tinggi dan sangat kompak secara fisik. Sebagian besar mineral penyusun batupasir
Formasi mengkarang terdiri dari mineral kuarsa, felspar dan fragmen lainnya dengan jenis
batupasir sub-arkose dan feldspartic greywacke (Pettijohn, 1975). Sebagai batuan yang
berasal dari batuan sebelumnya diperlukan studi provenance untuk mengetahui sumber
material sedimen penyusun nya menggunakan analisis petrografi.

2. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi pengambilan data yang terbagi
menjadi data primer dan sekunder sekunder serta analisis petrografi.

2.1 Pengambilan Data

Pengambilan data terbagi menjadi dua yaitu data primer berupa data sayatan tipis sampel
batupasir serta deskripsinya dan data sekunder yaitu referensi peneliti terdahulu. Pengambilan
data dilakukan di lokasi penelitian menggunakan metode sampling. Pengambilan sampel
824
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA
batuan dilakukan di permukaan menggunakan palu sedimen. Sampel diambil dibeberapa titik
untuk mewakili data keseluruhan pada lokasi penelitian. Setelah sampel didapatkan
selanjutnya dilakukan deskripsi singkapan batuan yang di sampling, deskripsi singkapan
diperlukan sebagai data yang mendukung penelitian. Sampel diambil disepanjang singkapan
yang berada pada lokasi penelitian, tetapi didapatkan 7 sampel yang mewakili secara
keseluruhan lokasi penelitian, selain aspek penyebarannya sampel dipilih dengan kondisi yang
memungkinkan untuk selanjutnya dijadikan thin section untuk dianalisis petrografi.

2.2 Analisis Petrografi

Analisis petrografi menggunakan sayatan tipis yang di analisa melalui mikroskop


polarisasi. Bertujuan untuk menentukan komposisi dan deskripsi mineral penyusun
menggunakan klasifikasi Pettijjohn (1975). Dasar penamaan pada klasifikasi Pettijohn
didasari pada tiga komponen mineral penyusun yaitu Kuarsa (Q), Felspar (F), dan Litik
Fragmen (L) (Gambar 1). Setelah didapatkan komposisi mineral penyusun maka dilakukan
analisis provenance dengan menghitung presentase kandungan mineral pada batuan untuk
diplot kedalam segitiga / diagram Q-F-L milik Dickinson dan Suczeck (1979) sehingga hasil yang
didapat berupa tipe tektonik batupasir pada daerah telitian.

3. Data
Pengambilan sampel batupasir untuk analisis provenance berada di Formasi Mengkarang.
Formasi Mengkarang merupakan formasi tertua yang tersusun oleh batuan sedimen klastika
halus – kasar bersisipan dengan batuan klastika gunungapi dan batuan karbonat. Terdiri dari
litologi batupasir, batulanau, batulempung, serpih , tuf dan konglomerat sisipan batugamping
dan batubara (Suwarna dkk, 1992). Satuan batupasir pada Formasi Mengkarang di interpretasi
berumur permian awal.
Pada lokasi penelitian didapatkan litologi batupasir (Gambar 2), secara umum komponen
penyusun litologi batupasir daerah penelitian terdiri dari fragmen batuan, mineral kuarsa,
feldspar, biotit, mineral opak dan semen. Sampel batupasir yang dianalisis berjumlah 7
sampel batupasir, yang sebagian besar merupakan batupasir berjenis sub – arkose dan
feldspartic greywacke. Untuk batupasir sub – arkose ciri utama yang ditemukan pada lokasi
penelitian adalah ukuran nya halus dan sebagian besar sampel didominasi mineral kuarsa.
Memiliki warna segar abu – abu dan warna lapuk coklat, memiliki kekompakan keras sampai
dapat diremas, butiran menyudut sampai membundar, terpilah sedang-baik, berukuran butir
pasir sangat halus – sedang, namun juga terdapat beberapa yang berukuran butir pasir kasar.
Sedangkan batupasir feldspartic greywacke memiliki ciri utama ukuran nya yang halus dan
sampel didominasi oleh mineral kuarsa. Warna segar abu-abu , warna lapuk abu-abu gelap
(kusam). Memiliki kekompakan keras, derajat kebundaran membundar, terpilah sedang-baik,
berukuran butir pasir sangat halus – sedang.

4. Hasil dan Pembahasan


Berdasarkan analisis petrografi terhadap 7 sampel batupasir pada daerah telitian
menunjukkan sampel tersebut domininan mengandung mineral kuarsa pada presentase
tertinggi dibandingkan dengan mineral penyusun lainnya (Tabel 1). Didapatkan dua jenis
batupasir menurut klasifikasi (Pettijohn, 1975) yakni feldspartic greywacke dan sub – arkose,
dimana Dalam studi ini aspek provenance yang akan diinterpretasikan adalah batuan sumber
yang berkaitan dengan tatanan tektonik

825
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA
4.1 Provenance batupasir
Secara mikroskopis batupasir sub – arkose tersusun atas matrix supported fabric yang
didominasi mineral kuarsa sebesar (51%), plagioklas (6%), opak (7%), biotite (5%), dan semen
berupa silikaan (31%) (Tabel 2). Memiliki warna abu – abu sampai hitam berukuran 0.05 mm – 0.1
mm bertekstur klastik. Ciri tersebut dapat ditemui pada data sampel Z7 yang menunjukkan tipe
tektonik recycled orogen setelah diplot kedalam segitiga Q-F-L milik Dickinson dan Suzcek (1979)
(Gambar 3). Untuk batupasir feldspartic greywacke ditemui pada sampel data Z1 yang secara
mikroskopis memiliki ciri berwarna coklat muda sampai abu – abu pada kenampakan nikol
sejajar dan berwarna putih biru sampai hitam pada kenampakan nikol silang, berukuran 0.02
mm – sangat halus, batas antar kristal menunjukkan bentuk subhedral – anhedral, memiliki
tekstur klastik. Tersusun atas matrix supported fabric berupa fragmen lithik (8%), matriks yang
tersusun dari kuarsa (41%), felspar (9%), opak (6%), lempung (18%), semen yang terdiri atas silikaan
(12%), dan porositas sebesar 4%. Pada diagram Q-F-L data sampel Z1 menunjukkan tipe tektonik
recycled orogen (Gambar 4). Dari 7 data sampel yang dianalisis melalui diagram segitiga Q-F-L
menunjukkan komposisi batupasir daerah telitian cenderung dihasilkan oleh tipe tektonik recycled
orogen, hal tersebut didukung dari data petrografi dan data hasil analisis provenance.
Kenampakan petrografis pada batupasir sub – arkose menunjukkan mineral kuarsa yang
hadir merata pada sayatan dan dicirikan dengan memiliki warna abu-abu dan warna
interferensi putih sampai hitam, berukuran 1 mm, dengan bentuk anhedral, relief rendah, tidak
memiliki kembaran, pada cross nikol memiliki pemadaman yang bergelombang, terdiri dari
monokuarsa yang halus dijumpai memiliki butiran tunggal dengan gelapan lurus dan butiran
komposit dengan gelapan lurus hingga bergelombang miring. Berdasarkan tipe kuarsa pada
pengamatan petrografis dapat diketahui jenis kuarsa berasal dari batuan beku vulkanik dan
batuan metamorf (Krynine, 1963 dalam Folk, 1974).
Hasil pengamatan petrografis pada batupasir feldspartic greywacke menunjukkan mineral
kuarsa yang terdapat pada thin section merupakan polikuarsa, tidak berwarna pada
kenampakan nikol sejajar dengan warna interferensi putih sampai hitam , berukuran 0.1 – 0.4
mm, pemadaman bergelombang dan persebaran merata dalam sayatan. interlocking.
Berdasarkan Klasifikasi Krynine (1963) dalam Folk (1974) mineral kuarsa tersebut berupa
butiran komposit dengan gelapan bergelombang kuat. Dapat diketahui bahwa jenis kuarsa
pada sayatan tipis tersebut merupakan kuarsa yang berasal dari batuan beku vulkanik dan
batuan metamorf.
Berdasarkan komposisi mineral kuarsa yang hadir cukup dominan pada sayatan,
memungkinkan batuan asal berupa batuan beku dan memungkinkan pengaruh pengaruh
dengan basement yang terendap terlebih dahulu, melihat hasil tatanan tektonik masuk
kedalam tipe recycled orogen.
4.2 Tektonik Batuan Asal
Penentuan tatanan tektonik batuan dilakukan berdasarkan komposisi kandungan mineral
yang terdapat pada sayatan tipis batupasir. Komposisi material yang dimaksudkan adalah
kuarsa, feldspar dan fragmen batuan. Presentase komposisi tersebut kemudian di plot kedalam
segitiga /diagram Q-F-L menurut Dickinson dan Suczeck (1983) dan didapatkan hasil berupa
tipe tektoniknya (Gambar 5).
Karakteristik petrografis batupasir pada Formasi Mengkarang menunjukkan batupasir
terdiri dari sub – arkose dan feldspartic greywacke yang berkomposisi mineral kuarsa yang
dominan. Interpretasi tatanan tektonik berdasarkan thin section pada sub – arkose dan
feldspartic greywacke yang mengacu pada klasifikasi Dickinson dan Suczeck, (1983)
menghasilkan tipe recycled orogen, dimana batupasir yang merupakan batuan sumber berupa

826
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA
batuan beku vulkanik dilihat dari ciri ciri mineral kuarsa yang dominan polikristalin dengan
sudut pemdaman bergelombang merupakan ciri batuan metamorf berderajat tinggi hingga
sedang dan batuan beku. Dengan menghasilkan jenis batuan tersebut, maka kedua batuan
tersebut yang berkembang di daerah sumatera memungkinkan berasal dari keterdapatan
basement yang terangkat kembali melihat hasil menunjukkan tektonik yang berasal dari
recycled orogen
Batuan sumber dalam hal ini batupasir yang merupakan tipe tektonik recycled orogen
terangkat akibat adanya perlipatan sedimen atau metasedimen yang telah mengalami siklus
ulang. Daerah yang termasuk kedalam tipe tektonik tersebut berasosiasi dengan zona lempeng
konvergen yang menghasilkan tektonik aktif berupa tumbukan dan subduksi. Batupasir yang
terbentuk dicirikan dengan perbandingan mineral kuarsa yang hadir dan feldspar yang cukup
tinggi berasal dari batuan beku yang mengalami pengangkatan.

5. Kesimpulan
Berdasarkan analisis petrografi didapatkan komponen penyusun litologi batupasir daerah
penelitian terdiri dari fragmen batuan, mineral kuarsa, feldspar, biotit, mineral opak dan
semen. Didapatkan dua jenis penamaan batuan sedimen berdasarkan klasifikasi (Pettijohn,
1975) yaitu batupasir sub – arkose dan feldspartic greywacke dan dapat disimpulkan
provenance berasal dari batuan metamorfik dan batuan beku dilihat melalui jenis mineral
kuarsa yang terdapat pada sayatan tipis batupasir. Provenace batupasir pada lokasi penelitian
berasal dari tatanan tektonik recycled orogen, yang dalam hal ini batuan sumber berupa
batuan beku dan batuan metamorf berderajat tinggi hingga menengah mengalami
pengangkatan dan tersedimentasi kemabali. Pada daerah penelitian dipengaruhi oleh aktivitas
vulkanisme Bukit Barisan sehingga terbentuknya bagian-bagian yang terangkat pada tinggian
sepanjang Bukit Barisan, akhirnya daerah tersebut berubah menjadi aktifitas collision dan
menjadi suatu recycled.

Acknowledgements
Pada kesempatan ini saya ingin menyampaikan ucapan syukur kepada Allah SWT atas
limpahan nikmat dan rahmat Nya, dan ucapan terimakasih kepada ibu Elisabet Dwi Mayasari,
S.T, M.T selaku dosen pembimbing yang banyak memberikan saran dan masukan. Serta
PSTG Unsri dan pihak – pihak yang membantu atas pemberian izin, sarana dan fasilitas
sampai terselesaikan nya paper ini.

Daftar Pustaka
Barber, A.J, Crow, M.J, Milsom, J.S. (2005). Sumatra,Geology: Resources and Tectonic
Evolution. Geological Society Memoir No.31. The Geological Society. London
Dickinson, W. R. and Suczek, C.A. (1979). Plate Tectonics and Sandstone Composition .The
American Association of Petroleum Geologist Bulletin V.63, no 12 p.2164-2182.
Folk, R. L. (1974). Petrology of Sedimentary Rocks .The University of Texas.
Gafoer, S., Suharsono, Suwarna, N. (1992). Peta Geologi Lembar Sarolangu Skala 1 :
250.000. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi.
Pettijohn, F.J. (1975). Sedimentary Rock . second edition Oxpord and IBH pub.
.

827
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 1. Dasar penamaan batuan sedimen klasifikasi menurut Pettijohn (1975)

Gambar 2. Litologi batupasir Formasi Mengkarang pada daerah telitian

828
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 3. Komposisi mineral pada batupasir jenis sub – arkose pada kenampakan
petrografis dan tipe provenance nya

Gambar 4. Komposisi mineral pada batupasir jenis feldspartic greywacke pada kenampakan
petrografis dan tipe provenance nya

Gambar 5. Tipe tektonik recycled orogen (Dickinson dan Suzcek, 1979)

829

Anda mungkin juga menyukai