Anda di halaman 1dari 10

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11

PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA


5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

STUDI ALTERASI HIDROTERMAL ENDAPAN TIMAH PRIMER PROSPEK


BURUNGMANDI, DAMAR, BELITUNG TIMUR, BANGKA BELITUNG
BERDASARKAN ANALISIS ANALYTICAL SPECTRAL DEVICES (ASD), X-RAY
DIFFRACTION (XRD) DAN PETROGRAFI
Rifqi Abbas1*
Lucas Donny Setijadji2
Nur Rochman Nabawi3
1*
Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Jl. Grafika No. 2, Yogyakarta, 55281
2
Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Jl. Grafika No. 2, Yogyakarta, 55281
3
PT. TIMAH Tbk., Jl.Jendral Sudirman, No. 51, Pangkal Pinang, 33121
*corresponding author :rifqiabbas@gmail.com

ABSTRAK
Belitung merupakan “pulau timah” di Indonesia yang terletak pada bagian ujung selatan Sabuk Timah
Asia Tenggara. Secara tektonik, Pulau Belitung berada pada zona kolisi yang mengakibatkan
terbentuknya kompleks granit Tipe S dan mineralisasi timah. Mineralisasi timah memiliki
kompleksitas zona alterasi hidrotermal, dimana integrasi dari berbagai macam metode penelitian
sangat diperlukan untuk membuat zona alterasi. Daerah penelitian berada pada Prospek Burungmandi,
Kecamatan Damar, Kabupaten Belitung Timur, Provinsi Bangka Belitung. Studi alterasi hidrotermal
daerah penelitian dilakukan dengan pemetaan alterasi di lapangan serta didukung dengan analisis
Analytical Spectral Devices (ASD), X-Ray Diffraction (XRD) dan petrografi. Analisis ASD dilakukan
menggunakan alat portable ASD TerraSpec Halo Mineral Identifier dan dianalisis langsung melalui
software, sedangkan XRD menggunakan analisis spektral secara manual. Hasil mineralogi alterasi
hidrotermal pada ketiga metode tersebut menunjukkan keterkaitan, terutama pada mineral lempung
jenis kaolinit, K-illit dan halloysitee. Kelompok mineral mika seperti muskovit, pirofilit dan phengite
pada ASD dapat disejajarkan dengan mineral illit-mika pada XRD. Namun, ketidakakuratan muncul
pada kumpulan mineral penciri greisen maupun silisifikasi seperti topaz, turmalin dan kuarsa sekunder.
Mineral tersebut tidak hadir pada ASD dan hanya dijumpai pada pengamatan petrografi maupun XRD.
Mineral hasil proses supergen seperti hematit, dan gutit dapat dijumpai pada semua analisis, kecuali
ferrihydrite yang hanya muncul pada analisis ASD. Analisis ASD memiliki hasil yang cukup akurat
pada kelompok mineral lempung, mika dan oksida, akan tetapi kurang efektif untuk mengidentifikasi
kelompok mineral silika dan greisen. Integrasi ketiga metode tersebut dapat menentukan mineralogi
dan zona alterasi daerah penelitain: Albitisasi (ortoklas+albit), greisen
(kuarsa+muskovit+turmalin+topaz+flogopit+ serisit+pirofilit), silisifikasi (kuarsa+ illit+serisit) dan
argilik (illit+kaolinit+halloysite+montmorilonit).
Kata Kunci : mineralisasi timah, alterasi hidrotermal, prospek Burungmandi, petrografi, Analytical
Spectral Devices (ASD), X-Ray Diffraction (XRD)

1. Pendahuluan
Endapan bijih timah merupakan salah satu jenis endapan bijih yang tersebar di
berbagai negara (tin province) khususnya di wilayah Asia Tenggara. Sabuk timah Asia
Tenggara merupakan wilayah paling dominan yang memproduksi bijih timah sekitar 54% dari
produksi dunia sejak tahun 1800 (Schwartz et al., 1995). Indonesia saat ini merupakan negara
di kawasan Asia Tenggara dengan produksi timah terbesar kedua di dunia dengan produksi
timah mencapai 84.000 metrik ton pada tahun 2014 atau setara dengan 30% total produksi
timah dunia (US Geological Survey., 2014 dalam Salim dan Munadi, 2016). Timah Indonesia
tersebar di Pulau Karimun, Kundur, Singkep, Sumatra, Bangka Belitung, hingga bagian barat
Pulau Kalimantan. Mineralisasi di wilayah ini terbentuk akibat kontrol tatanan tektonik
berupa zona kolisi (Schwartz et al., 1995). Menurut US Geological Survey (2014 dalam Salim
831
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA
dan Munadi, 2016) produksi timah di Indonesia menurun rata-rata sekitar 7,6% per tahun dari
tahun 2002 sebesar 88.142 ton ke tahun 2012 sebesar 41.000 ton. Tingkat produksi kembali
naik di tahun 2013 sebesar 95.200 ton, akan tetapi kembali turun sebesar 11,6% menjadi
82.062 ton pada tahun 2015. Meninjau produksi timah Indonesia yang semakin menurun,
pencarian sumber daya baru endapan timah primer merupakan solusi terbaik untuk menambah
pasokan timah di Indonesia. Oleh sebab itu, endapan timah primer menjadi target ekplorasi
saat ini oleh beberapa praktisi perusahaan. Dalam upaya eksplorasi endapan timah primer,
penentuan zona alterasi hidrotermal harus tepat dan akurat. Ketepatan identifiksi zona alterasi
dapat menenentukan titik target potensi mineralisasi endapan timer primer di suatu daerah
dengan baik. Teori mengenai tipe dan zona alterasi hidrotermal pada endapan timah primer
masih belum pasti jika dibandingkan dengan tipe endapan lainnya. Publikasi terkait hal
tersebut masih sangat jarang dijumpai di Indonesia, sehingga perlu adanya studi lanjutan yang
membahas tentang tipe alterasi hidrotermal di endapan timah primer, khususnya dengan
menggunakan kombinasi berbagai macam metode penelitian.
Secara konvensional, karakterisasi mineral alterasi dilakukan oleh teknik analtik
berbasis laboratorium seperti petrografi, XRD, SEM dan EMP (Bishop et al., 2004;
Cathelineau et al., 1985; Ducart et al., 2006 dalam Zadeh, et al., 2014). Di sisi lain terdapat
inovasi ASD (Analytical Spectral Devices) yang dapat diterapkan di laboratorium maupun di
lapangan. ASD dapat menentukan informasi tentang komposisi mineral batuan yang
terubahkan dengan biaya yang lebih murah dan waktu singkat, sehingga dengan mudah dan
cepat mengidentifikasi jenis mineralogi alterasi. Integrasi dari berbagai macam metode
penelitian tersebut sangat diperlukan untuk membuat zona alterasi hidrotermal dan titik lokasi
prospek timah secara tepat.

2. Metode Penelitian
Metode penelitian ini dapat terbagi menjadi dua yaitu pekerjaan lapangan dan analisis
laboratorium. Berikut penjelasan masing-masing metode:
2.1. Pekerjaan lapangan
Metode pekerjaan lapangan yang dilakukan berupa pemetaan geologi permukaan
(surface mapping) yaitu observasi dan penelitian fenomena geologi yang ada di
permukaan bumi. Proses surface mapping dilakukan dengan skala 1:10.000 dan
menggunakan metode smart mapping yaitu pemetaan geologi dimana stasiun titik
amat yang dituju hanya lokasi yang diperkirakan memiliki fenomena geologi penting
baik dari segi geomorfologi, litologi, alterasi, mineralisasi maupun struktur geologinya.
Selain itu, dilakukan pengambilan sampel batuan dengan metode grab sampling
(teknik pengambilan sampel secara acak). Sampel batuan yang diambil selama
penelitian dapat berupa batuan segar, serta batuan yang telah mengalami alterasi
hidrotermal. Sampel yang diambil dapat berasal dari singkapan secara langsung atau
berupa float. Pengambilan sampel float dilakukan ketika tidak dijumpai singkapan di
sekitar lokasi (dapat berupa sungai, tailling maupun kolong bekas tambang).

2.2. Pekerjaan Laboratorium


2.2.1. Analisis Petrografi
Analisis petrografi dilakukan dengan membuat sayatan tipis dari 27
sampel terpilih. Selanjutnya sayatan tipis diamati di bawah mikroskop
poralisasi dengan tipe Euromax. Hasil pengamatan petrografi dapat
menentukan komposisi mineral batuan baik mineral primer maupun sekunder
hasil alterasi hidrotermal.
2.2.2. Analisis XRD (X-Ray Diffraction)
832
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA
Analisis XRD dilakukan dengan membuat sampel bubuk dari 10 sampel
terpilih. Selanjutnya sampel bubuk baik berupa bulk maupun clay dimasukkan
ke dalam laboratorium. Hasil anlisis XRD dapat menentukan mineral alterasi
hidrotermal yang tidak diketahui baik secara megaskopis maupun mikroskopis.
Pelaksanaan analisis XRD dilakukan menggunakan alat Rigaku Multiflex 2
kW.

2.2.3. Analisis ASD (Analytical Spectral Devices)


Analisis ASD dilakukan dengan membuat sampel bubuk dari 108 sampel
terpilih yaitu sampel yang mengandung mineral hasil alterasi. Analisis
dilakukan menggunakan alat ASD portable jenis ASD TerraSpec Halo Mineral
Identifier. Alat ASD portable menggunakan portable near-infrared (NIR)
reflectance spectroscopy dengan Quality Spec Trek full-range (350 - 2500 nm).
ASD merupakan spektrometer portabel yang dapat mengidentifikasi
mineral dengan mengukur absorpsi spektral vibrasionalnya. Gambaran absorpsi
ini diakibatkan oleh variasi komposisi, kristslinitas, dan orientai mineral. Data
spektroskopi VNIR – SWIR diukur dengan spektrometer ASD Terraspec pro
(Lampinen, et al., 2017). Alat ASD ini nantinya akan ditembakkan pada
sampel, setelah itu akan dideteksi oleh laptop/komputer, kemudian akan
menghasilkan kurva panjang gelombang. Variasi panjang gelombang ini yang
akan menentukan kumpulan mineral alterasi hidrotermal (Zhou, et al.,
2011).Dalam penelitian ini, tabel kelimpahan mineral alterasi hidrotermal
didapatkan secara langsung tanpa melalui analisis manual spektral ASD. Data
mineral akan menampilkan nama mineral disertai dengan nilai star rating. Star
rating mengindikasikan keakuratan kehadiran mineral tersebut dalam sampel
batuan. Star rating memiliki nilai keakuratan maksimum 3 dan nilai keakuratan
minimum 1.

3. Data
3.1. Geologi Daerah Penelitian
Data geologi daerah penelitian meliputi data litologi yang diperoleh melalui
analisis petrografi dan pengamatan langsung di lapangan, sehingga menghasilkan
deskripsi gabungan sebagai berikut (Gambar 1):
 Batulempung berwarna coklat, ukuran butir clay, sortasi baik, kemas tertutup,
rounded, struktur masif-laminasi, komposisi primer berupa kuarsa dan material
sedimen ukuran lempung. Beberapa sampel mengalami alterasi dengan mineral
sekunder berupa mineral lempung, dan oksida Fe.
 Batupasir berwarna abu-abu kecoklatan, ukuran butir pasir halus-pasir kasar
sortasi baik, kemas tertutup, roundess subangular-rounded, struktur masif.
Secara petrografi, komposisi mineral primer dominan berupa kuarsa dan
material sedimen ukuran lempung. Beberapa sampel menunjukkan mineral
sekunder mineral lempung, serisit dan mineral oksida Fe.
 Granodiorit berwarna abu-abu kehitam-hitaman, ukuran kristal (< 1 mm - 5
mm), fragmen (1-5 mm), massa dasar (< 1 mm), holokristalin, faneritik,
idioblastik granular, struktur masif. Secara petrografi, komposisi mineral primer
terdiri dari: ortoklas, andesin, kuarsa, biotit, hornblenda dan mineral opak.
 Syenogranit memiliki warna putih abu-abu, ukuran kristal (< 1 mm - 3 mm)
dengan fenokris (1-7 mm) dan massa dasar (< 1 mm), tekstur berdasrkan
kristalinitas holokristalin, berdasarkan ukuran butir faneritik, idioblastik

833
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA
granular, struktur masif. Secara petrografi, komposisi mineral primer terdiri dari:
ortoklas, albit, kuarsa, biotit dan mineral opak.
Struktur geologi yang berkembang di daerah penelitian adalah kekar, lipatan dan
sesar. Kekar yang dijumpai terdiri dari kekar gerus dan kekar tarik. Sesar yang
dijumpai terdiri dari sesar naik, sesar turun, sesar geser dekstral, dan sesar geser
sinistral. Struktur geologi daerah penelitian diinterpretasikan terbagi menjadi tiga fase
tektonik yang didasarkan oleh arah gaya utama pembentuk struktur geologi (Moody
dan Hill, 1956). Fase tektonik pertama membentuk struktur lipatan sinklin
Burungmandi dengan arah gaya kompresi NE-SW. Fase tektonik kedua disebabkan
oleh gaya kompresi relatif N-S dan membentuk sesar geser dekstral Burungmandi,
sesar geser dekstral Mempayak, dan sesar naik Mempayak. Fase tektonik ketiga
disebabkan oleh gaya kompresi NE-SW membentuk struktur sesar geser sinistral
Burungmandi dan Mengkubang serta sesar turun Mengkubang (Gambar 1).
3.2. Alterasi Hidrotermal
Data alterasi hidrotermal daerah penelitian meliputi data deskripsi mineralogi
yang diperoleh melalui analisis petrografi, XRD, ASD dan pengamatan langsung di
lapangan, sehingga menghasilkan deskripsi gabungan sebagai beriku (Gambar 2)t:
3.2.1. Albitisasi
Alterasi ini merupakan tahap awal pada fase magmatik, kenampakkan fisik
memiliki warna putih keabu-abuan hingga putih kecoklat-coklatan ketika
mendapat overprinting dengan alterasi argilik. Mineral penciri albitisasi
merupakan mineral hasil kristalisasi fraksional berupa albit, K-feldspar dan
kuarsa (Gambar 3).
3.2.2. Greisen
Alterasi ini merupakan tahapan lanjutan setelah fase albitisasi,
kenampakan fisik berwarna coklat/ungu/hingga kehijauan, tekstur kristal hancur.
Mineral sekunder sangat banyak dijumpai sebagai kelompok mika dan kuarsa,
dengan tambahan mineral turmalin dan topaz (Gambar 4).
3.2.3. Silisifikasi
Alterasi ini merupakan tahapan lanjutan setelah greisenisasi yaitu
pengendapan larutan silika Si setelah alterasi greisen. Kenampakan fisik
menunjukkan warna putih kecoklat-coklatan dengan tekstur cenderung keras dan
kompak. Mineral sekunder banyak dijumpai silika seperti kuarsa serta
penambahan mineral serisit dan mineral lempung (Gambar 5).
3.2.4. Argilik
Alterasi ini merupakan tahap akhir alterasi hidrotermal dengan pengaruh
air permukaan. Kenampakan fisik akan menunjukkan warna putih susu hinga
kecoklatan dengan tekstur lemah dan hancur. Mineral sekunder didominasi oleh
kelompok mineral lempung seperti illit, halloysite, klorit, smektit, montmorilonit
(Gambar 6).

4. Hasil dan Pembahasan


4.1. Mineralogi alterasi hidrotermal berdasarkan integrasi metode petrografi, XRD dan
ASD
Alterasi hidrotermal tersingkap cukup luas hampir mencakup 50% dari total luas
daerah penelitian. Alterasi hidrotermal terbentuk pada 4 satuan batuan yakni satuan
batulempung sisipan batupasir, satuan batupasir sisipan batulempung, satuan
granodiorit dan satuan syenogranit.

834
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA
Pengelompokan tipe alterasi hidrotermal di daerah penelitian ditentukan melalui
asosiasi kelimpahan mineral alterasi hidrotermal berdasarkan hasil analisis petrografi,
ASD dan XRD (Tabel 1). Penggunaan perbandingan berbagai macam metode dalam
penentuan zona alterasi agar memperkuat data mineralogi serta saling mengkoreksi
antara satu metode dengan metode lainnya.
Hasil mineralogi alterasi hidrotermal pada ketiga metode tersebut menunjukkan
keterkaitan, terutama pada mineral lempung jenis kaolinit, K-illit dan halloysite.
Kelompok mineral lempung tersebut dijumpai dalam petrografi sebagai clay minerals,
pada analisis ASD, kaolinit dan halloysite umumnya memiliki star rating 3 dan K-illit
memiliki star rating (1-3). Pada analisis XRD kelompok mineral lempung tersebut
diketahui melalui clay analysis. Kelompok mineral mika seperti muskovit, pirofilit dan
phengite pada ASD memiliki star rating 3 dan dapat disejajarkan dengan mineral illit-
mika pada XRD. Namun, ketidakakuratan muncul pada kumpulan mineral penciri
greisen maupun silisifikasi seperti topaz, turmalin dan kuarsa sekunder. Mineral
tersebut tidak hadir pada ASD dan hanya dijumpai pada pengamatan petrografi
maupun XRD. Namun, di beberapa sampel mineral tersebut hadir dalam analisis ASD
dan tidak muncul pada analisis petrografi maupun XRD. Kehadiran topaz dan turmalin
pada setiap sampel hanya memiliki start rating 1-2, sehingga mengindikasikan kurang
akuratnya kemunculan mineral topaz dan turmalin pada analisis ASD. Mineral hasil
proses supergen seperti hematit, dan gutit dapat dijumpai pada semua analisis dengan
star rating 3, kecuali ferrihydrite yang hanya muncul pada analisis ASD. Analisis ASD
memiliki hasil yang cukup akurat pada kelompok mineral lempung, mika dan oksida,
akan tetapi kurang efektif untuk mengidentifikasi kelompok mineral silika sekunder
dan mineral penciri greisen.

4.2. Tipe dan zona alterasi daerah penelitian


Tipe alterasi hidrotermal pada daerah penelitian dapat dibagi menjadi 4 jenis yaitu:
alterasi albitisasi (albit+ ortoklas + kuarsa), greisen (kuarsa + muskovit ± flogofit ±
turmalin ± topaz), silisifikasi (kuarsa+kaolinit±illit±serisit) dan argilik
(kaolin+illit+smektit± haloysit ± serisit) (Gambar 2). Persebaran alterasi hidrotermal
daerah penelitian juga dapat dilihat pada Gambar 6.
4.2.1. Albitisasi
Proses albitisasi ini terbentuk sebagai akibat proses metasomatisme yang
berlangsung selama proses magmatik. Proses ini dicirikan dengan kehadiran
tekstur perthit yang terbentuk oleh intergrowth ortoklas dan albit (Keer, 1987).
4.2.2. Greisen
Alterasi ini terbentuk pada fase post-magmatik yaitu setelah aktivitas
magma selesai dan terjadi setelah Na-feldspatisasi/albitisasi berlangsung. Akibat
proses Na-metasomatik sebelumnya, ion H+ serta senyawa HF dapat masuk ke
dalam fluida hidrotermal. Peningkatan H+ serta HF kemudian akan memicu
terjadinya peningkatan reaksi penghancuran mineral-mineral di dalam
syenogranit untuk membentuk asosiasi mineral greisen (Pirajno, 2009).
4.2.3. Silisifikasi
Alterasi ini terbentuk setelah alterasi greisen, dimana selama maupun
setelah alterasi greisen sejumlah ion Si, Na, dan K dapat dilepaskan akibat
adanya reaksi pembentukan mineral-mineral penciri alterasi greisen. Silika yang
dilepaskan kemudian dapat membentuk agregat kuarsa sekunder, urat, maupun
terdiseminasi sebagai kuarsa kriptokristalin (Pirajno, 2009). Alterasi ini dalam
sistem hidrotermal akan memiliki batas dengan alterasi greisen dan argilik.
4.2.4. Argilik

835
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA
Alterasi ini dicirikan oleh kehadiran mineral lempung melalui peningkatan
metasomatisme H+ dan pelarutan asam pada temperatur antara 100 oC hingga
300oC. Mineral lempung merupakan produk dari penggantian plagioklas dan
mineral silika masif seperti hornblenda dan biotit. Mineral lempung amorf
umumnya hasil penggantian silika alumina. Alterasi argilik daerah penelitian
termasuk ke dalam intermediate argilic ditandai dengan kehadiran
montmorilonit, illit, klorit, dan kelompok kaolin (kaolinit dan halloysite).

5. Kesimpulan
Berdasarkan pemaparan data dan pembahasan dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai
berikut:
 Integrasi ASD, XRD dan petrografi menunjukkan keterkaitan pada mineral lempung
jenis kaolinit dan halloysite. Kelompok mineral mika seperti muskovit, pirofilit dan
phengite pada ASD dapat disejajarkan dengan mineral illit-mika pada XRD. Namun,
ketidakakuratan muncul pada kumpulan mineral penciri greisen maupun silisifikasi
seperti topaz, turmalin dan kuarsa sekunder. Mineral hasil proses supergen seperti
hematit, dan gutit dapat dijumpai pada semua analisis, kecuali ferrihydrite yang
hanya muncul pada analisis ASD.
 Tipe alterasi hidrotermal pada daerah penelitian dapat dibagi menjadi 4 jenis yaitu:
alterasi albitisasi (albit+ ortoklas + kuarsa), greisen (kuarsa + muskovit ± flogofit ±
turmalin ± topaz), silisifikasi (kuarsa+kaolinit±illit±serisit) dan argilik
(kaolin+illit+smektit± haloysit ± serisit).

Acknowledgements
Penelitian ini terlaksana atas dukungan dari Departemen Teknik Geologi UGM yang telah
memberikan bantuan dana penelitian dan sumber tinjauan pustaka. Selain itu PT TIMAH Tbk,
juga turut membantu penelitian dalam hal bantuan dana, akomodasi selama penelitian di
lapangan serta izin lokasi penelitian. Penulis mengucapkan terimakasih kepada kepala
Laboratorium Pusat Departemen Teknik Geologi UGM yang telah menyediakan fasilitas
analisis XRD ((X-Ray Diffraction), kepala laboratorum geologi optik yang telah memberikan
izin pengamatan petrografi, serta seluruh rekan-rekan yang tidak dapat disebutkan satu per
satu yang telah mendukung dan membantu pelaksanaan penelitian ini.

Daftar Pustaka
Kerr, P. F.(1897). Optical Mineralogy 4th Edition. McGraw Hill Book Company, USA, 492
pp.
Lampinen, H.M., Carsten, L., Sandra, A.O., Vaclav, M., dan Samuel, C.S. (2017).
Delineating alteration footprints from field and ASTER SWIR spectra, geochemistry,
and gamma-ray spectrometry above regolith-covered base metal deposits-an example
from Abra, Western Australia. Economy Geology, v, 112 p.1977 – 2003.
Moody, J. D., dan Hill, M. J. (1956). Wrench Fault Tectonics. Bulletin of The Geological
Society of America, volume 67 p. 1207-1246.
Pirajno, F. (2009). Hydrothermal Processes and Mineral Systems. Perth. Springer.

836
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA
Schwartz, M.O., S.S. Rajah, A.K. Askury, P. Putthapiban dan S. Djaswadi. (1995). The
Southeast Asian Tin belt. Earth Science Reviews p. 95-293.
Salim, Z., dan Munadi, W. (2016). Info Komoditi Timah. Badan Pengkajian dan
Pengembangan Perdagangan, Kementerian Perdagangan Indonesia. Jakarta p. 1-27.
Zadeh, M.H., Majid, H.T., Francisco, V.R., dan Inaki, Y. (2014). Spectral characteristics of
minerals in alteration zones associated with porphyry copper deposits in the middle
part of Kerman copper belt, SE Iran. Ore Geology Reviews p. 191 – 198.
Zhou, X., Jara, C., Bardoux, M., dan Plasencia, C. (2017). Multi – scale integrated
application of spectral geology and remote sensing for mineral exploration.
Proceedings of Exploration 17 p. 899 – 910.

837
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 1. Peta geologi daerah penelitian

Gambar 2. Peta alterasi hidrotermal daerah penelitian

838
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 3. A-B. Kenampakan mikroskopis sampel syenogranit teralterasi albitisasi pada


STA 97, menunjukkan tekstur perthit hasil ntergrowth ortoklas+albit.

Gambar 4. Kenampakan hasil analisis petrografi dan XRD pada batuan tergreisenisasi. A.
Petrografi pada syenogranit tergreisenisasi sampel RA 149A menunjukkan mineral kuarsa,
muskovit dan oksida Fe. B. Petrografi pada syenogranit tergreisenisasi sampel RA 24A
menunjukkan mineral kuarsa, muskovit dan oksida Fe. C. XRD (clay analysis) pada
syenogranit tergreisenisasi sampel RA 24A menunjukkan mineral topaz, turmalin, kaolinit,
kuarsa, klorit dan illit-mika.

839
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-11
PERSPEKTIF ILMU KEBUMIAN DALAM KAJIAN BENCANA GEOLOGI DI INDONESIA
5 – 6 SEPTEMBER 2018, GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 5. Kenampakan hasil analisis petrografi dan XRD pada batuan tersilisifikasi. A.
Petrografi pada granodiorit tersilisifikasi menunjukkan mineral kuarsa primer, kuarsa
sekunder, muskovit, oligoklas dan oksida Fe. B. XRD (clay analysis) pada granodiorit
tersilisifikasi menunjukkan mineral kuarsa, illit-mika, klorit, kaolinit dan smektit.

Gambar 6. Kenampakan hasil analisis petrografi dan XRD pada batuan teralterasi argilik di
daerah penelitian. A. Petrografi pada batupasir teralterasi argilik sampel RA49G
menunjukkan kehadiran muskovit overprinting dengan greisen. B. Petrografi pada batupasir
teralterasi argilik dengan relict kuarsa cukup melimpah. C. XRD (clay analysis) pada
batupasir teralterasi argilik menunjukkan mineral klorit, kaolinit dan illit-mika.

840

Anda mungkin juga menyukai