Anda di halaman 1dari 8

PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10

PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA


13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

STUDI PETROLOGI BATUAN PEMBAWA FLUORIDA SEBAGAI STUDI


PENDAHULUAN POTENSI FLUOROSIS DI DAERAH KARANGSAMBUNG DAN
SEKITARNYA, KABUPATEN KEBUMEN, JAWA TENGAH

Rini Fahmita
Agung Harijoko*
Nugroho Imam Setiawan
Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada
*corresponding author: aharijoko@ugm.ac.id

ABSTRAK
Secara geologis daerah Karangsambung tersusun oleh Kompleks Melange Luk Ulo yang
merupakan hasil subduksi pada jaman Kapur (Cretaceous). Melange tektonik ini terdiri atas
batuan metamorf, batuan mafik dan ultramafik, intrusi granitoid, serta batuan sedimen laut
dalam yang terdapat dalam massa dasar lempung hitam. Batuan metamorf yang dijumpai di
daerah ini adalah sekis mika yang memiliki potensi kandungan apatit, yang merupakan
mineral pembawa fluorida (F), sehingga air tanah di daerah penelitian mempunyai potensi
kandungan F yang tinggi. Hal ini berpotensi menjadi penyebab endemik gangguan kesehatan
gigi dan tulang berupa fluorosis. Pengamatan visual menemukan beberapa orang yang
memiliki gigi keropos dan berwarna kecoklatan sebagai indikasi penyakit fluorosis. Hasil
survei pendahuluan menunjukkan bahwa air sumur yang digunakan sebagai sumber air
minum warga mempunyai kandungan F sebesar 1.6 mg/L. Konsentrasi F ini sedikit melebihi
ambang batas yang disarankan oleh WHO sebesar 1.5 mg/L. Untuk memahami kemungkinan
sumber F di daerah Karangsambung maka dilakukan analisis petrografi pada 10 sampel
batuan beku, sedimen, dan metamorf yang berpotensi memiliki kandungan F yang tinggi.
Analisis petrografi mengindikasikan mineral-mineral apatit, biotit, muskovit, dan hornblende
yang dijumpai pada batuan beku dan metamorf sebagai mineral utama pembawa fluorida,
sehingga daerah ini memiliki potensi fluorida yang tinggi dalam air tanah.

Kata kunci : fluorosis, fluorida, apatit, Karangsambung

1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Keberadaan fluorida dalam air tanah sangat menarik untuk dipelajari karena dampaknya
yang besar terhadap kesehatan manusia. Kekurangan atau kelebihan asupan fluorida dapat
mengakibatkan sejumlah masalah kesehatan. Fluorida dikenal sebagai zat yang efektif untuk
mencegah karies gigi. Namun, asupan berlebihan fluorida menyebabkan perubahan patologis
pada gigi, dan juga dapat menyebabkan cacat permanen pada tulang. Biasanya penyebab
fluorosis terletak pada penggunaan air minum yang memiliki kandungan fluorida lebih dari
1,5 mg/L (Frencken, 1992).
Berbagai mineral pembawa fluorida yang terdapat pada batuan dan tanah dianggap
sebagai sumber potensial utama dari fluorida yang tinggi dalam air tanah (Wenzel dan Blum,
1992), seperti fluorit, apatit, biotit, dan phlogopit. Apatit, amfibol, dan mika banyak terdapat
dalam beku dan batuan metamorf, sedangkan apatit sering dijumpai sebagai mineral aksesori
dalam batuan sedimen (Kundu dkk, 2001). Ketika air tanah meresap melalui batuan yang
lapuk di akuifer, ia melarutkan mineral yang mengandung fluorida, sehingga melepaskan
fluorida menjadi larutan (Falvey, 1999). Oleh karena itu, fluorida umumnya mengalami
1333
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

pengkayaan pada akuifer batuan dasar alkali granit dan batuan metamorf (Mamatha dan Rao,
2010) dan akuifer sedimen yang terdiri dari mineral pembawa fluorida (misalnya, yang
berasal dari batuan induk granitik) (Guo dkk., 2007, Wang dkk., 2009).
Keberadaan warga Karangsambung yang menderita fluorosis menarik untuk dijadikan
objek penelitian dalam kaitannya dengan kondisi geologi daerah tersebut, mengingat variasi
litologinya yang sangat beragam. Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui kandungan
mineral dalam batuan yang mempengaruhi kandungan fluorida dalam air tanah di daerah
Karangsambung dari studi petrologi dan petrografi.
1.2 Geologi dan Hidrogeologi Regional
Lokasi penelitian termasuk dalam Peta Geologi regional Lembar Kebumen (gambar 1).
Daerah Karangsambung tersusun oleh Kompleks Melange Luk Ulo yang merupakan hasil
penunjaman Lempeng Samudera Hindia dan Lempeng Eurasia pada jaman Kapur. Kompleks
Melange Luk Ulo merupakan satuan batuan tertua di Karangsambung. Kompleks ini berupa
bongkah-bongkah batuan dengan massa dasar serpih hitam. Bongkah-bongkah tersebut
berupa batuan beku basaltik (gabro dan basalt), batuan sedimen (batupasir dan rijang), dan
batuan metamorf (filit, sekis, marmer, eklogit, dan serpentinit) yang bercampur karena proses
tektonik pada massa dasar serpih hitam (Asikin, 1974).
Satuan batuan berumur Paleogen terendapkan secara tidak selaras di atas Kompleks
Melange ini, dari tua ke muda yaitu Formasi Karangsambung, Formasi Totogan, Formasi
Waturanda, dan Formasi Penosogan. Formasi Karangsambung tersusun oleh batulempung
bersisik (scaly clay) dengan bongkah-bongkah batugamping Nummulites, konglomerat,
batupasir, dan basal. Dalam formasi ini terdapat pula batugamping terumbu yang berupa
olistolit. Formasi Totogan memiliki karakteristik yang hampir sama dengan Formasi
Karangsambung, tersusun oleh breksi polimik dengan komponen batulempung, batupasir,
batugamping dan basal. Formasi Waturanda terdiri dari batupasir dan breksi vulkanik.
Formasi Penosogan menumpang secara selaras diatas Formasi Waturanda, terdiri dari
perselingan batupasir gampingan, batulempung, tuf, napal dan kalkarenit (Asikin dkk., 1992).
Secara regional, daerah penelitian termasuk dalam Peta Hidrogeologi Lembar
Pekalongan. Pada daerah penelitian terdapat satu tipe unit hidrogeologi, yaitu air tanah
langka. Daerah ini umumnya tersusun oleh batuan dengan permeabilitas yang rendah.

2. Metode Penelitian
Sebanyak 10 sampel batuan dilakukan analisis petrografi untuk mengetahui kandungan
mineralnya. Sampel tersebut terdiri dari 6 sampel batuan metamorf, 1 sampel batuan sedimen,
dan 4 sampel batuan beku.
Batuan beku dijumpai sebagai bongkah-bongkah di Sungai Luk Ulo dan sebagai
singkapan di Gunung Watu. Sedangkan sampel batuan metamorf diambil pada sebuah
singkapan di tubuh Sungai Luk Ulo, Brengkok dan Loning. Sampel yang telah diambil
tersebut kemudian dibuat sayatan tipis untuk dilakukan analisis petrografi. Analisis petrografi
dilakukan di Laboratorium Geologi Optik, Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik
UGM.

3. Hasil dan Pembahasan


Hasil observasi di lapangan menunjukkan bahwa daerah penelitian didominasi oleh
batuan metamorf dan beku. Secara megaskopis, pada sampel batuan beku dan metamorf yang
1334
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

diambil dalam kondisi segar tampak adanya kehadiran mineral pembawa fluorida yang cukup
melimpah.
1) Sekis muskovit-garnet. Memiliki kenampakan lapangan berwarna abu-abu. Memiliki
tekstur kristaloblastik. Struktur foliasi sekistosik terlihat pada batuan ini. Komposisi
batuan tersusun atas kuarsa, muskovit, garnet, klorit, kalsit, apatit.
2) Batupasir. Batuan berwarna coklat, struktur sedimen berlapis. Ukuran butir fragmen
0,5-2 mm, matriks <0,1 mm. Sortasi sedang. Komposisi batuan tersusun atas piroksen,
plagioklas, dan mineral lempung.
3) Serpentinit. Batuan berwarna hijau kehitaman. Struktur non foliasi. Komposisi mineral
berupa serpentin.
4) Sekis klorit. Memiliki kenampakan lapangan berwarna hijau keabu-abuan. Tekstur
kristaloblastik. Struktur foliasi sekistosik. Komposisi batuan tersusun atas kuarsa,
klorit, dan muskovit.
5) Diabas. Memiliki kenampakan lapangan berwarna abu-abu kehitam-hitaman. Batuan
ini memiliki tekstur faneritik dan struktur masif. Memiliki tekstur berasarkan
kristalinitas holokristalin dan ukuran mineral 0,1-5 mm. Memiliki hubungan antar
kristal subhedral, dengan tekstur subofitik dimana mineral piroksen dikelilingi oleh
mineral plagioklas. Komposisi utama berupa mineral plagioklas dan piroksen.
6) Granodiorit. Batuan berwarna abu-abu gelap, struktur masif. Memiliki tekstur faneritik.
Secara petrografi tersusun atas kristal mineral seluruhnya, memiliki hubungan antar
kristal subhedral. Komposisi batuan berupa mineral plagioklas, K-feldspar, dan biotit.
7) Tuf lapili. Batuan berwarna coklat, struktur masif. Ukuran butir fragmen 0,2-3 mm
dan matriks <0,1 mm. Komposisi batuan terdiri dari kuarsa, feldspar, dan gelas
vulkanik.
8) Diorit kuarsa. Batuan berwarna abu-abu cerah, struktur masif. Memiliki tekstur
inekuigranular faneroporfiritik. Secara petrografi tersusun atas kristal mineral
seluruhnya, memiliki hubungan antar kristal subhedral. Komposisi batuan berupa
mineral kuarsa, plagioklas, k-feldspar, dan biotit.

9) Sekis klorit-zoisit-garnet.
Memiliki kenampakan lapangan berwarna hijau keabu-abuan. Tekstur kristaloblastik.
Struktur foliasi sekistosik. Komposisi batuan tersusun atas kuarsa, muskovit, zoisit,
klorit, kalsit, dan garnet.
10) Amfibolit. Batuan berwarna abu-abu kehitaman, struktur non foliasi. Tekstur
berdasarkan bentuk kristal subidioblastik. Komposisi utama berupa mineral
hornblende, plagioklas, dan apatit.
Pelapukan batuan dan mineral di daerah tropis terjadi sangat intensif. Fluorida dengan
kecenderungan memasuki media cair, kemudian dilepaskan dari mineral pembawa fluorida.
Kondisi fisika-kimia sangat dipengaruhi oleh proses yang melibatkan adsorpsi-desorpsi dan
reaksi pelarutan-presipitasi (Dissanayake dan Chandrajith, 2009). Oleh karena itu penting
untuk mengetahui bahwa tingkat pelapukan dan pencucian fluorida berpengaruh lebih besar
terhadap jumlah konsentrasi fluorida pada air dibandingkan kehadiran mineral pembawa
fluorida di tanah dan batuan.
Kandungan fluorida yang tinggi pada air tanah di daerah penelitian diinterpretasikan
terjadi di daerah yg memiliki batuan dengan kandungan mineral pembawa fluorida, karena

1335
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

F- mengalami pencucian dan larut dalam air tanah ketika terjadi pelapukan dan interaksi air
dalam batuan dan tanah.

4. Kesimpulan
Berdasarkan analisis petrologi dan petrografi, mineral yang menjadi sumber utama
fluorida dalam air tanah di daerah Karangsambung dan sekitarnya yaitu mineral apatit,
muskovit, biotit, dan hornblende yang dapat dijumpai pada batuan beku dan metamorf.

Acknowledgements
Penelitian ini didanai oleh program Hibah Pengabdian Kepada Masyarakat Fakultas Teknik
UGM. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ekky Reno Priyambodo, Renaldi
Suhendra, dan Fransiska Ayuni yang telah membantu dalam pengambilan data di lapangan.

Daftar Pustaka
Asikin, S., Handoyo, A., Busono, H., dan Gafoer, S. (1992). Peta Geologi Lembar Kebumen,
Jawa, Skala 1:100.000. Pusat Riset dan Pengembangan Geologi, Indonesia.

Dissanayake, C. & Chandrajith, R., (2009). Medical Geology of Fluoride. In Introduction to


Medical Geology. pp. 59–97.
Falvey, D.A., (1999). Groundwater geochemistry. Earthwise (British Geological Survey
Magazine) (no. 13).
Frencken, J.E. (1992). Endemic Fluorosis in Developing Countries. Netherland: NIPG-TNO.

Guo, Q.H., Wang, Y.X., Ma, T., Ma, R. (2007). Geochemical processes controlling the
elevated fluoride concentrations in groundwaters of the Taiyuan Basin, Northern China.
Journal of Geochemical Exploration 93, 1–12.

Kundu, N., Panigrahi, M.K., Tripathy, S., Munshi, S., Powell, M.A., Hart, B.R., (2001).
Geochemical appraisal of fluoride contamination of groundwater in the Nayagarh
District of Orissa, Indian. Environmental Geology 41, 451–460.

Mamatha, P., Rao, S.M., (2010). Geochemistry of fluoride rich groundwater in Kolar and
Tumkur Districts of Karnataka. Environmental Earth Sciences 61, 131–142.

Wang, Y.X., Shvartsev, S.L., Su, C.L. (2009). Genesis of arsenic/fluoride-enriched soda
water: a case study at Datong, northern China. Applied Geochemistry 24, 641–649.

Wenzel, W.W., Blum, W.E.H., (1992). Fluoride speciation and mobility in fluoride
contaminated soil and minerals. Soil Science 153, 357–364.

1336
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA
Tabel 1. Kelimpahan mineral pembawa fluorida pada batuan di Karangsambung
No. Jenis Batuan Nama Batuan Apatit Biotit Muskovit Hornblende
1. Metamorf Sekis muskovit- □ - ⌂ -
garnet
2. Sedimen Batupasir - - - -
3. Metamorf Serpentinit - - - -
4. Metamorf Sekis klorit - - □ -
5. Beku Diabas - - - -
6. Beku Granodiorit - ⌂ - -
7. Piroklastik Tuf lapili - - - -
8. Beku Diorit kuarsa - ⌂ - -
9. Metamorf Sekis klorit-zoisit- ○ - ⌂ -
garnet
10. Metamorf Amfibolit ⌂ - - ⌂

Keterangan:
⌂ melimpah ○ jarang
□ sedang ─ tidak ada

Gambar 1. Peta geologi daerah penelitian dan lokasi pengambilan sampel (Asikin dkk., 1992)

1337
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

1338
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

1339
PROCEEDING, SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-10
PERAN PENELITIAN ILMU KEBUMIAN DALAM PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI INDONESIA
13 – 14 SEPTEMBER 2017; GRHA SABHA PRAMANA

Gambar 2. Kenampakan mikroskopis sampel batuan. A:PPL, B:XPL, ab:albit, ap:apatit, bt:biotit,
cal:kalsit, chl:klorit, cpx:klinopiroksen, grt:garnet, hbl:hornblende, qz:kuarsa, ms:muskovit,
kfs:k-feldspar, pl:plagioklas, srp: serpentin. 1: sekis muskovit-garnet, 2: batupasir,
3:serpentinit, 4: sekis klorit, 5: diabas, 6: diorit, 7: tuf lapili, 8: diorit kuarsa, 9: sekis klorit-
zoisit-garnet, 10: amfibolit.

1340

Anda mungkin juga menyukai