Anda di halaman 1dari 11

Penyakit gangguan penyimpanan lisosom

(lysosomal storage disease)


http://sectiocadaveris.wordpress.com/artikel-kedokteran/penyakit-gangguan-

penyimpanan-lisosom-lysosomal-storage-disease/
1. APA YANG DIMAKSUD DENGAN LISOSOM?

Secara umum, sel eukariotik terdiri atas membran sel, inti sel, dan sitoplasma.

Sitoplasma merupakan daerah intrasel selain inti sel, yang terdiri atas sitosol dan

sitoskeleton (rangka sel). Sitosol menempati sekitar 55% volume sel, dan pada sitosol

inilah melekat organel-organel. Ada lima organel utama yang menempati sitosol,

yaitu retikulum endoplasma, mitokondria, badan golgi, peroksisom, dan lisosom.

Kelima organel ini memiliki fungsi yang berbeda-beda satu sama lain, namun saling

terintegrasi untuk menjalankan fungsi sel secara keseluruhan demi menjaga

keseimbangan homeostasis tubuh. Seperti yang telah dikemukakan di atas, salah satu

organel yang melekat di sitosol adalah lisosom. Ada banyak pengertian yang

dikemukakan mengenai lisosom, yang di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Lisosom adalah tempat pencernaan intrasel dan pergantian komponen intrasel,

2. Lisosom adalah kantung terbungkus membran yang mengandung enzim-enzim

hidrolitik kuat yang mampu mencerna dan, dengan demikian menyingkirkan

berbagai sisa sel dan benda asing yang tidak diinginkan, seperti bakteri yang

masuk ke dalam sel,

3. Lisosom adalah satu dari benda kecil yang terdapat dalam berbagai jenis sel,

mengandung berbagai enzim hidrolitik dan secara normal berperanan pada proses

pencernaan intrasel terbatas,

4. Lisosom adalah organel yang mengandung enzim pencernaan, dan lain-lain.


Dari keempat pengertian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat ditarik suatu

persamaan, bahwa di dalam lisosom terdapat enzim hidrolitik dan berfungsi untuk

pencernaan intrasel. Lisosom merupakan organel yang bentuknya tidak uniform

antara satu sama lainnya, cenderung bervariasi bergantung pada isi yang dicerna oleh

lisosom tersebut. Namun pada umumnya lisosom memiliki bentuk yang hampir bulat,

dengan garis tengah berada pada kisaran 0.05 sampai 1.2 μm. Rata-rata sebuah sel

memiliki sekitar tiga ratus lisosom, yang tersebar merata di seluruh sel.

Ada dua jenis lisosom yang dikenal sampai saat ini, yaitu lisosom primer dan lisosom

sekunder. Perbedaannnya adalah, bahwa lisosom primer merupakan lisosom yang

belum digunakan untuk pencernaan/hirolisis, sedangkan lisosom sekunder merupakan

lisosom primer yang telah bekerja dan menyatu dengan membran fagosom.

Secara struktur lisosom terdiri atas enzim-enzim hidrolitik dan membran lisosom.

Enzim-enzim hidrolitik ini jenisnya bermacam-macam, tergantung substrat apa yang

akan dicerna. Enzim-enzim ini disintesis di retikulum endoplasma kasar, lalu dibawa

oleh vesikel terselubung ke badan golgi untuk dikemas dan dihantarkan ke lisosom

melalui vesikel transportasi. Adapun membran lisosom bertujuan untuk melindungi

lisosom dari kebocoran, supaya enzim-enzim hidrolitik di dalamnya tidak keluar dan

melahap seluruh isi sel, sehingga sel menjadi mati/habis.

2. BAGAIMANA LISOSOM BEKERJA DI DALAM SEL?

Telah dikemukakan di atas, bahwa secara garis besar lisosom berfungsi untuk

mencerna materi. Namun sesungguhnya, proses pencernaan tersebut ada bermacam-

macam, bergantung kepada materi yang dicerna, tempat, serta mekanisme kerja

pencernaan tersebut. Berikut diuraikan proses pencernaan yang dilakukan oleh


lisosom:

1. Pencernaan materi ekstrasel. Pada proses pencernaan materi ekstrasel, lisosom

mencerna benda-benda asing yang tidak diinginkan yang berada di luar sel seperti

bakteri dan lain-lain.

2. Pencernaan organel intrasel, yang bertujuan untuk memusnahkan organel yang

sudah tua, misalnya mitokondria, sehingga dapat digantikan oleh organel yang

masih baru.

Materi ekstrasel yang akan dicerna oleh lisosom dibawa masuk melalui mekanisme

endositosis, yaitu ambilan sel bahan dari lingkungan oleh invaginasi membran plasma

yang meliputi:

1. Fagositosis, yaitu proses menelan mikoroorganisme atau benda asing lain oleh

fagosit, di mana benda asing akan terperangkap dalam fagosom untuk

selanjutnya dicerna oleh lisosom sekunder.

2. Pinositosis, yaitu mekanisme yang digunakan sel untuk mencerna cairan

ekstraselular dan isinya; meknaisme ini meliputi pembentukan invaginasi oleh

membran sel, yang menutup dan terlepas sehingga terbentuk vakuola berisi

cairan dalam sitoplsma.

3. APAKAH YANG DIMAKSUD DENGAN LYSOSOMAL STORAGE

DISORDER (LSD-PENYAKIT LISOSOM)?

Lysosomal Storage Disorder-selanjutnya disingkat LSD-merupakan kelainan genetik

yang mengakibatkan ribosom tidak mensintesis enzim-enzim hidrolitik tertentu untuk

digunakan oleh lisosom dalam tugasnya sebagai organel pencernaan. Akibatnya,

materi/substrat yang seyogyanya dicerna/dihidrolisis menjadi menumpuk oleh karena


ketiadaan enzim-enzim tersebut. Penumpukan organel akhirnya menyebabkan

kelainan-kelainan tertentu pada tubuh manusia, yang dapat dikenali dari tanda-tanda

tertentu (Red Flag).

4. BAGAIMANA LSD DIKATEGORIKAN?

Kelainan-kelainan yang tercakup di dalam LSD sangat banyak (sampai saat ini

ditemukan ada empat puluh) dan dapat diklasifikasikan bergantung kepada jenis

substrat yang mengalami penumpukan, antara lain sebagai berikut:

1. Kerusakan metabolisme glukosaminoglikans (biasa disebut Mukopolisakaridosis),

yang meliputi:

a. MPS I, yaitu penumpukan glikosaminoglikans dermatan dan heparan sulfat akibat

defisiensi alpha-L-iduronidase.

b. MPS II, yaitu penumpukan glikosaminoglikans dermatan dan heparan sulfat akibat

defisiensi iduronate sulfate sulfatase

c. MPS III (yang terbagi atas tipe A, B, C, dan D), yaitu penumpukan

glikosaminoglikans heparan sulfat akibat kekurangan:

• heparan N-sulfatase (sulfamidase)untuk tipe A

• alpha-N-acetyl-glucosaminidase untuk tipe B

• acetyl-coa dan alpha glucosaminide acetyltransferase untuk tipe C

• galactose 6-sulfatase (N-acetyl-glucosamine 6-sulfatase) untuk tipe D

d. MPS IV (yang terbagi atas tipe A dan B), yaitu:

• Tipe A: Penumpukan glikosaminoglikans keratan sulfat dan chondroitin 6-sulfat

akibat defisiensi galaktosa 6-sulfatase


• Tipe B: Penumpukan keratan sulfat akibat defisiensi beta-galaktosidase

e. MPS VI, yaitu penumpukan glikosaminoglikans dermatan sulfat akibat defisiensi

N-acetyl-galactosamine 4-sulfatase (arylsulfatase B)

f. MPS VII, yaitu penumpukan gliksosaminoglikans dermatan sulfat dan heparan

sulfat akibat defisiensi beta-glucuronidase

2. Kerusakan degradasi glikan dari glikoprotein, yang meliputi:

a. Aspartylglucosaminuria, yaitu penumpukan aspartylglikosamino pada jaringan,

cairan spinal, dan urin akibat defisiensi aspartylglucosaminidase

b. Fucosidosis tipe I, yaitu penumpukan glikosphingolipid pada saraf pusat dan

jaringan perifer akibat defisiensi alpha-fukosidase

c. Fucosidosis tipe II , sama dengan Fucosidosis tipe I namun bentuk muda (juvenile)

d. Mannosidosis, yaitu penumpukan komponen manosa pada badan sel akibat

defisiensi alpha-mannosidosase

e. Sialidosis tipe I, yaitu penumpukan sialiloligosakarida dan sialilglikopeptida yang

menyerang limfosit, fibroblast, sel induk, sel Kupffer (liver) dan sel Schwann akibat

defisiensi alpha-N-acetylneuraminidase

f. Sialidosis tipe II, hampir sama dengan Sialidosis tipe I

3. Kerusakan degradasi glikogen, yang meliputi Pompe Disease, akibat penumpukan

asam alpha glukosidase

4. Kerusakan degradasi komponen sphingolipid, yang meliputi:

a. acid sphingomyelinase deficiency, yang menyebabkan penumpukan sphingomyelin

dan kolesterol.

b. Fabry disease, yaitu penumpukan glikosphingolipid pada jaringan akibat defisiensi

alpha-galaktosidaase

c. Farber disease, yaitu penumpukan ceramid akibat defisiensi asam ceramidase


d. Gaucher disease tipe I, yaitu penumpukan glikoserebrosida akibat defisiensi

glikoserebrosidase. Tidak bersifat neuropatik.

e. Gaucher disease tipe II, sama dengan Gaucher disease tipe I namun bersifat

neuropatik.

f. Gaucher disease tipe III, sama dengan Gaucher disease tipe II namun bersifat lebih

neuropatik (lebih kronik)

g. GM1 gangliosidosis tipe I, yaitu penumpukan GM1 pada saraf pusat dan galaktosil

oligosakarida akibat defisiensi beta-galaktosidase A

h. GM1 gangliosidosis tipe II, sama dengan GM1 gangliosidosis tipe I, namun

penumpukan GM1 lebih banyak dari GM1 gangliosidosis tipe I dan lebih sedikit dari

GM1 gangliosidosis tipe III

i. GM1 gangliosidosis tipe III, sama dengan GM1 gangliosidosis tipe I dan II namun

penumpukan GM1 lebih banyak dari GM1 gangliosidosis tipe I dan II

j. Tay-Sachs disease tipe I, yaitu gangguan pada isoenzim A beta heksosaminidase

akibat defisiensi beta heksosaminidase dan berbentuk infantile

k. Tay-Sachs disease tipe II, sama dengan Tay-Sachs disease tipe I namun berbentuk

muda (juvenile)

l. Tay-Sachs disease tipe III sama dengan Tay-Sachs disease tipe I namun berbentuk

dewasa (adult)

m. Sandhoff disease, yaitu penumpukan gangliosida dan globosida di saraf pusat dan

jaringan perifer akibat defisiensi beta heksominidase

n. Krabbé disease, yaitu gangguan pada selapu myelin yang membungkus sel saraf

dan bersifat sebagai insulator akibat defisiensi galaktoserebrosidase

o. metachromatic leukodystrophy tipe I, yaitu gangguan pada selaput myelin akibat

defisiensi arylsulfatase. Bentuk infantile.


p. metachromatic leukodystrophy tipe II, sama dengan metachromatic leukodystrophy

tipe I namun bentuk muda (juvenile)

q. metachromatic leukodystrophy tipe III, sama dengan metachromatic

leukodystrophy tipe I namun bentuk dewasa (adult)

5. Kerusakan degradasi polipeptida yang meliputi pycnodysostosis, yaitu gangguan

resorpsi tulang akibat defisiensi cathepsin-K

6. Kerusakan degradasi atau transport kolesterol, ester-kolesterol, atau lipid kompleks

lainnya, yang meliputi:

a. Neuronal ceroid lipofuscinosis type I, yaitu penumpukan lipofuscins pada sel otak

dan jaringan lainnya akibat defisiensi palmitoyl-protein thioesterase. Bersifat

infantile.

b. Neuronal ceroid lipofuscinosis type II, yaitu penumpukan lipofuscins pada sel otak

dan jaringan lainnya akibat defisiensi asam protease tri-peptidyl-peptidase

c. Neuronal ceroid lipofuscinosis type III, sama dengan Neuronal ceroid

lipofuscinosis type I namun bersifat muda (juvenile)

d. Neuronal ceroid lipofuscinosis type IV, sama dengan Neuronal ceroid

lipofuscinosis type I namun bersifat dewasa (adult)

7. Defisiensi multipel enzim lisosom, yang meliputi:

a. Galaktosialidosis, yaitu penumpukan sialiloligosakarida dan sialilglikopeptida pada

limfosit, fibroblast, sel induk, sel Kupffer (liver) dan sel Schwann akibat defisiensi

protein 32-kilodalton.

b. Mukolipidosis type II, yaitu akumulasi glikoprotein dan glikolipid akibat defisiensi

UDP-N-asetilglukosamin-I-fosfotransferase

c. Mukolipidosis type III, hamper sama dengan Mukolipidosis type II

8. Kerusakan transport dan pertukaran, yang meliputi:


a. Cystinosis, yaitu penumpukan cystine bebas akibat defisiensi efflux cystine tak

berpasangan

b. Mukolipidosis IV, yaitu penumpukan gangliosida dan mukopolisakarida akibat

defisiensi gangliosida sialidase

c. Infantile Siacid Storage Disease, yaitu penumpukan asam sialid di jaringan dan

diekskresikan di urin akibat defisiensi asam sialid transporter

d. Salla Disease, yaitu ekskresi besar-besaran asam sialid bebas

5. APA TANDA-TANDA ”RED FLAG” UNTUK LSD?

Tanda-tanda Red Flag untuk LSD adalah sebagai berikut:

1. Bentuk wajah yang tidak lazim (kadangkala disertai dengan lidah yang membesar)

2. Mata yang terlihat keruh/suram

3. Ruam kulit biru-ungu

4. Perut membesar/ terlihat menonjol (yang disebabkan oleh pembengkakan organ)

5. Tubuh pendek, sukar untuk tumbuh/ berkembang , deformitas rangka

6. Otot lemah, kemunduran dalam kemampuan motorik

6. BAGAIMANA PATOFISIOLOGI LSD?

Kelainan faal dari LSD dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Splenomegali, yaitu pembesaran limpa yang diakibatkan oleh penumpukan materi

tak tercerna

2. Hepatomegali, yaitu pembesaran hati akibat terakumulasinya substrat sehingga hati

tidak mampu menjalankan tugasnya dalam penawar racun

3. Hidrosefali, yaitu pembesaran kepala akibat akumulasi air di sekitar otak yang

memberi penekanan pada otak, sehingga penderita sering merasa pusing-pusing,

perkembangan terlambat, dan lain-lain

4. Umbilical hernia, yaitu lemahnya otot yang berada di sekitar pusar sehingga organ-
organ yang mengalami pembesaran gampang untuk menonjol ke permukaan

menyebabkan kontur perut menjadi tidak rata.

5. Kornea, di mana pandangan menjadi kabur akibat adanya pengeruhan

6. Saraf mata, di mana penderita dapat mengalami kebutaan akibat gangguan saraf

mata, sehingga penglihatan tidak bisa diteruskan ke otak

7. Dysostosis multiplex, yaitu penulangan tidak sempurna pada sekujur tubuh

mengakibatkan tubuh penderita mengalami kelainan bentuk

7. BAGAIMANA PENANGANAN LSD?

Karena LSD merupakan penyakit yang diwariskan secara genetika, baik terpaut

autosom maupun gonosom, membuat penyakit ini sukar untuk dihilangkan sama

sekali. Yang bisa dilakukan adalah penanganan pasca symptom agar LSD tidak

berkembang semakin parah. Berikut penanganan LSD:

1. Bone marrow/stem cell transplantation (transplantasi sel induk)

Transplantasi sel induk merupakan tindakan untuk mentransplantasikan sel induk

kepada penderita LSD. Sel induk ialah sel yang belum dewasa, yang dapat

berdiferensiasi menjadi berbagai macam sel yang dapat digunakan untuk berbagai

macam keperluan. Sel ini dapat dihasilkan dari darah tali pusar (sel mesenkim) atau

sel neuron (otak) yang sudah diisolasi. Sel induk ini nantinya akan ditransplantasikan

kepada orang yang menderita LSD, untuk kemudian berdiferensiasi menjadi sel-sel

yang mengalami gangguan lisosom, dan menjalankan fungsi digestif materi yang

semestinya dijalankan oleh lisosom yang rusak. Sel induk ini dapat diperoleh dari

donor yang sehat dan bersedia menyumbangkan sel induknya.

Namun demikian terdapat beberapa kendala dalam melakukan transplantasi sel induk:

1. Adanya risiko penolakan dari tubuh penerima, yang menganggap bahwa sel yang

ditransplantasikan adalah benda asing, sehingga penerima harus mengonsumsi obat


anti penolakan seumur hidup.

2. Sampai saat ini belum diketahui seberapa banyak stem cell yang harus

ditransplantasikan untuk membuat perubahan yang bermakna.

2. Enzyme replacement therapy (ERT)/ terapi penggantian enzim

ERT merupakan terapi yang diberikan, di mana enzim yang tidak diproduksi oleh

sel/inaktif digantikan oleh enzim fungsional yang dibuat di laboratorium. Untuk

beberapa penyakit LSD seperti Gaucher I, Fabry, MPS, dan Pompe terapi ini cukup

berhasil.

3. Terapi gen

Terapi gen merupakan usaha untuk menambahkan gen yang fungsional kepada gen

yang mengalami mutasi agar sel kembali berfungsi secara normal. Penambahan ini

harus disertai dengan pengenalan gen terlebih dahulu kepada sel yang akan diberikan

gen tersebut. Gen yang akan ditambahkan dibawa oleh vektor, kebanyakan berupa

virus. Gen tersebut akan dibawa ke otak dan organ-organ lainnya untuk dikenali.

Dalam pelaksanaan terapi gen terdapat beberapa kendala:

1. Kesulitan untuk membuat vektor yang efektif, terutama untuk gen yang akan

dibawa kepada sel-sel yang tidak membelah seperti sel otak.

2. Keharusan untuk mengenalkan gen kepada banyak sel demi menghasilkan efek

yang bermakna.

3. Kesalahan dalam penambahan gen sehingga berpotensi menyebabkan kanker.

4. Metabolic bypass therapy

Metabolic bypass therapy merupakan bentuk terapi untuk mengaktifkan produksi

enzim-enzim yang terhambat, sehingga dapat digunakan untuk mencerna materi.

Namun terapi ini masih sebatas teori.

5. Pharmacological chaperone therapy


Mutasi genetik membuat protein yang tidak melekat di retikulum endoplasma

menjadi berubah bentuk secara tiga dimensi, mengakibatkan retikulum endoplasma

sendiri tidak mengenalinya dan menhancurkannya. Pharmacological chaperone

merupakan molekul kimiawi yang berfungsi untuk melekat pada protein-protein yang

telah berubah bentuk tersebut agar dapat dikenali oleh retikulum endoplasma untuk

kemudian didistribusikan ke lisosom.

6. Pembatasan substrat

Pembatasan substrat merupakan tindakan untuk membatasi/mengurangi produksi

substrat yang semestinya dicerna oleh enzim tertentu di lisosom, sehingga tidak akan

terjadi penumpukan/akumulasi pada sel.

Daftar pustaka

1. About Lysosomal Storage Disorders. [Online]. 2004 September 17 [cited 2009

February 07]; Available from: URL:

http://www.lysosomallearning.com/healthcare/about/lsd_hc_abt_classification.asp

2. Childs GV. How are lysosomes and peroxisomes produced? [Online]. 2002 Feb 12

[cited 2009 February 07]; Available from: URL: http://www.cytochemistry.net/ Cell-

biology/ lysosome. Htm

3. Childs GV. Receptor Mediated Endocytosis. [Online]. 2001 October 08 [cited 2009

February 07]; Available from: URL: http://www.cytochemistry.net/ Cell-biology/

recend.htm

4. Lyososome. [Online]. [cited 2009 February 07]; Available from: URL:

http://en.wikipedia .org/wiki/ Lysosome

5. Threpeutic Approaches [Online]. [cited 2009 February 07]; Available from: URL:

http://www.ntsad. org/S05/S05thera peutic_approach. htm

Anda mungkin juga menyukai