Anda di halaman 1dari 20

Hidrodinamika

Berbeda dengan Hidrostatika, yang mempelajari tentang fluida dalam keadaan


diam, maka dalam Hidrodinamika dibahas tentang fluida yang bergerak. Meskipun
diketahui bahwa fluida terdiri dari molekul-molekul ataupun partikel-partikel, di mana
untuk tiap partikel ini berlaku hukum-hukum Newton, namun jika menuliskan persamaan
geraknya, tidaklah gampang. Hal ini disebabkan karena gerakan fluida itu sangat
kompleks, misalnya arus air waktu banjir, atau asap rokok yang mengepul di udara, dan
sebagainya. Oleh sebab itu jika mempelajari fluida yang mengalir, maka diciptakan suatu
model yang dianggap sebagai fluida ideal, dengan syarat-syarat tertentu. Untuk selanjutnya
akan dibahas aliran dari fluida ideal tersebut.

1. Aliran Fluida Ideal

Fluida ideal dibayangkan mengalir dengan tenang membentuk arus yang disebut arus
stream line atau disebut juga arus tunak. Arus ini dapat dilihat pada Gambar 13 berikut ini

va
a vb vc
b c

Gambar 13. Aliran yang dibentuk garis-garis arus.

Gambar 13 melukiskan sebuah pipa yang di dalamnya mengalir zat cair dari kiri ke kanan.
Jika arus stream line, maka tiap-tiap partikel yang melewati titik a misalnya akan
menempuh lintasan dari partikel-partikel yang mendahuluinya melewati titik tersebut.
Lintasan ini disebut garis alir atau garis arus. Jika penampang lintang pipa tidak sama
sepanjang pipa, maka kecepatan partikel tidak sama sepanjang garis arusnya, tetapi setiap
partikel yang melewati titik yang sama mempunyai kecepatan yang senantiasa sama. Jika
sebuah partikel yang melewati titik a dengan kecepatan va , di titik b dengan kecepatan vb

122
terus ke titik c dengan kecepatan vc. Harga va , vb dan vc, berbeda satu sama lain,
tergantung penampang lintang di mana titik itu berada.
Di samping itu, fluida ideal dapat dianggap tidak kental sama sekali, sehingga
gesekan antar partikel-partikel mengalir dapat diabaikan. Ini berarti, bahwa partikel yang
berada pada penampang lintang yang sama, akan mempunyai kecepatan yang sama pula.
Sedangkan untuk fluida kental, kecepatan titik yang terletak pada penampang yang sama,
akan berbeda, makin dekat ke dinding pipa, kecepatannya makin kecil. Untuk aliran
dengan kecepatan tinggi, jenis aliran stream line tidak dapat dipenuhi, karena garis arus
dapat berubah sekonyong-konyong, sehingga memungkinkan partikel-partikel seolah-olah
berputar, yang biasa disebut aliran turbulen.
Aliran stream line tidak berlaku untuk fluida kompressibel (termampatkan), karena
massa jenis atau rapat massa fluida diberbagai tempat akan berbeda. Oleh sebab itu dipilih
fluida tak kompressibel, sehingga rapat massa sepanjang aliran tidak berubah-ubah
besarnya.

2. Persamaan Kontinuitas
Untuk aliran tunak, gerak fluida di dalam suatu tabung aliran, haruslah sejajar
dengan dinding tabung, meskipun besar kecepatan fluida berbeda dari satu titik ke titik
lainnya, sepanjang garis arus. Hal ini dapat digambarkan pada gambar 17.

P V1 Q A2
V2
A1

Gambar 14 . Zat cair yang mengalir dalam pipa dengan penampang lintang
yang berbeda

Gambar 14. menunjukkan aliran fluida dalam sebuah pipa yang luas
penampangnya untuk tiap bagian tidaklah sama. Kecepatan fluida di titik P adalah v1 dan
di titik Q adalah v2 . A1 dan A2 adalah luas penampang tabung aliran yang tegak lurus
terhadap garis-garis arus pada titik P dan Q.

123
Jika diamati, dalam selang waktu sebesar  t , suatu elemen fluida akan bergerak

sejauh v  t . Jadi massa elemen  m yang melalui luas A1 dalam selang  t adalah;

 m = 1 A1 v1 t
Selang waktu  t harus diambil cukup kecil, agar dalam selang waktu ini kecepatan v dan
luas penampang A tidak berubah banyak sepanjang jarak yang ditempuh oleh elemen

fluida. Untuk  t = 0, maka pada titik P berlaku;


dm1
 1 A1 v1
dt
Pada titik Q, fluks massa adalah;
dm 2
 2 A2 v2
dt
Untuk aliran streamline, maka fluks massa di titik P dan Q haruslah sama, sehingga;
1 A1 v1  2 A2 v2 ……………………………………………(15)

Bila sepanjang aliran rapat massa dianggap sama, maka;


m1 = m2 = m
sehingga;
A1 v1 = A2 v2
Persamaan ini disebut dengan persamaan kontinuitas untuk aliran massa, yang tidak lain
merupakan pernyataan adanya kekekalan massa dalam aliran fluida. Dari persamaan ini
ditunjukkan bahwa kecepatan aliran fluida di suatu titik berbanding terbalik dengan luas
penampang yang tegak lurus arus itu. Dari gambar juga dapat diperlihatkan bahwa rapat
garis arus persatuan luas, berbanding lurus dengan kecepatan fluida.

3. Persamaan Bernoulli
Hubungan antara rapat massa, kecepatan v dan luas penampang A, diberikan oleh
persamaan kontinuitas. Selanjutnya akan ditinjau pula bagaimana hubungan antara gerak
fluida yang mengalir dengan hukum kekekalan energi. Hal ini dapat digambarkan sebagai
berikut;

124
v2
Δ l2 B
A2 F2
v1 h2
A A1
F1 h1
Δl1
Gambar 14. Aliran zat cair dalam pipa dengan penampang dan ketinggian
yang berbeda

Gambar 14, menunjukkan fluida yang mengalir dari ujung A ke ujung B. Jelas hal ini
disebabkan oleh perbedaan tekanan antara kedua ujung ini, yang mengakibatkan suatu
elemen fluida sepanjang Δl1 terdorong oleh gaya F1, yang ditimbulkan oleh tekanan p1.
Setelah selang waktu Δt, kita dapatkan ujung kanan telah bergerak sejauh Δl2. Usaha yang
dilakukan oleh gaya F1 sepanjang Δl1 adalah;
W1 = A1 p1 Δl1
Sedangkan gaya F2 melakukan usaha sepanjang Δl2 sebesar;
W2 = -A2 p2 Δl2
Usaha total yang dilakukan terhadap fluida adalah;
W = W1 + W2
W = A1 p1 Δl1 - A2 p2 Δl2
Untuk fluida ideal, maka berlaku :
m
A1 Δl1 = A2 Δl2 = ,

di mana m merupakan massa fluida yang berpindah dalam waktu Δt . Selanjutnya usaha
total dapat ditulis :
m
W = ( p1 – p2 )

Karena fluida merupakan fluida ideal, maka gesekan antar fluida dapat diabaikan, sehingga
usaha total ini akan berubah menjadi tambahan energi kinetik dan energi potensial, jadi :
W = Ek + Ep
m 1 1
( p1 – p2 ) = m v22 - m v12 + m g ( h2 – h1 )
 2 2
Selanjutnya dapat ditulis :

125
p2 + ½ ρ v22 + ρ g h2 = p1 + ½ ρ v12 + ρ g h1
Subkrip 1 dan 2 menyatakan dua tempat yang diambil sembarang, maka secara umum
dapat dinyatakan dengan ;
p + ½ ρ v2 + ρ g h = konstan ……………………………….(17)
Persamaan ini dikenal dengan persamaan Bernoulli, seperti yang dikemukakan oleh Daniel
Bernoulli (1700 – 1783), pada tahun 1738.
4. Pemakaian Persamaan Bernoulli dan Kontinuitas
Hubungan yang ditunjukkan persamaan Bernoulli dan persamaan kontinuitas
banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari, di antaranya adalah:
a. Persamaan hidrostatika
Persamaan Hidrostatika merupakan bentuk khusus dari persamaan Bernoulli, yaitu
bila kecepatan fluida sama dengan nol. Perubahan tekanan akibat perbedaan letak titik di
dalam zat cair, dapat dicari dengan menggunakan persamaan Bernoulli, pada titik 1 dan 2,
seperti diperlihatkan pada gambar 15.

Gambar 15. Hubungan antara ketinggian dan tekanan

Menurut persamaan Bernoulli,


p2 + ½ ρ v22 + ρ g h2 = p1 + ½ ρ v12 + ρ g h1
Karena p1 = p0 (tekanan atmosfir ), dan v1 = v2 = 0, sedangkan h1 = h dan h2 = 0, maka :
p0 + ρ g h = p2
atau p2 = p0 + ρ g h

126
b. Dalil Torricelli

Gambar 15. Air yang mengalir dari tangki


Gambar 15 memperlihatkan zat cair, yang keluar dari tangki lewat lubang sejarak h, di
bawah permukaan zat cair di dalam tangki. Titik 1 pada permukaan zat cair, dan titik 2
tepat di lubang, akibatnya tekanan pada masing-masing titik sama, sebab berhubungan
dengan udara luar, yakni p0. Jika lubang cukup kecil, permukaan air dalam tangki turunnya
lambat, sehingga v1 kecil dan dapat dianggap sama dengan nol. Jadi :
p2 + ½ ρ v22 + ρ g h2 = p1 + ½ ρ v12 + ρ g h1
p0 + ρ g h = p0 + ½ ρ v22
ρgh = ½ ρ v22
v2  2 g h
Inilah yang disebut dalil Torricelli. Jika kita amati besar kecepatan keluarnya zat cair dari
lubang setinggi h di bawah permukaan air dalam tangki, sama dengan besar kecepatan
yang diperoleh benda bila jatuh bebas dari ketinggian h.
c. Alat Ukur Venturi
Gambar 21 menunjukkan sebuah venturimeter, berupa sebuah pipa yang di
bagian tengahnya menyempit, dilengkapi dengan tabung manometer yang diisi zat cair,
biasanya air raksa. Prinsip kerja alat ini dapat dijelaskan sebagai berikut :

A2
1 A1 2

l-h
l
A B h

Gambar 16. Alat Ukur Venturimeter

127
Misalnya zat cair dengan rapat massa ρ, mengalir dari kiri ke kanan, seperti yang
diperlihatkan pada gambar 16. Untuk titik 1 dan 2 , persamaan kontinuitas memberikan
hubungan;
A1 v1 = A2 v2
A1 v1
atau 
A2 v 2

Jika dikuadratkan :
A1 2 v1 2

A2 2 v2 2
2
A1
v 22 
2
atau 2
v1 …………………………………(18)
A2
Menurut persamaan Bernoulli;
p2 + ½ ρ v22 + ρ g h2 = p1 + ½ ρ v12 + ρ g h1
karena h1 = h2 , maka;
p2 + ½ ρ v22 = p1 + ½ ρ v12
Bila digabung dengan persamaan (18) diperoleh;
2
A1
p1  1 / 2 v12  p 2  2
v12
A2

 A1 2 
atau 1 / 2 v  2 - 1  p1  p 2
2
1
 A2 
Selanjutnya dapat dituliskan;

 A1 2  A22 
1 / 2 v 
2
1 2   p1  p 2 ……………………………..(19).
 A2 
Karena titik A dan B sama tinggi, maka menurut persamaan hidrostatis;
pA = pB
p1 + ρ g l = p2 + ρ g ( l – h ) + ρ’ g h
p1 - p2 = (ρ’ - ρ ) g h
atau
 2( , -  ) g h 
v12  A22  2 
  ( A1 - A 2 ) 
2

128
2( , -  ) g h
v1  A2 ……………………………………..(20)
 ( A1 2 - A 2 2 )
dengan;
ρ = massa jenis fluida yang akan diukur kecepatannya.
ρ’ = massa jenis fluida dalam tabung manometer.
A1 = luas penampang pipa besar.
A2 = luas penampang pipa kecil.
h = perbedaan tinggi permukaan fluida dalam tabung manometer.

d. Daya angkat pesawat terbang


Penampang sayap pesawat terbang mempunyai bagian belakang yang tajam dan
sisi atas lebih melengkung dari sisi bawah, seperti diperlihatkan dalam gambar 23.
Melengkungnya bagian atas pesawat, mengakibatkan garis arus aliran udara bagian atas
lebih rapat dari bagian bawah, sehingga besar kecepatan aliran udara bagian atas lebih
besar dari kecepatan aliran udara bagian bawah. Menurut persamaan Bernoulli, tekanan
udara bagian bawah pesawat lebih besar dari bagian atas sayap. Perbedaan tekanan inilah
yang menyebabkan daya angkat pesawat.

Gambar 17. Garis-garis aliran sekitar penampang sayap pesawat terbang.

e. Tabung Pitot
Tabung Pitot atau sering disebut dengan pipa Pitot seperti diperlihatkan pada
gambar 18, adalah alat untuk mengukur kecepatan gas dalam suatu tabung atau pipa.
Sebuah manometer terbuka dihubungkan dengan tabung yang dilewati gas. Tekanan di
dalam kaki kiri

129
2

1
h

Gambar 18. Tabung Pitot

manometer yang lubangnya sejajar dengan arah aliran gas sama dengan tekanan gas dalam
aliran. Tekanan di kaki kana yang lubangnya tegak lurus terhadap arah aliran gas dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan Bernoulli pada titik-titik 1 dan 2. Andaikan v
adalah kecepatan arus, ρ adalah rapat massa dan po tekanan di titik 1, sedangkan kecepatan
di titik 2 adalah nol, maka :
1
p2 = p1 + ρ v2
2
Karena p2 lebih besar dari p1, maka zat cair di dalam manometer akan mengalami
pergeseran seperti dilukiskan pada gambar. Jika ρo rapat massa zat cair dan h adalah selisih
tinggi zat cair dalam kedua kaki, maka :
p2 = p1 + ρo gh
Jika kedua persamaan ini digabung dengan persamaan sebelumnya, diperoleh :
1
ρ v2 = ρo gh
2
sehingga harga v dapat dihitung, atau dapat ditulis dengan cara berikut :

2 ( p1 - p 2 )
v2  …………………….……..(21)

di mana p1 - p2 adalah selisih tekanan antara titik 1 dan titik 2, yang dapat ditentukan
dengan selisih tinggi air raksa di kedua kaki pipa U.
Contoh soal 3
Sebuah tangki yang luas diisi dengan air setinggi 1m. Sebuah lubang di dasar tangki
luasnya 5 cm2, dapat mengalirkan air keluar tanpa terputus-putus.
a. Berapakah debit air yang keluar dari tangki, bila dinyatakan dengan m3/s.

130
b. Pada suatu tempat di bawah dasar tangki, luas penampang arus menjadi setengah dari
luas lubang. Tentukan jarak antara dasar tangki dengan tempat ini.
Penyelesaian:
Titik O berada pada permukaan tangki, titik 1 pada lubang di dasar tangki dan titik 2
berada di bawah dasar tangki, dimana luas penampang air yang mengalir adalah setengah
dari luas lubang.
Untuk titik O dan 1 berlaku persamaan Bernoulli:

po + ½ ρ vo2 + ρ g ho = p1 + ½ ρ v12 + ρ g h1
karena; po = p1 , vo = 0 dan h1 = 0, maka :
ρ g ho = ½ ρ v12
atau v12 = 2 g ho
v12 = 2. 10. 1
v1 = 20 m/s

O Ao

ho

1
A1
h
A2 2

Gambar 19

Debit air yang keluar : Q = A1 v1


= 5. 10-2 m2 20 m/s
= 22,4 .10-4 m3/s
Untuk titik 1 dan 2 berlaku persamaan kontinuitas;
A1 v1 = A2 v2
A1 20 = ½ A1 v2

v2 = 2 20 m/s

131
Dengan menggunakan prinsip kekekalan energi diperoleh;
½ m v22 - ½ m v12 = m g h
v22 - v12 = 2 g h
80 – 20 = 2 .10. h
Selanjutnya diperoleh jarak antara dasar tangki dengan titik 2, yaitu : h = 3 m
Contoh soal 4
Perhatikan gambar berikut:

A1 A2

l-x
l x

Gambar 20 a
Saluran masing-masing adalah 40 cm3 dan 10 cm3. Dalam 5 detik dari pipa keluar 30 liter
air.
Tentukanlah:
a. Kecepatan air dibagian pipa yang sempit
b. Selisih tekanan antara bagian pipa lebar dan bagian pipa sempit.
c. Selisih tinggi kolom air raksa dalam pipa U
Penyelesaian:
a. Debit air Q adalah:
Q = A1 v1 t
30.10-3 m3 = (40 . 10-4 m2 ) v1 (5 s)
v1 = 1,5 m/s
Selanjutnya;
Q = A2 v2 t
30.10-3 m3 = (1 . 10-3 m2 ) v2 (5 s)
v2 = 6 m/s

132
l l-x
x
A B

Gambar 20.b

Menurut persamaan hidrostatika :


pA = pB
p1 + ρ g l = p2 + ρ g ( l – x ) + ρ’ g x
p1 – p2 = (ρ’ - ρ ) g x
= ( 13,6 .103 - 103 ) 10 x …..(*)
Menurut persamaan Bernoulli :
p1 + ½ ρ v12 + ρ g h1 = p2 + ½ ρ v22 + ρ g h2
p1 + ½ 103 (1,5)2 + 0 = p2 + ½ (103) 62 + 0
p1 – p2 = ½ 103 ( 62 - 1,52 ) …….(**)
Dari persamaan (*) dan (**) diperoleh perbedaan tinggi kolom air raksa di kedua kaki pipa
U adalah: x = 13,39 cm.

E. Viskositas
Secara kualitatif kita dapat mengatakan bahwa oli mobil lebih kental dari minyak
tanah, gliserin lebih kental dari air dan lain sebagainya. Kita dapat merasakan pengaruh
kekentalan terhadap gerakan benda-benda lain di dalam fluida, maupun jika fluida itu
sendiri yang bergerak. Viskositas atau kekentalan dapat dibayangkan sebagai gesekan
antara satu bagian dengan bagian lain di dalam fluida. Untuk selanjutnya, akan dibahas
tentang bagaimana mengukur kekentalan, dan hukum-hukum yang berkaitan dengan
kekentalan, seperti hukum Stokes dan hukum Poiseuille.
1. Viskosimeter
Secara kuantitatif kekentalan dapat diukur dengan menggunakan alat yang disebut
Viskosimeter. Skema alat tersebut dapat diperlihatkan pada gambar 21

133
A
B

Gambar 21. Viskosimeter

Gambar 21. menunjukkan bagian utama dari sebuah Viskosimeter, yang terdiri dari dua
selinder A dan B. Zat cair yang akan diukur kekentalannya diletakkan di ruangan antara
dua selinder tersebut. Selinder B dililiti tali yang pada ujung lainnya digantungkan beban.
Jika dilepaskan, beban mula-mula turun dipercepat, akan tetapi karena gesekan dengan zat
cair, beban akan bergerak dengan kecepatan konstan. Dari percobaan ternyata makin
kental zat cair, makin pelan (kecil) pula kecepatan akhir beban. Kita amati suatu bagian
kecil dari fluida yang ada pada rongga antara dua selinder di atas, dan digambarkan pada
gambar 22.
Fluida yang mengalir dianggap berupa lapisan-lapisan tipis yang disebut lamina,
sehingga aliran fluida disebut laminar. Tiap lapisan bergeser di atas lapisan yang lain,
sehingga menyebabkan kecepatan satu lapisan berbeda dengan lapisan lainnya. Dapat
dipahami bahwa besarnya gaya gesekan antar lapisan berbanding lurus dengan perbedaan
kecepatan untuk tiap lapisan dan luas tiap lapisan, sehingga secara matematis dapat ditulis
:
v
Fn  A
 y
v
( A = luas lapisan, = perubahan kecepatan tiap lapisan )
 y

Selanjutnya dapat dirumuskan;


v
Fη = η A
 y
( η adalah koefisien kekentalan zat cair atau viskositas ).

134
d d’ c c’
v F
l lapisan cairan
F
a b
Gambar 22 .Aliran Laminer Cairan Kental

Jadi koefisien kekentalan dapat dirumuskan sebagai berikut:


F  v
η= …………………………………………….(22)
A y

Satuan kekentalan dinyatakan dengan:


1 poice = 1 dyne s / cm2
Untuk minyak pelumas, viskositas dinyatakan dengan SAE ( Society of Automotive
Engineer), di mana :
SAE 10 pada 130oF memiliki viskositas antara 160 s/d 230 centi poice (cp).
SAE 20 pada 130oF memiliki viskositas antara 230 s/d 300 centi poice (cp).
SAE 30 pada 130oF memiliki viskositas antara 360 s/d 230 centi poice (cp).
Jika digunakan dalam sistem SI, maka:
1 poice = 1. 10-5 Ns/ 10-4 m2
1 poice = 10-5 Ns /m2
1 poice = 10-1 Pa.s. ( Pa = Pascal)
atau :
1 Pa .s = 10 poice
Catatan:
Dari hasil percobaan, ternyata agar aliran fluida bersifat laminar ( tidak turbulen) artinya
tidak berputar, maka diperlukan beberapa syarat yang dikombinasikan menjadi bilangan
Reynolds, yakni :
 vD
Re = , ……………………………………………(23)

di mana:
ρ = massa jenis zat cair
v = kecepatan aliran
D = diameter pipa
η = viskositas

135
Untuk Re < 2000, aliran akan bersifat laminar, sedangkan untuk Re > 3000, aliran akan
bersifat turbulen, sedangkan bila Re antara 2000 dan 3000, berarti aliran tidak stabil,
kadang-kadang laminar kadang-kadang turbulen.

2. Hukum Stokes
Dapat dipahami bila sebuah benda bergerak di dalam fluida yang kental,
gerakannya akan lebih lambat dibandingkan dengan gerakannya di dalam fluida yang
kental. Hal ini disebabkan adanya gesekan antara benda dengan fluida yang disebut gaya
gesekan fluida yang bekerja berlawanan arah dengan gerak benda.
Hal yang sama juga akan berlaku, bila yang bergerak adalah fluida, sedangkan
benda dalam keadaan diam. Besarnya gaya gesekan ini telah diteliti oleh Sir George
Stokes melalui percobaan-percobaannya yang melahirkan apa yang dikenal sekarang
dengan hukum Stokes. Menurut Stokes besarnya gaya ini tergantung pada kecepatan benda
yakni:

Fη = 6 π η r v …………………………………………(24)
dengan:
η = koefisien kekentalan ( viskositas )
r = jari –jari bola (benda)
v = kecepatan relatif bola terhadap cairan
Jika sebuah bola dengan rapat massa ρ, jari-jari r, dilepaskan pada permukaan zat cair
kental yang diam dengan rapat massa ρo , maka pada bola akan bekerja tiga gaya yaitu,
gaya berat w, gaya gesekan fluida Fη dan gaya ke atas B ( gaya Archimedes), seperti pada
gambar 28.
F B

w
Gambar 22. Gaya-gaya yang bekerja pada sebuah bola yang bergerak dalam
fluida.

136
Jika bola mula-mula dalam keadaan diam, lalu dilepaskan maka gaya Fη akibat
kekentalan itu nol pada permulaannya, sehingga yang bekerja mula-mula adalah gaya berat
w dan gaya Archimedes B. Resultan gaya ini akan memberikan percepatan awal pada
benda:
4
w=mg=  r3  g
3

dan gaya Archimedes adalah:


4
B =  r 3 o g
3

maka;
4 4 4
w–B=  r3  g -  r3 o g =  r3  a o
3 3 3
Percepatan awal ao adalah :
(  - o ) g
ao = ……………………………………………(25)

Akibat percepatan ini, bola memperoleh kecepatan ke bawah, yang menimbulkan pula
gaya gesekan Fη, yang makin lama makin besar pula. Suatu saat, pada suatu kecepatan
tertentu, besarnya gaya yang berarah ke atas, akan sama besar dengan gaya yang arahnya
ke bawah. Akibatnya bola tidak mendapat percepatan lagi, dan akan bergerak dengan
kecepatan konstan yang disebut kecepatan akhir ( terminal velocity ). Besarnya kecepatan
ini dapat dirumuskan dengan B + Fη = w, atau :
4 3 4
 r o g + 6 π η r v =  r3  g
3 3
sehingga:
2r 2 g
v= (    o ) …………………………………………..(26)
9
Rumus ini hanya berlaku, asalkan besarnya kecepatan tidak sampai menimbulkan
turbulensi. Bila ini terjadi, maka gaya penahan atau gaya gesekan fluida jauh lebih besar
dari pada yang dihitung menurut hukum Stokes.

E. Hukum Poiseuille

Berdasarkan sifat-sifat umum kekentalan, terbukti bahwa kecepatan zat cair kental
yang mengalir melalui pipa tidak sama pada setiap titik pada penampang lintang yang
sama. Akibat gesekan antara fluida dan dinding pipa, maka dinding pipa akan mengerjakan

137
gaya ke belakang terhadap lintasan yang lebih dalam letaknya, demikianlah selanjutnya.
Hasilnya kecepatan terbesar terdapat ditengah-tengah pipa, dan akan berkurang jika
menjauhi tengah-tengah pipa dan akhirnya menjadi nol pada dinding pipa.

Gambar 23. Pembagian kecepatan pada sebuah pipa bulat

Pembagian kecepatan pada penampang itu dapat ditentukan dengan cara berikut :
Gambar 24. menunjukkan sebagian pipa berjari-jari R, yang panjangnya L, dilalui zat alir
yang kekentalannya . Selanjutnya kita amati suatu elemen fluida yang berbentuk selinder
( r < R ), koaksial dengan pipa. Jika tekanan pada ujung kiri dan kanan pipa berturut-turut
p1 dan p2, maka resultan gaya yang bekerja pada elemen itu adalah :
F = ( p1 – p2 ) π r2

p1 p2

Gambar 24. Gaya-gaya yang bekerja pada elemen fluida yang bergerak
Di samping itu elemen ini juga mengalami gaya gesekan Fη pada permukaan selinder yang
luasnya A = 2 π r L dari fluida sekitarnya, yang arahnya berlawanan dengan F. Besarnya
gaya gesekan tersebut adalah:
v
Fη = η A
 l

v
atau Fη = η 2 π r L …………………………………………(27).
l

Andaikan zat cair dalam pipa bergerak dengan kecepatan konstan, maka Σ F = 0, sehingga:
F = Fη
v
( p1 – p2 ) π r2 = π 2 π r L
y

138
( p1 – p2 ) π r2 dr = η 2 π r L dv
( p1 – p2 ) r dr = η 2 L dv
dengan demikian;
R
( p1  p 2 )rdr
v= 
r
2L

( p1  p 2 ) 2
v= ( R  r 2 ) ………………………………….(28)
4L
Dari persamaan tersebut dapat dilihat bahwa kecepatan zat cair di tengah-tengah ( r = 0 )
pipa adalah paling besar dan pada bagian yang bersinggungan dengan dinding pipa ( r = R
) menjadi nol , berarti zat cair tak bergerak atau diam. Sealanjutnya jika dihitung debit air,
maka;
(p1  p 2 ) 2
dQ = v dA = (R  r 2 )2 r dr
4L

 R4
Q =  dQ = (p1 – p2)…………………………….(29)
8 L

Contoh Soal 5
1.Dengan kecepatan akhir berapakah sebuah gelembung udara akan naik di dalam suatu zat cair yang
kekentalannya 150 cp dan massa jenisnya 0,90 g/cc. Berapakah kecepatannya bila bergerak dalam air ( η air
= 1cp ).
Penyelesaian :
Gaya-gaya yang bekerja pada gelembung adalah;
B = Gaya Apung
W = Gaya berat
F = Gaya gesekkan fluida
Kecepatan akhir diperoleh pada saat:
B = w + F
F = B – w

4 3 '
6 πηrv =  r ( - ) g
3
Selanjutnya diperoleh :

2r 2 g (  '   )
v=
9
2.(1).(980)(0,9  0,0013)
v=
9.(150)10 2
v = 1,3 . 102 cm/s
Jika bergerak dalam air, maka kecepatan akhir gelembung adalah:

139
2.(1).(980)(1  0,0013)
v=
9.(1)10 2
v = 2,175. 102 cm/s

2. Karena pengaruh gaya berat maka suatu zat cair mengalir secara laminar lewat tabung
vertikal yang radiusnya R. Tunjukkan bahwa kecepatan zat cair ditempat berjarak r
dari sumbu tabung memenuhi persamaan:
g 2
v= (R  r 2 )
4
( Anggap kecepatan zat cair konstan, ρ = massa jenis zat cair dan η = viskositas zat cair )
Penyelesaian:
Gaya akibat kekentalan:
Fη = η A
karena:
A=2πrL
maka;
Fη = η 2 π r L.
Gaya berat zat cair adalah;
F w = ρV g

Gambar 31. Contoh Soal

Karena V = π r2 L , maka; w = π r2 L ρg
Jika dianggap p1 = p2 , maka F1 = F2 , sehingga kecepatan v adalah konstan. Selanjutnya:
Fη = w
maka;
dv
η 2 π r L. = π r2 L ρ g
dr
gr
dv = dr
2
atau
R
 g r
v=  2
dr
r

140
R
 g
v=
2
rdr
r

g 2 2
v= (R  r ) ( terbukti)
4

REFERENSI
P.A. Tipler. 1998. Fisika untuk sains dan teknik, Terjemahan, Erlangga. Jakarta.
H.D. Young dan R.A. Freedman, 2008. University Physics. 12th Edition. Addison
Wesley.New York.
D. Halliday, R. Resnick, J. Walker, 2007, Fundamental of Physics, 8th Edition, John
Wiley & Sons.
Sears & Zemansky. 1985. Fisika Universitas Jilid 1 Seri Mekanika, Panas & Bunyi.
Jakarta.

141

Anda mungkin juga menyukai