Anda di halaman 1dari 12

KEANEKARAGAMAN SERANGGA PADA

PERTANIAN ANORGANIK BAWANG MERAH


(Allium cepa) DESA SEKOTO KECAMATAN BADAS
KABUPATEN KEDIRI

LINGKUNGAN, BOTANI, ZOOLOGI,


MIKROBIOLOGI, GENETIKA.

NAMA SISWA:
1. MOHMMAD ANAS PANJALU
2. AHWALUL MUNIFAH

MADRASAH ALIYAH NEGERI (MAN) 4 KEDIRI


JL. MELATI NO. 14 DS. KRECEK, KEC. BADAS,
KAB. KEDIRI, PROV. JAWA TIMUR
BIODATA PESERTA MADRASAH YOUNG RESEARCHER SUPER CAMP TAHUN
2020

TINGKAT MADRASAH ALIYAH DAN MADRASAH TSANAWIYAH


Perorangan / Kelompok

1. Biodata siswa (perorangan):

Nama Lengkap : MOHAMMAD ANAS PANJALU


NISN : 0031862571
Kelas : XI
Jenis Kelamin : LAKI-LAKI
Tempat Lahir : KEDIRI
Tanggal Lahir : 25 APRIL 2003
Nomor Ponsel : 082131049018
Nomer Telepon Rumah :-
Nama Madrasah : MAN 4 KEDIRI
Alamat : Jl. TPA, Dsn.GENUKWATU, Ds. SEKOTO, Kec. BADAS
Kab. Kediri
Provinsi : JAWA TIMUR
Email : anaspanjalumohammad@gmail.com
Bidang Lomba yang diikuti : Matematika, Sains, dan Pengembangan Teknologi
Lomba Penelitian yang pernah diikuti dalam 2 tahun terakhir :
Judul :

Penyelenggara :
Tempat :
Tahun :

2. Biodata Siswa (diisi apabila penelitia kelompok)

Nama Lengkap : AHWALUL MUNIFAH


NISN : 0038741863
Kelas : XI
Jenis Kelamin : PEREMPUAN
Tempat Lahir : KEDIRI
Tanggal Lahir : 06, OKTOBER 2003
Nomor Ponsel : 085710422605
Nomer Telepon Rumah :-
Nama Madrasah : MAN 4 KEDIRI
Alamat : JL. FLAMBOYAN NO. 120 Ds. TULUNGREJO Kec. PARE
Kab. KEDIRI
Provinsi : JAWA TIMUR
Email : anifmunif735@gmail.com
Bidang Lomba yang diikuti : Matematika, Sains, dan Pengembangan Teknologi
Lomba Penelitian yang pernah diikuti dalam 2 tahun terakhir
Judul :

Penyelenggara :
Tempat :
Tahun :

3. Guru Pembimbing

Nama Lengkap :
Nomor Induk Pegawai :
Jenis Kelamin :
Nomor Ponsel :
Guru Mata Pelajaran :
Lembaga
Provinsi :
Nama Madrasah :
Nomor Induk Madrasah :
Nomor Telepon Madrasah :
KEANEKARAGAMAN SERANGGA PADA PERTANIAN
ANORGANIK BAWANG MERAH (Allium cepa) DESA SEKOTO
KECAMATAN BADAS KABUPATEN KEDIRI

Mohammad Anas Panjalu1, Ahwalul Munifah2


1
Siswa kelas XI MIPA 4
2
Siswa kelas XI MIPA 3
BAB 1
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Serangga merupakan bagian dari keanekaragaman hayati yang harus dijaga
kelestariannya dari kepunahan maupun penurunan keanekaragaman jenisnya. Serangga
memiliki nilai penting antara lain nilai ekologi, endimisme, konservasi, pendidikan, budaya,
estetika, dan ekonomi Peranan serangga dalam ekosistem diantaranya adalah sebagai
polinator, dekomposer, predator dan parasitoid (Astuti, 2009). Keberadaan serangga pada
suatu tempat dapat menjadi indikator biodiversitas, kesehatan ekosistem, dan degradasi
lanskap. Serangga adalah hewan yang memiliki sebaran habitat yang luas. Serangga dapat
ditemukan pada berbagai habitat mulai dari pegunungan, hutan, ladang pertanian,
permukiman penduduk hingga daerah perkotaan (Dewi, 2016).
Kondisi lahan pertanian saat ini cukup memprihatinkan dimana tidak sedikit tanah
pertanian yang sudah rusak oleh karena penggunaan lahan dan pupuk kimia secara terus-
menerus yang menyebabkan produktivitas bawang merah menurun. Pemberian pupuk kimia
harus diimbangi dengan pemberian pupuk organik. Pupuk kimia berperan menyediakan
nutrisi dalam jumlah yang besar bagi tanaman (Damanik, 2011). Pertanian anorganik adalah
pertanian yang menggunakan varietas unggul, pestisida kimia, pupuk kimia, dan
penggunaan mesin-mesin pertanian untuk mengolah tanah dan memanen hasil. Penggunaan
input tersebut memberikan hasil panen yang tinggi, namun berdampak negatif terhadap
lingkungan. Residu yang dihasilkan oleh bahan-bahan kimia yang digunakan oleh pertanian
anorganik telah mencemari air tanah sebagai sumber air minum yang tidak baik bagi
kesehatan manusia. Produk yang dihasilkan dari pertanian anorganik juga berbahaya bagi
kesehatan manusia yang merupakan akibat penggunaan pestisida kimia (Sutanto, 2002).
Salah satu daerah yang memiliki potensi yang tinggi dalam bidang pertanian adalah
Kecamatan Badas (hasil pemekaran wilayah Pare) Kabupaten Kediri Provinsi Jawa Timur.
Sari dan Sari (2016) menyatakan bahwa Kabupaten dan Kota Kediri merupakan kawasan
dengan pengembangan pertanian yang cukup pesat di Jawa Timur. Berdasarkan Rencana
Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kediri Tahun 2010 dan Masterplan Agropolitan Kabupaten
Kediri Tahun 2006, maka salah satu wilayah yang ditetapkan sebagai kawasan Agropolitan
Pakancupung
dengan komoditas unggulan berupa sayuran adalah kecamatan Pare, Kandangan, Puncu dan
Kepung.
Banyak penduduk Kecamatan yang memiliki mata pencahrian sebagai petani. Hal ini
karena luasnya wilayah pertanian yang masih dimanfaatkan dengan baik. Salah satu hasil
pertanian masyarakat Badas adalah bawang merah (Allium cepa). Akan tetapi, sistem
pertanian yang memanfaatkan pertanian anorganik tentu saja lambat laun akan mengganggu
keseimbangan ekosistem, menyebabkan kerusakan lingkungan dan dapat menurunkan
tingkat kenaekaragaman serangga, terutama serangga yang bereperan sebagai musuh alami.
Berdasarkan uraian tersebut, maka penting dilakukan penelitian dengan judul
“Keanekaragaman Serangga pada Pertanian Anorganik Bawang Merah (Allium cepa)
Desa Kecamatan Badas Kabupaten Kediri”.

Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, maka rumusan masalah pada penilitian ini yaitu
bagamana tingkat kenakeragaman serangga di pertanian anorganik bawang merah (Allium
cepa) Desa Kecamatan Badas Kabupaten Kediri?

Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan pada penilitian ini yaitu untuk
mengetahui tingkat kenakeragaman serangga di pertanian anorganik bawang merah (Allium
cepa) Desa Kecamatan Badas Kabupaten Kediri. Dengan dilakukannya penelitian ini
diharapkan mampu memberikan informasi mengenai tingkaat keanekaragaman serangga di
pertanian anorganik bawang merah (Allium cepa) Desa Kecamatan Badas Kabupaten Kediri
dan mengetahui jenis serangga beserta peranannya bagi pertanian bawang merah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Serangga
Serangga merupakan kelompok hewan yang paling dominan yaitu hamper 80% dari
total hewan di muka bumi serta tersebar keanekaragamannya baik di area terestrial maupun
air tawar (Lawer, 2016). Pada ekosistem pertanian dijumpai komunitas yang terdiri dari
banyak serangga yang masing-masing jenis memperlihatkan sifat populasi yang khas. Tidak
semua jenis serangga dalam ekosistem adalah serangga hamanamun terdapat juga serangga
yang tidak merugikan seperti serangga musuh alami. Berdasarkan tingkat trofi serangga
dibedakan menjadi 4 golongan, yaitu serangga herbivore, serangga predator, serangga
detrivor dan serangga sekomposer (Untung, 2006).
Serangga ditemukan hampir di semua ekosistem. Semakin banyak tempat dengan
berbagai ekosistem maka terdapat jenis serangga yang beragam. Serangga yang berperan
sebagai pemakan tanaman disebu hama, tetapi tidak semua serangga berbahaya bagi
tanaman. Ada juga serangga berguna seperti serangga penyerbuk, pemakan bangkai,
predator dan parasitoid. setiap serangga mempunyai sebaran khas yang dipengaruh oleh
biologi serangga, habitat dan kepadatan populasi (Untung, 2006).
Musuh alami merupakan pengatur populasi yang efektif karena bersifat tergantung
kepadatan. Jika terjadi peningkatan populasi serangga hama maka akan diikuti oleh
peningkatan populasi musuh alami (respon numerik) dan respon fungisional yaitu
peningkatan daya makan atau daya parasitasinya (Untung, 2006) Serangga predator hama
padi umumnya lebih berlimpah di sawah yang tidak diaplikasi insektisida sintetik, namun
aplikasi bioinsektisida tidak menurunkan baik kelimpahan maupun keanekaragaman spesies
serangga predator (Herlinda 2014). Melalui peran sebagai musuh alami, sangat membantu
manusia dalam usaha pengendalian hama. Selain itu serangga juga membantu dalam
menjaga kestabilan jaring-jarin makanan dalam suatu ekosistem pertanian (Pradhana,
2014).

B. Pertanian Anorganik Bawang Merah (Allium cepa) di Kabupaten Kediri


Tanaman bawang merah (Allium cepa) merupakan tanaman hortikultura yang semakin
mendapat perhatian baik dari masyarakat maupun pemerintah. Penggunaan bawang merah
pada berbagai menu masakan sudah tidak asing lagi, baik sebagai penambah rasa dan
keindahan (estetika) pada menu, serta sebagai sumber beberapa vitamin dan mineral. Hasil
analisis bahan menunjukan bahwa pada 100 g umbi bawang merah mengandung 1,5 g
Protein, 0,3 g Lemak, 9,2 g Karbohidrat, 36 mg Kalsium, 40,0 mg Besi, 0,03 mg Vitamin
B, 2,0 mg Vitamin C, dan air 88
g. Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi bawang merah lokal melalui teknik
budidaya adalah dengan peningkatan kualitas lahan pertanian (Latarang, 2006).
Pertanian anorganik adalah pertanian yang menggunakan varietas unggul, pestisida
kimia, pupuk kimia, dan penggunaan mesin-mesin pertanian untuk mengolah tanah dan
memanen hasil. Penggunaan input tersebut memberikan hasil panen yang tinggi, namun
berdampak negatif terhadap lingkungan (Sutanto, 2002). Penggunaan pestisida secara
berlebihan dan terus-menerus dapat menyebabkan serangga-serangga berevolusi ke arah
resisten terhadap pestisida tersebut. Masalah hama menjadi lebih banyak, timbulnya wabah
sekunder, musnahnya musuh alami seperti parasitoid/predator dan serangga berguna,
bersistensi residu dan keracunan sebagai akibat penggunaan pestisida yang berlebihan dan
kurang hati- hati (Untung, 1997). Di dalam ekosistem alami populasi suatu jenis serangga
atau hewan pemakan tumbuhan tidak pernah eksplosif (meledak) karena banyak faktor
pengendaliannya baik yang bersifat abiotik maupun biotik. Dengan demikian dalam
ekosistem alami serangga tidak berstatus sebagai hama. Di dalam ekosistem pertanian
faktor pengendali tersebut sudah banyak berkurang sehingga kadang - kadang populasinya
meledak dan menjadi hama (Rahavu, 2017).
Kabupaten dan Kota Kediri merupakan kawasan dengan pengembangan pertanian yang
cukup pesat di Jawa Timur. Beberapa kecamatan di Kediri telah ditetapkan sebagai
kawasan agropolitan. Daerah Kediri yang sebagian besar merupakan dataran rendah (±67 m
dpl) menyediakan berbagai tanaman yang sebagian telah dimanfaatkan secara turun-
temurun sejak nenek moyang sebagai sayuran. Sayuran tersebut dapat dikategorikan
sebagai sayuran lokal. Seiring perubahan zaman, alih fungsi lahan, dan pola konsumsi
masyarakat maka keberadaan sayuran lokal mulai langka. Sayuran tersebut pada umumnya
masih dipungut langsung dari alam untuk dikonsumsi sendiri atau diperjualbelikan di pasar
tradisional (Sari, 2016).

C. Indeks Keanekaragaman
Indeks keanekaragaman dapat di gunakan untuk menyatakan hubungan kelimpahan
spesies dalam komunitas. Keanekaragaman spesies terdiri dari 2 komponen yaitu :
1. Jumlah spesies dalam komunitas yang sering disebut kekayaan spesies.
2. Kesamaan spesies. Kesamaan menunjukkan bagaimana kelimpahan spesies itu (yaitu
jumlah individu, biomassa, penutup tanah) tersebar antara banyak spesies itu.
Contohnya : pada suatu komunitas terdiri dari spesies jika 90% adalah spesies dari 10%
adalah 9 dari yang tersebar, kesamaan disebut rendah. Sebaliknya masing – masing
spesies jumlahnya 10%, kesamaannya maksimum. Beberapa tahun kemudian muncul
penggolongan indeks ata indeks kekayaan dan indeks kesamaan.
Setelah itu digabungkan menjadi indeks keanekaragaman dengan variable yang
menggolongkan struktur komunitas :
1. Jumlah spesies
2. Kelimpahan relatif spesies
3. Homogenitas dan ukuran dari area sample (Rizali, 2002).
Keanekaragaman jenis adalah sifat komunitas yang memperlihatkan tingkat
keanekaragaman jenis organisme yang ada di dalamnya. Untuk memperoleh keragaman
jenis ini cukup diperlukan kemampuan mengenal dan membedakan jenis meskipun tidak
dapat mengidentifikasikan jenis hama (Putra, 1994). Populasi setiap organisme pada
ekosistem tidak pernah sama dari waktu kewaktu lainnya, tetapi naik turun. Demikian pula
ekosistem yang terbentuk dari populasi serta lingkungan fisiknya senantiasa berubah dan
bertumbuh sepanjang waktu (Rizali, 2002). Dalam keadaan ekosistem yang stabil, populasi
suatu jenis organisme selalu dalam keadaan keseimbangan dengan populasi organisme
lainnya dalam komunitasnya. Keseimbangan ini terjadi karena adanya mekanisme
pengendalian yang bekerja secara umpan balik negatif yang berjalan pada tingkat antar
spesies (persaingan predasi), dan tingkat inter spesies (persaingan teritorial) (Rosalyn,
2007).
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian
Penelitian dengan judul “Keanekaragaman Serangga pada Pertanian Anorganik
Bawang Merah (Allium cepa) Desa Kecamatan Badas Kabupaten Kediri” termasuk jenis
penelitian deskriptif kuantitatif. Pengambilan data dengan metode eksplorasi dengan teknik
pengamatan atau pengambilan sampel langsung dari lahan pertanian anorganik bawang
merah di Desa Sekota Kecamatan Badas Kabupaten Kediri.

B. Waktu dan Tempat


Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2020 di pertanian anorganik bawang
merah di Desa Sekoto Kecamatan Badas Kabupaten Kediri. Identifikasi dilakukan di
Laboratorium IPA Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 4 Kediri.

C. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan adalah alat pengamatan (traping) Pitfall Traps, mikroskop
cahaya, kamera digital, botol koleksi, sekop, gunting, meteran, soil sampling ukuran 500 gr,
alat tulis, kaca pembesar, lembaran plastik putih, kertas label, pinset, kunci identifikasi
Borror dkk, (1996) dan BugGuide.net (2020).
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah alkohol 70%.

D. Langkah Kerja
Prosedur kerja yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari empat tahapan. Keempat
tahapan tersebut antara lain penentuan lokasi pengambilan sampel, teknik pengambilan
sampel, identifikasi dan analisis data.

1. Penentuan Lokasi Pengambilan Sampel


Penentuan lokasi pengambilan sampel dilakukan secara acak di lahan pertanian
anorganik bawang merah di Desa Sekoto Kecamatan Badas Kabupaten Kediri (Gambar. 1).
Gambar 1. Lokasi penelitian (Google Earth, 2020)

2. Teknik pengambilan sampel


Gambar 2. Skema penempatan plot
Langkah awal dalam teknik pengambilan sampel adalah menetukan lokasi plot
sampling (Gambar. 2) dengan metode transek sepanjang 50 meter sebanyak tiga kali
ulangan dengan jarak antar plot 5 meter. Teknik pengaambilan sampel dilakukan dengan
metode Pittfall Trap. Pitfall trap bertujuan untuk alat perangkap serangga permukaan tanah
yang beraktifitas dan hewan aktif pada malam hari. Pitfall trap terbuat dari gelas plastik
diameter 10 cm yang berisi 5 tetes air deterjen dan alkohol 70%. Gelas plastik tersebut
dikubur dalm tanah hingga permukaan perangkap rata dengan permukaan tanah. Gelas
jebakan selanjutnya dikeluarkan dari dalam tanah, kemudian larutan detergen disaring
untuk diambil serangganya. Serangga permukaan tanah yang telah didapat dimasukkan ke
dalam botol sampel yang sudah berisi larutan alkohol 70% untuk diawetkan.
3. Identifikasi
Sampel serangga hasil temuan dilapangan di identifikasi di Laboratorium IPA Madrasah
Aliyah Negeri (MAN) 4 Kediri. Identifikasi dilakukan berdasarkan Borror dkk (1992), dan
BugGuiede.net (2020). Data yang diperoleh dimasukkan dalam tabel pengamatan dan
dianalisis secara deskriptif dan kualitatif serta ditampilkan dalam bentuk tabulasi serta foto.
4. Analisis Data
Komunitas serangga dianalisis secara kuantitatif dengan menghitung KR, frekuensi
kehadiran (FK), indeks keanekaragaman jenis Shannon Wiener (H’), indeks kekayaan jenis
Margalef (DMg), indeks kemerataan jenis (E), dan indeks dominansi Simpson (D), lalu
dideskripsikan (Kartikasari et al. 2015).
DAFTAR PUSTAKA

Astuti S, Untung K, Wagiman FX. 2009. Respons fungsional burung pentet (Lanius sp.)
terhadap belalang kembara (Locusta migratoria manilensis). Jurnal Perlindungan
Tanaman Indonesia. 15:96-100

Borror, D.J., Triplehorn, C.A, dan Johnson, N.F. 1996. Pengenalan Pelajaran Serangga,
Edisi Keenam, Penerjemah Soetiyono Partosoedjono. Gadjah Mada University Press :
Yogyakarta.

Damanik, MMBD., Hasibuan, BE., Fauzi., Sarifuddin., dan Hamidah H. 2011. Kesuburan
Tanah dan Pemupukan. Medan: USU Press.

Dewi B, Hamidah A, Siburian J. 2016. Keanekaragaman dan Kelimpahan Jenis Kupu-Kupu


(Lepidoptera; Rhopalocera) di sekitar Kampus Pinang Masak Universitas Jambi.
Biospecies 9(2):32-38.

Herlinda S, Waluyo SP, Estuningsih, Irsan C. 2008. Perbandingan Keanekaragaman Spesies


dan Kelimpahan Arthropoda Predator Penghuni Tanah di Sawah Lebak yang
Diaplikasi dan Tanpa Aplikasi Insektisida. Jurnal Entomologi Indonesia. 5 (2): 96-107
Kartikasari H, Heddy YB, Wicaksono KP. 2015. Analisis Biodiversitas Serangga di Hutan
Kota Malabar sebagai Urban Ecosystem Services Kota Malang pada Musim
Pancaroba. Jurnal Produksi Tanaman. 3(8):623-631.

Latarang, Burhanuddin. 2006. Pertumbuhan dan Hasil Bawang merah (Allium ascolanicum)
pada Berbagai Dosis Pupuk Kandang. J. Agroland. 13 (3) : 265 – 269

Pradhana R, Iman A, Mudjiono G, Karindah S. 2014. Keanekaragaman Serangga dan Laba-


laba pada Pertanaman Padi Organik dan Konvensional. Jurnal HPT 2 (2): 58-66.

Rahavu, Gilang Aditya. 2017. Keanekaragaman dan Peran Fungsional Serangga Ordo
Coleoptera di Area Reklamasi Pascatambang Batubara di Berau, Kalimantan Timur.
Jurnal Entomologi Indonesia. 14 (2) 97–106

Rizali, A. 2002. Keanekaragaman Serangga Pada Lahan Persawahan-Tepian Hutan: Indikator


untuk Kesehatan Lingkungan. Bogor. Jurnal Hayati. 9(2): 41-48

Rosalyn, I. 2007. Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Pertanaman Kelapa Sawit Di
Kebun Tanah Raja Perbaungan PT. Perkebunan Nusantara III. Medan: Universitas
Sumatera Utara,

Sari, D. A. W. 2016. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengembangan Komoditas


Unggulan Holtikultura di Kawasan Agropolitan Ngawasondat Kabupaten Kediri. .
Jurnal Teknik, 5 (1) 64-69

Sutanto, R. 2002. Pertanian Organik: Menuju Pertanian Alternatif dan Berkelanjutan.


Yogyakarta: Kanisius.

Untung K, Sudomo M. 1997. Pengelolaan Serangga Secara Berkelanjutan. Simposium


Entomologi. Bandung: Perhimpunan Entomologi Indonesia.

Untung K. 2006. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. Yogyakarta: Gadjah Mada


University,

Anda mungkin juga menyukai