Keanegaraman Serangga Pada Pertanian Anorganik Bawang Merah
Keanegaraman Serangga Pada Pertanian Anorganik Bawang Merah
NAMA SISWA:
1. MOHMMAD ANAS PANJALU
2. AHWALUL MUNIFAH
Penyelenggara :
Tempat :
Tahun :
Penyelenggara :
Tempat :
Tahun :
3. Guru Pembimbing
Nama Lengkap :
Nomor Induk Pegawai :
Jenis Kelamin :
Nomor Ponsel :
Guru Mata Pelajaran :
Lembaga
Provinsi :
Nama Madrasah :
Nomor Induk Madrasah :
Nomor Telepon Madrasah :
KEANEKARAGAMAN SERANGGA PADA PERTANIAN
ANORGANIK BAWANG MERAH (Allium cepa) DESA SEKOTO
KECAMATAN BADAS KABUPATEN KEDIRI
Latar Belakang
Serangga merupakan bagian dari keanekaragaman hayati yang harus dijaga
kelestariannya dari kepunahan maupun penurunan keanekaragaman jenisnya. Serangga
memiliki nilai penting antara lain nilai ekologi, endimisme, konservasi, pendidikan, budaya,
estetika, dan ekonomi Peranan serangga dalam ekosistem diantaranya adalah sebagai
polinator, dekomposer, predator dan parasitoid (Astuti, 2009). Keberadaan serangga pada
suatu tempat dapat menjadi indikator biodiversitas, kesehatan ekosistem, dan degradasi
lanskap. Serangga adalah hewan yang memiliki sebaran habitat yang luas. Serangga dapat
ditemukan pada berbagai habitat mulai dari pegunungan, hutan, ladang pertanian,
permukiman penduduk hingga daerah perkotaan (Dewi, 2016).
Kondisi lahan pertanian saat ini cukup memprihatinkan dimana tidak sedikit tanah
pertanian yang sudah rusak oleh karena penggunaan lahan dan pupuk kimia secara terus-
menerus yang menyebabkan produktivitas bawang merah menurun. Pemberian pupuk kimia
harus diimbangi dengan pemberian pupuk organik. Pupuk kimia berperan menyediakan
nutrisi dalam jumlah yang besar bagi tanaman (Damanik, 2011). Pertanian anorganik adalah
pertanian yang menggunakan varietas unggul, pestisida kimia, pupuk kimia, dan
penggunaan mesin-mesin pertanian untuk mengolah tanah dan memanen hasil. Penggunaan
input tersebut memberikan hasil panen yang tinggi, namun berdampak negatif terhadap
lingkungan. Residu yang dihasilkan oleh bahan-bahan kimia yang digunakan oleh pertanian
anorganik telah mencemari air tanah sebagai sumber air minum yang tidak baik bagi
kesehatan manusia. Produk yang dihasilkan dari pertanian anorganik juga berbahaya bagi
kesehatan manusia yang merupakan akibat penggunaan pestisida kimia (Sutanto, 2002).
Salah satu daerah yang memiliki potensi yang tinggi dalam bidang pertanian adalah
Kecamatan Badas (hasil pemekaran wilayah Pare) Kabupaten Kediri Provinsi Jawa Timur.
Sari dan Sari (2016) menyatakan bahwa Kabupaten dan Kota Kediri merupakan kawasan
dengan pengembangan pertanian yang cukup pesat di Jawa Timur. Berdasarkan Rencana
Tata Ruang Wilayah Kabupaten Kediri Tahun 2010 dan Masterplan Agropolitan Kabupaten
Kediri Tahun 2006, maka salah satu wilayah yang ditetapkan sebagai kawasan Agropolitan
Pakancupung
dengan komoditas unggulan berupa sayuran adalah kecamatan Pare, Kandangan, Puncu dan
Kepung.
Banyak penduduk Kecamatan yang memiliki mata pencahrian sebagai petani. Hal ini
karena luasnya wilayah pertanian yang masih dimanfaatkan dengan baik. Salah satu hasil
pertanian masyarakat Badas adalah bawang merah (Allium cepa). Akan tetapi, sistem
pertanian yang memanfaatkan pertanian anorganik tentu saja lambat laun akan mengganggu
keseimbangan ekosistem, menyebabkan kerusakan lingkungan dan dapat menurunkan
tingkat kenaekaragaman serangga, terutama serangga yang bereperan sebagai musuh alami.
Berdasarkan uraian tersebut, maka penting dilakukan penelitian dengan judul
“Keanekaragaman Serangga pada Pertanian Anorganik Bawang Merah (Allium cepa)
Desa Kecamatan Badas Kabupaten Kediri”.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang, maka rumusan masalah pada penilitian ini yaitu
bagamana tingkat kenakeragaman serangga di pertanian anorganik bawang merah (Allium
cepa) Desa Kecamatan Badas Kabupaten Kediri?
Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan pada penilitian ini yaitu untuk
mengetahui tingkat kenakeragaman serangga di pertanian anorganik bawang merah (Allium
cepa) Desa Kecamatan Badas Kabupaten Kediri. Dengan dilakukannya penelitian ini
diharapkan mampu memberikan informasi mengenai tingkaat keanekaragaman serangga di
pertanian anorganik bawang merah (Allium cepa) Desa Kecamatan Badas Kabupaten Kediri
dan mengetahui jenis serangga beserta peranannya bagi pertanian bawang merah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Serangga
Serangga merupakan kelompok hewan yang paling dominan yaitu hamper 80% dari
total hewan di muka bumi serta tersebar keanekaragamannya baik di area terestrial maupun
air tawar (Lawer, 2016). Pada ekosistem pertanian dijumpai komunitas yang terdiri dari
banyak serangga yang masing-masing jenis memperlihatkan sifat populasi yang khas. Tidak
semua jenis serangga dalam ekosistem adalah serangga hamanamun terdapat juga serangga
yang tidak merugikan seperti serangga musuh alami. Berdasarkan tingkat trofi serangga
dibedakan menjadi 4 golongan, yaitu serangga herbivore, serangga predator, serangga
detrivor dan serangga sekomposer (Untung, 2006).
Serangga ditemukan hampir di semua ekosistem. Semakin banyak tempat dengan
berbagai ekosistem maka terdapat jenis serangga yang beragam. Serangga yang berperan
sebagai pemakan tanaman disebu hama, tetapi tidak semua serangga berbahaya bagi
tanaman. Ada juga serangga berguna seperti serangga penyerbuk, pemakan bangkai,
predator dan parasitoid. setiap serangga mempunyai sebaran khas yang dipengaruh oleh
biologi serangga, habitat dan kepadatan populasi (Untung, 2006).
Musuh alami merupakan pengatur populasi yang efektif karena bersifat tergantung
kepadatan. Jika terjadi peningkatan populasi serangga hama maka akan diikuti oleh
peningkatan populasi musuh alami (respon numerik) dan respon fungisional yaitu
peningkatan daya makan atau daya parasitasinya (Untung, 2006) Serangga predator hama
padi umumnya lebih berlimpah di sawah yang tidak diaplikasi insektisida sintetik, namun
aplikasi bioinsektisida tidak menurunkan baik kelimpahan maupun keanekaragaman spesies
serangga predator (Herlinda 2014). Melalui peran sebagai musuh alami, sangat membantu
manusia dalam usaha pengendalian hama. Selain itu serangga juga membantu dalam
menjaga kestabilan jaring-jarin makanan dalam suatu ekosistem pertanian (Pradhana,
2014).
C. Indeks Keanekaragaman
Indeks keanekaragaman dapat di gunakan untuk menyatakan hubungan kelimpahan
spesies dalam komunitas. Keanekaragaman spesies terdiri dari 2 komponen yaitu :
1. Jumlah spesies dalam komunitas yang sering disebut kekayaan spesies.
2. Kesamaan spesies. Kesamaan menunjukkan bagaimana kelimpahan spesies itu (yaitu
jumlah individu, biomassa, penutup tanah) tersebar antara banyak spesies itu.
Contohnya : pada suatu komunitas terdiri dari spesies jika 90% adalah spesies dari 10%
adalah 9 dari yang tersebar, kesamaan disebut rendah. Sebaliknya masing – masing
spesies jumlahnya 10%, kesamaannya maksimum. Beberapa tahun kemudian muncul
penggolongan indeks ata indeks kekayaan dan indeks kesamaan.
Setelah itu digabungkan menjadi indeks keanekaragaman dengan variable yang
menggolongkan struktur komunitas :
1. Jumlah spesies
2. Kelimpahan relatif spesies
3. Homogenitas dan ukuran dari area sample (Rizali, 2002).
Keanekaragaman jenis adalah sifat komunitas yang memperlihatkan tingkat
keanekaragaman jenis organisme yang ada di dalamnya. Untuk memperoleh keragaman
jenis ini cukup diperlukan kemampuan mengenal dan membedakan jenis meskipun tidak
dapat mengidentifikasikan jenis hama (Putra, 1994). Populasi setiap organisme pada
ekosistem tidak pernah sama dari waktu kewaktu lainnya, tetapi naik turun. Demikian pula
ekosistem yang terbentuk dari populasi serta lingkungan fisiknya senantiasa berubah dan
bertumbuh sepanjang waktu (Rizali, 2002). Dalam keadaan ekosistem yang stabil, populasi
suatu jenis organisme selalu dalam keadaan keseimbangan dengan populasi organisme
lainnya dalam komunitasnya. Keseimbangan ini terjadi karena adanya mekanisme
pengendalian yang bekerja secara umpan balik negatif yang berjalan pada tingkat antar
spesies (persaingan predasi), dan tingkat inter spesies (persaingan teritorial) (Rosalyn,
2007).
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Penelitian dengan judul “Keanekaragaman Serangga pada Pertanian Anorganik
Bawang Merah (Allium cepa) Desa Kecamatan Badas Kabupaten Kediri” termasuk jenis
penelitian deskriptif kuantitatif. Pengambilan data dengan metode eksplorasi dengan teknik
pengamatan atau pengambilan sampel langsung dari lahan pertanian anorganik bawang
merah di Desa Sekota Kecamatan Badas Kabupaten Kediri.
D. Langkah Kerja
Prosedur kerja yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari empat tahapan. Keempat
tahapan tersebut antara lain penentuan lokasi pengambilan sampel, teknik pengambilan
sampel, identifikasi dan analisis data.
Astuti S, Untung K, Wagiman FX. 2009. Respons fungsional burung pentet (Lanius sp.)
terhadap belalang kembara (Locusta migratoria manilensis). Jurnal Perlindungan
Tanaman Indonesia. 15:96-100
Borror, D.J., Triplehorn, C.A, dan Johnson, N.F. 1996. Pengenalan Pelajaran Serangga,
Edisi Keenam, Penerjemah Soetiyono Partosoedjono. Gadjah Mada University Press :
Yogyakarta.
Damanik, MMBD., Hasibuan, BE., Fauzi., Sarifuddin., dan Hamidah H. 2011. Kesuburan
Tanah dan Pemupukan. Medan: USU Press.
Latarang, Burhanuddin. 2006. Pertumbuhan dan Hasil Bawang merah (Allium ascolanicum)
pada Berbagai Dosis Pupuk Kandang. J. Agroland. 13 (3) : 265 – 269
Rahavu, Gilang Aditya. 2017. Keanekaragaman dan Peran Fungsional Serangga Ordo
Coleoptera di Area Reklamasi Pascatambang Batubara di Berau, Kalimantan Timur.
Jurnal Entomologi Indonesia. 14 (2) 97–106
Rosalyn, I. 2007. Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Pertanaman Kelapa Sawit Di
Kebun Tanah Raja Perbaungan PT. Perkebunan Nusantara III. Medan: Universitas
Sumatera Utara,