Anda di halaman 1dari 14

Agricola, Vol 7 (1), Maret 2017, 1-14

p-ISSN: 2088 - 1673., e-ISSN 2354-7731

ANALISIS VEGETASI TUMBUHAN NON BUDIDAYA ASTERACEAE BERPOTENSI


PESTISIDA NABATI DI DISTRIK MERAUKE DAN SEMANGGA

La Hisa1), Albert Wilil2), Amelia Agustina Limbongan2), Nova Suryawati Monika2),


Nurhening Yuni Ekowati2)

Surel: hescowasur83@gmail.com
1)
Balai Taman Nasional Wasur
2)
Jurusan Agroteknologi FAPERTA UNMUS

ABSTRACT

Wild plants vegetation in Merauke area as the main ingredient of botanical pesticides showed that utilization of
organism considered as unuseful even as weeds can be utilized as pesticides. Asteraceae is one of the families that has
species with antimicrobe contents which potential for botanical pesticides. The study was held in Merauke, and
Semangga Districts from August to November 2016. The research method is quantitative. The identification used non-
destructive measures, based on plant organism reviews taxonomically. Determination of sample plots used quadrat
sampling technique with vegetation analysis. The result showed 16 species of wild plants in the Asteraceae family
which have potential as botanical pesticides in Merauke regency. The dominant species with the highest density,
frequency of attendance and leaf canopy closure are the species which have high possibility to utilize as botanical
pesticides. They are Bidens pilosa dan Vernonia cinerea in Merauke district, with Summed Dominance Ratio
sequentially 0,341 and 0,189. Ageratum conyzoides dan Vernonia cinerea in Semangga district dengan Summed
Dominance Ratio sequentially 0,236 dan 0,202.

Keywords: botanical pesticides, wild plants, Asteraceae, dominance

PENDAHULUAN
Pestisida sintetik diakui sangat membantu petani dalam meningkatkan produktivitas
tanaman budidayanya dan sebagai langkah pencegahan kehilangan hasil panen atau penurunan
produksi. Tetapi, pestisida sintetik juga memiliki dampak buruk yang tidak dapat dihindari.
Dampak langsung bagi manusia, seperti para petani dan konsumen hasil-hasil pertanian
merupakan objek yang memiliki resiko tertinggi terpapar toksisitas pestisida sintetik. Kemudian
dampaknya bagi lingkungan, dimana pestisida sintetik dapat mengkontaminasi tanah, air, padang
rumput yang merupakan sumber pakan ternak, dan organisme mikro serta makro lainnya yang
bukan target pengendalian menggunakan pestisida sintetik (Aktar et.al., 2009)
Tingkat penggunaan pestisida sintetik di Indonesia pada tanaman budidaya masih tinggi,
meskipun sosialisasi Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dilakukan secara berkala oleh instansi-
instansi terkait. Berdasarkan survey, meskipun petani telah mengetahui dampak negatif pestisida
sintetik bagi kesehatan, mereka tetap saja menggunakannya secara berlebihan demi
mempertahankan atau bahkan meningkatkan angka produksinya. Contohnya adalah salah satu
Asosiasi Petani Kentang Dataran Tinggi Dieng yang mengkampanyekan pengurangan penggunaan
pestisida dan pupuk sintetik di kalangan petani di Jawa Tengah. Namun sejak asosiasi ini aktif
bergerak di tahun 2006, selama 8 (delapan) tahun hanya 170 petani saja yang bersedia bergabung
(Sucahyo, 2014).
Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia No. 107/Permentan/SR.140/9/2014
tentang Pengawasan Pestisida, menetapkan tahap-tahap pelaksanaan pengawasan tersebut dan
tugas serta wewenang pelaksana pengawasan pestisida. Hal ini merupakan bukti salah satu upaya
pemerintah dalam pembatasan penggunaan pestisida sintetik (Kementerian Pertanian RI, 2014).
Pengendalian hama dan penyakit tanaman yang ramah lingkungan merupakan alternatif
yang layak dipertimbangkan. Alternatif pengendalian ini dapat dilakukan dengan menggunakan
biopestisida. Penggunaan mikroba dan tumbuhan yang mengandung senyawa metabolit sekunder
antimikroba merupakan bahan utama yang umum digunakan dalam pembuatan biopestisida.
Misalnya, penggunaan ekstrak tumbuhan dapat mengendalikan serangan hama dan penyakit
melalui perpaduan berbagai cara atau secara tunggal. Cara kerjanya spesifik seperti merusak telur,
larva atau pupa. Ekstrak tersebut ada pula yang berperan sebagai penolak makan (anti feedant),
mengurangi nafsu makan, menghambat reproduksi serangga betina, menghambat pergantian kulit,
dan menghambat perkembangan penyakit tanaman (Rachmawati dan Korlina, 2009).
Tumbuhan sumber bahan pestisida banyak tersedia di Indonesia dengan berbagai macam
kandungan kimia yang bisa saja bersifat toksik bagi hama dan penyakit tanaman. Lebih dari seribu
jenis tumbuhan berpotensi sebagai pengendali hama tanaman. Tumbuhan yang bermanfaat sebagai
obat dan tumbuhan yang mengandung minyak atsiri dapat digunakan sebagai pestisida nabati.
Umumnya tanaman ini termasuk ke dalam famili Meliaceae, Annonaceae, Asteraceae, Piperaceae,
dan Rutaceae (Prakash and Rao, 1997; Prijono et.al., 2006). Famili Asteraceae berpengaruh besar
terhadap sekitar lingkungan tumbuhnya. Tumbuhan ini umumnya bersifat alelopatik atau dapat
memproduksi dan mengeluarkan suatu senyawa yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan organisme lain sekitarnya. Keunggulannya berkompetisi dengan tumbuhan lain,
membuat famili Asteraceae sangat mudah ditemukan, kecuali di Antartika (Funk et.al., 2005)
Brudea et.al. (2012) membandingkan efektivitas beberapa jenis biopestisida dan metabolit
sekunder, seperti fermentasi jamur Saccharopolyspora spinosa, metabolit bakteri Streptomyces
hygroscopicus subsp. aureolacrimans dan ekstrak pohon Mimba (Azadirachta indica) terhadap
larva Hyphantria cunea yang merupakan hama tanaman tahunan. Hasil penelitiannya

2
menunjukkan bahwa ketiga jenis biopestisida tersebut memiliki efektivitas terhadap larva H. cunea
2 – 7 hari setelah aplikasi.
Sembilan jenis insektisida berbahan dasar ekstrak tumbuhan, yaitu ekstrak daun pinus dan
cemara, ekstrak bawang putih, ekstrak cabai, ekstrak daun krisan, ekstrak lobak, ekstrak tembakau,
ekstrak daun gerenyam, dan ekstrak sawi putih diaplikasikan pada tanaman sayur-sayuran yang
ditanam pada greenhouse dengan tingkat efektivitas 65 – 88% (Zarins et.al., 2009).
Limbongan (2013) menguji ekstrak daun Ageratum conyzoides, ekstrak Crecentia cujete,
dan ekstrak daun Chromolaena odorata terhadap penyakit busuk buah kakao. Hasil uji skala
laboratorium menunjukkan bahwa ekstrak A. conyzoides dan C. cujete memiliki efektivitas
tertinggi terhadap busuk buah kakao.
Tumbuhan sebagai bahan pembuat pestisida pada suatu daerah harus memiliki populasi
yang paling mendominasi. Untuk itu, analisis vegetasi digunakan untuk menentukannya, agar
pembuatan pestisida nantinya memiliki ketersediaan bahan utama yang cukup. Wilayah distrik
Semangga dipilih sebagai lokasi penelitian karena distrik Semangga merupakan sentra budidaya
tanaman padi, sementara distrik Merauke juga dipilih sebagai lokasi penelitian karena posisinya
bersebelahan dengan distrik Semangga, sehingga diharapkan dapat menambah populasi tumbuhan
Asteraceae tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan spesies tumbuhan non budidaya
yang paling sesuai digunakan sebagai bahan pestisida nabati di Distrik Merauke dan distrik
Semangga.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di Distrik Merauke dan Distrik Semangga mulai bulan Agustus
sampai dengan November 2016. Bahan-bahan dan peralatan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah peta wilayah Kabupaten Merauke Distrik Merauke dan Distrik Semangga, buku panduan
identifikasi jenis tumbuhan non budidaya, tally sheet data lapangan, kantong plastik, kertas sampul
coklat dan alkohol 70%, label nama, kayu balok untuk membuat petak contoh, GPS unit untuk
menentukan posisi geografis lokasi penelitian dan pengambilan sampel, meteran untuk mengukur
luas plot/petak contoh, parang untuk memotong semak belukar yang tidak diamati atau tidak
masuk dalam petak kuadrat, cangkul untuk mengambil spesies herbarium, dan alat tulis menulis.

Jenis Data Penelitian

3
Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data data primer
yang dikumpulkan merupakan data yang diambil langsung di lokasi penelitian, meliputi data jenis
tumbuhan, jumlah jenis, tempat tumbuh. Data sekunder diperoleh melalui penelusuran literatur
seperti buku-buku panduan identifikasi gulma Soerjani (1997) untuk kepastian jenis dan
pertelaannya, asal, dan daerah penyebaran gulma secara umum.
Teknik Pengambilan Data
1. Teknik sampling dan petak contoh
Pengambilan data tumbuhan non budidaya sebagai data primer diambil pada lahan yang
ditentukan yang dilakukan secara analisis vegetasi gulma. Metode yang digunakan adalah
metode kuantitatif. Pengidentifikasian tumbuhan non-budidaya tersebut menggunakan
pengukuran non-destructive measures, dengan didasarkan pada penelaahan organisme
tumbuhan secara taksonomi. Metode yang digunakan dalam penentuan petak contoh adalah
Metode Berpetak/Quadrat Sampling Technique. Petak kuadrat/contoh yang digunakan
adalah petak kuadrat ukuran 1 x 1 m. Petak kuadrat tersebut digunakan untuk pengambilan
sampel dengan pola ganda. Area pengamatan terdiri dari 9 kelurahan di distrik Merauke
dan 10 kelurahan di distrik Semangga. Masing-masing kelurahan terdiri dari 3 lokasi
dengan masing-masing lokasi terdiri dari 15 petak.
2. Ketentuan Pengambilan Data
 Jenis-jenis tumbuhan non budidaya yang ada di dalam petak contoh dicabut kemudian
diklasifikasikan menurut jenisnya dan dibuat spesimen herbarium untuk keperluan
identifikasi terutama jenis jenis yang belum diketahui nama ilmiahnya.
 Penghitungan jumlah individu pada tiap-tiap plot contoh diberikan ketentuan : tumbuhan
yang memiliki akar rimpang atau stolon dihitung sebagai satu individu apabila pada nodus
batangnya memiliki tunas dan akar yang dapat tumbuh sendiri; gulma yang tumbuh
berumpun dan tidak memiliki rimpang atau stolon dihitung sebagai satu individu; dan
gulma yang pertumbuhannya merambat, menjalar ataupun mamanjat dihitung sebagai satu
individual apabila pertumbuhannya berasal satu pangkal batang utama titik tumbuh.
 Hasil pengamatan dicatat dalam tally sheet.

E. Analisis Data

4
Data-data hasil penelitian diolah dan dianalisis dengan menggunakan analisis vegetasi,
dimana dapat ditentukan dominansi dan tingkat keanekaragaman tumbuhan non budidaya serta
mengelompokkan jenis-jenis tumbuhan yang berpotensi sebagai pestisida nabati. Tingkat
dominansi gulma yang ada pada masing masing lokasi sampel dihitung dengan menggunakan
SDR (summed dominance ratio) dengan peubah-peubah sebagai berikut (Sembodo 2010) :
Kerapatan mutlak (KM) = ∑ individu jenis tertentu dalam petak contoh
KM jenis tertentu
Kerapatan relative (KR) = KM seluruh jenis

Frekuensi mutlak (FM) = ∑ petak contoh yang memuat jenis tertentu


FM jenis tertentu
Frekuensi relative (FR) = FM seluruh jenis

Dominansi mutlak (DM) = persentase penutupan jenis tertentu dalam petak contoh
DM jenis tertentu
Dominansi relative (DR) = DM seluru jenis
KR+FR+DR
Summed Dominance Ratio (SDR) =
3

SDR mengambarkan kemampuan jenis tumbuhan tertentu untuk menguasai sarana atau ruang
tumbuh yang ada. Tumbuhan yang dominan digambarkan dengann nilai SDR yang tinggi.

HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Tingkat Kerapatan, Frekuensi, Dominasi dan Distribusi Jenis
Kerapatan, frekuensi dan dominansi tutupan tajuk suatu jenis tumbuhan merupakan
parameter-parameter kuantitatif untuk menilai dominan tidaknya suatu jenis tumbuhan dalam
ruang tumbuh yang ada. Dalam ilmu gulma, parameter-parameter tersebut dapat mempengaruhi
nilai summed dominance ratio (SDR) di mana nilai tersebut dapat menggambarkan kemampuan
suatu jenis menguasai sarana tumbuh yang ada. Semakin besar nilai SDR maka tumbuhan semakin
dominan (Sembodo, 2010). Hasil analisis Distrik Merauke disajikan pada Tabel 1.
Hasil pengamatan di Distrik Merauke menunjukkan bahwa B. pilosa mendominasi pada
Kelurahan Rimba Jaya, Samkai, Karang Indah, Bambu Pemali, dan Seringgu Jaya. Kelurahan
Kelapa Lima dan Maro didominasi oleh vegetasi V. cinerea kemudian Kelurahan Mandala
didominasi oleh A. conyzoides dan Kelurahan Wasur didominasi oleh C. odorata. Secara
keseluruhan, distrik Merauke didominasi oleh B. pilosa dan V. cinerea.

5
Dominansi B. pilosa dan V. cinerea di Distrik Merauke dipengaruhi oleh kondisi tanah dan
suhu. Kedua tumbuhan tersebut dapat tumbuh banyak pada daerah yang memiliki tanah yang
kering, intensitas matahari sangat tinggi, dan suhu udara yang tinggi seperti Merauke (Badan Pusat
Statistik, 2014). Jika dibandingkan, dominansi B. pilosa jauh di atas V. cinerea. Tumbuhan ini
sangat mudah ditemui di Distrik Merauke sehingga berpotensi besar sebagai bahan utama pestisida
nabati. Selain faktor tempat tumbuh, cara penyebaran benih Ageratum conyzoides dan V. cinerea
juga dapat mempengaruhi kerapatan dan frekuensi kehadirannya sehingga pada akhirnya
meningkatkan nilai SDRnya.

6
Tabel 1. Hasil Analisis Vegetasi Distrik Merauke
SDR Tumbuhan Non Budidaya di Masing-masing Kelurahan

Karang Bambu Seringgu Kampung


Rimba Jaya Samkai Kelapa Lima Maro Mandala
No Indah Pemali Jaya Wasur
Jenis (08º32’12,2” (08º31’40,2” (08º30’07,9” (08º28’27,6” (08º30’12,9”
. (08º29’58,2” (08º30’38,8” (08º29’42,0” (08º31’12,5” Rata-
S S S S S
S S S S rata
140º26’31,4” 140º23’58,6” 140º24’59,9” 140º23’48,0” 140º24’21,5”
140º22’28,2” 140º23’47,0” 140º23’18,7” 140º32’48,3”
T) T) T) T) T)
T) T) T) T)
Acanthosperm
1 0,174 0,017 0,095
um hispidum
Ageratum
2 0,018 0,062 0,029 0,123 0,058
conyzoides
3 Bidens pilosa 0,246 0,316 0,232 0,116 0,603 0,066 0,686 0,689 0,119 0.341
Chromolaena
4 0,015 0,014 0,115 0,052 0,298 0,099
odorata
Eleutheranter
5 0,108 0,195 0,059 0,183 0,152 0,210 0,151
a ruderalis
Emilia
6 0,100 0,050 0,015 0,305 0,117
sonchifolia
Galinsoga
7 0,042 0,037 0,039
parviflora
Pluchea 0,082
8 0,257 0,020 0,041 0,013
indica 7
Prophyllum
9 0,013 0,013
ruderalis
Synederela
10 0,227 0,003 0,115
nodiflora
Tridax
11 0,114 0,230 0,116 0,384 0,159 0,148 0,028 0,168
procumbens
Vernonia
12 0,173 0,126 0,401 0,404 0,144 0,007 0,193 0,064 0,065 0,189
cinerea
Wedelia
13 0,059 0,045 0,052
biflora
Wedelia
14 0,185 0,185
trilobata
Jumlah 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Keterangan: KM=Kerapatan Mutlak, KR=Kerapatan Relatif, FM=Frekuensi Mutlak, FR=Frekuensi Relatif, DM=Dominansi Mutlak, DR=Dominansi Relatif,
dan SDR=Summed Dominance Ratio

7
B. pilosa mengandung 70 aliphatic, 60 flavonoid, 25 terpenoid,, 19 phenylpropanoid, 13
aromatik, 8 porphyrin, dan 6 senyawa lainnya (Silva et.al., 2011). Senyawa flavonoid pada
tumbuhan memiliki antikanker, antiradang, antioksidan, antidiabetes, antimalarial, antibakteri,
antijamur, antihipertensi, dan bioaktivitas lainnya (Bartolome et.al., 2013). Sedangkan V. cinerea
memiliki daya antifungal terhadap patogen penyakit bintik daun pada tanaman kacang tanah yang
disebabkan oleh jamur Curvularia lunatus dan Cercospor ellapersica. (Ilondu, 2013).
Hasil analisis data dari masing-masing Kampung pada Distrik Semangga tersusun pada
Tabel 2. Hasil pengamatan di Distrik Semangga menunjukkan bahwa E. ruderalis mendominasi
di Kampung Kuprik dan Waninggap Nanggo, V. cinerea mendominasi di Kampung Sidomulyo,
Semangga Jaya, dan Urumb. A. conyzoides mendominasi di Kampung Muram Sari dan Marga
Mulya. G. maderaspatana mendominasi di Kampung Kuper, C. odorata mendominasi di
Kampung Matara, dan E. sonchifolia mendominasi di Kampung Waninggap Kay. Secara
keseluruhan, distrik Semangga didominasi oleh V. cinerea dan A. conyzoides.
Wilayah distrik Semangga merupakan salah satu sentra pertanian sawah yang cukup luas
di mana faktor air dan angin sangat dominan dalam penyebaran tumbuhan non budidaya.
Mekanisme penyebaran benih Ageratum conyzoides dan Vernonia cinerea adalah secara
anemokori dan hidrokori. Karakteristik dari persebaran dengan cara ini adalah dibutuhkannya biji
dalam jumlah yang besar untuk meningkatkan persentase perkecambahan di lokasi akhir (U.S.
Department of Agriculture, 2016). Oleh karena itu, tumbuhan yang pemencaran benihnya melalui
angin dan air ini kemungkinan akan memiliki tingkat kerapatan dan frekuensi kehadiran yang
tinggi sehingga peluang untuk menjadi tumbuhan yang dominan di suatu wilayah pun sangat
tinggi.

8
Tabel 2. Hasil Analisis Vegetasi Distrik Semangga
SDR Tumbuhan Non Budidaya di Masing-masing Kampung

Sidomulyo
(08º27’19,7
Kuprik ”S Semangga Marga Waninggap Waninggap
Muram Sari Kuper Matara Urumb Kay
N (08º27’27,8 140º25’41, Jaya Mulya Nanggo
Jenis (08º’22’18, (08º’25’17, (08º’25’18, (08º’26’16,
o. ”S 5”T) (08º26’10,9 (08º’24’30, (08º’27’01, (08º’21’09, Rata
9”S 7”S 2”S 9”S
140º26’55, Sidomulyo ”S 7”S 3”S 7”S -rata
140º22’49, 140º27’35, 140º16’50, 140º23’29,
2”T) (08º27’19,7 140º26’39, 140º28’16, 140º18’50, 140º24’31,
3”T) 9”T) 4”T) 3”T)
”S 6”T) 7”T) 4”T) 0”T)
140º25’41,
5”T)
Acanthosper
0,07
1 mum 0,085 0,085 0,102 0, 025
43
hispidum
Ageratum 0,23
2 0,151 0,166 0,165 0,365 0,332 0,358 0,261 0,088
conyzoides 6
Bidens 0,09
3 0,141 0,058
pilosa 9
Chromolaen 0,17
4 0,131 0,324 0,047 0,190 0,207 0,061 0,327 0,094 0,224 0,132
a odorata 4
Eleutherante 0,14
5 0,273 0,018 0,311 0,051 0,129 0,084 0,119 0,271 0,073 0,166
ra ruderalis 9
Emilia 0,09
6 0,011 0,014 0, 258
sonchifolia 4
Grangea
0,11
7 maderaspata 0,018 0,018 0,377 0,054 0,117
7
na
Sphaerantus 0,08
8 0,230 0,036 0,072 0,103 0,046 0,037 0,045
africanus 1
Tridax 0,12
9 0,263 0,021 0,081
procumbens 2
Vernonia 0,20
10 0,055 0,343 0,320 0,291 0,322 0,073 0,169 0,166 0,279 0,195
cinerea 2
Wedelia 0,13
11 0,071 0,205
biflora 8
Jumlah 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Keterangan: KM=Kerapatan Mutlak, KR=Kerapatan Relatif, FM=Frekuensi Mutlak, FR=Frekuensi Relatif, DM=Dominansi Mutlak, DR=Dominansi Relatif, dan
SDR=Summed Dominance Ratio.

9
Asteraceae merupakan salah satu famili tumbuhan di samping famili tumbuhan lain yang
telah dilaporkan oleh Prakash and Rao (1997) dan Prijono et.al. (2006) bermanfaat sebagai obat
dan mengandung minyak atsiri yang dapat digunakan sebagai pestisida nabati. Adanya kandungan
ini memberikan harapan baru untuk pengendalian hama yang selama ini telah menyebabkan
penurunan hasil panen sebesar 30-40% dan bahkan pada beberapa kasus dapat menyebabkan gagal
panen (Kardinan, 2011).
Berdasarkan kajian pustaka di berbagai jurnal penelitian ilmiah, sebagian besar jenis
tumbuhan famili Asteraceae yang teridentifikasi dalam penelitian ini sangat potensial untuk
dimanfaatkan sebagai sumber pestisida nabati untuk mengendalikan berbagai OPT yang sering
kali menjadi masalah dalam kegiatan pertanian khususnya di Kabupaten Merauke. Pemanfaatan
ini diyakini dapat mengurangi ketergantungan para petani terhadap pestisida sintetis yang
harganya semakin mahal dan berdampak negatif terhadap lingkungan maupun kesehatan manusia.
A. conyzoides memiliki antibakteri Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Eschericichia
coli, dan Pseudomonas aeruginosa. Senyawa bioaktif yang dimilikinya, antara lain: flavonoid,
alkaloid, cumarin, minyak esensial, chromene, benzofuran, terpenoid, dan tannin. Di bidang
pertanian, tumbuhan ini memiliki efek insektisidal dengan mengganggu daur reproduksi beberapa
jenis serangga hama. Penelitian yang dilakukan oleh Raja et.al. (1987) menunjukkan bahwa
ekstrak metanolik daun segar A. conyzoides (250 dan 500 ppm) menunjukkan penurunan hormone
juvenile instar ke-4 hama sorgum Chilo partellus Swinh. (Lepidoptera:Pyralidae). Selain memiliki
senyawa bioaktif seperti alkaloid, coumarin, flavonoid, chromene, benzofuran, sterol, dan
terpenoid yang memiliki potensi sebagai insektisida (Kamboj and Saluja, 2008), daun tumbuhan
ini juga mengandung senyawa aktif precocene I dan II yang merupakan senyawa anti hormone
juvenile (Direktorat Bina Perlindungan Tanaman Perkebunan, 1994).
Selain parameter kerapatan dan frekuensi kehadiran, parameter penutupan tajuk tumbuhan
juga sangat mempengaruhi SDR suatu jenis yang akan menggambarkan dominan atau tidaknya
jenis tersebut di ruang tumbuhnya. Seringkali jenis tumbuhan tertentu memiliki tingkat kerapatan
dan frekuensi yang rendah tetapi dapat menjadi dominan di suatu daerah yang ditempatinya karena
memiliki akumulasi tutupan tajuk yang luas. Hal ini dapat terlihat pada hasil SDR rata-rata di
distrik Merauke (Tabel 1), di mana W. trilobata yang hanya ditemukan di Kampung Wasur hampir
mendekati SDR rata-rata V. cinerea. Mekanisme dominasi oleh tutupan tajuk suatu jenis terhadap

10
jenis lainnya dapat melalui beberapa cara seperti mengurangi intensitas cahaya matahari yang
dibutuhkan oleh tumbuhan di bawahnya dan pengeluaran senyawa alelokimia ke daerah
sekitarnya. Dengan mekanisme tersebut maka pertumbuhan jenis lain menjadi terhambat.
Secara keseluruhan, spesies tumbuhan non budidaya famili Asteraceae di distrik Merauke
dan Semangga terdiri dari 16 spesies. Keenambelas spesies tersebut adalah Bidens pilosa,
Vernonia cinerea, Tridax procumbent, Eleutheranthera ruderalis, Ageratum conyzaides,
Chromolaena odorata, Emilia sonchifolia, Pluchea indica, Synedrella nodiflora, Widelia biflora,
Widelia trilobata, Galinsoga parviflora, Acanthospermum hispidum, Porophyllum ruderalis,
Sphaerantus africanus, dan Grangea maderaspatana. Sedangkan dari kedua distrik tersebut
terdapat 3 spesies yang dominan, yaitu B. pilosa dan V. cinerea di distrik Merauke dan V. cinerea
dan A. conyzoides di distrik Semangga.

KESIMPULAN
Secara keseluruhan, distrik Merauke didominasi oleh tumbuhan non budidaya B. pilosa
dan V. cinerea, dengan Summed Dominance Ratio masing-masing sebesar 0,341 dan 0,189.
Kemudian di distrik Semangga tumbuhan non budidaya yang mendominasi adalah A. conyzoides
dan V. cinerea,dengan Summed Dominance Ratio masing-masing sebesar 0,236 dan 0,202.
Dominasi ketiga spesies tumbuhan tersebut menunjukkan bahwa ketersediaan ketiga tumbuhan
non budidaya famili Asteraceae sebagai bahan utama pembuatan pestisida merupakan yang
terbaik.

DAFTAR PUSTAKA
Aktar, Md. W., D. Sengupta, and A. Chowdhury. 2009. Impact of pesticides use in agriculture:
their benefits and hazards. Journ. Interdisciplinary Toxicology 2(1) pp. 1 – 12. On line.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2984095/. Diakses tanggal 23 Juni 2016.
Alves, D.S., D.F. Oliveira, G.A. Carvalho, D.A. Carvalho, L.P. Souza and O. Lasmar. 2013.
Selection of active plant extracts against coffee leaf miner Leucoptera coffeella
(Lepidoptera: Lyonetiidae). Rev. Bras. Pl. Med. Campinas 15(3):352-362.
Badan Pusat Statistik. 2014. Merauke dalam Angka. Kabupaten Merauke.
Balfas, R. dan M. Willis. 2009. Pengaruh Ekstrak Tanaman Obat Terhadap Mortalitas dan
Kelangsungan Hidup Spodoptera litura F. (Lepidoptera: Noctuidae). Bul. Littro. Vol
20(2): 148-156.

11
Bouda, H., L.A. Tapondjou, D.A. Fontem and M.Y.D. Gumedzoe. 2001. Effect of essential oils
from leaves of Ageratum conyzoides, Lantana camara and Chromolaena odorata on the
mortality of Sitophilus zeamais (Coleoptera, Curculionidae). Journal of Stored Products
Research, 37(2): 103-109.
Brudea, V., I.M. Rîşca, C. Enea, C.V. Tomescu. 2012. Cercetări Agronomice în Moldova Vol.
XLV, No. 1(149) pp. 73 – 80. On line.
http://www.uaiasi.ro/CERCET_AGROMOLD/CA1-12-08.pdf. Diakses tanggal 23 Juni
2016.
Cui, S., S.Tan, G. Ouyang, S.Jiang and J. Pawliszyn. 2009. Headspace solid-phase microextration
gas chromatography-mass spectrometry analysis of Eupatorium odoratum extract as an
oviposition repellent. J. Chromatogr. B. Analyt. Technol. Biomed Life sci. 877:20-21.
Online. http://www.ncbi.nlm.nih.gov. Diakses tanggal 29 November 2012.
Direktorat Bina Perlindungan Tanaman Perkebunan. 1994. Pedoman Pengenalan Pestisida Botani.
Ditjenbun, Deptan. Jakarta.
Edewor, T.I. and A.A. Olajire. 2011. Two flavones from Acanthospermum hispidum DC and their
antibacterial activity. International Journal of Organic Chemistry, 1:132-141.
Fonts Jr. U.R., C.S. Ramos, M.R. Serafini, S.C.H. Cavalcanti, P.B. Alves, G.M. Lima, P.H.S.
Andrade, L.R. Bonjardim, L.J. Quintas Jr. and A.A.S. Araújo. 2012. Evaluation of lethality
of Porophyllum ruderale essential oil against Biomphalaria glabrata, Aedes aegypti and
Artemia salina. African Journal of Biotechnology 11(13).
Funk, V.A., R.J. Bayer, S. Keeley, R. Chan, L. Watson, B. Gemeinholzer, E. Schilling, J.L. Panero,
B.G. Baldwin, N. Garcia-Jacas, A. Susanna dan R.K. Jansen. 2005. Everywher but
Antartica: using a supertree to understand the diversity and distribution of the
Compositae.Biol. Skr.,55:343-374.
Ghayal, N.A., A.D. Padhye and K.N. Dumal. 2010. Larvicidal activity of invasive weeds Cassia
uniflora and Synedrella nodiflora.International Journal of Pharma and Bio Sciences 1(3):1-
6.
Hadi, D.R.W. 2015. Toksisitas Ekstrak Gulma Ajeran (Bidens pilosa L.) Sebagai Insektisida
Nabati dalam Mengendalikan Hama Ulat Daun Kubis (Plutella xylostella L.). Skripsi.
Program Studi Agroteknologi. Fakultas Pertanian. Universitas Jember.
Ilondu, E.M. 2013. Phytochemical composition and efficacy of ethanolic leaf extracts of some
Vernonia species against two phytopathogenic fungi. JBiopest. 6(2):165-172.
Jaglan, D., A.S. Brar, dan R. Gill. 2013. Pharmacological activity and chemical constituentsof
Eclipta alba. Global journal of medical research 13(1):35-40.
Junhirun, P., W. Pluempanupat and V. Bullangpoti. 2012. Toxicological study of Wedelia trilobata
(Asteraceae) extracts as alternative control strategies for Plutella xylostella (Lepidoptera:
Plutellidae). Commun.Agric.Appl.Biol.Sci. 77(4):721-725.

12
Kamboj, A. and A.K. Saluja. 2008. Ageratum conyzoides L. : A review on its phytochemical and
pharmacological profile. Int. Journal of Green Pharmacy Vol. 2(2) pp. 59 – 68.
Kardinan, A. 2011. Penggunaan dari Pestisida Nabati Sebagai Salah Satu Kearifan Lokal dalam
Tujuan Pengendalian dari Hama Tanaman Menuju Sistem Pertanian Organik. Jurnal
Pengembangan Inovasi Petanian 4(4):262-278.
Kementerian Pertanian RI. 2014. Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia No.
107/Permentan/SR.140/9/2014 tentang Pengawasan Pestisida. On line.
http://perundangan.pertanian.go.id/admin/file/Permentan%20No.107%20Tahun%202014
%20Pestisida.pdf. Diakses tanggal 23 Juni 2016.
Limbongan, A.A. 2013. Pemanfaatan Ekstrak Tumbuhan untuk Pengendalian Penyakit Busuk
Buah Kakao (Phytophthora palmivora Butler). Tesis. Tidak dipublikasikan. Program
Pascasarjana Ilmu Hama dan Penyakit Tumbuhan Universitas Hasanuddin.
Miles, D.H., V. Chittawong, P.A. Hedin and U. Kokpol. 1993. Potential agrochemical from leaves
of Wedelia biflora. Phytochemistry 32(6):1427-1429.
Mostafa, I., E.A. El-Aziz, S. Hafez and A. El-Shazly. 2013. Chemical constituents and biological
activities of Galinsoga parviflora cav. (Asteraceae) from Egypt. Z. Naturforsch c. 68(7-
8):285-292.
Prakash, A. and J. Rao. 1997. Botanical Pesticides in Agriculture. New York: Lewis Publisher.
Prijono, D., J.I. Sudiar, and Irmayetri. 2006. Insecticidal activity of Indonesian Plant Extracts
Against the Cabbage Head Caterpillar, Crocidolomia pavonana (F.)
(Lepidoptera:Pyralidae). Journ. ISSAAS 12(1) pp. 25 – 34.
Rachchh, R.P. and V.J. Galani. 2015. Evaluation of antinoceptive and antirheumatic activity of
Grangea maderaspatana (L.) Poir. Using experimental models. Ayu. 36(4):425-431.
Online. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/27833373. Diakses tanggal 5 Maret 2017.
Rachmawati, D. dan E. Korlina. 2009. Pemanfaatan Pestisida Nabati untuk Mengendalikan
Organisme Pengganggu Tanaman. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur.
Ragasa, C.Y., D.L. Espineli, D.D. Raga and C. Shen. 2014. Chemical constituents of Sphaeranthus
africanus. Journal of Chemical And Pharmaceutical Research 6(7):2197-2200.
Raja, S.S., A. Singh and S. Rao. 1987. Effect of Ageratum conyzoides on Chilo partellus Swinhoe
(Lepidoptera: Pyralidae). J. Anim. Morphol. Physiol. 34(1-2):35-37.

Saxena, V.K. and A. Sosanna. 2005. 𝛽-Siosterol-3-O- 𝛽-D Xylopyranoside from the flowers of
Tridax procumbens Linn. Journal of Chemical Sciences 117(3):263-266.
Sembodo, D.R.J. 2010. Gulma dan pengelolaannya. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Sjam, S., U. Surapati, A. Rosmana, M.D. Rahim, V.S. Dewi, A. Limbongan and R. Kartika. 2014.
Application of Ageratum conyzoides to controlling Phytophthora pod rot disease,
Phytophthora palmivora on cacao field. Online.

13
http://www.nodai.ac.jp/issaas/uploads/58f9caaec3190caa599aa14b07418da5.pdf. The
2014 ISSAAS International Congress and General Meeting "Agriculture Changes in
Southeast Asia: Past, Present and Future".
Soerjani, M, A.G.J.H. Kostermans and G. Tjitrosoepomo/ 1997. Weeds of rice in Indonesia. Balai
Pustaka: Jakarta.
Sucahyo, N. 2014. Penggunaan Pestisida di Kalangan Petani Kian Memprihatinkan. On line.
http://www.voaindonesia.com/a/penggunaan-pestisida-di-kalangan-petani-kian-
memprihatinkan/2440832.html. Diakses tanggal 23 Juni 2016.
Thenmozhi, K., M. Saradha, S. Manian and S. Paulsamy. 2013. Microbial potential of root extracts
of the medicinal plant species, Emilia sonchifolia (Linn.)Dc. Asian J. Pharm. Clin. Res.
6(3):149-151.
U.S. Department of Agriculture. 2016. Plants Database: Classification. On line.
http://plants.usda.gov/core/profile?symbol=ACHI. Diakses tanggal 24 Juni 2016.
Zarins, I., M. Daugavietis, and J. Halimona. 2009. Biological activity of plant extracts and their
application as ecologically harmless biopesticide. Sodininkystė ir daržininkystė. 28(3) pp.
269 – 280. On line. http://sodininkyste-darzininkyste.lsdi.lt/straipsniai/28-3/34_Zarins.pdf.
Diakses tanggal 23 Juni 2016.

14

Anda mungkin juga menyukai