Anda di halaman 1dari 2

melakukan audit karena permintaan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dimana KPK
memiliki kepentingan dalam menyelidiki suatu kasus. BPK dan auditor BPK INW kini digugat oleh
OH ke Pengadilan Negeri Tangerang secara perdata atas audit yang dilakukan. Terdakwa dalam
melakukan audit atau penyidikan memiliki informasi atau bukti yang terbatas, hanya satu sumber,
yaitu dari auditor KPK yang hanya tertarik untuk membuktikan tuduhannya. Kasus ini
menunjukkan bahwa terdakwa tidak memihak atau tidak independen (Rozie, 2019). Mengingat
penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa masih ada kesenjangan antara penelitian yang
dilakukan oleh Safitri (2014) dan Purwanto (2017). Studi-studi sebelumnya menunjukkan bahwa
independensi tidak secara signifikan mempengaruhi kinerja auditor. Sedangkan penelitian yang
dilakukan oleh Kurniawan, Nadirsyah, & Abdullah (2017), Handayani (2017), dan Wati, Lismawati,
& Aprilla (2010) menunjukkan bahwa independensi mempengaruhi kinerja auditor. Masalah yang
berkaitan dengan integritas yaitu dengan meminta dan/atau menerima imbalan berupa uang,
barang, dan/atau fasilitas lainnya, baik secara langsung maupun tidak langsung dari pihak-pihak
yang terkait dengan audit, menolak audit untuk kepentingan pribadi, kepentingan orang lain,
dan/atau kelompok, memaksakan kehendak pihak yang sedang diselidiki, mengubah atau
memerintahkan untuk mengubah temuan audit, pendapat, kesimpulan, dan rekomendasi hasil
investigasi yang tidak sesuai dengan kenyataan dan / atau bukti investigasi (BPK, 2017). Mantan
auditor BPK, SY divonis 6 tahun penjara dan didenda Rp 250 juta dalam kurungan 3 bulan. Dia
terbukti telah menerima Harley Davidson dari mantan General Manager ofJM cabang
Purbaleunyi, SB. Hakim menyatakan suap itu terkait penyidikan dengan tujuan khusus (PDTT)
pada PT JM cabang Purbaleunyi. Selain Harley Davidson, SY juga dikatakan menerima fasilitas
hiburan dari SB. Atas putusan ini, SY mengaku menerima putusan hakim (Fadhil, 2018).
Mempertimbangkan penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa masih ada kesenjangan antara
penelitian yang dilakukan oleh Prameswari & Nazar (2015) dan Ayem & Sejati (2018). Studi
sebelumnya menunjukkan bahwa integritas tidak mempengaruhi kinerja auditor. Sedangkan
penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan, Nadirsyah, & Abdullah (2017) dan Amin, Arfan,
Darwanis, & Djalil (2018) menunjukkan bahwa integritas mempengaruhi kinerja auditor.
Auditor profesional dituntut memiliki keahlian, skeptisisme, pertimbangan, kompetensi, dan
independensi dalam melaksanakan audit. Selain itu, mereka dapat menjalin hubungan baik
dengan auditor lain dan dicurigai tanpa mengganggu independensi dan integritas mereka. Jika
auditor tidak memiliki hal-hal ini, dapat dikatakan bahwa auditor tidak profesional. Baru-baru ini,
Gubernur Kalimantan Barat (Kalbar), berencana menyampaikan hasil Laporan Keuangan (LK) 2018
kepada BPK di Ombudsman Perwakilan Daerah Kalimantan Barat. Langkah tersebut diambil untuk
mendukung penyidikan Ombudsman dalam memperoleh asas keadilan karena ia melakukan
penyelidikan terhadap Pemerintah Provinsi (Pemprov) untuk mendapatkan nilai yang lebih baik
dari sebelumnya. SM melakukan penyelidikan ini setelah pemerintah Kalbar gagal
mempertahankan opini predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap LK Provinsi Kalbar
tahun 2018 dari BPK Kalbar. BPK menyatakan bahwa ada perubahan anggaran yang tidak
mematuhi proses ratifikasi melalui Perda berarti tidak dapat diterima. Sm menjelaskan Provinsi
Aceh, Sumatera Utara, Maluku Utara, Sulawesi Selatan, dan Sumatera Selatan tidak melakukan
perubahan anggaran. Namun, semuanya mendapat gelar WTP (Pontianak, 2019).
Mempertimbangkan studi sebelumnya menunjukkan bahwa masih ada kesenjangan antara
penelitian yang dilakukan oleh Siregar & Nahumury (2015) dan Katili, Nangoi, & Gamaliel (2017).
Studi sebelumnya menunjukkan bahwa profesionalisme tidak berpengaruh signifikan terhadap
kinerja auditor. Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Kurniawan, Nadirsyah, & Abdullah
(2017), Amin, Arfan, Darwanis, & Djalil (2018), Nugraha & Ramantha (2015), dan Sitorus & Wijaya
(2016) menunjukkan bahwa profesionalisme mempengaruhi kinerja auditor. Beberapa kasus yang
terjadi di atas, beberapa diantaranya terbukti merupakan kesalahan auditor BPK, dan beberapa
lainnya belum. Kesalahan ini dapat menimbulkan keraguan publik terhadap kinerja auditor BPK.
Masyarakat dapat menebak bahwa hasil investigasi dapat dibuat-buat. Meskipun sudah ada
standar dan pedoman audit, dalam praktiknya, memberikan pendapat atau hasil audit dapat
dimanipulasi (Marta, 2017). Fakta ini menjadi tantangan bagi BPK, khususnya bagi auditor, dalam
mempertahankan nilai dasarnya yaitu independensi, integritas, dan profesionalisme. BPK
merupakan lembaga negara yang memiliki wilayah kerja di seluruh Indonesia, permasalahan yang
terjadi atau kasus yang dialami oleh pegawai atau pejabat BPK menjadi masalah nasional di BPK.
Selama ini Biro SDM BPK telah menerapkan sistem mutasi secara berkala untuk menjaga
independensi, integritas, dan profesionalisme pegawai BPK. Sistem mutasi mengharuskan setiap
pegawai Siap ditempatkan di seluruh kantor BPK. Sistem mutasi ini bukan satu-satunya solusi
karena tergantung pada masing-masing karyawan dalam menghadapi berbagai kondisi di
kantornya.
Wilayah Sumatera Selatan menjadi objek penelitian karena hampir setiap tahun, terjadi kasus
korupsi yang dapat mengganggu independensi, integritas, dan profesionalisme auditor BPK. Data
statistik yang dihimpun KPK membenarkan pernyataan tersebut. Provinsi Lampung, Bengkulu,
Sumatera Selatan, dan Jambi berada di peringkat 10 besar wilayah dengan kasus korupsi
terbanyak (TPK) dari 2016 hingga 2019 (Trojans, 2019).
2. Tinjauan Pustaka Dan Pengembangan Hipotesis Penelitian
2. 1. Teori penetapan tujuan Dr. Edwin Locke awalnya memulai teori penetapan tujuan melalui
publikasi artikel berjudul " Menuju Teori Motivasi dan insentif tugas."Pengertian penetapan
tujuan adalah proses penetapan tujuan atau sasaran dalam suatu pekerjaan. Proses penetapan
tujuan melibatkan atasan dan bawahan bersama-sama dalam menentukan atau menetapkan
tujuan atau sasaran kerja yang akan dilakukan oleh pembawa pekerja dalam jangka waktu
tertentu (Gibson & Donelly, 1985). Dalam pelaksanaannya terdapat enam kunci primer sebagai
landasan utama teori ini, yaitu: (1) tujuan spesifik, (2) tujuan relevan, (3) tantangan atau tingkat
kesulitan objektif, (4) tujuan komitmen, (5) tujuan partisipasi, dan (6) umpan balik. Tujuan yang
memiliki tingkat pencapaian tinggi akan memicu lebih banyak usaha dibandingkan dengan tujuan
yang memiliki tingkat pencapaian rendah yang mudah atau bahkan ambigu. McShane & Von
Glinow (2010), Locke & Latham (2006), Radosevich, Holt, & Ghersa (2007), Dubrin (2012),
Greenberg (2011), dan Newstrom (2011), mereka menyatakan bahwa teori penetapan tujuan
dapat menjadi teknik yang berguna dalam memotivasi anggota organisasi.

Anda mungkin juga menyukai