Anda di halaman 1dari 17

PENGARUH INDEPENDENSI, DAN KOMPETENSI INTERNAL AUDITOR

TERHADAPPELAKSANAANPROBITY AUDITPENGADAAN BARANG DAN


JASA SEBAGAI UPAYA DALAM RANGKA MENCEGAH TERJADINYA
KERUGIAN NEGARA.

Oleh: Desmaniar Yoganingtyas

ABSTRAKSI
Tujuan penelitian ini adalah ingin mengetahui apakah independensi dan kompetensi
internal auditor mempengaruhi pelaksanan probity audit pengadaan barang dan jasa,
mengingat bahwa kegiatan probity audit pengadaan barang dan jasa merupakan
upaya dalam rangka mencegah terjadinya Kerugian Negara. Penelitian ini
menggunakan studi literatur dimana peneliti mengumpulkan teori yang mendasari
pelaksanaan probity audit. Teori tersebut diambil dari jurnal, peraturan perundang-
undangan, pedoman, penelitian terdahulu yang diperoleh peneliti dari internet,
artikel, dan sumber lain yang relevan. Hasil penelitian ini adalah pelaksanaan probity
audit pengadaan barang dan jasa selain sebagai early warning system atas terjadinya
fraud pengadaan barang dan jasa namun juga dapat meminimalisir atau mencegah
terjadi-nya Kerugian Negara dikarenakan sifat audit yang real time dan pemilihan
sampel proyek probity audit pengadaan barang dan jasa yang berbasis
risiko.Kompetensi auditor dalam pelaksanaan probity audit diperlukan karena akan
mempengaruhi kualitas hasil audit.Independensi auditor dalam pelaksanan probity
audit diperlukan karena berkaitan dari tujuan audit yaitu memberikan keyakinan yang
memadai atas suatu proses pengadaan barang dan jasa.
Kata Kunci: Independensi, Kompetensi, Probity Audit, Pengadaan Barang dan Jasa,
Kerugian Negara.

PENDAHULUAN
Berdasarkan Laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan (IHP) BPK Semester I 2019
menunjukan bahwa permasalahan terkait ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan dapat mengakibatkan:
1. Kerugian Negara sebesar Rp2.474.747,14 (2,47 Trilyun)
2. Potensi Kerugian Negara sebesar Rp1.308.879,58 (1,31 Trilyun)
3. Kekurangan penerimaan sebesar Rp5.895.562,26 (5,90 Trilyun)
Berdasarkan IHP tersebut permasalahan ketidakpatuhan terhadap perundang-undangan
yang mengakibatkan Kerugian Negara didominasi oleh kegiatan pengadaan barang
dan jasa lebih dari 70%.
Pengadaan barang/jasa merupakan bagian dari kegiatan pengelolaan aset (manajemen
aset) yang dilakukan untuk menyediakan kebutuhan barang/jasa guna menunjang
kelancaran dan keberhasilan pelaksanaan tugas pemerintahan di tingkat pusat dan
daerah termasuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN)/Daerah, Badan Hukum Milik
Negara(BHMN) dengan menggunakan APBN dan APBD. Pelaksanaan pengadaan
barang/jasa rawan tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme yang menimbulkan
indikasi kerugian Negara secara signifikan. (BPK, 2009)
Korupsi di lingkungan pemerintahan di Indonesia didominasi kegiatan pengadaan
barang dan jasa, hal ini dikarenakan anggaran kegiatan pengadaan barang dan jasa
mendominasi pengeluaran belanja negara. Korupsi atas kegiatan pengadaan barang
dan jasa dapat mengakibatkan tujuan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pada
khususnya tidak tercapai, tujuan pemerintahan secara umum tidak tercapai, dan
Kerugian Negara.Korupsi di lingkungan pemerintahan di Indonesia sudah merambah
begitu luas dari elemen eksekutif, legislatif dan yudikatif. Praktik-praktik korupsi di
Indonesia meliputi penyalahgunaan wewenang, pemberian uang suap untuk
melancarkan suatu proyek, pungutan liar, pemberian uang atas dasar kolusi dan
nepotisme, serta penggunaan uang negara untuk kepentingan pribadi. Indeks persepsi
korupsi (IPK) di Indonesia untuk tahun 2018 yang dirilis oleh Transparency
International berada pada poin 38 dengan skala 0-100 atau naik 1 tingkat
dibandingkan tahun 2017. Pada tahun 2018 Indonesia berada pada posisi ke-89 dari
180 negara. Apabila dibandingkan dengan tahun 2017, Indonesia menempati urutan
ke-96 dengan nilai 37. Hanya 20 negara yang menunjukkan kemajuan signifikan
dalam upaya pemberantasan korupsi beberapa tahun terakhir ini, yaitu Denmark,
Selandia Baru, Finlandia, Singapura, Swedia, Swiss, Norwegia, Belanda, Kanada,
Luksemburg, Jerman, Inggris, Australia, Austria, Hong Kong, Islandia, Belgia,
Estonia, Irlandia, dan Jepang.
Negara-negara tersebut diatas bersih dari korupsi karena melakukan 4 (empat) hal
yaitu mengimplementasikan dan menerapkan sistem pengendalian intern pemerintah
(SPIP), melakukan pengawasan intern yang efektif, melakukan pengawasan
pengadaan barang/jasa sejak perencanaan sampai dengan pemanfaatan, dan
mendirikan KPK. Pada Negara-negara tersebut melakukan Probity Audit untuk negara
Australia dan Negara-negara Persemakmuran,serta Pre-Award Audit & Contract
Audit untuk negara Amerika dan negara-negara yang dipengaruhinya.(Heriyana, 2013)

Berdasarkan indeks tersebut di atas menunjukan semakin rendah nilainya maka


semakin korup negaranya, begitu pun sebaliknya. Peningkatan 1 (satu) poin dalam
IPK tidak menjadikan penegakan hukum dalam pemberantasan korupsi maksimal
meskipun dari segi posisi meningkat. Kondisi ini perlu menjadi bahan evaluasi bagi
pemerintah dalam menyusun strategi pemberantasan korupsi, hal ini dikarenakan
modus operandi kegiatan korupsi semakin hari semakin canggih dan semakin
terorganisir.

Upaya untuk menjadikan proses pengadaan barang dan jasa yang dikelola dapat
dilaksanakan dengan baik, dan untuk mencegah terjadinya Kerugian Negara terus
diupayakan pemerintah, upaya-upaya tersebut antara lain:
1. Menerapkan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah melalui PP No.60 Tahun
2008.
2. Menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 16 Tahun 2018. Pada perpres
ini menekankan bahwa kegiatan pengadaan barang dan jasa agar menekankan
prinsip-prinsip efisien, efektif, transparan, terbuka, bersaing, adil dan akuntabel.
3. Pengawasan Pengadaan Barang dan Jasa sejak Perencanaan sampai dengan
Pemanfaatan.
Langkah-langkah tersebut dilakukan agar dalam pelaksanaan pengadaan barang /jasa
pemerintah dapat berlangsung secara transparan, terbuka, adil/tidak diskriminatif,
bersaing dan akuntabel sehingga terhindar dari korupsi dan mencegah terjadinya
Kerugian Negara.

Berdasarkan pasal 76 Perpres 16 Tahun 2018 bahwa Menteri/Kepala lembaga/kepala


daerah wajib melakukan pengawasan pengadaan barang/jasa melalui aparat pengawas
intern pemerintah (APIP) pada Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah. Peran
APIP juga diperkuat melalui Peraturan Pemerintah No 60 Tahun 2008 tentang Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah pasal 47 dan 48 dinyatakan bahwa APIP harus
melakukan pengawasan intern atas penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi
pemerintah termasuk akuntabilitas Keuangan Negara. Lebih lanjut pengawasan intern
adalah “seluruh proses kegiatan audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan
pengawasan lainnya terhadap penyelenggaraan tugas dan fungsi
kementerian/lembaga/pemerintah daerah yang didanai dengan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara”. Sebagai bentuk perwujudan peran APIP dalam rangka
melakukan pengawasan pengadaan barang/jasa adalah melaksanakan audit selama
proses pengadaan barang/jasa berlangsung (real time audit) dengan mendasarkan pada
prinsip-prinsip probity, yang disebut sebagai Probity Audit.

Pemerintah dalam hal ini Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan telah
menerbitkan Peraturan BPKP No 3 Tahun 2019 tentang Pedoman Pengawasan Intern
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang pada Lampiran II dicantumkan tentang
Pedoman Probity Audit. Pedoman ini mengatur tentang penugasan-penugasan
pengawasan intern yang dilakukan oleh APIP atas pengadaan barang/jasa.
Probity audit dikeluarkan oleh pemerintah karena didasari dari banyaknya kasus fraud
yang berkaitan dengan pengadaan barang dan jasa yang akan berakibat salah satunya
adalah terjadinya kerugian negara. Penelitian yangdilakukan oleh Primahadi dan
Yudanti (2015), dan Putri (2017) membuktikan bahwa salah satu metode yang paling
efektif dalammencegah dan mendeteksi fraud yaitu probity audit.

Walaupun probity audit di Indonesia sudah diterapkan sejak Tahun 2012, akan tetapi
dalam kenyataannya penerapan probity audit pengadaan barang dan jasa belum
maksimal, sehinggadalam proses pengadaan barang dan jasa di pemerintah masih
banyak ditemukan fraud. Hal ini juga dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan Chew
dan Ryan (2001), Mahfuroh (2016), M. Syahhru Ramadan (2018), menyatakan
bahwapelaksanaan probity audit belum dilaksanakan secara optimal. Hal tersebut
dikarenakanterbatasnya jumlah personel, waktu pelaksanaan, kurangnya kompetensi
auditor, dan anggaranyang terbatas.

Berdasarkan hasil penelitian Chew dan Ryan(2002) menyatakan bahwa sebagian


probity auditor mengalami dilema dan risiko dalam menjaga independensinya karena
pelaksanaan probity audit dibiayai oleh pihak auditi/klien. Sedangkan hasil penelitian
Primahadi dan Yudanti (2015) adalah bahwa independensi probity auditor dapat
dijaga karena tidak ada konflik kepentingan dengan pihak auditi/satuan kerja yang
diperiksa karena seluruh biaya audit menjadi tanggung jawab instansi tempat auditor
bekerja.
Berdasarkan fenomena dan fakta tersebut di atas peneliti ingin mengetahui apakah
independensi, dan kompetensi internal auditor yang merupakan sebagai kriteria
personal dalam pedoman probity audit pengadaan barang dan jasa dapat memberikan
pengaruh dalam pelaksanaanprobity auditpengadaan barang/jasasebagai upaya
mencegah terjadinya Kerugian Negara akibat kegiatan pengadaan barang/jasa yang
dilakukan secara menyimpang dari ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

TINJAUAN PUSTAKA
Independensi
Independensi adalah kebebasan dari kondisi yang mengancam aktivitas audit intern
untuk melaksanakan tanggung jawab audit intern secara objektif. Untuk mencapai
tingkat independensi yang diperlukan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab
audit intern secara efektif, pimpinan APIP memiliki akses langsung dan tak terbatas
kepada atasan pimpinan APIP. Ancaman terhadap independensi harus dikelola pada
tingkat individu auditor, penugasan audit intern, fungsional dan organisasi (Standar
Audit Intern Pemerintah Indonesia, 2014).
Kemandirian dan independensi probity auditor merupakan faktor yang sangat
penting untuk memberikan jaminan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dalam
rangka mendapatkan kepercayaan yang lebih besar mengenai apakah persyaratan
kejujuran (probity requirement) dari suatu pengadaan telah dipatuhi.(BPKP, 2019).
Kompetensi Auditor
Auditor harus memiliki pendidikan, pengetahuan, keahlian dan
keterampilan,pengalaman, serta kompetensi lain yang dibutuhkan untuk
melaksanakantanggung jawabnya. Pendidikan, pengetahuan, keahlian dan
keterampilan, pengalaman, serta kompetensi lain adalah bersifat kolektif yang
mengacu pada kemampuan profesional yang diperlukan auditor untuk secara efektif
melaksanakan tanggung jawab profesionalnya. (Standar Audit Intern Pemerintah
Indonesia, 2014)
Auditor
Auditor adalah jabatan yang mempunyai ruang lingkup, tugas, dan tanggung jawab
dan wewenang untuk melakukan pengawasan intern pada instansi pemerintah,
lembaga dan atau pihak lain yang didalamnya terdapat kepentingan Negara sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang diduduki oleh Pegawai Negeri Sipil
(PNS) dengan hak dan kewajiban yang diberikan secara penuh oleh pejabat yang
berwenang. (Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia, 2014).
DefinisiProbity dan Probity Audit
Probity diartikan sebagai integritas (integrity), kebenaran (uprightness), dan kejujuran
(honesty). Konsep probity (probity concept) dalam perspektif yang lebih luas
merupakan sebagai suatu pola pikir (mindset), sikap (attitude) dan tindakan-tindakan
yang dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip probity dan berlandaskan nilai-nilai
kejujuran/probity (kejujuran, kebenaran dan integritas) untuk mencapai tujuan suatu
organisasi/entitas (BPKP, 2019).
Probity dapat juga diartikan sebagai ’good process’ yaitu proses pengadaan
barang/jasa dilakukan dengan prinsip dan etika pengadaan barang/jasa (Principles)
yang berlandaskan integritas,kebenaran, dan kejujuran (value) untuk memenuhi
ketentuan perundangan yang berlaku. Untuk bisa dirasakan manfaatnya, prinsip-
prinsip probity seharusnya diimplementasikan dalam setiap tahap proses pengadaan
barang/jasa. Probity juga perlu dituangkan dalam bentuk kebijakan probity dan
prosedur yang akan menjadi acuandalam pelaksanaan pengadaanbarang/jasa. Proses
probity, termasuk kebijakan dan prosedur, seharusnya menjadi proses yang
terintegrasi dengan proses pengadaan barang/jasa, dan menjadi salah satu piranti untuk
mengendalikan risiko dalam pengadaan barang/jasa. Oleh karena itu, probity dapat
juga diartikan sebagai sebuah pendekatan manajemen risiko untuk meyakinkan bahwa
prosedur-prosedur pengadaan barang/jasa dilakukan dengan berintegritas. (BPKP,
2019)
Menurut Queensland Government Chief Procrument Office (Deparment Of Public
Works)Probity Audit sebagai assurance yang diberikan oleh auditor probity untuk
melakukan pengawasan independen terhadap suatu proses pengadaan barang/jasa, dan
memberikan pendapat atau simpulan yang obyektif mengenai apakah proses
pengadaan barang/jasa telah sesuai dengan persyaratan kejujuran (probity
requirement), yakni telah mematuhi prosedur pengadaan barang/jasa sesuai ketentuan
yang berlaku, serta memenuhi prinsip-prinsip dan etika pengadaan barang/jasa.
Probity audit hanya memberikan keyakinan yang memadai terhadap probity
requirement, yaitu telah mematuhi prosedur, prinsip-prinsip dan etika pengadaan
barang/jasa berdasarkan ketentuan yang berlaku. Keyakinan yang diberikan sebatas
berdasarkan hasil audit atas data/dokumen/informasi yang diterima auditor. (BPKP,
2019)
Tujuan Probity Audit Pengadaan Barang/Jasa
Probity Audit bertujuan untuk meyakinkan bahwa pengadaan barang/jasa telah
dilaksanakan sesuai dengan probity requirement yaitu mentaati prosedur pengadaan
sesuai ketentuan, sesuai dengan prinsip-prinsip pengadaan barang/jasa (efisien, efektif,
terbuka dan bersaing, transparan, adil/tidak diskriminatif, dan akuntabel) serta sesuai
dengan etika pengadaan barang/jasa berdasarkan hasil audit atas
data/dokumen/informasi yang diterima auditor. Audit probity juga bertujuan untuk
memberikan rekomendasi/saran perbaikan atas proses pengadaan barang/jasa yang
sedang berlangsung terkait dengan isu-isu probity (BPKP, 2019).
Definisi Kerugian Negara
Menurut UU No. 1tahun 2004 tentang perbendaharaan Negara, pada pasal 1 ayat (2)
berbunyi : Kerugian Negara/Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan
barang yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum
baik sengaja maupun lalai.
Menurut UU No. 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi, Kerugian Negara
menurutPasal 2 ayat (1) Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi No. 31 tahun 1999
sebagaimana telah diubah dengan UU No.20 tahun 2001 adalah : “ Setiap orang yang
secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain
atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara.
Salah satu upaya meningkatkan peran APIP dalam rangka pengawasan internal atas
pelaksanaan pengadaan barang/jasa untuk mencegah terjadinya Kerugian Negara,
adalah dengan melaksanakan audit selama proses pengadaan berlangsung (realtime).
Pelaksanaan pengadaan barang/jasa perlu di audit karena kegiatan ini rawan akan
terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme yang dapat mengindikasikan terjadinya
kerugian Negara. Metode pelaksanaan audit pengadaan barang/jasa pada saat proses
pengadaan berlangsung yang disebut dengan Probity Audit.
Ruang Lingkup Probity Audit Pengadaan Barang/Jasa
Probity Audit diterapkan selama proses pelaksanaan pengadaan barang/jasa (real time)
untuk memastikan bahwa seluruh ketentuan telah diikuti dengan benar, jujur dan
penuh integritas, sehingga dapat mencegah terjadinya penyimpangan dalam proses
pengadaan barang/jasa (early warning). Probity audit ini juga merupakan bagian dari
proses manajemen risiko dalam rangka mencapai tujuan pengadaan barang/jasa.
(BPKP, 2019)
Audit dapat dilakukan atas seluruh tahapan pengadaan barang/jasa, mulai dari proses
identifikasi kebutuhan sampai dengan penyerahan barang/jasa (sebelum pembayaran
100%) atau hanya tahapan terpilih dari suatu proses pengadaan barang/jasa. Untuk
tahapan terpilih, perlu dipastikan bahwa pelaksanaan tahapan sebelumnya telah sesuai
dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku (BPKP, 2019)
Dampak Probity Audit Pengadaan Barang/Jasa
Dampak atau manfaat yang diharapkan dari proses pengadaan barang/jasa yang
memenuhi prinsip-prinsip Probity dan etika pengadaan barang/jasa yaitu
(BPKP,2019):
1. Menghindari konflik kepentingan dan permasalahan;
2. Menghindari praktik korupsi;
3. Meningkatkan integritas sektor publik melalui perubahan perilaku dan perubahan
organisasi;
4. Memberi keyakinan yang memadai kepada masyarakat bahwa penyelenggaraan
kegiatan sektor publik, khususnya pengadaan barang/jasa, telah dilakukan
melalui proses yang berintegritas dan dapat dipercaya sesuai ketentuan, efisien,
efektif, dan ekonomis;
5. Memberikan keyakinan secara objektif dan independen bahwa proses pengadaan
barang/jasa telah sesuai dengan prinsip dan etika pengadaan barang/jasa (probity
requirement);
6. Menghindari potensi adanya litigasi (permasalahan hukum); dan
7. Memberikan informasi untuk pengambilan keputusan/kebijakan terkait PBJ
pemerintah kedepannya.
Penelitian Terdahulu
Terdapat penelitian terdahulu terkait Probity Audit. Uraian lebih lanjut mengenai hasil
penelitian terdahulu disajikan pada tabel berikut:

No Judul Peneliti Metodologi Hasil


Penelitian
1 Probity Auditing: Shead Studi literatur dan Tidak ada standar
Keeping the (2001) survei pada beberapa profesional yang mengatur
Bureucrats Honest? instansi mengenai probity audit (tidak seperti
pelaksanaan probity kebanyakan jenis audit),
audit maka penting bagi
lembaga/instansi untuk
memiliki pemahaman yang
jelas tentang manfaat dan
keterbatasanprobity audit,
serta ketrampilan dan
pengalaman yang
diperlukan dari auditor yang
melaksanakan probity audit.
2 The Practice of Chew dan Metode survei Konsep Probity belum
Probity Audits In Ryan menghimpun sepenuhnya didefinisikan
One Australian (2001) informasi terkait dengan baik, beberapa
Juridiction jumlah probity audit reponden mengalami
yang dilakukan, sifat kesulitan membedakannya
dan ruang lingkup, dengan audit internal.
auditor pelaksana dan Pelaksanaan probity audit
biaya audit. yang sebagian besar
dilaksanakan secara real
time telah mampu
memberikan konstribusi
khususnya yang berkaitan
dengan mempertahankan
kepercayaan masyarakat
terhadap proses lelang
pengadaan barang/jasa yang
kompetitif/persaingan sehat,
transparan dan akuntabel.
3 Australian Auditor- Chew dan Studi literatur yang Pihak yang melakukan
General Ryan relevan dan survei probity audit menyatakan
Involvement in (2002) mengenai bahwa mereka memiliki
Probity Auditing persepsi/sikap auditor kesempatan untuk
Evidence and terhadap probity meningkatkan akuntabilitas
Implications audit. dan menjadi kontributor
yang kredibel untuk
menertibkan administrasi
publik. Probity audit
mengandung riiko integritas
dan independensi terhadap
pelaksanaannya karena
dibiayai oleh pihak auditi.
Beberapa auditor merasakan
manfaat yang lebih besar
dari pada risiko
independensi yang dihadapi,
oleh karenanya terlibat
dalam probity audit.
Sementara yang lain merasa
bahwa risiko tidak
independen lebih besar dari
pada manfaat, sehingga
merasa tidak siap untuk
melakukan probity audit.
4 Analisis perbedaan Hari Penelitian ini 1. Terdapat perbedaan
tingkat Primahadi menggunakan metode tingkat penyimpangan
penyimpangan dan Windy kuantitatif untuk pengadaan barang/jasa
Pengadaan Skandiasari menganalisis ada yang nyata pada instansi
Barang/Jasa Yudanti, tidaknya perbedaan yang menerapkan
Pemerintah pada (2015) tingkat probity audit dengan
Instansi yang penyimpangan instansi yang tidak
menerapkan dan pengadaan menerapkan probity
tidak menerapkan barang/jasa audit.
probity audit pemerintah setelah 2. Probity audit mampu
dibandingkan dengan menurunkan tingkat
instansi yang belum penyimpangan
menerapkan probity pengadaan barang/jasa
audit. pemerintah dengan
Untuk tingkat penyimpangan
efektifitas/peran tertinggi yaitu Kerugian
probity audit dalam Negara.
menurunkan tingkat 3. Efektifitas/peran probity
penyimpangan audit dalam
pengadaan menurunkan tingkat
barang/jasa penyimpangan
pemerintah dilakukan pengadaan barang/jasa
dengan metode pemerintahdipengaruhi
kualitatif dengan oleh sikap independen
membandingkan auditor yang
tingkat melaksanakan tugas
penyimpangan walaupun pembiayaan
pengadaan berasal dari instansi
barang/jasa auditor bekerja.
pemerintah sebelum
masa penerapan Keterbatasan:
probity audit dengan Penelitian ini mengandung
saat diterapkannya keterbatasan hanya terhadap
probity audit. satu instansi sehingga belum
dilakukan perbandingan
untuk mengetahui
mekanisme probity audit
yang paling tepat dan lebih
efektif dalam mencegah
penyimpangan pengadaan
barang/jasa pemerintah.
Saran: Perlu dilakukan
penelitian lebih lanjut
menguji tahapan pengadaan
barang/jasa mana yang
paling efektif dalam
mencegah/meminimalisir
penyimpangan pengadaan
barang/jasa.
5 Evaluasi Riana Penelitian yang 1. Pelaksanaan probity
pelaksanaan Mahfuroh digunakan adalah audit oleh Inspektorat
probity audit dalam 2016 penelitian kualitatif Kabupaten Rembang
mencegah dan belum dilaksanakan
mendetaksi secara optimal karena
kecurangan terbatasnya jumlah
pengadaan personel, waktu
barang/jasa (studi pelaksanaan, kurangnya
kasus di Inspektorat kompetensi auditordan
Kabupaten anggaran yang terbatas
Rembang) 2. Probity audit belum
dapat mencegah dan
mendeteksi kecurangan
pengadaan barang dan
jasa hal ini disebabkan
oleh terlambatnya
penunjukan dan
keterlibatan auditor
dalam proses pengadaan
barang/jasa. Kurangnya
mempertimbangkan
aspek kualitas dan
kuantitas hasil
pengadaan barang/jasa
dan lebih
mengedepankan pada
aspek administratif.
6 Analisis penerapan Hari Penelitian ini 1. Probity audit diperlukan
probity audit dalam Primahadi menggunakan metode dalam mengawal proses
proses pengadaan dan Nur Aini kualitatif dengan pengadaan barang/jasa
barang/jasa pada Utama objek pada pada Kementerian
Kementerian 2017 Kementerian PUPR, PUPR.
Pekerjaan Umum khususnya pada 2. Probity audit terbukti
dan Perumahan internal audit atau mampu memberikan
Rakyat. Inspektorat Jenderal keyakinan yang
(Itjen) memadai atas ketaatan
pada ketentuan dan
mampu mencegah
pelanggaran peraturan.
3. Probity audit yang
dilaksanakan oleh
kementerian PUPR
belum berjalan optimal
karena pelaksanaannya
belum sepenuhnya
sesuai Perka BPKP.
7 Analisis Dhika Maha Pendekatan kualitatif 1. Implementansi probity
implementasi Putri melalui metode studi audit oleh KAI sudah
probity audit dalam 2017 kasus. cukup mampu
pencegahan dan mencegah dan
pendeteksian fraud mendeteksi fraud
pengadaan barang pengadaan barang dan
dan jasa di jasa di Universitas
Universitas Gadjah Gajah Mada
Mada Keterbatasan penelitian:
1. Penelitian hanya
meneliti implementasi
probity audit yang ada
di UGM saja tanpa
membatasi penugasan
2. PPK yang menjadi
narasumber hanya 1
orang dan satu orang
lagi perwakilan dari
P2L
8 Analisis penerapan Muslikha Pendekatan kualitatif 1. Penerapan probity audit
probity audit Diawati dan yang dilakukan
pengadaan barang Ratna Inspektorat Kabupaten
dan jasa (studi Nurhayati Sleman sudah cukup
pada inspektorat (2017) baik tetapi belum
kabupaten Sleman) dilaksanakan optimal,
hal ini dikarenakan
pelaksanaan probity
audit dilakukan ketika
proses perencanaan
pengadaan barang/jasa
selesai dan proses
pengadaan barang dan
jasa sedang
berlangsung.
9 Analisis Muh. Syahru Pendekatan kualitatif 1. Pelaksanaan probity
pelaksanaan Ramadhan, audit oleh
probity audit dalam danJohan Inspektorat Provinsi
mencegah Arifin DKI Jakarta pada tahun
Kecurangan (2018) 2016 dapat mencegah
pengadaan barang terjadinya kecurangan
dan jasa di dalamPBJ.
inspektorat 2. Pelaksanaan probity
Provinsi DKI audit yang dilakukan
Jakarta oleh Inspektorat DKI
Jakarta belum optimal.
Haltersebut
dikarenakan
keterbatasan sumber
daya manusia,
keterbatasan
kompetensi
auditor,keterbatasan
waktu, dan dokumen
kurang lengkap.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan metode studi literatur, dimana
peneliti mengumpulkanteori yang mendasari pelaksanaan probity audit. Teori tersebut
diambil dari jurnal, peraturan perundang-undangan, pedoman, penelitian terdahulu
yang diperoleh peneliti dari internet, artikel, dan sumber lain yang relevan.

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Stewardship Theory
Davis, Schoorman, dan Donaldson (1991) mendefinisikan stewardship theory sebagai
situasi steward tidak mempunyai kepentingan pribadi tetapi lebih mementingkan
kepentingan principal. Kondisi tersebut didasari sikap melayani yang demikian besar
dibangun oleh steward.Sikap melayani merupakan sikap yang menggantikan
kepentingan pribadi dengan pelayananebagai landasan bagi kepemilikan dan
penggunaan kekuasaan. Selanjutnya Davis, Schoorman andDonaldson menyatakan
bahwa aspek penting dalam mencapai tujuan organisasi yaitu faktortingkah laku,
perilaku manusia, pola manusia, dan mekanisme psikologis (motivasi, identifikasidan
kekuasaan) dalam memimpin sebuah organisasi (Davis et al., 1991).

Berdasarkan teori diatas sejalan dengan karakteristik organisasi sektor publik


khususnya entitas pemerintahan seperti Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah
yang orientasinya adalah pelayanan. Pedoman probity audit disusun memiliki maksud
untuk memberikan panduan kepada Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP)
/Internal audit untuk melaksanakan probity audit dalam rangkameningkatkan
integritas pelayanan publik, melalui efektifitas hasilprobity auditatas proses
pengadaan barang/jasa yang berdasarkanpada peraturan dan prosedur pengadaan
barang/jasa pemerintah serta prinsip dan etika pengadaan barang/jasa. Hal ini
bertujuanuntuk (BPKP, 2019):
1. Memberikan panduan dan standar yang sama kepada seluruhAPIP dalam
melaksanakan penugasan Probity Audit atas PBJ.
2. Meningkatkan efisiensi dan efektivitas Probity Audit yangdilakukan oleh APIP
atas PBJ sesuai amanat PeraturanPerundang-undangan.
3. Membantu APIP untuk mewujudkan fungsinya dalam membantu meningkatkan
tata kelola, pengendalian dan manajemen risiko dalam PBJ
4. Membantu APIP untuk melaksanakan Probity Audit sebagaimekanisme
peringatan dini (early warning mechanism) danpencegahanfraud.
Salah satu tujuan pelaksanaan ProbityAudit sebagai mekanisme peringatan dini (early
warning mechanism) danpencegahan fraud telah dibuktikan melalui beberapa hasil
penelitian.
Adapun penelitian yang menghasilkan simpulan bahwa pelaksanaan probity audit
pengadaan barang dan jasa mampu mencegah fraud adalah sebagai berikut:
1. Chew dan Ryan (2001)
Hasil penelitian dari Chew dan Ryan yang berjudul “The Practice of Probity
Audits In One Australian Juridiction“bahwa pelaksanaan probity audit
pengadaan barang dan jasa yang dilaksanakan secara real time telah mampu
mempertahankan kepercayaan pada masyarakat terhadap proses pengadaan
barang/jasa yang kompetitif, persaingan sehat, transparan dan akuntabel.

2. Harry Prima Hadi dan Yudanti (2015)


Hasil penelitian Harry Prima Hadi dan Yudanti yang berjudul “Analisis
perbedaan tingkat penyimpangan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah pada
Instansi yang menerapkan dan tidak menerapkan probity audit” adalahterdapat
perbedaan tingkat penyimpangan pengadaan barang/jasa yang nyata pada instansi
yang menerapkan probity audit dengan instansi yang tidak menerapkan probity
audit dan probity audit mampu menurunkan tingkat penyimpangan pengadaan
barang/jasa.

3. Hari PrimaHadi dan Nur Aini Utama (2017)


Hasil penelitian Harry Prima Hadi dan Nur Aini Utami (2017) yang berjudul
“Analisis penerapan probity audit dalam proses pengadaan barang/jasa pada
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat”adalah probity audit
terbukti mampu memberikan keyakinan yang memadai atas ketaatan pada
ketentuan dan mampu mencegah pelanggaran peraturan.

4. Dhika Maha Putri (2017)


Hasil penelitian Dhika Maha Putri (2017) yang berjudul “Analisis implementasi
probity audit dalam pencegahan dan pendeteksian fraud pengadaan barang dan
jasa di Universitas Gadjah Mada” adalah implementansi probity audit oleh KAI
sudah cukup mampu mencegah dan mendeteksi fraud pengadaan barang dan jasa
di Universitas Gajah Mada.

5. Muh. Syahru Ramadhan, danJohan Arifin(2018)


Hasil penelitian Muh. Syahru Ramaadhan dan Johan Arifin (2018) yang berjudul
“Analisis pelaksanaan probity audit dalam mencegahkecurangan pengadaan
barang dan jasa di inspektorat Provinsi DKI Jakarta” adalah bahwa
Pelaksanaan probity audit oleh Inspektorat Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2016
dapat mencegah terjadinya kecurangan dalampengadaan barang dan jasa.
Namun dari beberapa penelitian yang ada juga terdapat penelitian yang
menyimpulkan bahwa pelaksanaan probity audit belum mampu mencegah terjadinya
fraud dalam pengadaan barang dan jasa. Adapun hasil-hasil penelitian tersebut antara
lain:
1. Riana Mahfuroh (2016)
Hasil penelitian Riana Mahfuroh (2016) yang berjudul “Evaluasi pelaksanaan
probity audit dalam mencegah dan mendetaksi kecurangan pengadaan
barang/jasa (studi kasus di Inspektorat Kabupaten Rembang)” adalah probity
audit belum dapat mencegah dan mendeteksi kecurangan pengadaan barang dan
jasa hal ini disebabkan oleh terlambatnya penunjukan dan keterlibatan auditor
dalam proses pengadaan barang/jasa. Kurangnya mempertimbangkan aspek
kualitas dan kuantitas hasil pengadaan barang/jasa dan lebih mengedepankan
pada aspek administratif.

2. Muslikha Diawati dan Ratna Nurhayati (2017)


Hasil penelitian Muslikha Diawati (2017) yang berjudul Analisis penerapan
probity audit pengadaan barang dan jasa (studi pada inspektorat kabupaten
Sleman adalah Penerapan probity audit yang dilakukan Inspektorat Kabupaten
Sleman sudah cukup baik tetapi belum dilaksanakan optimal, hal ini dikarenakan
pelaksanaan probity audit dilakukan ketika proses perencanaan pengadaan
barang/jasa selesai dan proses pengadaan barang dan jasa sedang berlangsung.
Berdasarkan penelitian-penelitian tentang penerapan probity audit pengadaan barang
dan jasa apakah dapat mencegah terjadinya fraud atas pelaksanaan pengadaan barang
dan jasa dapat diambil kesimpulan bahwa probity audit pengadaan barang dan jasa
dapat mencegah terjadinya tindakan fraud atas pelaksanaan pengadaan barang dan
jasa itu dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
1. Pelaksanaan probity audit pengadaan barang dan jasa seharusnya dilaksanakan
pada proses pengadaan tersebut sedang berlangsung, sehingga rekomendasi yang
dihasilkan dapat segera diterapkan atau mudah ditindaklanjuti dalam pada saat
proses tersebut berlangsung agar dapat mencegah terjadinya fraud atas
pelaksanaan pengadaan barang dan jasa.
2. Pemilihan kegiatan pengadaan barang dan jasa yang dilakukan sampel
pelaksanaan probity audit. Bahwa pemilihan sampel pelaksanaan probity audit
harus mempertimbangkan faktor risiko. Contoh faktor-faktor kriteria yang dapat
menentukan tinggi rendah nya risiko dalam pemilihan sampel probity audit
pengadaan barang dan jasa adalah nilai dari paket pekerjaan tersebut, paket
pekerjaan tersebut apakah termasuk prioritas nasional atau tidak, paket pekerjaan
tersebut terkait layanan terhadap publik atau tidak, mengapa hal ini dilakukan
karena paket-paket pekerjaan pengadaan barang dan jasa yang nilainya cukup
besar memiliki risiko tinggi terjadinya tindakan fraud yang akan berakibat
terjadinya Kerugian Negara.
Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, hasil penelitian menyatakan bahwa
kendala pelaksanaan probity audit adalah faktor kompetensi auditor. Adapun
penelitian-penelitian yang mengungkapkan bahwa faktor kompetensi auditor
mempengaruhi tercapainya tujuan pelaksanaan probity audit adalah:
1. Shead (2001)
Hasil penelitian Shead yang berjudul “Probity Auditing: Keeping the Bureucrats
Honest? adalah belum ada standar profesional yang mengatur probity audit (tidak
seperti kebanyakan jenis audit), maka penting bagi lembaga/instansi untuk
memiliki pemahaman yang jelas tentang manfaat dan keterbatasan probity audit,
serta ketrampilan dan pengalaman yang diperlukan dari auditor yang
melaksanakan probity audit.

2. Riana Mahfuroh (2016)


Hasil penelitian Riana Mahfuroh (2016) yang berjudul “Evaluasi pelaksanaan
probity audit dalam mencegah dan mendetaksi kecurangan pengadaan
barang/jasa (studi kasus di Inspektorat Kabupaten Rembang)” adalahPelaksanaan
probity audit oleh Inspektorat Kabupaten Rembang belum dilaksanakan secara
optimal karena terbatasnya jumlah personel, waktu pelaksanaan, kurangnya
kompetensi auditordan anggaran yang terbatas.

3. Muh. Syahru Ramadhan, dan Johan Arifin (2018)


Hasil penelitian Muh. Syahru Ramaadhan dan Johan Arifin (2018) yang berjudul
“Analisis pelaksanaan probity audit dalam mencegah kecurangan pengadaan
barang dan jasa di inspektorat Provinsi DKI Jakarta” adalahPelaksanaan probity
audit yang dilakukan oleh Inspektorat DKI Jakarta belum optimal. Haltersebut
dikarenakan keterbatasan sumber daya manusia, keterbatasan kompetensi
auditor,keterbatasan waktu, dan dokumen kurang lengkap.

Berdasarkan penelitian-penelitian kompetensi auditor dalam pelaksanaan probity audit


pengadaan barang dan jasa mempengaruhi hasil probity audit pengadaan barang dan
jasa khususnya mencegah terjadinya fraud. Kompetensi-kompetensi yang
disampaikan dalam beberapa penelitian lebih kepada kepemilikan sertifikat pengadaan
barang dan jasa, keterbatasan kemampuan terkait ilmu diluar audit seperti
konstruksi/IT yang dimiliki auditor serta pengalaman. Para peneliti belum meneliti
kompetensi dari sisi kemampuan auditor dalam mengidentifikasi titik kritis (red flag)
dalam setiap tahapan pengadaan barang dan jasa sebagai sumber-sumber terjadinya
fraud pengadaan barang dan jasa yang akan berakibat terjadinya Kerugian Negara.
Terkait independensi auditor dalam pelaksanaan probity audit masih ditemukan gap
penelitian. Adapun beberapa penelitian tentang faktor independensi probity auditor
dengan hasil-hasilnya adalah sebagai berikut:
1. Chew dan Ryan (2002)
Hasil penelitian Chew dan Ryan yang berjudul Australian Auditor- General
Involvement in Probity Auditing Evidence and Implications adalah Pihak yang
melakukan probity audit menyatakan bahwa mereka memiliki kesempatan untuk
meningkatkan akuntabilitas dan menjadi kontributor yang kredibel untuk
menertibkan administrasi publik. Probity audit mengandung riiko integritas dan
independensi terhadap pelaksanaannya karena dibiayai oleh pihak auditi.
Beberapa auditor merasakan manfaat yang lebih besar dari pada risiko
independensi yang dihadapi, oleh karenanya terlibat dalam probity audit.
Sementara yang lain merasa bahwa risiko tidak independen lebih besar dari pada
manfaat, sehingga merasa tidak siap untuk melakukan probity audit.

2. Harry Prima Hadi dan Yudanti (2015)


Hasil penelitian Harry Prima Hadi dan Yudanti yang berjudul “Analisis
perbedaan tingkat penyimpangan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah pada
Instansi yang menerapkan dan tidak menerapkan probity audit” adalah
Efektifitas/peran probity audit dalam menurunkan tingkat penyimpangan
pengadaan barang/jasa pemerintah dipengaruhi oleh sikap independen auditor
yang melaksanakan tugas walaupun pembiayaan berasal dari instansi auditor
bekerja

Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu terkait independensi, bahwa seharusnya


seorang probity auditor tetap harus menjaga independensinya, walaupun pembiayaan
pelaksaan audit dilakukan oleh auditee. Karena Independensi merupakan faktor yang
sangat penting untuk memberikan jaminan kepada pihak-pihak yang berkepentingan
dalam rangka mendapatkan kepercayaan yang lebih besar mengenai apakah
persyaratan kejujuran (probity requirement) dari suatu pengadaan telah dipatuhi.
Dari penelitian – penelitian terdahulu disampaikan bahwa kendala pelaksanaan
probity audit adalah faktor kompetensi auditor, independensi auditor. Namun belum
ada yang melakukan penelitian apakah faktor independensi dan kompetensi sama-
sama memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pelaksanaan probity audit
pengadaan barang dan jasa. Padahal yang dapat kita pahami jika auditor itu tersebut
independen tapi dia tidak menguasai materi probity audit maka hasil audit akan tidak
dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Begitu juga jika auditor tersebut
menguasai materi yang dilakukan probity audit namun dia tidak independen maka
hasil audit tidak dapat memberikan keyakinan yang memadai.Penelitian- penelitian
terkait probity audit lebih banyak meneliti pengaruh pelaksanaan probity pengadaan
barang dan jasa terhadap pencegahan fraud pengadaan barang dan jasa, namun belum
ada yang melakukan penelitian terkait apakah pelaksanaan probity audit tersebut dapat
meminimalisir terjadinya Kerugian Negara sebagai akibat adanya penyimpangan
kegiatan pengadaan barang dan jasa.

SIMPULAN DAN SARAN


SIMPULAN
1. Pelaksanaan probity audit pengadaan barang dan jasa selain sebagai early
warning system atas terjadinya fraud pengadaan barang dan jasa namun dapat
meminimalisir atau mencegah terjadi nya Kerugian Negara dikarenakan sifat audit
yang real time.
2. Penerapan probity audit pengadaan barang dan jasa dapat mencegah terjadinya
fraud yang akan berakibat terjadinya Kerugian Negara atas pelaksanaan
pengadaan barang dan jasa dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut:
a. Pelaksanaan yang real time sesuai dengan tahapan pelaksanaan agar
rekomendasi yang dihasilkan lebih dapat segera diterapkan.
b. Pemilihan sampel proyek probity audit pengadaan barang dan jasa yang
berbasis risiko.
3. Kompetensi auditor dalam pelaksanaan probity audit diperlukan karena akan
mempengaruhi kualitas hasil audit.
4. Indepensi auditor dalam pelaksananprobity audit diperlukan karena berkaitan dari
tujuan audit yaitu memberikan keyakinan yang memadai atas suatu proses
pengadaan barang dan jasa.
SARAN
1. Independensi auditor internal seharusnya tetap dipertahankan atau bahkan
ditingkatkan walaupun pembiayaan atas pelaksanaan probity audit dibiayai oleh
auditee, karena itu dapat berakibat kualitas seorang auditor dalam pemberian Jasa
Assurance yaitu memberikan keyakinan yang memadai bahwa pelaksanaan
pengadaan barang dan jasa telah sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan
yang berlaku.
2. Kompetensi auditor terkait pengadaan barang atau jasa juga harus selalu
ditingkatkan melalui pelatihan, diskusi dsb agar auditor memiliki pengetahuan atas
materi yang di Probity audit selain itu agar auditor internal dapat mengidentifikasi
titik-titik kritis (red flag) dari masing-masing tahapan pengadaan barang dan jasa
dalam rangka mencegah terjadinya kecurangan atas kegiatan PBJ dan
meminimalisir risiko terjadinya Kerugian Negara.
DAFTAR PUSTAKA
UU No. 1 tahun 2004 tentang perbendaharaan Negara
Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi No. 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah
dengan UU No.20 tahun 2001.
Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2008 Tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah.
Peraturan Presiden No 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa.
Peraturan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)Nomor 3 Tahun 2019
tentang Pedoman Pengawasan Intern atas Pengadaan Barang dan Jasa.
Keputusan Badan Pemeriksa Keuangan Nomor 9/K/I-XIII.2/10/2009 tentang Petunjuk Teknis
Pemeriksaan atas Pengadaan Barang dan Jasa.
Keputusan Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia Nomor: KEP-005/AAIPI/
DPN/2014 tentang Pemberlakukan Kode Etik Auditor Intern Pemerintah Indonesia, Standar
Audit Intern Pemerintah Indonesia, dan Pedoman Telaah Sejawat Auditor Intern Pemerintah
Indonesia.
BPK. (2019).Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester 1 Tahun 2019. Jakarta.
Chew, Ng and Ryan, Christine, 2002. Australian Auditors-General Involvement in Probity
Auditing : Evidence and Implications. Managerial Auditing Journal Vol. 11.
Chew, Ng and Ryan, Christine, 2001. The Practice of Probity Auditsin One Australian
Jurisdiction. Managerial Auditing Journal, Vol.16 Iss: 2.
Diawati, M. (2017). Analisis Penerapan Probity Audit Pengadaan Barang dan Jasa (Studi
padaInspektorat Kabupaten Sleman). Universitas Gadjah Mada.
(Stewardship Theory and Agency Theory). Management, 19(2), 84–92. Gudono. (2012).
Teori Organisasi (2nd ed.). Yogyakarta: BPFE.
Heriyana, Akang, 2013. Probity Audit pengadaan barang/jasa sebagai salah satu solusi bagi
manajemen puncak pemerintahan dalam mengevaluasi keberhasilan pembangunan dan
terwujudnyagood goverment governance serta salah satu alternatif terbaik dalam
pencegahan korupsi. https://akangheriyana.wordpress. com/2013/05/31
KPK. (2019). Laporan Tahunan KPK 2018. Jakarta.
Mahfuroh, Riana (2016). Evaluasi Pelaksanaan Probity Audit dalam Mencegah dan
Mendeteksi Kecurangan Pengadaan Barang/Jasa (Studi Kasus di Inspektorat Kabupaten
Rembang). Universitas Gadjah Mada.
Nugroho, Priyono Dwi, 2013. Mengenal Probity Audit. http:// pusdiklatwas.
bpkp.go.id/file:///C:/Users/DELL/Downloads/Documents/mengenal%20probity%20audit_rev
_acc.pdf.
Primahadi, H., & Utami, N. A. (2017). Analisis Penerapan Probity Audit Dalam Proses
PengadaanBarang/Jasa Pada Kementerian Pekerjaan Umum Dan Perumahan Rakyat. Jurnal
Auditor,X(19), 1–13.
Primahadi, H., & Yudanti, W. S. (2015). Analisis Perbedaan Tingkat Penyimpangan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Pada Instansi yang Menerapkan dan Tidak Menerapkan
Probity Audit. Jurnal Auditor, VIII(16), 7–24.
Putri, D. M. (2017). Analisis Implementasi Probity Audit Dalam Pencegahan dan
Pendeteksian Fraud Pengadaan Barang dan Jasa di Universitas Gadjah Mada.
Shead, Bob, 2001. Probity Auditing : Keeping the Bureaucrats Honest?.National Council of
the Institute of Public Administration. Australia.
Syahru Ramadhan, Muhammad dan Jhon Arifin. (2018). Analisis Pelaksanaan Probity Audit
dalam MencegahKecurangan Pengadaan Barang dan Jasa di inspektorat Provinsi DKI
Jakarta. Universitas Islam Indonesia.
Transparency International, 2018 https://www.transparency.org/cpi2018#results
Walton, J. (2013). Probity Auditing Protocol : Securing value for money and the integrity of
public procurement processes.

Anda mungkin juga menyukai