ABSTRAKSI
Tujuan penelitian ini adalah ingin mengetahui apakah independensi dan kompetensi
internal auditor mempengaruhi pelaksanan probity audit pengadaan barang dan jasa,
mengingat bahwa kegiatan probity audit pengadaan barang dan jasa merupakan
upaya dalam rangka mencegah terjadinya Kerugian Negara. Penelitian ini
menggunakan studi literatur dimana peneliti mengumpulkan teori yang mendasari
pelaksanaan probity audit. Teori tersebut diambil dari jurnal, peraturan perundang-
undangan, pedoman, penelitian terdahulu yang diperoleh peneliti dari internet,
artikel, dan sumber lain yang relevan. Hasil penelitian ini adalah pelaksanaan probity
audit pengadaan barang dan jasa selain sebagai early warning system atas terjadinya
fraud pengadaan barang dan jasa namun juga dapat meminimalisir atau mencegah
terjadi-nya Kerugian Negara dikarenakan sifat audit yang real time dan pemilihan
sampel proyek probity audit pengadaan barang dan jasa yang berbasis
risiko.Kompetensi auditor dalam pelaksanaan probity audit diperlukan karena akan
mempengaruhi kualitas hasil audit.Independensi auditor dalam pelaksanan probity
audit diperlukan karena berkaitan dari tujuan audit yaitu memberikan keyakinan yang
memadai atas suatu proses pengadaan barang dan jasa.
Kata Kunci: Independensi, Kompetensi, Probity Audit, Pengadaan Barang dan Jasa,
Kerugian Negara.
PENDAHULUAN
Berdasarkan Laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan (IHP) BPK Semester I 2019
menunjukan bahwa permasalahan terkait ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan dapat mengakibatkan:
1. Kerugian Negara sebesar Rp2.474.747,14 (2,47 Trilyun)
2. Potensi Kerugian Negara sebesar Rp1.308.879,58 (1,31 Trilyun)
3. Kekurangan penerimaan sebesar Rp5.895.562,26 (5,90 Trilyun)
Berdasarkan IHP tersebut permasalahan ketidakpatuhan terhadap perundang-undangan
yang mengakibatkan Kerugian Negara didominasi oleh kegiatan pengadaan barang
dan jasa lebih dari 70%.
Pengadaan barang/jasa merupakan bagian dari kegiatan pengelolaan aset (manajemen
aset) yang dilakukan untuk menyediakan kebutuhan barang/jasa guna menunjang
kelancaran dan keberhasilan pelaksanaan tugas pemerintahan di tingkat pusat dan
daerah termasuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN)/Daerah, Badan Hukum Milik
Negara(BHMN) dengan menggunakan APBN dan APBD. Pelaksanaan pengadaan
barang/jasa rawan tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme yang menimbulkan
indikasi kerugian Negara secara signifikan. (BPK, 2009)
Korupsi di lingkungan pemerintahan di Indonesia didominasi kegiatan pengadaan
barang dan jasa, hal ini dikarenakan anggaran kegiatan pengadaan barang dan jasa
mendominasi pengeluaran belanja negara. Korupsi atas kegiatan pengadaan barang
dan jasa dapat mengakibatkan tujuan pelaksanaan pengadaan barang dan jasa pada
khususnya tidak tercapai, tujuan pemerintahan secara umum tidak tercapai, dan
Kerugian Negara.Korupsi di lingkungan pemerintahan di Indonesia sudah merambah
begitu luas dari elemen eksekutif, legislatif dan yudikatif. Praktik-praktik korupsi di
Indonesia meliputi penyalahgunaan wewenang, pemberian uang suap untuk
melancarkan suatu proyek, pungutan liar, pemberian uang atas dasar kolusi dan
nepotisme, serta penggunaan uang negara untuk kepentingan pribadi. Indeks persepsi
korupsi (IPK) di Indonesia untuk tahun 2018 yang dirilis oleh Transparency
International berada pada poin 38 dengan skala 0-100 atau naik 1 tingkat
dibandingkan tahun 2017. Pada tahun 2018 Indonesia berada pada posisi ke-89 dari
180 negara. Apabila dibandingkan dengan tahun 2017, Indonesia menempati urutan
ke-96 dengan nilai 37. Hanya 20 negara yang menunjukkan kemajuan signifikan
dalam upaya pemberantasan korupsi beberapa tahun terakhir ini, yaitu Denmark,
Selandia Baru, Finlandia, Singapura, Swedia, Swiss, Norwegia, Belanda, Kanada,
Luksemburg, Jerman, Inggris, Australia, Austria, Hong Kong, Islandia, Belgia,
Estonia, Irlandia, dan Jepang.
Negara-negara tersebut diatas bersih dari korupsi karena melakukan 4 (empat) hal
yaitu mengimplementasikan dan menerapkan sistem pengendalian intern pemerintah
(SPIP), melakukan pengawasan intern yang efektif, melakukan pengawasan
pengadaan barang/jasa sejak perencanaan sampai dengan pemanfaatan, dan
mendirikan KPK. Pada Negara-negara tersebut melakukan Probity Audit untuk negara
Australia dan Negara-negara Persemakmuran,serta Pre-Award Audit & Contract
Audit untuk negara Amerika dan negara-negara yang dipengaruhinya.(Heriyana, 2013)
Upaya untuk menjadikan proses pengadaan barang dan jasa yang dikelola dapat
dilaksanakan dengan baik, dan untuk mencegah terjadinya Kerugian Negara terus
diupayakan pemerintah, upaya-upaya tersebut antara lain:
1. Menerapkan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah melalui PP No.60 Tahun
2008.
2. Menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 16 Tahun 2018. Pada perpres
ini menekankan bahwa kegiatan pengadaan barang dan jasa agar menekankan
prinsip-prinsip efisien, efektif, transparan, terbuka, bersaing, adil dan akuntabel.
3. Pengawasan Pengadaan Barang dan Jasa sejak Perencanaan sampai dengan
Pemanfaatan.
Langkah-langkah tersebut dilakukan agar dalam pelaksanaan pengadaan barang /jasa
pemerintah dapat berlangsung secara transparan, terbuka, adil/tidak diskriminatif,
bersaing dan akuntabel sehingga terhindar dari korupsi dan mencegah terjadinya
Kerugian Negara.
Pemerintah dalam hal ini Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan telah
menerbitkan Peraturan BPKP No 3 Tahun 2019 tentang Pedoman Pengawasan Intern
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang pada Lampiran II dicantumkan tentang
Pedoman Probity Audit. Pedoman ini mengatur tentang penugasan-penugasan
pengawasan intern yang dilakukan oleh APIP atas pengadaan barang/jasa.
Probity audit dikeluarkan oleh pemerintah karena didasari dari banyaknya kasus fraud
yang berkaitan dengan pengadaan barang dan jasa yang akan berakibat salah satunya
adalah terjadinya kerugian negara. Penelitian yangdilakukan oleh Primahadi dan
Yudanti (2015), dan Putri (2017) membuktikan bahwa salah satu metode yang paling
efektif dalammencegah dan mendeteksi fraud yaitu probity audit.
Walaupun probity audit di Indonesia sudah diterapkan sejak Tahun 2012, akan tetapi
dalam kenyataannya penerapan probity audit pengadaan barang dan jasa belum
maksimal, sehinggadalam proses pengadaan barang dan jasa di pemerintah masih
banyak ditemukan fraud. Hal ini juga dibuktikan oleh penelitian yang dilakukan Chew
dan Ryan (2001), Mahfuroh (2016), M. Syahhru Ramadan (2018), menyatakan
bahwapelaksanaan probity audit belum dilaksanakan secara optimal. Hal tersebut
dikarenakanterbatasnya jumlah personel, waktu pelaksanaan, kurangnya kompetensi
auditor, dan anggaranyang terbatas.
TINJAUAN PUSTAKA
Independensi
Independensi adalah kebebasan dari kondisi yang mengancam aktivitas audit intern
untuk melaksanakan tanggung jawab audit intern secara objektif. Untuk mencapai
tingkat independensi yang diperlukan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab
audit intern secara efektif, pimpinan APIP memiliki akses langsung dan tak terbatas
kepada atasan pimpinan APIP. Ancaman terhadap independensi harus dikelola pada
tingkat individu auditor, penugasan audit intern, fungsional dan organisasi (Standar
Audit Intern Pemerintah Indonesia, 2014).
Kemandirian dan independensi probity auditor merupakan faktor yang sangat
penting untuk memberikan jaminan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dalam
rangka mendapatkan kepercayaan yang lebih besar mengenai apakah persyaratan
kejujuran (probity requirement) dari suatu pengadaan telah dipatuhi.(BPKP, 2019).
Kompetensi Auditor
Auditor harus memiliki pendidikan, pengetahuan, keahlian dan
keterampilan,pengalaman, serta kompetensi lain yang dibutuhkan untuk
melaksanakantanggung jawabnya. Pendidikan, pengetahuan, keahlian dan
keterampilan, pengalaman, serta kompetensi lain adalah bersifat kolektif yang
mengacu pada kemampuan profesional yang diperlukan auditor untuk secara efektif
melaksanakan tanggung jawab profesionalnya. (Standar Audit Intern Pemerintah
Indonesia, 2014)
Auditor
Auditor adalah jabatan yang mempunyai ruang lingkup, tugas, dan tanggung jawab
dan wewenang untuk melakukan pengawasan intern pada instansi pemerintah,
lembaga dan atau pihak lain yang didalamnya terdapat kepentingan Negara sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang diduduki oleh Pegawai Negeri Sipil
(PNS) dengan hak dan kewajiban yang diberikan secara penuh oleh pejabat yang
berwenang. (Standar Audit Intern Pemerintah Indonesia, 2014).
DefinisiProbity dan Probity Audit
Probity diartikan sebagai integritas (integrity), kebenaran (uprightness), dan kejujuran
(honesty). Konsep probity (probity concept) dalam perspektif yang lebih luas
merupakan sebagai suatu pola pikir (mindset), sikap (attitude) dan tindakan-tindakan
yang dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip probity dan berlandaskan nilai-nilai
kejujuran/probity (kejujuran, kebenaran dan integritas) untuk mencapai tujuan suatu
organisasi/entitas (BPKP, 2019).
Probity dapat juga diartikan sebagai ’good process’ yaitu proses pengadaan
barang/jasa dilakukan dengan prinsip dan etika pengadaan barang/jasa (Principles)
yang berlandaskan integritas,kebenaran, dan kejujuran (value) untuk memenuhi
ketentuan perundangan yang berlaku. Untuk bisa dirasakan manfaatnya, prinsip-
prinsip probity seharusnya diimplementasikan dalam setiap tahap proses pengadaan
barang/jasa. Probity juga perlu dituangkan dalam bentuk kebijakan probity dan
prosedur yang akan menjadi acuandalam pelaksanaan pengadaanbarang/jasa. Proses
probity, termasuk kebijakan dan prosedur, seharusnya menjadi proses yang
terintegrasi dengan proses pengadaan barang/jasa, dan menjadi salah satu piranti untuk
mengendalikan risiko dalam pengadaan barang/jasa. Oleh karena itu, probity dapat
juga diartikan sebagai sebuah pendekatan manajemen risiko untuk meyakinkan bahwa
prosedur-prosedur pengadaan barang/jasa dilakukan dengan berintegritas. (BPKP,
2019)
Menurut Queensland Government Chief Procrument Office (Deparment Of Public
Works)Probity Audit sebagai assurance yang diberikan oleh auditor probity untuk
melakukan pengawasan independen terhadap suatu proses pengadaan barang/jasa, dan
memberikan pendapat atau simpulan yang obyektif mengenai apakah proses
pengadaan barang/jasa telah sesuai dengan persyaratan kejujuran (probity
requirement), yakni telah mematuhi prosedur pengadaan barang/jasa sesuai ketentuan
yang berlaku, serta memenuhi prinsip-prinsip dan etika pengadaan barang/jasa.
Probity audit hanya memberikan keyakinan yang memadai terhadap probity
requirement, yaitu telah mematuhi prosedur, prinsip-prinsip dan etika pengadaan
barang/jasa berdasarkan ketentuan yang berlaku. Keyakinan yang diberikan sebatas
berdasarkan hasil audit atas data/dokumen/informasi yang diterima auditor. (BPKP,
2019)
Tujuan Probity Audit Pengadaan Barang/Jasa
Probity Audit bertujuan untuk meyakinkan bahwa pengadaan barang/jasa telah
dilaksanakan sesuai dengan probity requirement yaitu mentaati prosedur pengadaan
sesuai ketentuan, sesuai dengan prinsip-prinsip pengadaan barang/jasa (efisien, efektif,
terbuka dan bersaing, transparan, adil/tidak diskriminatif, dan akuntabel) serta sesuai
dengan etika pengadaan barang/jasa berdasarkan hasil audit atas
data/dokumen/informasi yang diterima auditor. Audit probity juga bertujuan untuk
memberikan rekomendasi/saran perbaikan atas proses pengadaan barang/jasa yang
sedang berlangsung terkait dengan isu-isu probity (BPKP, 2019).
Definisi Kerugian Negara
Menurut UU No. 1tahun 2004 tentang perbendaharaan Negara, pada pasal 1 ayat (2)
berbunyi : Kerugian Negara/Daerah adalah kekurangan uang, surat berharga, dan
barang yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat perbuatan melawan hukum
baik sengaja maupun lalai.
Menurut UU No. 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi, Kerugian Negara
menurutPasal 2 ayat (1) Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi No. 31 tahun 1999
sebagaimana telah diubah dengan UU No.20 tahun 2001 adalah : “ Setiap orang yang
secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain
atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara.
Salah satu upaya meningkatkan peran APIP dalam rangka pengawasan internal atas
pelaksanaan pengadaan barang/jasa untuk mencegah terjadinya Kerugian Negara,
adalah dengan melaksanakan audit selama proses pengadaan berlangsung (realtime).
Pelaksanaan pengadaan barang/jasa perlu di audit karena kegiatan ini rawan akan
terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme yang dapat mengindikasikan terjadinya
kerugian Negara. Metode pelaksanaan audit pengadaan barang/jasa pada saat proses
pengadaan berlangsung yang disebut dengan Probity Audit.
Ruang Lingkup Probity Audit Pengadaan Barang/Jasa
Probity Audit diterapkan selama proses pelaksanaan pengadaan barang/jasa (real time)
untuk memastikan bahwa seluruh ketentuan telah diikuti dengan benar, jujur dan
penuh integritas, sehingga dapat mencegah terjadinya penyimpangan dalam proses
pengadaan barang/jasa (early warning). Probity audit ini juga merupakan bagian dari
proses manajemen risiko dalam rangka mencapai tujuan pengadaan barang/jasa.
(BPKP, 2019)
Audit dapat dilakukan atas seluruh tahapan pengadaan barang/jasa, mulai dari proses
identifikasi kebutuhan sampai dengan penyerahan barang/jasa (sebelum pembayaran
100%) atau hanya tahapan terpilih dari suatu proses pengadaan barang/jasa. Untuk
tahapan terpilih, perlu dipastikan bahwa pelaksanaan tahapan sebelumnya telah sesuai
dengan peraturan dan ketentuan yang berlaku (BPKP, 2019)
Dampak Probity Audit Pengadaan Barang/Jasa
Dampak atau manfaat yang diharapkan dari proses pengadaan barang/jasa yang
memenuhi prinsip-prinsip Probity dan etika pengadaan barang/jasa yaitu
(BPKP,2019):
1. Menghindari konflik kepentingan dan permasalahan;
2. Menghindari praktik korupsi;
3. Meningkatkan integritas sektor publik melalui perubahan perilaku dan perubahan
organisasi;
4. Memberi keyakinan yang memadai kepada masyarakat bahwa penyelenggaraan
kegiatan sektor publik, khususnya pengadaan barang/jasa, telah dilakukan
melalui proses yang berintegritas dan dapat dipercaya sesuai ketentuan, efisien,
efektif, dan ekonomis;
5. Memberikan keyakinan secara objektif dan independen bahwa proses pengadaan
barang/jasa telah sesuai dengan prinsip dan etika pengadaan barang/jasa (probity
requirement);
6. Menghindari potensi adanya litigasi (permasalahan hukum); dan
7. Memberikan informasi untuk pengambilan keputusan/kebijakan terkait PBJ
pemerintah kedepannya.
Penelitian Terdahulu
Terdapat penelitian terdahulu terkait Probity Audit. Uraian lebih lanjut mengenai hasil
penelitian terdahulu disajikan pada tabel berikut:
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan metode studi literatur, dimana
peneliti mengumpulkanteori yang mendasari pelaksanaan probity audit. Teori tersebut
diambil dari jurnal, peraturan perundang-undangan, pedoman, penelitian terdahulu
yang diperoleh peneliti dari internet, artikel, dan sumber lain yang relevan.
Stewardship Theory
Davis, Schoorman, dan Donaldson (1991) mendefinisikan stewardship theory sebagai
situasi steward tidak mempunyai kepentingan pribadi tetapi lebih mementingkan
kepentingan principal. Kondisi tersebut didasari sikap melayani yang demikian besar
dibangun oleh steward.Sikap melayani merupakan sikap yang menggantikan
kepentingan pribadi dengan pelayananebagai landasan bagi kepemilikan dan
penggunaan kekuasaan. Selanjutnya Davis, Schoorman andDonaldson menyatakan
bahwa aspek penting dalam mencapai tujuan organisasi yaitu faktortingkah laku,
perilaku manusia, pola manusia, dan mekanisme psikologis (motivasi, identifikasidan
kekuasaan) dalam memimpin sebuah organisasi (Davis et al., 1991).