Anda di halaman 1dari 15

PROPOSAL

PENGARUH PROFESIONALISME AUDITOR, ETIKA PROFESI,


PENGALAMAN AUDITOR, PENGETAHUAN MENDETEKSI
KEKELIRUAN, DAN INDEPENDENSI TERHADAP
PERTIMBANGAN TINGKAT MATERIALITAS AUDITOR
( Studi Empiris Kantor Akuntan Publik Pekanbaru dan Padang)

OLEH

M. EFRI PANGESTU
NIM: 1802124624

PROGRAM STUDI S1 AKUNTANSI


JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2021
BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Proses pengauditan merupakan serangkaian kegiatan sistematis dan objektif

untuk memeriksa laporan keuangan klien yang dilakukan oleh seseorang atau tim

yang independen dan kompeten, dalam hal ini dilakukan oleh auditor. Tujuan audit

atas laporan keuangan adalah untuk menyatakan pendapat (opini) dari auditor atas

kewajaran suatu laporan keuangan dalam segala hal yang material, dan posisi

keuangan hasil usaha serta arus kas yang sesuai dengan prinsip akuntansi yang

berterima umum (Sulistia, 2013). Dalam melaksanakan tugasnya, seorang auditor

dituntut untuk bekerja tidak hanya mengedepankan kepentingan dari kliennya, tetapi

juga harus memperhatikan kepentingan dari pihak lain yang merupakan pengguna

atas hasil audit dari laporan keuangan perusahaan. Informasi yang dihasilkan dari

laporan keuangan yang telah diaudit tersebut diharapkan dapat menjadi dasar untuk

dapat mengambil keputusan. Oleh karena itu, peran auditor sangat berpengaruh dalam

menentukan masa depan perusahaan.

Audit atas laporan keuangan sangat dibutuhkan oleh perusahaan perseroan

terbatas yang bersifat terbuka (PT Terbuka), dikarenakan agar laporan keuangan yang

dibuat oleh manajemen perusahaan sesuai dengan standar yang berlaku dan dapat

dipercaya sebagai dasar pengambilan keputusan. Dalam hal ini stakeholder

perusahaan membutuhkan jasa audit internal seperti Satuan Pengawas Internal dan
jasa audit dari pihak ketiga yang independen yaitu auditor eksternal, yang berperan

untuk melaksanakan pengujian terhadap kewajaran laporan keuangan yang telah

dibuat oleh manajemen. Para pengguna laporan audit mengharapkan bahwa laporan

keuangan yang telah diaudit oleh auditor bebas dari salah saji material.

Para auditor baik dari pihak internal maupun pihak eksternal harus dapat

mengidentifikasi dan menguji informasi finansial, manajerial dan operasional yang

disajikan oleh suatu perusahaan. Para pengguna informasi dan laporan keuangan tentu

akan membutuhkan informasi yang relevan dan reliabel, sehingga mereka dapat

membuat keputusan yang sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Lebih tegas lagi,

dikatakan bahwa informasi mempunyai nilai apabila : menambah pengetahuan

pembuat keputusan tentang keputusannya di masa lalu, sekarang atau masa depan,

menambah keyakinan para pemakai mengenai probabilitas terealisasinya suatu

harapan dalam kondisi ketidakpastian, mengubah keputusan atau perilaku para

pemakai (Agus, 2014).

Seorang auditor harus memperhatikan segala hal yang material sebelum

mengemukakan pendapat audit karena pendapat yang disampaikan tersebut

merupakan representasi dari keadaan perusahaan klien. Meskipun pada kenyataannya

auditor tidak dapat menjamin secara mutlak (assurance) bahwa hasil audit tersebut

bersifat akurat yang dikarenakan auditor tidak dapat memeriksa transaksi yang

terjadi, telah dicatat, diringkas, digolongkan dan dikomplikasikan secara semestinya

kedalam laporan keuangan (Kirana, 2010).


Salah satu cara untuk meminimalisir kesalahan dalam menyatakan pendapat ,

seorang auditor harus mempertimbangkan tingkat materialitas dengan tepat. The

Financial Accounting Standard Board (FASB) menerbitkan pedoman dan issue yang

membahas tentang materialitas. Dalam issue tersebut dijelaskan bahwa tidak 3 ada

standar umum untuk materialitas yang dapat diformulasikan dalam rekening, semua

pertimbangan yang masuk kedalam kebijakan karena pengalaman auditor.

Pertimbangan auditor mengenai materialitas merupakan suatu pertimbangan

profesional dan dipengaruhi oleh persepsi auditor atas kebutuhan orang yang

memiliki pengetahuan memadai dan yang akan meletakkan kepercayaan pada laporan

keuangan. Pertimbangan terhadap mengenai materialitas yang digunakan oleh auditor

dihubungkan dengan keadaan sekitarnya dan mencakup pertimbangan kuantitatif dan

kualitatif. Sebagai akibat interaksi antara pertimbangan kuantitatif dan kualitatif

dalam mempertimbangkan materialitas, salah saji yang jumlahnya relatif kecil

ditemukan oleh auditor dapat berdampak material terhadap laporan keuangan.

Para auditor dalam membuat kebijakan mengenai tingkat materialitas harus

menentukan terlebih dahulu dalam mengenai batas nilai materilitas, hal ini

bermanfaat dalam menentukan apakah adanya salah saji material atau tidak. Semakin

kecil tingkat materialitas suatu laporan keuangan yang ditetapkan oleh auditor, maka

auditor harus mencari bukti lebih banyak agar auditor memperoleh keyakinan atas

audit yang dilakukan.


Terdapat kasus temuan BPK pada tahun 2016 sebesar Rp 550 Milliar terkait

dana honorarium tenaga kerja profesional atau pendamping desa yang belum

direalisasikan Kemendes PDTT pada 2015 dan 2016. Wakil Ketua BPK, Bahrullah

Akbar, membenarkan adanya temuan tersebut. Namun menurut dia, temuan BPK itu

tidak mempengaruhi pemberian opini WTP kepada Kemendes. Menurut Bahrullah,

temuan laporan keuangan Kemendes pada 2016 masih di bawah 5 persen sehingga

masih ditolerir dan dikatakan materialitas apabila diatas 5 persen. Bahrullah

menuturkan, penilaian opini WTP hanya dihitung berdasarkan laporan keuangan

selama setahun ke belakang dalam dua semester. Itu berarti, laporan keuangan

Kemendes tahun 2015 tidak dihitung di penilaian opini 2017. Sehingga, Baharullah

meyakini, opini WTP yang didapat Kemendes pada 2017 hanya dihitung per tahun

2016. Sedangkan temuan lebih dari Rp 500 miliar tersebut, kata dia, tidak termasuk

dalam hal-hal yang mempengaruhi opini (dilansir melalui www.kumparan.com).

Dari kasus ini dapat dikatakan bahwa materialitas adalah suatu hal penting

untuk diperhatikan. Kasus-kasus kecurangan (fraud) tersebut tentu mengakibatkan

kerugian bagi perusahaan dan pihak-pihak yang terkait didalamnya. Jumlah kerugian

yang diakibatkan oleh kasus kecurangan tersebut tentunya tidaklah sedikit. Oleh

karena itu, seorang akuntan publik yang dipercaya untuk memeriksa laporan

keuangan suatu perusahaan diharapkan dapat bekerja seprofesional mungkin supaya

terhindar dari kecurangan dalam memberikan penilian. Sesuatu dapat dikatakan

material apabila berpengaruh dalam pengambilan keputusan.


Faktor pertama dalam penelitian ini adalah profesionalisme. Menurut Standar

Profesional Akuntan Publik (SPAP) PSA No.04 dalam SA 230, Standar Umum

ketiga menyatakan bahwa dalam pelaksaan audit dan penyusunan laporannya, auditor

wajib menggunakan kemahiran profesioalnya dengan melaksanakan audit, memiliki

pemahaman yang baik terhadap kode etik dan pengetahuan yang memadai. Menurut

Arens et al (2014), profesionalisme adalah tanggung jawab individu untuk

berperilaku yang lebih baik dari sekedar mematuhi undang-undang dan peraturan

masyarakat yang ada. Gambaran tentang Profesionalisme seorang auditor menurut

Hall (1968) dalam Herawatidan Susanto, (2009) tercermin dalam lima hal yaitu:

pengabdian pada profesi, kewajiban sosial, kemandirian, kepercayaan terhadap

peraturan profesi dan hubungan dengan rekan seprofesi. Dengan profesionalisme

yang tinggi, kebebasan auditor akan terjamin.

Seorang auditor yang professional memiliki keyakinan terhadap profesi dan

hubungan baik dengan sesame profesi, sehingga mengharuskan audior untuk bekerja

sesuai standar. Maka dari itu akan mendukung auditor dalam merencanakan tingkat

materialitas karena dapat menyadari bahwa pengatahuan yang dimiliki auditor dapat

membantu untuk mempertibangkan tingkat materialitas dengna tepat sehingga

hasilnya adalah opini audit yang tepat dan ketepatan dalam pengambilan keputusan

oleh pengguna laporan keuangan. Penelitian yang dilakukan oleh Nilasari (2015)

menyatakan bahwa profesionalisme auditor berpengaruh dominan terhadap

pertimbangan tingkat materialitas.


Faktor kedua Etika Profesi. Seorang auditor harus memegang teguh etika

profesi yang telah ditentukan IAI agar tidak terjadinya persaingan yang tidak sehat.

Isu tentang etika akuntan di Indonesia menjadi sebuah hal yang menarik, hal ini

seiring dengan terjadinya beberapa pelanggaran etika yang dilakukan oleh akuntan

(Mayasari, 2011) dalam (Nilasari, 2015).

Sebagai akuntan publik, auditor harus bekerja sesuai kode etik profesi akuntan

yaitu dengan menerapkan prinsip kehati-hatian setiap saat bekerja, tidak

membocorkan rahasia klien pada para pesaing, mengambil keputusan terhadap

pemeriksaan laporan keuangan secara obyektif, dan melakukan tahap-tahap

pemeriksaan laporan keuangan sesuai standar teknis yang telah ditetapkan. Hal

tersebut dapat memberi pengaruh kepada auditor dalam menentukan tingkat

materialitas perusahaan karena auditor paham seberapa pentingnya tingkat

materialitas sehingga auditor harus menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan

yang telah ditetapkan organisasi profesi dan standar yang berlaku supaya menjadi

auditor yang beretika dan dapat mencapai ketepatan dalam opini audit dan

pengambilan keputusan oleh pengguna laporan keuangan. Penelitian yang dilakukan

oleh Sarwini et al (2014) menyatakan bahwa secara parsial etika profesi berpengaruh

positif dan signifikan terhadap pertimbangan tingkat materialitas dan Madali (2016)

menyatakan bahwa etika profesi berpengaruh terhadap pertimbangan tingkat

materialitas.
Faktor ketiga yaitu pengalaman. Pengalaman auditor termasuk juga kedalam

faktor penentu kinerja auditor. Dengan memiliki pengalaman yang cukup maka

auditor dapat memberi keputusan dalam laporan audit. Menurut Kusuma (2012)

pengalaman auditor adalah pengalaman yang dimiliki oleh auditor dari lamanya

bekerja dan banyaknya pekerjaan yang dijalankannya. Seorang auditor yang

berpengalaman akan memiliki cara pandang yang berbeda dalam menilai sebuah

informasi. Banyaknya pengalaman yang dimiliki auditor, maka pertimbangan tingkat

materialitas dalam laporan keuangan perusahaan akan semakin tepat karena auditor

telah banyak melakukan tugas pemeriksaan sehingga ketelitian dan kecermatannya

pun menjadi lebih baik dan mampu mengambil informasi yang relevan sebagai

pertimbangan dalam membuat keputusan. Selain itu, semakin banyaknya tugas yang

dihadapi juga membuat auditor memiliki kesempatan belajar dari kegagalan. Hal

tersebut tentu sangat berpengaruh saat auditor merencanakan tingkat materialitas

laporan keuangan karena seiring pengalaman bertingkat maka pengetahuan auditor

pun juga akan meningkat dan dalam mengaudit membutuhkan pengetahuan yang

memadai untuk meminimalisir kesalahan dalam menentukan tingkat materialitas

sehingga proses audit dapat berjalan dengan tepat dan menghasilkan opini audit serta

keputusan yang tepat bagi pengguna laporan keuangan. Penelitian Lestari (2015),

Nilasari (2015), dan Anggara (2017) menyatakan bahwa secara parsial pengalaman

auditor berpengaruh signifikan terhadap pertimbangan tingkat materialitas.


Faktor keempat adalah pengetahuan mendeteksi kekeliruan. Pengetahuan

dalam menemukan kekeliruan atau kesalahan dapat diperoleh akuntan publik melalui

bermacam-macam cara yakni misalnya dengan mengikuti berbagai pelatihan terkait

audit, hingga pengalaman kerja dalam melakukan pengauditan laporan keuangan

klien. Dengan adanya pengetahuan tersebut, maka akuntan publik dapat memberikan

hasil terbaik daripada mereka yang tidak mempunyai keahlian maupun kompetensi

yang cukup dalam bidangnya (Aprilla, 2017).

Penelitian yang dilakukan oleh (Aprilla, 2017) dan Utami (2017)

menunjukkan bahwa pengetahuan mendeteksi kekeliruan berpengaruh terhadap

pertimbangan tingkat materialitas. Artinya dalam perencanaan audit yang efektif

membutuhkan pengetahuan berbagai macam pola dalam mendeteksi kekeliruan yang

terdapat dalam laporan keuangan. Namun, penelitian ini tidak sejalan dengan

penelitian oleh SM, Bangun, & Tarigan (2017) menunjukkan bahwa pengetahuan

mendeteksi kekeliruan tidak berpengaruh terhadap pertimbangan tingkat materialitas.

Artinya semakin tinggi pengetahuan mendeteksi kekeliruan seorang akuntan publik

maka akan semakin buruk akuntan publik tersebut dalam mempertimbangkan tingkat

materialitas dalam perencanaan audit.

Faktor terakhir adalah independensi auditor. Menurut Arens et al

(2014),independensi dalam audit berarti cara pandang yang tidak memihak di dalam

pelaksanaan audit. Dari banyak kasus dari independsi ini maka hal tersebut membuat

kepercayaan publik terhadap profesi akuntan publik menjadi luntur. Auditor harus
dapat menjaga independensinya saat merencanakan strategi audit, memberikan

pendapat tanpa tekanan dari siapapun, dan melaporkan hasil auditnya sesuai dengan

hasil pemeriksaan, Auditor dengan memiliki independensi tinggi tidak akan

memandang lama hubungan pribadi dengan kliennya sehingga auditor akan berupaya

tetap bersifat independen saat melakukan audit. Selanjutnya auditor yang independen

harus bebas dari tekanan klien, yaitu dengan bersikap jujur meskipun harus

kehilangan klien dan berani melaporkan seluruh kesalahan klien. Selain itu, auditor

juga membutuhkan telaah dari rekan auditor dalam menilai prosedur audit yang telah

dilakukan supaya auditor dapat saling memberi masukan dan saran yang tepat. Sikap

independensi auditor yang tinggi dapat membantu auditor dalam melakukan

pertimbangan tingkat materialitas karena auditor memahami pentingnya materialitas

yang harus dipertimbangkan auditor yang independen harus menghindari adanya

kecurangan atau perbuatan yang seharusnya tidak dilakukan oleh pihak manajemen

atau klien kepada auditor, dan menentukan tingkat materialitas dengan tepat tanpa

tekanan dari siapapun agar tidak terdapat kesalahan dalam penetapan tingkat

materialitas dan dapat menghasilkan opini audit dan keputusan yang tepat bagi

pengguna laporan keuangan. Penelitian Syaravina (2015) menyatakan bahwa

independensi auditor memiliki pengaruh positif terhadap pertimbangan tingkat

materialitas.

Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian yang di lakukan oleh

(Sitio, 2018) yang berjudul pengaruh profesonalisme auditor, etika profesi, dan
pengalaman auditor terhadap pertimbangan tingkat materialitas. Yang menjadi

perbedaan penelitian kali ini dari penelitian sebelumnya yaitu penambahan variabel

pengetahuan mendeteksi kekeliruan yang mengacu pada penelitian (Anshari &

Nugrahanti, 2017) yang dimana pada saran pada penelitiannya menyarankan variabel

tersebut dan hasil nya masih belum konsisten. Peneliti juga menambah variabel

independensi yang mengacu pada penelitia yang dilakukan oleh (Ariska et.al, 2020)

yang dimana juga pada saran penelitian nya menyarankan variabel independensi dan

hasilnya masih belum konsisten.

Berdasarkan penjelasan diatas. Maka dari itu peneliti akan melakukan penelitian

dengan judul: “PENGARUH PROFESIONALISME AUDITOR, ETIKA

PROFESI, PENGALAMAN AUDITOR, PENGETAHUAN MENDETEKSI

KEKELIRUAN, DAN INDEPENDENSI TERHADAP PERTIMBANGAN

TINGKAT MATERIALITAS AUDITOR ( Studi Empiris Kantor Akuntan Publik

Pekanbaru dan Padang)”

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang ditas makan rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Apakah Profesionalisme Auditor memiliki pengaruh terhadap

Pertimbangan Tingkat Materialitas Auditor?


2. Apakah Etika Profesi memiliki pengaruh terhadap Pertimbangan

Tingkat Materialitas Auditor?

3. Apakah Pengalaman Auditor memiliki pengaruh terhadap

Pertimbangan Tingkat Materialitas Auditor?

4. Apakah Pengetahuan Mendeteksi Kekeliruan memiliki pengaruh

terhadap Pertimbangan Tingkat Materialitas Auditor?

5. Apakah Independensi memiliki pengaruh terhadap Pertimbangan

Tingkat Materialitas Auditor?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian dalam penelitian

ini sebagai berikut:

1. Untuk menguji dan menganalisi pengaruh profesionalisme auditor

terhadap pertimbangan tingkat materialitas auditor

2. Untuk menguji dan menganalisi pengaruh Etika Profesi terhadap

pertimbangan tingkat materialitas auditor

3. Untuk menguji dan menganalisi pengaruh Pengalaman Auditor

terhadap pertimbangan tingkat materialitas auditor

4. Untuk menguji dan menganalisi pengaruh Pengetahuan Mendeteksi

Kekeliruan terhadap pertimbangan tingkat materialitas auditor

5. Untuk menguji dan menganalisi pengaruh Independensi terhadap

pertimbangan tingkat materialitas auditor


1.4. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan auditor

dalam menentukan tingkat materialitas saat melakukan pemeriksaan

laporan keuangan yang dapat mempengaruhi kualitas informasi yang

diperlukan auditor dalam membuat keputusan

2. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan referensi atau

rujukan mengenai pengaruh professionalism auditor, etika profesi,

pengalaman auditor, pengetahuan mendeteksi kekeliruan, dan

independensi terhadap pertimbangan tingkat materialitas auditor

1.5. Sistematika Penelitian

Untuk memperoleh gambaran secara umum mengenai bagian-bagian yang dibahas

dalam penelitian ini, maka dapat diuraikan secara singkat isi masing-masing bab

dengan sistematika sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Dalam bab ini diuraikan tentang latar belakang masalah, rumusan dengan latar

belakang, rumusan, tujuan, manfaat penelitian, dan diakhiri dengan sistematika

penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab ini diuraikan tentang landasan teori, penelitian terdahulu, kerangka

pemikiran dan hipotesis.

BAB III METODE PENELITIAN

Dalam bab ini diuraikan tentang populasi dan sampel yang diteliti, pengertian

variabel penelitian yang telah di tentukan, jenis, dan sumber data, teknik

pengumpulan data, dan metode analisis yang digunakan untuk menguji hipotesis.

Anda mungkin juga menyukai