Anda di halaman 1dari 21

KERAGAAN DAN IDENTIFIKASI GENOTIP PADI SAWAH TOLERAN

TERHADAP CEKAMAN SALINITAS TINGGI

SKRIPSI

Oleh :

DEPI RAMDANI PRIYANSYAH

UNIVERSITAS WINAYA MUKTI


FAKULTAS PERTANIAN
TANJUNGSARI
2012
KERAGAAN DAN IDENTIFIKASI GENOTIP PADI SAWAH TOLERAN
TERHADAP CEKAMAN SALINITAS TINGGI

VARIABILITY AND IDENTIFICATION OF TOLERANT RICE GENOTYPES


TO HIGH SALINITY STRESS

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi genotip padi sawah yang


toleran terhadap cekaman salinitas tinggi, dan untuk mempelajari aspek agronomi
pada beberapa padi sawah yang toleran terhadap cekaman garam dengan konsentrasi
yang tinggi. Percobaan dilaksanakan di Laboratorium dan Rumah Kaca Balai
Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura, Bandung
dengan ketinggian tempat 600 m dpl. Adapun waktu penelitian dilaksanakan pada
bulan Oktober 2011 sampai dengan bulan Februari 2012. Percobaan ini menggunakan
metode penelitian eksperimen lingkungan homogen (Rumah Kaca) yang terdiri dari 2
set percobaan. Yang pertama, percobaan dalam kondisi normal yang hanya digenangi
air tawar dan yang kedua, percobaan dalam kondisi tercekam salinitas tinggi yang
digenangi oleh air garam dengan konsentrasi 4000 mg/liter. Percobaan ini
menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dan masing – masing set terdiri
dari 16 perlakuan dan diulang 2 kali. Variabel pengamatan utama meliputi tinggi
tanaman, umur berbunga, umur panen, bobot kering pupus, bobot kering akar, nisbah
pupus akar, jumlah malai per rumpun, jumlah gabah isi per rumpun, persentase gabah
hampa, bobot 1000 butir, hasil gabah per rumpun dan nilai STI (Strees Tolerance
Index). Hasil penelitian menunjukkan bahwa salinitas pada konsentasi yang tinggi
berpengaruh terhadap tinggi tanaman, umur berbunga, umur panen, bobot kering
pupus, bobot kering akar, jumlah malai per rumpun, jumlah gabah isi per rumpun,
persentase gabah hampa per rumpun, bobot 1000 butir dan hasil biji per rumpun. Dan
berdasarkan nilai Stress Tolerance Index (STI), dapat disimpulkan bahwa tidak ada
genotip yang menunjukkan kriteria toleran, yang ada hanya kriteria peka dan agak
peka. Genotip yang berkriteria peka adalah Inpari 1, Inpari 2, Inpari 3, Inpari 5, Inpari
6, Inpari 7, Inpari 8, Inpari 9, Inpari 11, Inpari 12, Inpari 13, Dendang, Siakraya, dan
Inpara 5 sedangkan genotip yang berkriteria agak peka adalah Inpari 4 dan Inpari 10.

ABSTRACT

This study aims to identify rice genotypes tolerant to high salinity stress, and
to study aspects of agronomy at some rice tolerant to salt stress with a high
concentrations. Experiments conducted in the Laboratory and Greenhouse Hall
Supervision and Certification of Seed Crops and Horticulture, Bandung with altitude
of 600 m asl. A study conducted in October 2011 to February 2012. This experiment
using the experimental research methods homogeneous environment (greenhouse)
consisting of 2 sets of experiments. The first experiments in normal conditions are
only flooded freshwater, and the second experiment under conditions of high salinity
gripped flooded by salt water with a concentration of 4000 mg/liter. This experiment
using a Randomized Block Design (RBD) and each set consists of 16 treatment and
repeated 2. The main observation variables plant height, days to flowering, harvest,
dry weight vanished, root dry weight, root dashed ratio, number of panicles per hill,
number of filled grain per hill, percentage of empty grain, 1000 grain weight, grain
yield per hill and values STI (strees Tolerance Index). The results showed that the
salinity at high concentrations affect plant height, days to flowering, harvest, dry
weight vanished, root dry weight, number of panicles/clump, number of filled
grain/clump, the percentage of empty grain/clump, 1000 grain weight and yield
seeds/clump. And based on the value of Stress Tolerance Index (STI), it can be
concluded that there is no criteria tolerant genotypes showed, there is only sensitive
and less sensitive criteria. The air-sensitive genotypes criteria is Inpari 1, Inpari 2,
Inpari 3, Inpari 5, Inpari 6, Inpari 7, Inpari 8, Inpari 9, Inpari 11, Inpari 12, Inpari 13,
Dendang, Siakraya, and Inpara 5 whereas genotypes that had less sensitive criteria are
Inpari 4 and Inpari 10.

I. PENDAHULUAN Pengembangan Pertanian (2008), lahan


salin yaitu lahan yang mendapat intrusi
1.1 Latar Belakang air laut sehingga mengandung garam
Pangan merupakan kebutuhan dengan konsentrasi yang tinggi, terutama
utama untuk kelangsungan hidup setiap pada musim kemarau luasannya sekitar 2
umat manusia. Padi merupakan tanaman %.
pangan yang dominan dikonsumsi oleh Pada lahan-lahan pantai sering
penduduk Indonesia namun ketersediaan memunculkan tanah-tanah salin sebagai
padi masih tergolong rendah untuk akumulasi garam akibat kekeringan pada
mencukupi kebutuhan penduduk musim kemarau (Sumarsono, S. Anwar,
Indonesia. Menurut Badan Pusat Statistik S. Budianto dan D. W. Widjayanto,
(2010) produksi padi tahun 2010 sebesar 2006). Dari luas lahan di Indonesia,
64.398.890 ton Gabah Kering Panen sekitar 39,4 juta ha (24,4 %) berupa lahan
(GKP) dengan luas panen 12.883.576 ha rawa pasang surut (Maiyunir Jamal,
(Badan Pusat Statistik, 2010). 2008), yang salah satu karakternya
Meskipun areal pertanian sangat merupakan lahan salin. Gejala salinitas
luas namun tidak seluruh wilayah terhadap pertumbuhan tanaman pada
Indonesia dapat ditanami oleh tanaman tanah dengan tingkat salinitas yang cukup
pangan terutama padi. Tanah di wilayah tinggi akan mengakibatkan pertumbuhan
Indonesia sangat beragam dengan yang tidak normal seperti daun
karakter tanah yang berbeda-beda di mengering di bagian ujung dan gejala
setiap wilayah, misalnya tanah masam, khlorosis. Gejala ini timbul karena
tanah salin, tanah andosol dan lainnya. konsentrasi garam terlarut yang tinggi
Ketersediaan lahan yang terbatas untuk menyebabkan menurunnya potensial
penanaman padi mengakibatkan jumlah larutan tanah sehingga tanaman
produksi padi tidak dapat mengimbangi kekurangan air.
jumlah penduduk yang terus meningkat. Mengingat semakin meluasnya
Salah satu cara untuk lahan pasang surut di Indonesia maka
meningkatkan produksi padi adalah diperlukan upaya-upaya untuk
pemanfaatan lahan marginal seperti tanah meningkatkan produksi padi yang toleran
salin terutama di wilayah pesisir pantai akan cekaman terutama cekaman salinitas
yang kandungan garamnya tinggi. dari beberapa macam genotip padi sawah.
Menurut Badan Penelitian dan Salah satu upaya yang dilakukan untuk
meningkatkan hasil padi per satuan luas 1.3 Tujuan Penelitian dan Kegunaan
dapat ditempuh dengan perakitan kultivar Penelitian
padi yang berpotensi hasil tinggi Penelitian ini bertujuan untuk
didukung oleh karakteristik low input, mempelajari keragaan varietas padi
tahan terhadap cekaman biotik maupun sawah pada kondisi cekaman salinitas
abiotik, dan berkualitas baik. Dengan tinggi, dan untuk mengidentifikasi
demikian ada peluang memperoleh varietas padi sawah yang toleran terhadap
tanaman yang toleran atau adaptif pada cekaman salinitas tinggi.
kondisi lahan tercekam melalui upaya Kegunaan penelitian diharapkan
memanipulasi gen yang dapat memperkaya khasanah keilmuan
mengendalikannya (Ai Komariah, H., dalam bidang pertanian, khususnya
2011). Keberhasilan upaya tersebut bidang Agroteknologi terkait informasi
sangat tergantung pada variabilitas tentang keragaan varietas padi pada
genetik karakter – karakter yang dapat salinitas tinggi dan adanya varietas yang
diwariskan (Fehr W.R., 1987) dan toleran terhadap salinitas tinggi. Selain
kemampuan untuk memilih genotip itu, hasil penelitian diharapkan dapat
unggul dari suatu karakter. menjadi informasi yang bermanfaat bagi
Sementara itu genotip padi sawah dinas dan instansi terkait dalam upaya
yang unggul untuk suatu daerah belum meningkatkan produksi padi dengan
tentu menunjukan keunggulan yang sama melalui pemanfaatan varietas padi sawah
di daerah lain, karena faktor perbedaan yang unggul untuk kondisi lahan yang
jenis lahan, iklim, topografi, waktu tanam tercekam salinitas tinggi.
dan cara tanam, maka untuk mengetahui
keunggulan dan adaptasi yang luas 1.4 Kerangka Pemikiran
terhadap lingkungan, serta mendapatkan Padi merupakan sumber makanan
genotip padi sawah yang pokok masyarakat Indonesia bahkan
produktivitasnya tinggi terutama di lahan setengah penduduk di belahan dunia, oleh
salinitas sebagai bahan rekomendasi karena itu keberadaan dan
pelepasan varietas spesifik lokasi, perlu ketersediaannya harus tetap terjaga.
dilakukan penelitian Keragaan dan Menurunnya jumlah areal tanam padi dan
Identifikasi Varietas Padi Sawah yang kesuburan tanah merupakan salah satu
Toleran Terhadap Cekaman Salinitas aspek yang perlu diperhatikan dalam
Tinggi. rangka mencapai ketersediaan pangan
yang berkelanjutan.
1.2 Identifikasi Masalah Indonesia diperkirakan memiliki 4-
Berdasarkan latar belakang yang 43 juta ha lahan bermasalah dan 13.2 juta
telah dikemukakan di atas maka dapat ha dari lahan itu terpengaruh salinitas.
diidentifikasi masalah sebagai berikut : Lahan-lahan itu pada umumnya lahan
1. Apakah enam belas genotip padi pantai, muara sungai, dan delta yang
sawah yang diteliti akan menunjukkan dipengaruhi oleh intrusi air laut
pertumbuhan dan hasil yang berbeda- (Departemen Pekerjaan Umum, 1997).
beda pada tanah kondisi salinitas Menurut Boyko dalam Yahya dan Adib
tinggi. (1992) salah satu masalah yang dihadapi
2. Apakah terdapat genotip padi sawah dalam membangun pertanian di dataran
yang toleran terhadap cekaman rendah adalah salinitas tanah, yaitu
salinitas tinggi. keadaan di mana terjadi akumulasi
garam-garam terlarut dalam tanah.
Utama, dkk. (2009) menambahkan
peningkatan produksi padi ke depan akan masing genotip maka diperlukan suatu
banyak menghadapi tantangan yang pengujian terhadap beberapa genotip padi
semakin kompleks, berkaitan dengan sawah, adapun varietas – varietas yang
cekaman unsur hara dan iklim. diuji dalam penelitian yaitu Inpari 1,
Permasalahan yang tidak kalah penting Inpari 2, Inpari 3, Inpari 4, Inpari 5,
adalah kurangnya varietas yang toleran Inpari 6, Inpari 7, Inpari 8, Inpari 9,
terhadap cekaman lingkungan, terutama Inpari 10, Inpari 11, Inpari 12, Inpari 1,
cekaman kadar garam (salin). Faktor Siak Raya, Dendang dan Inpara 5.
ketidaksuburan lahan perlu diatasi Enam belas genotip padi sawah
dengan menciptakan varietas yang yang diuji memiliki latar belakang
toleran terhadap salinitas serta genetik dan pemuliaan yang berbeda
mendapatkan alternatif teknologi metode karena merupakan hasil persilangan dari
pengujian toleransi padi yang cepat, tepat tetua dengan genotip berbeda.
dan mudah sebelum dilakukan Berdasarkan latar belakang yang berbeda
penanaman ke lapang. Menurut Utama, maka respon terhadap suatu lingkungan
dkk. (2009) secara agronomi, strategi akan berbeda, demikian juga dalam
untuk menanggulangi permasalahan pada tingkat toleransi terhadap salinitas tinggi
lahan marginal seperti kadar garam yang akan berbeda pula atau akan terdapat
tinggi adalah memanfaatkan tanaman genotip yang toleran.
yang toleran terhadap cekaman Salinitas didefinisikan sebagai
lingkungan. adanya garam terlarut dalam konsentrasi
Penggunaan varietas toleran yang berlebihan dalam larutan tanah.
merupakan cara paling efektif untuk Pengaruh utama salinitas adalah
memanfaatkan potensi lahan salin dalam berkurangnya pertumbuhan daun yang
upaya meningkatkan produksi padi langsung mengakibatkan berkurangnya
nasional. Luas lahan salin di Asia sekitar fotosintesis tanaman. Salinitas
21,5 juta ha, 12 juta ha diantaranya mengurangi pertumbuhan dan hasil
bersifat salin dan 9,5 juta ha bersifat tanaman pertanian penting dan pada
sodik/alkaline (Bhumbla dan Abrol, kondisi terburuk dapat menyebabkan
1978). Di Indonesia luas lahan salin terjadinya gagal panen.
bertipe gambut sekitar 0,44 juta ha Untuk budidaya padi pengujian
(Alihamsyah, dkk. 2002). Luas lahan varietas menunjukkan bahwa toleransi
salin bertambah terutama di daerah salinitas untuk tumbuh adalah 2000
pesisir pantai karena terjadinya mg/liter – 4000 mg/liter, bila lebih dari
perubahan iklim global dan naiknya 4000 mg/liter tanaman padi akan mati
permukaan air laut (Ismail, 2007). atau tumbuh merana karena keracunan
Setiap genotip padi sawah yang Natrium maupun Khlorida (Joedojono
digunakan dalam penelitian memiliki Wiroatmodjo, 1986). Pada penelitian lain
perbedaan karakter genotip, seperti tinggi M. Zulman Harja Utama, dkk. (2009),
tanaman, jumlah anakan, umur berbunga, pada perlakuan cekaman 4000 mg/liter
umur panen, jumlah anakan produktif per garam NaCl jumlah anakan varietas padi
rumpun, jumlah gabah isi dan hampa per diperoleh antara 5-15 tunas per rumpun.
rumpun, bobot 1000 biji, bobot kering Data ini membuktikan bahwa telah
akar, bobot kering pupus, nisbah pupus terjadi selisih jumlah anakan antara 4-15
akar, hasil panen gabah kering per hektar, tunas per rumpun.
dan nilai Stress Tolerance Index (STI). Secara agronomis hal tersebut
Untuk mengetahui karakter dan menunjukkan bahwa telah terjadi
toleran atau tidaknya pada masing- gangguan pertumbuhan terutama pada
genotip yang berkriteria peka akibat tanaman semusim, dan dalam sistematika
perlakuan NaCl yang tinggi. Sedangkan tumbuhan (taksonomi) menurut Aksi
menurut Anonim (2010), pada sebuah Agraris Kanisus (2000) tanaman padi
praktikum menunjukkan konsentrasi diklasifikasikan sebagai berikut :
NaCl mempengaruhi pertumbuhan
tanaman padi. Dapat dikatakan bahwa Divisio : Spermatophyta
pada padi yang diberi perlakuan 0 Sub divisio : Angiospermae
mg/liter, pertumbuhannya stabil. Hal ini Classis : Monocotyledoneae
bisa terjadi dikarenakan pada konsentrasi Ordo : Glumiflorae
0 mg/liter tanaman padi dapat beradaptasi Familia : Graminae
dengan baik, karena kandungan garam Sub familia : Oryzadiae/Poaceae
dalam tanah tidak ada. Salah satu upaya Genus : Oryza
untuk mengetahui tingkat toleransi pada Species : Oryza sativa L.
pertumbuhan dan hasil tanaman padi
terhadap pengaruh salinitas dapat Menurut Sumartono, Bahrin
diperoleh melalui program pemuliaan Samad, dan Haryono (1990), morfologi
tanaman. tanaman padi terdiri dari organ vegetatif
Tingkat toleransi terhadap cekaman dan organ generatif (reproduktif).
dapat ditentukan berdasarkan nilai Strees Bagian-bagian vegetatif meliputi akar,
Tolerance Index (STI). Strees Tolence batang dan daun sedangkan bagian
Index (STI) adalah perbandingan hasil generatif terdiri dari malai, gabah dan
suatu genotip pada kondisi tercekam bunga. Manurung dan Ismunadji (1988)
dengan rata-rata relatif pada kondisi menjelaskan bahwa dalam satu siklus
normal. Melalui nilai STI dapat diketahui (daur) hidupnya tanaman padi
genotip yang toleran terhadap cekaman memerlukan waktu 3-6 bulan, yang
salinitas tinggi. keseluruhannya terdiri dari dua stadia
pertumbuhan, yakni vegetatif dan
1.5 Hipotesis generatif. Stadia generatif selanjutnya
Berdasarkan kerangka pemikiran terdiri dari dua, yakni pra-berbunga dan
dapat dirumuskan hipotesis sebagai pasca berbunga.
berikut : Bentuk akar tanaman padi adalah
1. Enam belas genotip padi sawah yang akar serabut dan akar yang mula-mula
diteliti pada tanah kondisi salinitas muncul disebut akar seminal yang
tinggi memberikan pertumbuhan dan tumbuh sewaktu berkecambah (radicula)
hasil yang berbeda-beda. bersama akar-kar lain yang muncul dari
2. Terdapat genotip padi sawah yang janin dekat bagian buku (skutellum).
toleran terhadap cekaman salinitas Akar-akar seminal bersifat sementara dan
tinggi. akan diganti oleh akar adventif yang
tumbuh dari bagian buku paling bawah
II. TINJAUAN PUSTAKA pada batang.
Batang tanaman padi terdiri dari
2.1 Tinjauan Umum Tanaman Padi ruas-ruas yang dibatasi oleh buku. Pada
Sawah tanaman yang masih muda, batang padi
2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi terdiri dari pelepah-pelepah daun dan
Tanaman Padi Sawah ruas-ruas yang bertumpuk padat. Sejalan
Padi merupakan salah satu jenis dengan pertumbuhan tanaman, ruas-ruas
dari marga Oryza, termasuk ke dalam tersebut kemudian memanjang dan
suku Poaceae (Gramineae), golongan
berongga, terutama setelah tanaman Faktor air dalam fisiologi tanaman
memasuki stadia reproduktif. merupakan faktor utama yang sangat
Daun tanaman padi tumbuh pada penting karena tanpa air tanaman tidak
batang dalam susunan yang berselang- akan hidup. Air merupakan bagian dari
seling satu daun tiap-tiap buku. Tiap-tiap protoplasma (85-90 % dari berat
daun terdiri dari helai daun, pelepah keseluruhan bahagian hijau tumbuh-
daun, telinga daun (auricle) dan lidah tumbuhan (jaringan yang sedang tumbuh)
daun (ligule). Daun teratas pada tanaman adalah air. Selanjutnya dikatakan bahwa
padi disebut daun bendera yang posisi air merupakan reagen yang penting
dan ukurannya berbeda dari daun yang dalam proses-proses fotosintesa dan
lain. Jumlah daun pada tiap-tiap tanaman dalam proses-proses hidrolik.
tergantung pada kultivar, di daerah tropik Peran air yang sangat penting
biasanya antara 14 – 18 daun pada batang tersebut menimbulkan konsekuensi
utama (Soemartono, Bahrin Samad dan bahwa langsung atau tidak langsung
R. Hardjono, 1982). kekurangan air pada tanaman akan
Bunga tanaman padi secara mempengaruhi semua proses
keseluruhan disebut malai. Bagian metaboliknya sehingga dapat
terkecil dari bunga padi dinamakan menurunkan pertumbuhan tanaman
spikelet, terdiri dari tangkai, bakal buah, (Sinaga, 2008).
lemma, palea, putik dan benang sari serta
beberapa organ lainnya yang bersifat 2.1.3 Syarat Tumbuh
interior (Manurung dan Ismunadji, 1988). Tanaman padi agar tumbuh dengan
Tiap unit bunga pada malai terletak pada baik dan subur membutuhkan tanah yang
cabang-cabang bulir yang terdiri dari gembur, subur, pengairan yang cukup,
cabang primer dan sekunder (Siregar, unsur hara, bebas dari hama dan penyakit
1981). serta gulma. Selain itu perlu di dukung
Fase pemasakan dimulai dari stadia oleh iklim, suhu, curah hujan dan radiasi
antesis sampai masak panen, yang terdiri matahari yang sesuai dengan
dari masak susu dough (masak pertumbuhan. Tanaman padi
bertepung), menguning dan masak panen. menghendaki iklim tropik dan subtropik,
Periode pemasakan ini memerlukan tetapi masih dapat tumbuh baik di daerah
waktu kira-kira 30 hari dan ditandai berudara panas dan mengandung uap air
dengan penuaan daun. Menurut (lembab).
Manurung dan Ismunadji (1988) untuk Tanaman padi (Oryza sativa L.)
suatu kultivar berumur 120 hari di daerah membutuhkan curah hujan yang baik
tropik, maka fase vegetatif memerlukan rata-rata 200 mm bulan-1 atau lebih,
waktu sekitar 60 hari, fase reproduktif 30 dengan distribusi selama 4 bulan.
hari dan fase pemasakan 30 hari. Sedangkan curah hujan yang dikehendaki
per tahun sekitar 1500 mm-2000 mm.
2.1.2 Fisiologi Tanaman Padi Suhu Optimum tanaman padi (Oryza
Proses fisiologi tanaman khsusnya sativa L.) 200C-350C (Fagi dan Las,
padi dipengaruhi oleh faktor genetik, 1989). Tanaman padi dapat tumbuh
faktor lingkungan dan interaksi genetik dengan baik pada suhu 230 C. Daerah
dan lingkungan. Faktor lingkungan yang dengan ketinggian 0 m-650 m dpl dengan
sangat berpengaruh terhadap proses suhu 26,50C-22,50C cocok untuk
fisiologi tanaman adalah air, udara (O2 tanaman padi. Daerah antara 650 m-1500
dan CO2), sinar matahari dan unsur hara. m di atas permukaan laut dengan suhu
antara 22,50C-18,70C masih cocok untuk Salinitas tanah dapat diuji di
pertanaman padi. laboratorium dengan cara mengukur daya
Di Indonesia tanaman padi ditanam hantar listrik pada larutan yang telah
di dataran rendah sampai dataran tinggi diekstrak dari contoh tanah. Salinitas
dengan ketinggian 1.300 m dpl. Untuk sebanding dengan peningkatan nilai daya
dapat tumbuh dengan baik dan subur hantar listrik bila nilainya meningkat
tanaman padi menghendaki tanah yang maka salinitas tinggi.
gembur, subur, pengairan yang cukup,
unsur hara yang cukup, bebas hama dan 2.2.1 Pengaruh Salinitas Terhadap
penyakit serta gulma. Serta didukung Tanaman
oleh suhu, curah hujan dan radiasi sinar Larutan garam dengan dosis tinggi
matahari yang sesuai untuk dapat mengganggu pertumbuhan tanaman.
pertumbuhannya (Soemartono, 1977). Kelebihan NaCl atau garam lain dapat
mengancam tumbuhan karena
2.2 Salinitas Tanah menyebabkan penurunan potensial air
Secara umum salinitas larutan tanah, garam dapat menyebabkan
berhubungan dengan alkalinitas di area kekurangan air pada tumbuhan meskipun
dimana evaporasi lebih besar daripada tanah tersebut mengandung banyak sekali
presipitas. Akibatnya garam tidak tercuci air. Hal ini karena potensial air
dari tanah akan terakumulasi dengan lingkungan yang lebih negatif
jumlah atau tipe yang dapat merugikan dibandingkan dengan potensial air
pertumbuhan tanaman. Kealkalinan jaringan akar. Kedua, pada tanah
terjadi bila dijumpai kejenuhan basa yang bergaram, natrium dan ion-ion tertentu
tinggi sehingga pH tinggi yang lainnya dapat menjadi racun bagi
menyebabkan pertumbuhan tanaman tumbuhan jika konsentrasinya relatif
akan terganggu. tinggi.
Santoso (1993) menyatakan bahwa Suwarno (1985) menyatakan bahwa
lahan salin memiliki drainase yang jelek salinitas dapat menyebabkan kerusakan
dengan kecepatan evaporasi yang tinggi daun, memperpendek tanaman,
serta naiknya level air tanah serta curah menurunkan jumlah anakan, bobot 1000
hujan yang kurang untuk melarutkan dan butir gabah, bobot kering akar, tajuk, dan
mencuci garam. Tanah-tanah salin total tanaman serta hasil gabah. Bintoro
dicirikan dengan permukaan yang tidak (1983) menambahkan bahwa daun dan
rata, ditutupi oleh butir-butir seperti akar lebih peka terhadap konsentrasi
bedak yang hanya beberapa cm tingginya. garam daripada bagian daun dan batang.
Tanah salin di Indonesia terdiri dari, FAO (2005) menyatakan bahwa
tanah salin yang memiliki kadar garam gejala awal munculnya kerusakan tanaman
netral larut dalam air dengan KTK oleh salinitas adalah ukuran daun yang
kurang dari 15 % yang ditempati oleh lebih kecil dan batang dengan jarak tangkai
natrium dan biasanya nilai pH kurang daun yang lebih pendek. Jika
dari 8.5; tanah salin-sodik, memiliki permasalahannya menjadi lebih parah,
banyak garam netral larut dalam air dan daun akan menjadi kuning (klorosis) dan
cukup natrium dengan KTK lebih dari tepi daun mati mengering terkena
15% dan nilai pH lebih dari 8.5; tanah “burning” (terbakar, menjadi kecoklatan).
sodik, tidak mengandung garam netral Sulaiman (1980) menambahkan bahwa
dengan nilai pH tinggi yang disebabkan daun-daun dan batang berubah warna
oleh hidrolisis natrium karbonat yaitu pH menjadi kekuningan dengan cepat dan
lebih dari 10 (Soepardi, 1983). pemberian larutan garam 4000 mg/liter
NaCl per pot merupakan indikator yang dengan pengakumulasian ion-ion dan
baik untuk menilai toleransi tanaman sintetis solute-solute organik di dalam
terhadap kadar garam tinggi (salinitas), sel. Dua cara ini dapat bekerja secara
dinilai secara visual, bobot kering bagian bersamaan walaupun mekanisme yang
atas dan akar maupun persentase daun lebih dominan dapat beragam diantara
nekrosis atau mati. berbagai spesies tanaman (Maas dan
Nieman dalam Basri, H., 1991).
2.2.2 Mekanisme Toleransi Tanaman Osmoregulasi pada kebanyakan
terhadap Salinitas tanaman melibatkan sintetis dan
1) Mekanisme Morfologi akumulasi solute organik yang cukup
Bentuk adaptasi morfologi dan untuk menurunkan potensial osmotik
anatomi yang dapat diturunkan dan unik sel dan meningkatkan tekanan turgor
dapat ditemukan pada halofita yang yang diperlukan bagi pertumbuhan.
mengalami evolusi melalui seleksi alami Senyawa-senyawa organik berbobot
pada kawasan pantai dan rawa-rawa asin. molekul rendah yang sepadan dengan
Salinitas menyebabkan perubahan aktivitas metabolik dalam sitoplasma
struktur yang memperbaiki seperti asam-asam organik, asam-
keseimbangan air tanaman sehingga asam amino dan senyawa gula
potensial air dalam tanaman dapat nampaknya disintesis sebagai respon
mempertahankan turgor dan seluruh langsung terhadap menurunnya
proses biokimia untuk pertumbuhan dan potensial air eksternal. Senyawa-
aktivitas yang normal. senyawa tersebut juga melindungi
Perubahan struktur mencakup enzim-enzim terhadap penghambatan
ukuran daun yang lebih kecil, stomata atau penonaktipan pada aktivitas air
yang lebih kecil per satuan luas daun, internal yang rendah.
peningkatan sukulensi, penebalan b. Kompartementasi dan Sekresi
kutikula dan lapisan lilin pada permukaan Garam
daun, serta lignifikansi akar yang lebih Proses – proses metabolisme dari
awal (Harjadi dan Yahya, 1988). Ukuran halofita biasanya dapat toleran
daun yang lebih kecil sangat penting terhadap garam. Kemampuan
untuk mempertahankan turgor. mengatur konsentrasi garam dalam
Sedangkan lignifikansi akar diperlukan sitoplasma melalui transpor membran
untuk penyesuaian osmosis yang sangat dan kompartementasi merupakan
penting untuk memelihara turgor yang aspek terpenting bagi toleransi garam.
diperlukan untuk pertumbuhan tanaman Kondisi in vivo menjaga enzim
dan aktivitas normal. Respon perubahan terhadap penonaktipan oleh garam
struktural dapat beragam pada berbagai dengan memompakan garam ke luar
jenis tanaman dan tipe salinitas. dari sitoplasma. Garam disimpan
2) Mekanisme Fisiologi dalam vakuola, diakumulasi dalam
a. Osmoregulasi (pengaturan potensial organel-organel atau diekskresi ke luar
osmosis) tanaman. Banyak halofita dan
Tanaman yang toleran terhadap beberapa glikofita telah
salinitas dapat melakukan penyesuaian mengembangkan struktur yang disebut
dengan menurunkan potensial osmosis gland garam dari daun dan batang.
tanpa kehilangan turgor. Laju Dengan mendesak ion-ion beracun
penyesuaian ini relatip tergantung dalam visicle untuk keperluan
pada spesies tanaman. Penyesuaian penyesuaian osmotik tanpa
dilakukan dengan penyerapan ataupun menghambat metabolisme, sel
tanaman menjadi dapat toleran Inpari 7, Inpari 8, Inpari 9, Inpari 10,
terhadap jumlah garam yang lebih Inpari 11, Inpari 12, Inpari 13, Siak Raya,
besar. Dendang dan Inpara 5 (Deskripsi
c. Integritas Membran tanaman tercantum pada Lampiran 1).
Sistem membran semi permeable yang Bahan lainnya adalah tanah, garam,
membungkus sel, organel dan pupuk Urea (45% N), pupuk SP-36 (36%
kompartemen – kompartemen adalah P2O5), pupuk KCl (60% K2O), pupuk cair
struktur yang paling penting untuk dan bahan – bahan lain yang mendukung
mengatur kadar ion sel. Lapisan penelitian ini.
terluar membran sel atau Alat-alat yang digunakan adalah
plasmalemma memisahkan sitoplasma timbangan elektrik, timbangan digital,
dan komponen – komponen gelas ukur, sendok, plastik es, label, pisau
metaboliknya dari larutan tanah salin cutter, gunting, alat – alat tulis, cangkul,
yang secara kimiawi tidak cocok. polybag ukuran 10 kg, tong plastik,
Membran semi permeable ember, gayung, alat ukur panjang, alat
menghalangi diffusi bebas dari garam pengecambah (germinator), oven, spatula
ke dalam sel tanaman, sementara dan handy counter.
memberi kesempatan untuk
penyerapan aktif atas harahara 3.3 Rancangan Percobaan
esensial. Membran lainnya mengatur 3.3.1 Rancangan Lingkungan
transfer ion dan solute lainnya dari Percobaan ini menggunakan
sitoplasma dan vakuola atau organel – metode penelitian eksperimen lingkungan
organel sel lainnya termasuk yaitu di Rumah Kaca yang terdiri dari 2
mikotondria, kloroplas dan sebagainya. set percobaan. Yang pertama, percobaan
Dengan demikian maka ketahanan dalam kondisi normal yang hanya
relatif membran ini menjadi unsur digenangi air tawar dan yang kedua,
penting lainnya dalam toleransi garam percobaan dalam kondisi tercekam
(Harjadi dan Yahya, 1988). salinitas tinggi yang digenangi oleh air
garam dan pada percobaan ini
III. METODE PENELITIAN menggunakan Rancangan Acak
Kelompok (RAK) dan masing-masing set
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian terdiri dari 16 perlakuan dan diulang 2
Penelitian dilaksanakan dengan kali.
melakukan eksperimen di Rumah Kaca
Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih 3.3.2 Rancangan Perlakuan
Tanaman Pangan dan Hortikultura, Perlakuan terdiri dari 16 genotip
Bandung dengan ketinggian tempat 600 padi sawah dengan kondisi salinitas
m dpl. Tanah yang digunakan adalah tinggi (4000 mg/liter) dan pada kondisi
tanah sawah (Grumosol). normal yang hanya digunakan untuk
Waktu percobaan berlangsung dari perhitungan STI saja serta masing-
bulan Oktober 2011 sampai dengan bulan masing keduanya diulang 2 kali. Dan 16
Februari 2012. genotip tersebut adalah : P1 = Inpari 1, P2
= Inpari 2, P3 = Inpari 3, P4 = Inpari 4, P5
3.2 Bahan dan Alat Percobaan = Inpari 5, P6 = Inpari 6, P7 = Inpari 7, P8
Bahan yang digunakan dalam = Inpari 8, P9 = Inpari 9, P10 = Inpari 10,
penelitian ini adalah 16 genotip benih P11 = Inpari 11, P12 = Inpari 12, P13 =
padi sawah dari varietas Inpari 1, Inpari Inpari 13, P14 = Dendang, P15 = Siak
2, Inpari 3, Inpari 4, Inpari 5, Inpari 6, Raya, P16 = Inpara 5.
Setiap perlakuan terdiri atas 6 Keterangan :
polybag, sehingga keseluruhan populasi Yij = Hasil pengamatan pada ulangan
dari masing – masing set adalah 192 ke-i perlakuan ke-j.
polybag tanaman.  = Nilai rata – rata umum.
ti = Pengaruh dari genotip ke-i.
3.3.3 Rancangan Respon rj = Pengaruh dari ulangan ke-j.
Parameter yang di amati, meliputi : єij = Pengaruh galat percobaan dari
tinggi tanaman (cm), umur berbunga (hst), genotip ke-i pada ulangan ke-j.
umur panen (hst), bobot kering pupus (g),
bobot kering akar (g), nisbah pupus akar, Tabel 2. Analisis Varians Rancangan
jumlah malai per rumpun, jumlah gabah Acak Kelompok
isi per rumpun, persentase gabah hampa Sumber D JK KT Fhitung
(%), bobot 1000 butir (g), hasil gabah per Ragam B
rumpun (g) dan nilai Strees Tolerance Ulangan (r) 1 JKr KTr KTr/KTe
Index (STI) yang ditentukan dengan Genotip (g) 15 JKg KTg KTg/KTe
rumus Fernandez (1992), sebagai berikut Galat (e) 15 JKe KTe
: Total 31 JKt
STI = [ (Yp) (Ys) ] / (ŷp)² Keterangan : DB = Derajat bebas, JK = Jumlah kuadrat, KT =
Kuadrat tengah

Keterangan :
Uji lanjutan dilakukan apabila
Yp = hasil genotip pada kondisi normal menunjukkan keragaman nyata. Uji
Ys = hasil genotip pada kondisi stress lanjutan yang digunakan adalah Uji Jarak
Ŷp = hasil rata-rata genotip pada kondisi Berganda Duncan pada taraf nyata 5 % di
normal antara perlakuan dengan rumus :
Tingkat toleransi ditentukan dari
nilai STI (Stress Tolerance Index) yang LSR (α.dbg.p) = SSR (α.dbg.p).Sx
berkisar antara 0 – 1 dan dikelompokkan
menjadi 5 kelas toleransi, yaitu sebagai Sx = KTG
berikut : R

Tabel 1. Kriteria Penentuan Toleran Keterangan :


Terhadap Salinitas Tinggi LSR = Least Significant Ranges
Kriteria Nilai Penetapan SSR = Studentized Significant Ranges
Peka 0 < 0.2 Dbg = Derajat Bebas Galat
Agak peka 0.2 < x < 0.4 Sx = Galat baku rata-rata
Moderat 0.4 < x < 0.6 α = Taraf nyata
Agak toleran 0.6 < x < 0.8 p = Jarak antar perlakuan
Toleran 0.8 < x < 1.0 r = Ulangan
Sumber : FAO (2005)
3.4 Pelaksanaan Percobaan
3.3.4 Rancangan Analisis 3.4.1 Pembuatan Air Garam
Data hasil pengamatan kemudian 3.4.2 Perkecambahan Benih
dianalisis setiap karakter secara statistik 3.4.3 Persiapan Media Tanam
dengan model linier menurut Steel dan 3.4.4 Penanaman
Torrie (1989) sebagai berikut : 3.4.5 Pemeliharaan
Yij =  + ti + rj + єij 1. Pemberian Pupuk
2. Penggenangan
3. Pengendalian Hama dan B (Inpari 2) 65.35 bc
Penyakit C (Inpari 3) 52.95 abc
4. Pengendalian Gulma secara D (Inpari 4) 66.80 bc
Mekanis
E (Inpari 5) 41.55 ab
3.4.6 Pemungutan Hasil
F (Inpari 6) 52.40 abc
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN G (Inpari 7) 63.30 bc
H (Inpari 8) 65.30 bc
 Pengamatan Penunjang I (Inpari 9) 53.20 abc
1. Pengamatan Terhadap Serangan J (Inpari 10) 56.70 abc
Hama dan Penyakit. K (Inpari 11) 53.30 abc
Pengamatan terhadap serangan
L (Inpari 12) 60.85 bc
hama dan penyakit saat percobaan
tidak terlalu intensif dikarenakan M (Inpari 13) 35.00 a
tidak adanya serangan yang berarti. N (Dendang) 46.15 ab
Hanya ditemukan belalang yang O (Siak Raya) 50.40 abc
menyerang bagian daun tanaman P (Inpara 5) 44.30 ab
sehingga daun menjadi berlubang,
tingkat serangannya rendah
sehingga pengendalian dilakukan Berdasarkan Tabel 3 menunjukkan
secara fisik. bahwa perlakuan enam belas genotip padi
2. Pengamatan Terhadap Serangan sawah yang berbeda, memberikan
Gulma Dominan. pengaruh yang berbeda pula terhadap
Gulma dominan yang tumbuh di tinggi tanaman. Perlakuan A
pertanaman padi selama percobaan menunjukkan rata-rata tinggi tanaman
ada empat jenis, antara lain Rumput tertinggi dan berbeda nyata dengan
Teki (Cyperus rotundus), perlakuan E, M, N dan P, tetapi berbeda
Babadotan (Ageratum conyzoides), tidak nyata dengan perlakuan B, C, D, F,
Cacalincingan (Oxalis sp.) dan G, H, I, J, K, L dan O.
Bayam Duri (Amarathus spinosus). Hal ini terjadi mungkin karena
Untuk mengendalikan gulma – adanya pengaruh cekaman osmotik yang
gulma yang tumbuh dilakukan menyebabkan tanaman sulit menyerap air
penyiangan secara fisik, yaitu dan pengaruh racun dari ion Na dan Cl
dengan menggunakan tangan dan akibat pemberian NaCl, sehingga
alat penyiang gulma. pembelahan dan pembesaran sel
terhambat dan tanaman akan tumbuh
 Pengamatan Utama kerdil seperti yang terlihat pada Gambar
1 dan 2 yang menunjukkan tanaman padi
1) Tinggi Tanaman
pada kondisi salin lebih kerdil
Tabel 3. Pengaruh Pemberian Kadar dibandingkan dengan tanaman padi padi
Garam yang Tinggi terhadap Tinggi kondisi normal.
Tanaman
Rata-rata Tinggi
Perlakuan
Tanaman (cm)
A (Inpari 1) 72.15 c
H (Inpari 8) 99.50 c
I (Inpari 9) 96.50 bc
J (Inpari 10) 79.00 abc
K (Inpari 11) 80.00 abc
L (Inpari 12) 84.00 abc
M (Inpari 13) 74.50 a
N (Dendang) 76.50 ab
O (Siak Raya) 94.00 abc
P (Inpara 5) 77.00 ab
Gambar 1. Tanaman Padi Pada Kondisi Normal
Pada Tabel 4 terlihat bahwa
perlakuan enam belas genotip padi sawah
yang berbeda, memberikan pengaruh
yang berbeda pula terhadap umur
berbunga. Pada perlakuan D dan H
menunjukkan berbeda nyata dengan
perlakuan M, N dan P, tetapi berbeda
tidak nyata dengan perlakuan A, B, C, E,
F, G, I, J, K, L dan O.
Terhambatnya pembungaan
berhubungan dengan penurunan luas
Gambar 2. Tanaman Padi Pada Kondisi Salinitas
daun dan meningkatnya kekeringan daun
akibat perlakuan NaCl, sehingga laju
Levitt (1980) mengemukakan fotosintesis berkurang. Robinson (1999)
bahwa terjadinya penurunan menambahkan bila proses fotosintesis
pertumbuhan pada kondisi salin sudah terganggu maka akan terjadi
disebabkan oleh pengecilan ukuran dan akumulasi garam pada jaringan mesophil
jumlah sel. Aspinall (1986)
dan meningkatnya konsentrasi CO2 antar
menambahkan bahwa pembelahan sel
akan terhenti apabila tanaman mengalami sel (interseluler) yang dapat mengurangi
cekaman salinitas tinggi. pembukaan stomata.
2) Umur Berbunga 3) Umur Panen
Tabel 4. Pengaruh Pemberian Kadar Tabel 5. Pengaruh Pemberian Kadar
Garam yang Tinggi terhadap Umur Garam yang Tinggi terhadap Umur
Berbunga Panen
Rata-rata Umur Rata-rata Umur
Perlakuan Perlakuan
Berbunga (hari) Panen (hari)
A (Inpari 1) 80.50 abc A (Inpari 1) 108.00 abc
B (Inpari 2) 82.50 abc B (Inpari 2) 112.00 abc
C (Inpari 3) 95.00 abc C (Inpari 3) 114.50 bcd
D (Inpari 4) 98.00 c D (Inpari 4) 115.50 bcd
E (Inpari 5) 93.00 abc E (Inpari 5) 114.00 bc
F (Inpari 6) 95.00 abc F (Inpari 6) 114.50 bcd
G (Inpari 7) 83.00 abc G (Inpari 7) 108.00 abc
H (Inpari 8) 128.00 d D (Inpari 4) 0.35 ab
I (Inpari 9) 108.00 abc E (Inpari 5) 0.10 ab
J (Inpari 10) 103.50 ab F (Inpari 6) 0.07 ab
K (Inpari 11) 99.00 a G (Inpari 7) 0.47 ab
L (Inpari 12) 106.50 abc H (Inpari 8) 0.10 ab
M (Inpari 13) 98.00 a I (Inpari 9) 0.32 ab
N (Dendang) 108.00 abc J (Inpari 10) 0.83 b
O (Siak Raya) 118.50 cd K (Inpari 11) 0.07 ab
P (Inpara 5) 109.00 abc L (Inpari 12) 0.09 ab
M (Inpari 13) 0.09 ab
Pada Tabel 5 menunjukan bahwa N (Dendang) 0.12 ab
perlakuan enam belas genotip padi sawah O (Siak Raya) 0.09 ab
yang berbeda, memberikan pengaruh P (Inpara 5) 0.04 a
yang berbeda pula terhadap umur panen.
Pada perlakuan H menunjukkan berbeda
Berdasarkan pada Tabel 6 dapat
nyata dengan perlakuan A, B, E, G, I, J,
dilihat bahwa perlakuan enam belas
K, L, M, N dan P, tetapi berbeda tidak
genotip padi sawah yang berbeda,
nyata dengan perlakuan C, D, F dan O.
memberikan pengaruh yang berbeda pula
Umur panen tanaman berhubungan
terhadap bobot kering pupus. Pada
dengan faktor genetis tanaman, itulah
perlakuan J menunjukkan bobot kering
sebabnya mengapa tiap varietas yang
pupus per tanaman yang lebih berat dan
diuji memiliki umur panen yang berbeda.
berbeda nyata dengan perlakuan P, tetapi
Hal ini seperti yang dikemukakan oleh
berbeda tidak nyata dengan perlakuan A,
Masdar, dkk. (2006), tanaman akan
B, C, D, E, F, G, H, I, K, L, M, N dan O.
memperlihatkan matang panen jika total
energi yang diadopsi sudah mencapai 5) Bobot Kering Akar
batas taraf tertentu (growing degree day) Tabel 7. Pengaruh Pemberian Kadar
dan batas taraf tertentu berbeda-beda Garam yang Tinggi terhadap Bobot
pada masing-masing tanaman umumnya Kering Akar
disebabkan oleh faktor genetis. Umur Rata-rata Bobot
Perlakuan
panen dipengaruhi oleh kecepatan Kering Akar (gram)
tanaman berbunga. Terlihat pada Tabel 4 A (Inpari 1) 0.03 a
bahwa tanaman pada cekaman salinitas B (Inpari 2) 0.13 ab
yang tinggi telah mengalami C (Inpari 3) 0.06 ab
keterhambatan umur berbunga.
D (Inpari 4) 0.07 ab
4) Bobot Kering Pupus E (Inpari 5) 0.04 ab
Tabel 6. Pengaruh Pemberian Kadar F (Inpari 6) 0.04 ab
Garam yang Tinggi terhadap Bobot
G (Inpari 7) 0.10 ab
Kering Pupus
Rata-rata Bobot H (Inpari 8) 0.04 ab
Perlakuan Kering Pupus I (Inpari 9) 0.06 ab
(gram) J (Inpari 10) 0.26 b
A (Inpari 1) 0.21 ab K (Inpari 11) 0.04 ab
B (Inpari 2) 0.52 ab L (Inpari 12) 0.04 ab
C (Inpari 3) 0.17 ab M (Inpari 13) 0.04 ab
N (Dendang) 0.05 ab Rata-rata Nisbah
Perlakuan
O (Siak Raya) 0.03 ab Pupus Akar (hari)
P (Inpara 5) 0.04 ab A (Inpari 1) 5.93 a
B (Inpari 2) 4.00 a
Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat C (Inpari 3) 3.26 a
bahwa perlakuan enam belas genotip padi D (Inpari 4) 6.99 a
sawah yang berbeda, memberikan E (Inpari 5) 2.90 a
pengaruh yang berbeda pula terhadap F (Inpari 6) 3.33 a
bobot kering akar. Pada perlakuan J G (Inpari 7) 4.15 a
menunjukkan bobot kering akar per H (Inpari 8) 2.78 a
tanaman yang lebih berat dan berbeda
I (Inpari 9) 4.65 a
nyata dengan perlakuan A, tetapi berbeda
tidak nyata dengan perlakuan B, C, D, E, J (Inpari 10) 3.77 a
F, G, H, I, K, L, M, N, O dan P. K (Inpari 11) 2.40 a
Pada Tabel 6 dan Tabel 7 terlihat L (Inpari 12) 2.37 a
bahwa pemberian kadar garam yang M (Inpari 13) 2.59 a
tinggi juga menunjukkan pengaruh yang N (Dendang) 2.45 a
nyata terhadap bobot kering pupus dan O (Siak Raya) 3.25 a
bobot kering akar per tanaman. Menurut
P (Inpara 5) 1.21 a
Cheeseman (1988) konsentrasi NaCl
yang tinggi mengurangi pertumbuhan
tanaman, baik tunas maupun akar. Berdasarkan Tabel 8 terlihat bahwa
Meskipun keracunan NaCl lebih terlihat pemberian kadar garam yang tinggi
pada pucuk, tetapi juga terjadi menunjukkan pengaruh yang berbeda
pengurangan panjang dan bobot akar tidak nyata terhadap Nisbah Pupus Akar
akibat perlakuan NaCl. Makanya bobot (NPA).
kering akar lebih ringan dibandingkan Pada Tabel 8 yang menunjukkan
dengan bobot kering pupus seperti yang bahwa nisbah pupus akar
terlihat di Tabel 6 dan Tabel 7. memperlihatkan pengaruh yang berbeda
Hal tersebut disebabkan karena sel- tidak nyata. Hal ini disebabkan oleh
sel meristem akar sensitif terhadap garam penekanan pertumbuhan pupus yang
sementara aktivitas mitosis sel-sel lebih besar bila dibandingkan dengan
tersebut sangat tinggi untuk pertumbuhan pertumbuhan akar sehingga bila
akar. Menurut Katsuhara (1996) ada dua dilakukan perhitungan nisbah pupus akar
alasan yang mungkin mendasari dan dilakukan uji Duncan akan terjadi
terjadinya pengurangan pertumbuhan perubahan yang tidak terlalu significant
akar dalam kondisi cekaman garam, yaitu di tabel tersebut meskipun nisbah pupus
kematian sel dan hilangnya tekanan akarnya meningkat. Muuns dan Termaar
turgor untuk pertumbuhan sel karena (1986) mengemukakan bahwa
potensial osmotik media tumbuh lebih pertumbuhan akar sangat terpengaruh
rendah dibanding potensial osmotik di dibanding pertumbuhan pupus, sehingga
dalam sel. nisbah pupus akar biasanya meningkat.
6) Nisbah Pupus Akar (NPA) 7) Jumlah Malai per Rumpun
Tabel 8. Pengaruh Pemberian Kadar Tabel 9. Pengaruh Pemberian Kadar
Garam yang Tinggi terhadap Nisbah Garam yang Tinggi terhadap Jumlah
Pupus Akar Malai per Rumpun
Rata-rata Jumlah Pada Gambar 3 menunjukkan telah
Perlakuan
Malai (helai) terjadinya gejala kerusakan tanaman padi
A (Inpari 1) 5.00 b akibat salinitas. Kerusakan akibat
B (Inpari 2) 2.00 a salinitas sangat terlihat pada bagian daun
C (Inpari 3) 8.50 c tanaman padi. Menurut Levitt (1980)
rusaknya daun diakibatkan oleh
D (Inpari 4) 17.50 d keracunan Na yang ditandai dengan
E (Inpari 5) 4.00 ab mengeringnya bagian tepi ujung daun,
F (Inpari 6) 3.00 ab demikian juga keracunan Cl. Gejala
G (Inpari 7) 3.50 ab tersebut sangat sulit dibedakan dengan
H (Inpari 8) 11.00 c gejala kekeringan.
I (Inpari 9) 4.00 ab 8) Jumlah Gabah Isi per Rumpun
J (Inpari 10) 15.50 d Tabel 10. Pengaruh Pemberian Kadar
K (Inpari 11) 3.00 ab Garam yang Tinggi terhadap Jumlah
L (Inpari 12) 3.00 ab Gabah Isi per Rumpun
M (Inpari 13) 4.50 ab Rata-rata Jumlah
Perlakuan
Gabah Isi (biji)
N (Dendang) 3.50 ab
A (Inpari 1) 115.50 ab
O (Siak Raya) 4.50 ab
B (Inpari 2) 115.00 ab
P (Inpara 5) 2.50 ab
C (Inpari 3) 1030.00 c
D (Inpari 4) 2145.00 d
Berdasarkan Tabel 9 terlihat bahwa
E (Inpari 5) 347.50 b
perlakuan enam belas genotip padi sawah
yang berbeda, memberikan pengaruh F (Inpari 6) 220.00 ab
yang berbeda pula terhadap jumlah malai G (Inpari 7) 113.50 ab
per rumpun. Pada perlakuan D dan J H (Inpari 8) 1130.50 c
menunjukan jumlah malai yang lebih I (Inpari 9) 121.00 ab
banyak dibandingkan dengan perlakuan J (Inpari 10) 1985.00 d
lainnya dan berbeda nyata dengan K (Inpari 11) 83.50 a
perlakuan A, B, C, E, F, G, H, I, K, L, M,
L (Inpari 12) 158.00 ab
N, O dan P.
Pada Tabel 9 terlihat bahwa M (Inpari 13) 212.00 ab
perlakuan D dan J menunjukan jumlah N (Dendang) 1183.00 c
malai yang lebih banyak dan berbeda O (Siak Raya) 982.50 c
nyata dengan perlakuan lainnya. Hal ini P (Inpara 5) 71.00 a
terjadi karena adanya pengurangan dan
kerusakan jumlah malai yang disebabkan Berdasarkan Tabel 10 terlihat
oleh cekaman salinitas. perlakuan enam belas genotip padi sawah
yang berbeda, memberikan pengaruh
yang berbeda pula terhadap jumlah gabah
isi per rumpun. Pada perlakuan D dan J
menunjukkan jumlah gabah isi yang lebih
banyak dibandingkan dengan perlakuan
lainnya dan berbeda nyata dengan
perlakuan A, B, C, E, F, G, H, I, K, L, M,
N, O dan P.
Gambar 3. Gejala kerusakan daun akibat cekaman salinitas
Hal ini terjadi karena kadar garam tinggi. Menurut Siregar (1981) bahwa
yang tinggi dapat mempengaruhi hasil tanaman padi yang tercekam oleh salin,
produksi pada tanaman padi. Faktor akan mengurangi jumlah anakan dan
lingkungan yang ikut mempengaruhi pertumbuhannya kerdil, serta bulir-bulir
yaitu suhu rendah dan cekaman salinitas padi yang dihasilkan akan banyak yang
yang tersedia dalam tanah akan kosong (sining).
menurunkan jumlah bulir-bulir padi yang
10) Bobot 1000 Butir
isi.
Tabel 12. Pengaruh Pemberian Kadar
9) Persentase Gabah Hampa (%) Garam yang tinggi terhadap Bobot
Tabel 11. Pengaruh Pemberian Kadar 1000 butir
Garam yang Tinggi terhadap Rata-rata Bobot
Persentase Gabah Hampa Perlakuan
1000 Butir (gr)
Rata-rata Gabah A (Inpari 1) 27.40 ef
Perlakuan
Hampa (%)
B (Inpari 2) 28.73 f
A (Inpari 1) 26.68 d
C (Inpari 3) 21.92 bcd
B (Inpari 2) 37.86 e
D (Inpari 4) 20.17 ab
C (Inpari 3) 14.74 c
E (Inpari 5) 19.82 ab
D (Inpari 4) 15.70 c
F (Inpari 6) 24.96 cdef
E (Inpari 5) 7.38 b
G (Inpari 7) 25.35 def
F (Inpari 6) 10.71 bc
H (Inpari 8) 23.62 bcde
G (Inpari 7) 56.70 f
I (Inpari 9) 17.15 a
H (Inpari 8) 13.94 c
J (Inpari 10) 24.89 cdef
I (Inpari 9) 28.56 d
K (Inpari 11) 22.60 bcd
J (Inpari 10) 7.17 b
L (Inpari 12) 21.22 bc
K (Inpari 11) 24.90 d
M (Inpari 13) 23.82 bcde
L (Inpari 12) 13.11 c
N (Dendang) 27.09 ef
M (Inpari 13) 28.05 d
O (Siak Raya) 32.91 g
N (Dendang) 1.81 a
P (Inpara 5) 22.77 bcd
O (Siak Raya) 2.09 a
P (Inpara 5) 27.30 d
Pada Tabel 12 terlihat bahwa
perlakuan enam belas genotip padi sawah
Berdasarkan Tabel 11 terlihat yang berbeda, memberikan pengaruh
bahwa perlakuan enam belas genotip padi yang berbeda pula terhadap bobot 1000
sawah yang berbeda, memberikan butir. Pada perlakuan O menunjukkan
pengaruh yang berbeda pula terhadap bobot 1000 butir yang lebih berat
persentase gabah hampa per rumpun. dibandingkan dengan perlakuan lainnya
Pada perlakuan G menunjukkan hasil dan berbeda nyata dengan perlakuan A,
gabah hampa yang paling banyak dan B, C, D, E, F, G, H, I, J, K, L, M, N dan
berbeda nyata dengan perlakuan A, B, C, P.
D, E, F, H, I, J, K, L, M, N, O dan P. Bedasarkan Tabel 12 ini telah
Pada Tabel 11 menunjukkan bahwa diketahui bahwa pada perlakuan O
telah terjadi peningkatan persentase menunjukkan bobot 1000 butir yang
gabah hampa pada tanaman kondisi salin. lebih berat dan berbeda nyata dengan
Banyaknya gabah hampa salah satunya perlakuan lainnya. Berat 1000 butir
dipengaruhi kadar garam yang sangat dipengaruhi oleh faktor genetis dan
lingkungan, seperti yang dikatakan oleh 12) Nilai STI (Strees Tolerance Index)
Indria (2005) bahwa jumlah dan ukuran Tabel 14. Penentuan Tingkat Toleransi
biji maksimal ditentukan oleh faktor Genotip Padi Sawah Terhadap
genetik serta kondisi lingkungan salah Salinitas Tinggi
satunya pada lingkungan salinitas. Rata-
Perlakuan Kriteria
11) Hasil Gabah per Rumpun rata STI
Tabel 13. Pengaruh Pemberian Kadar A (Inpari 1) 0.034 Peka
Garam yang Tinggi terhadap Hasil B (Inpari 2) 0.015 Peka
Gabah per Rumpun C (Inpari 3) 0.093 Peka
Rata-rata Rata-rata D (Inpari 4) 0.250 Agak peka
Hasil Gabah Hasil Gabah E (Inpari 5) 0.025 Peka
Perlakuan
per Rumpun per Hektar
(gr) (ton) F (Inpari 6) 0.044 Peka
A (Inpari 1) 1.83 ab 0.3 G (Inpari 7) 0.016 Peka
B (Inpari 2) 2.13 ab 0.3 H (Inpari 8) 0.064 Peka
C (Inpari 3) 7.41 ab 1.2 I (Inpari 9) 0.021 Peka
D (Inpari 4) 13.86 b 2.2 J (Inpari 10) 0.203 Agak Peka
E (Inpari 5) 1.55 a 0.2 K (Inpari 11) 0.018 Peka
F (Inpari 6) 3.03 ab 0.5 L (Inpari 12) 0.016 Peka
G (Inpari 7) 1.01 a 0.2 M (Inpari 13) 0.026 Peka
H (Inpari 8) 4.20 ab 0.7 N (Dendang) 0.006 Peka
I (Inpari 9) 1.30 a 0.2 O (Siak
0.026 Peka
Raya)
J (Inpari 10) 11.39 ab 1.8
P (Inpara 5) 0.007 Peka
K (Inpari 11) 1.17 a 0.2
L (Inpari 12) 1.35 a 0.2
M (Inpari 13) 2.10 ab Dari enam belas genotip padi
0.3
sawah yang diamati menunjukkan respon
N (Dendang) 1.33 a 0.2 yang berbeda dengan menghasilkan lima
O (Siak
2.50 ab 0.4 kelompok kriteria berdasarkan tingkat
Raya)
toleransinya, seperti yang terdapat pada
P (Inpara 5) 1.12 a 0.2
Tabel 14. Terlihat pada tabel tersebut
tidak ada genotip yang menunjukkan
Pada Tabel 13 terlihat bahwa kriteria toleran, yang ada hanya kriteria
perlakuan enam belas genotip padi sawah peka dan agak peka. Genotip yang
yang berbeda, memberikan pengaruh berkriteria peka adalah Inpari 1, Inpari 2,
yang berbeda pula terhadap hasil gabah Inpari 3, Inpari 5, Inpari 6, Inpari 7,
per rumpun. Perlakuan D menunjukkan Inpari 8, Inpari 9, Inpari 11, Inpari 12,
hasil gabah yang lebih berat dan berbeda Inpari 13, Dendang, Siakraya, dan Inpara
nyata dengan perlakuan E, G, I, K, L, N 5 sedangkan genotip yang berkriteria
dan P, tetapi berbeda tidak nyata dengan agak peka adalah Inpari 4 dan Inpari 10.
perlakuan A, B, C, F, H, J, M dan O. Hal Hal ini disebabkan karena kadar garam
ini bisa terjadi karena kondisi lingkungan yang terlalu tinggi sehingga tanaman
yang tidak mendukung yaitu lingkungan tidak mampu bertahan sampai batas yang
pada kondisi salin. ditentukan.
V. KESIMPULAN DAN SARAN Yahya. (Eds). Pusat Penelitian
dan Pengembangan Tanaman
5.1 Kesimpulan Pangan. Badan Penelitian dan
Dari hasil penelitian dan uraian Pengembangan Pertanian. Bogor.
pembahasan di atas, maka dapat diambil P 263 – 287.
kesimpulan bahwa :
1. Enam belas genotip padi sawah yang Anonim. 2010. Pertanian di Aceh Pasca
diteliti pada tanah salinitas tinggi Tsunami.http://www.dpi.nsw.gov.
menunjukkan pengaruh berbeda au/data/assets /pdf diakses tanggal
nyata terhadap tinggi tanaman, umur 17 Mei 2012
berbunga, umur panen, bobot kering
pupus, bobot kering akar, jumlah Aspinall, D., 1986. Metabolism Effects
malai per rumpun, jumlah gabah isi of Water and Salinity Strees in
per rumpun, persentase gabah hampa Relation to Expansion of the Leaf
per rumpun, bobot 1000 butir dan Surface. Aust.J.Plant Physiol.
hasil gabah per rumpun. 13:59-73.
2. Berdasarkan perhitungan STI (Strees
Tolerance Index) maka dapat Badan Pusat Statistik. 2010, Statistik
disimpulkan bahwa tidak ada genotip Indonesia 2009, Badan Pusat
yang berkriteria toleran, genotip Statistik, Jakarta.
Inpari 4 dan Inpari 10 hanya mampu
Basri, H., 1991. Pengaruh Stres Garam
berkriteria agak peka.
Terhadap Pertumbuhan dan
Produksi Empat Varietas Kedelai.
5.2 Saran
Thesis Program Pascasarjana IPB,
Penelitian ini sangat perlu
Bogor.
dilakukan pengkajian secara terus –
menerus, agar informasi pengaplikasian Bhumbla D and Abrol I. 1978. Sline and
di lapangan dapat diketahui lebih sodic soils. In Solls and Rice pp.
lengkap. Salah satunya dengan 719-738. (International Rice
dilakukannya percobaan lebih lanjut Research Institute: Manila,
screening genotip padi sawah pada Philippines).
cekaman salinitas pada tingkat salinitas
yang bervariasi. Bintoro, M. H. 1983. Pengaruh NaCl
terhadap pertumbuhan beberapa
DAFTAR PUSTAKA kultivar tomat. Bul. Agron. XIV
(1) : 13-29.
Ai Komariah, H. 2011. Tanaman Pada
Lingkungan Tercekam Jilid 2. BPPP, 2008. Prospek dan Arah
Winaya Mukti University Press, Pengembangan Agribisnis : Padi
Bandung. Sawah. Litbang Pertanian, Jakarta.

Alihamsyah, 2002. Lahan Pasang Surut Cheeseman, J.M. 1988. Mechanisms of


Sebagai Sumber Pertumbuhan salinity tolerance in plants. Plant
Produksi Padi Masa Depan. Physiol. 87:547-550.
Dalam Kebijakan Perberasan dan
Innovasi Teknologi Padi. Buku 2. Departemen Pekerjaan Umum. 1997.
B. Suprihatno, A.K. Makarim, Kebijaksanaan pembangunan
I.N. Widiarta , Hemanto, dan A.S. irigasi dalam peningkatan
produksi pangan (Formulasi cells of barley roots. Plant Cell
Program Pengembangan Irigasi Physiol. 37(2):169-173.
Pada PJP II). Direktorat Bina
Teknik Jenderal Pengairan Levitt, J. 1980. Responses of Plant to
Departemen Pekerjaan Umum. Environmental Stresses 2nd ed.
http://binamarga.pu.go.id. [24 New York. Academic pr. 607 p.
Januari 2011].
Maiyunir Jamal. 2008. Pengolahan Lahan
FAO. 2005. 20 hal untuk diketahui Rawa Pasang Surut untuk
tentang dampak air laut pada Budidaya Padi. Pusat
lahan di propinsi NAD. Pengembangan Penyuluhan
http://www.fao.org.[3 Agustus Pertanian, Badan SDM Pertanian.
2010]. http://cybex.deptan.go.id/,diunduh
Juli 2011.
Fehr, W. R. 1987. Principles of Cultivar
Development (I) : Theory and Manurung, S,O., dan M, Ismunadji.
Technique. Macmillan. New 1988. Morfologi Padi, Dalam
York. Padi Buku I, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Tanaman, Bogor,
Harjadi, S.S., S. Yahya. 1988. Fisiologi Hal, 319.
Stress Lingkungan. PAU
Bioteknologi, IPB Bogor. Masdar, M. Karim, B. Rusman, N.
Hakim dan Helmi. 2006. Tingkat
Indria, A. T. 2005. Pengaruh Sistem Hasil Dan Komponen Hasil
Pengolahan Tanah dan Sistem Intensifikasi Padi (SRI)
Pemberian Macam Bahan Tanpa Pupuk Organik di Daerah
Organik terhadap Pertumbuhan Curah Hujan Tinggi. Jurnal Ilmu-
dan hasil Kacang Tanah (Arachis Ilmu Pertanian Indonesia.
hipogaea L.). Skripsi S1 fakultas Volume 8, No.2, 2006. Hal 126-
Pertanian Universitas Sebelas 131.
Maret Surakarta.
Munns, R. and A.Termaat,1986. Whole
Ismail, 2007. Rice Tolerance to Salinity Plant Responses to Salinity.
and Other Problem Soils: Aust.J.Plant Physiol.13 143-160.
Physiological Aspects and
Relevans Breeding. IRRI Lecture M. Zulman Harja Utama, Widodo
in Rice Breeding Course. 19 – 31 Haryoko, Rafli Munir dan Sunadi.
Agustus 2007. PBGB IRRI. Los 2009. Penapisan Varietas Padi
Banos, the Philipines. Toleran Salinitas pada Lahan
Rawa di Kabupaten Pesisir
Joedojono Wiroatmodjo. 1986. Biofiltrasi Selatan. Jurnal Agronomi
pada Budidaya Padi di Daerah Indonesia 37 (2) : 101 – 106.
yang Terkena Intrusi Air Laut.
Buletin Agronomi 19 (1). Robinson, T. (1999). Kandungan Organik
Tumbuhan Tinggi. Edisi VI.
Katsuhara, M. and T. Kawasaki. 1996. Diterjemahkan oleh Kosasih
Salt stress induced nuclear and Padmawinata. Bandung : Penerbit
dna degradation in meristematic ITB. Halaman 154.
Santoso, B. 1993. Tanah Salin Tanah Suwarno. 1985. Pengaruh Larutan NaCl,
Sodik dan Cara Mereklamasinya. KCl, dan K2SO4 Isoosmotik
Yayasan Pembina Fakultas terhadap Pertumbuhan dan Hasil
Pertanian Universitas Brawijaya Padi. Penelitian Masalah Khusus.
Malang. Malang. 63 hal. Jurusan Ilmu Tanaman. Program
Pasca Sarjana. IPB. 36 hal.
Siregar, H. 1981. Budidaya Tanaman
Padi di Indonesia. Sastra Hudaya. Utama, dkk. 2009. Mekanisme fisiologi
Jakarta. 318 hal. toleransi terhadap cekaman
salinitas dan Al pada spesies
Sinaga. 2008. Peran Air Bagi Tanaman. legum penutup tanah. Jur. Stigma
http://puslit.mercubuana.ac.id/file/ XII (2):186-191.
8Artikel %20Sinaga. pdf. Diakses
pada tanggal 5 Maret 2012. Yahya, S. dan M. Adib. 1992. Uji
toleransi terhadap salinitas bibit
Soemartono. 1977. Parameter genetik beberapa varietas kakao. Bul.
padi gogo. Stigma 8(4):265-268. Agron. XX (3) : 35-44.
Soemartono, Bahrin Samad dan Haryono.
1982. Bercocok Tanam Padi.
Yasaguna, Jakarta.

Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah.


Jurusan Tanah Fakultas Pertanian
IPB, Bogor. 65 hal.

Sulaiman, S. 1980. Penyaringan Varietas


Padi Sawah Bagi Penyesuaian
terhadap Tanah Berkadar Garam
Tinggi. Tesis. Fakultas Pasca
Sarjana. Institut Pertanian Bogor.
Bogor. 50 hal.

Sumartono., B. Samad dan R. Hardjono.,


1990. Bercocok Tanam Padi.
Cetakan 12. CV. Yasaguna,
Jakarta.

Sumarsono, S. Anwar, S. Budianto dan


D. W. Widjayanto. 2006.
Penampilan Morfologi dan
Produksi Bahan Kering Hijauan
Rumput Gajah dan Kolonjono di
Lahan Pantai yang Dipupuk
dengan Pupuk Organik dan Dua
Level Pupuk Urea. Fakultas
Peternakan Universitas
Dipenogoro, Semarang.

Anda mungkin juga menyukai