Anda di halaman 1dari 28

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Anatomi Kepala

Menurut Bontrager (2010) seperti bagian tubuh lainnya, radiografi

tulang kepala membutuhkan pemahaman yang baik semua anatomi terkait.

Anatomi tulang kepala sangat kompleks, dan spesifik detail sangat

diperlukan teknologis. Skull atau tulang kepala, bertumpu pada bagian

superior kolumna vertebralis dan terbagi menjadi dua set utama yaitu, 8

tulang kranial dan 14 tulang wajah.

Tulang kranial terdiri atas 8 tulang terbagi menjadi 2 bagian yaitu

tulang calvarium (skullcap) dan tulang lantai, masing-masing bagian

tersusun atas 4 buah tulang. Tulang calvarium (Skullcap) terdiri atas,

Tulang frontalis, tulang parietal kanan, tulang parietal kiri, tulang occipital.

Sedangkan tulang lantai terdiri atas tulang temporal kanan, tulang temporal

kiri, tulang sphenoid, tulang edmoid.

Tulang frontal membentuk dahi dan bagian atas dari rongga mata.

Tepi supra orbital ditandai dengan takik ditengah sebelah dalam. Melalui

takik ini pembuluh supra orbital dan syaraf supra orbital lewat. Permukaan

sebelah dalam tulang frontal ditandai dengan lekukan-lekukan yang

ditimbulkan oleh lekukan-lekukan permukaan otak.

Tulang parietal kiri dan kanan membentuk atap dan sisi tengkorak.

Permukaan luarnya halus, tetapi permukaan dalam ditandai oleh kerutan-

7
8

kerutan dalam yang memuat arteri-arteri cranium. Sebuah kerutan yang

sangat besar kira-kira terletak disebelah tengah tulang ini memuat arteri

meningealis medialis.

Gambar 1. anatomi tulang kepala anterior (Moore 2010)

Keterangan gambar:

1. Sagital suture 12. Perpendicular lamina of


2. Frontal protuberances ethmoid bone
3. Coronal future 13. Greater wing of sphenoid
4. Maxilo nasal suture bone
5. Fronto-zygomatic suture 14. Temporal bone
6. Maxilo lacrimal suture 15. Infraorbita foramen
7. Frontal process of maxillary 16. Zygomatic bone
bone 17. Anterior nasal spine
8. Alveolar procecc of 18. Mastoid process
maxillary bone 19. Intermaxillary suture
9. Vertical ramus of 20. Angle of mandible
mandibule 21. Mental foramen
10. Mental protuberance
11. Supraorbital incisures
9

Tulang oksipital terletak dibagian belakang dan bawah rongga cranium.

Tulang ini ditembus oleh foramen magnum atau lubang kepala belakang,

yang dilalui medulla oblongata untuk bertemu dengan medulla spinalis.

Gambar. 2 Anatomi tulang kepala pada sisi lateral (Moore 2010)

Keterangan Gambar:

1. Parietal bone 12. Nasal bone


2. Lambdoid suture 13. Frontal process of maxillary
3. Temporal squama bone
4. Mastoid process 14. Zygomatic bone
5. External acoustic meatus 15. Anterior nasal spine
6. Zygomatic process of 16. Alveolar process
temporal bone 17. Hyoid bone
7. Vertex
8. Bregma
9. Coronal suture
10. Pterion
11. External side of the greate
wing of sphenoid bone

Dua tulang temporal membentuk bagian bawah dari sisi kanan dan kiri

tengkorak. Setiap tulang terdiri dari dua bagian: bagian squama atau
10

bagian pipih menjulang keatas dan memungkinkan otot-otot temporal

berkait padanya. Dari prosesus zygomatikus menjulang kedepan bertemu

dengan os zygomatikus. Dibelakang dan dibawah prosesus ini terletak

meatus akustikus eksternus (liang telinga luar) bagian mastoid terletak

dibelakang dan kebawah sebagai prosesus mastoideus, permukaan luar

memungkinkan otot sternokleido mastoideus berkaitan dengannya.

Prosesus mastoideus mempunyai ruang yang dikenal sebagai rongga

udara mastoid dan sebuah ruangan khusus disebut antrum timpanik.

Bagian petrosum dari tulang temporal terjepit dalam dasar tengkorak dan

terdapat alat-alat pendengaran.

Tulang sphenoid merupakan tulang yang membentang dari sisi

fronto-parieto-temporal yang satu ke sisi yang lain. Secara umum tulang

sphenoid dibagi menjadi greater wing dan lesser wing, di mana greater

wing berada lebih lateral dibanding lesser wing. Kanalis optikus dibentuk

oleh tulang ini (lesser wing). Selain itu terdapat juga sella turcica (yang

melindungi kelenjar hipofisis) dan sinus sphenoid (suatu sinus yang

membuka ke rongga hidung).

Etmoid adalah tulang yang ringan, berbentuk kubus, terletak pada

atap hidung dan terjepit diantara kedua rongga mata. Terdiri atas dua

labirin yang terdiri atas rongga etmoid atau sinus. Sinus-sinus ini tertutup

kecuali ditempat-tempat perhubungan dengan rongga hidung. Etmoid juga

memuat sebuah lempeng tegak lurus dan lempeng kribriformis (berbentuk

tapis). Lempeng tengah yang tegak lurus membentuk bagian atas dari

septum nasalis (sekat hidung). Lempeng kribiformis tepat dibawah sebuah

takik pada tulang dahi. Diatas lempeng terletak sekumpulan alat pembau
11

(bulbus olfaktorius) dan melalui lubang-lubang lempeng ini berjalan serabut

syaraf pembau kebagian atas hidung.

2. Cedera Kepala

a. Pengertian Cedera Kepala

Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak

yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi

otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak (Muttaqin 2008).

Menurut Brain Injury Assosiation of America, 2006. Cedera kepala

adalah suatu kerusakan pada kepala bukan bersifat congenital ataupun

degenerative, tetapi disebabkan serangan/benturan fisik dari luar yang

dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang mana menimbulkan

kerusakan kemampuan kognitif dan fungsi fisik. Cedera kepala atau

trauma kepala adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma baik

trauma tumpul maupun trauma tajam. Defisit neorologis terjadi karena

robeknya substansia alba, iskemia dan pengaruh massa karena

hemoragig, serta edema cerebral disekitar jaringan otak.

b. Patofisiologi Cedera kepala

Menurut Tarwoto (2007) adanya cedera kepala dapat

mengakibatkan kerusakan struktur, misalnya kerusakan pada paremkim

otak, kerusakan pembuluh darah, perdarahan, edema dan gangguan

biokimia otak seperti penurunan adenosis tripospat, perubahan

permeabilitas faskuler. Patofisiologi cedera kepala dapat di golongkan

menjadi 2 yaitu cedera kepala primer dan cedera kepala sekunder.

Cedera kepala primer merupakan suatu proses biomekanik yang dapat

terjadi secara langsung saat kepala terbentur dan memberi dampak


12

cedera jaringan otak. Cedera kepala primer adalah kerusakan yang

terjadi pada masa akut, yaitu terjadi segera saat benturan terjadi.

Kerusakan primer ini dapat bersifat (fokal) local, maupun difus.

Kerusakan fokal yaitu kerusakan jaringan yang terjadi pada bagian

tertentu saja dari kepala, sedangkan bagian relative tidak terganggu.

Kerusakan difus yaitu kerusakan yang sifatnya berupa disfungsi

menyeluruh dari otak dan umumnya bersifat makroskopis.

Cedera kepala sekunder terjadi akibat cedera kepala primer,

misalnya akibat hipoksemia, iskemia dan perdarahan. Perdarahan

cerebral menimbulkan hematoma, misalnya Epidural Hematom yaitu

adanya darah di ruang Epidural diantara periosteum tengkorak dengan

durameter,subdural hematoma akibat berkumpulnya darah pada ruang

antara durameter dengan sub arakhnoit dan intra cerebal hematom

adalah berkumpulnya darah didalam jaringan cerebral. Cedera

Moore,dkk (2010) kepala dapat terjadi diarea tulang tengkorak yang

meliputi

1) Fracture tulang kepala

Fracture tulang tengkorak berdasarkan pada garis fracture menurut

dibagi menjadi :

a) Fracture linier

Fracture linier merupakan fracture dengan bentuk garis

tunggal atau stellata pada tulang tengkorak yang mengenai

seluruh ketebalan tulang kepala. Fracture lenier dapat terjadi jika

gaya langsung yang bekerja pada tulang kepala cukup besar

tetapi tidak menyebabkan tulang kepala bending dan tidak


13

terdapat fragmen fracture yang masuk kedalam rongga

intrakranial.

Gambar. 3 (A) Jenis-jenis fracture tulang kepala, B Gambaran


fracture impresi irisan sagital dan volume rendering (Moore 2010)

Keterangan Gambar:
1. Fracture Linier
2. Fracture impresi
3. Fracture kominutif
4. Fracture basis kranii

b) Fracture kominutif

Fracture kominutif adalah jenis fracture tulang kepala yang

meiliki lebih dari satu fragmen dalam satu area fracture.

c) Fracture impresi

Fracture impresi tulang kepala terjadi akibat benturan

dengan tenaga besar yang langsung mengenai tulang kepala.


14

Fracture impresi pada tulang kepala dapat menyebabkan

penekanan atau laserasi pada duramater dan jaringan otak,

fracture impresi dianggap bermakna terjadi, jika tabula eksterna

segmen yang impresi masuk dibawah tabula interna segmen

tulang yang sehat.

d) Fracture basis kranii

Fracture Basilar melibatkan tulang yang membentuk dasar

kranial (misalnya, tulang oksipital di sekitar foramen magnum,

temporal dan tulang sphenoid, dan atap orbit). Akibat kebocoran

cairan serebrospinal ke dalam hidung (CSF rhinorrhea) dan telinga

(CSF otorrhea), saraf kranial dan cedera pembuluh darah dapat

terjadi, tergantung pada lokasi patah. Fracture pterion bisa

mengancam jiwa karena melapisi cabang frontal (anterior)

meningeal tengah, yang terletak di lekukan pada aspek internal

dinding lateral calvaria. Sebuah pukulan keras ke sisi kepala

mungkin patah tulang tipis membentuk pterion, pecah cabang

frontal tengah meningeal arteri persimpangan pterion. Hematoma

yang dihasilkan memberikan tekanan pada korteks serebral yang

mendasarinya. Meningeal tengah yang tidak diobati Pendarahan

arteri dapat menyebabkan kematian dalam beberapa jam.

2) Laserasi kulit kepala

Laserasi kulit kepala sering didapatkan pada pasien cedera

kepala. Kulit kepala/scalp terdiri dari lima lapisan (dengan akronim

SCALP) yaitu skin, connective tissue dan perikranii. Diantara galea

aponeurosis dan periosteum terdapat jaringan ikat longgar yang


15

memungkinkan kulit bergerak terhadap tulang. Pada fracture tulang

kepala, sering terjadi robekan pada lapisan ini. Lapisan ini banyak

mengandung pembuluh darah dan jaringan ikat longgar, maka

perlukaan yang terjadi dapat mengakibatkan perdarahan yang cukup

banyak.

3. Dasar CT Scan

Computed tomography scaning atau lebih dikenal dengan CT-

Scan pertama kali diperkenalkan oleh Godfrey Houndsfield seorang

insinyur dari EMI limited London dengan James Ambrosse seorang

teknisi dari Atkinson Morleys Hospital di London Inggris pada tahun

1970 (Ballinger,1995).

Prinsip dasar cara kerja CT scan menurut Seeram (2001)

yaitu, Saat sinar x melewati pasien, sinar-x akan mengalami atenuasi

dan kemudian diukur oleh detektor. Tabung dan detektor sinar-x ada

di dalam gantry pemindai dan diputar di mengelilingi pasien selama

pemindaian. Detektor mengubah foton sinar-x (data atenuasi)

menjadi sinyal listrik, atau sinyal analog, yang harus diubah menjadi

data digital (numerik) untuk dimasukkan ke komputer. Komputer

kemudian melakukan proses rekonstruksi citra. Citra yang

direkonstruksi ada dalam bentuk numerik dan harus diubah menjadi

sinyal listrik agar dapat ditampaka pada layar monitor. Citra dan data

terkait kemudian dikirim ke PACS, di mana ahli radiologi dapat

mengambil dan menafsirkannya.

Image atau citra yang terlihat berupa potongan melintang dari

organ yang akan diperiksa tetapi komputer dapat pula mengubah


16

potongan melintang menjadi potongan sagital, coronal maupun miring

tergantung perangkat lunak yang terdapat pada pesawat CT-Scan.

Generasi terbaru pada teknologi CT Scan adalah

pengambilan irisan obyek dilakukan dengan bentuk spiral yaitu

pergerakan meja (pasien/obyek) dengan kecepatan konstan secara

bersamaan dilakukan scanning dalam bentuk rotasi mengelilingi

obyek.

Pada teknik ini waktu yan dibutuhkan lebih singkat yaitu 1

sequance dalam 360° rotasi. CT Helical menggunakan metode slip

ring pada prinsipnya menggantikan kabel-kabel tegangan tinggi yang

terpasang pada tabung sinar-x di dalam gantry. Di dalam CT Helical

dikenal prinsip single slice dan multi slice. Perbedaan utama dari

kedua prinsip terletak pada lamanya pemeriksaan dan resolusi

gambar yang dihasilkan (Rasad, 2005).

a. Data akuisisi Konvensional Scanner dan Spiral/Helical CT

Scanners

Single slice scanning, atau CT konvensional, secara harfiah

adalah akuisisi data yang diambil satu slice pada sekali waktu.

Selama scanning pasien tetap diam sementara tabung X-ray dan

detektor berputar, 360 derajat atau kurang.

Pada tahun 1989, spiral CT scanning, juga dikenal sebagai

helical CT scanning atau volume CT scanning, diperkenalkan

(volume scanning selanjutnya akan digunakan untuk

menggambarkan proses). Volume scanning diperoleh melalui

gerakan terus menerus pasien melalui gantry scanner sementara


17

tabung X-ray dan detektor berputar, melalui 360 derajat, secara

terus-menerus (Seeram, 2001).

Spiral/helical CT scanner tersebut dikembangkan

menggunakan teknologi slip ring menggantikan hubungan antara

kabel listrik dan tabung x-ray. Spiral scanning memiliki lebih banyak

keuntungan daripada konvensional CT scanner, antara lain :

1) Waktu scan yang lebih cepat.

2) Slice thickness yang lepih tipis, berkurang sampai 1 mm, sehingga

dapat mengidentifikasi lesi yang lebih kecil.

3) Potongan axial dapat direkonstruksi menjadi potongan coronal,

sagittal dan oblique.

Akuisisi data adalah salah satu faktor yang berpengaruh besar

pada kualitas citra CT, seperti rekonstruksi citra (Seeram 2001).

Perbedaan utama dalam akuisisi data geometri single slice dan

MSCT scanner adalah bahwa MSCT scanner memanfaatkan array

detektor yang terhubung ke tabung X-ray.

Pada MSCT, X-ray beam terkolimasi ke seluruh array detektor.

Slice thickness ditentukan oleh lebar berkas sinar dan jumlah baris

dari detektor. Sebagai contoh, 16 baris detektor array dengan lebar

pre-kolimator dari 32 mm akan menghasilkan 16 slice masing-masing

dengan ketebalan 2 mm (Seeram 2001).


18

a b

Gambar 4. Fan beam geometry (a) dan cone beam geometry (b)
(Seeram, 2001).

b. Detektor

Menurut seeram (2001) Multislice CT Scan berbeda dengan

pesawat CT Scan biasa dimana hanya menggunakan satu lajur

detektor. Sistem dari multislice ct scan adalah dilengkapi dengan dua

atau lebih lajur detektor yang parallel dan selalu dilengkapi dengan

teknologi CT Scan generasi ketiga dimana perputaran tabung sinar-x

dan detektor berputar secara sinkron.

Bentuk multislice adalah multi-row detector-array. Detektor gas

dan CT Scan generasi 4 dengan detektor ring 360° tidak bisa

dipadukan. Konsekuensinya semua MSCT Scan merupakan CT Scan

generasi ke-3 yang tipenya rotate-rotate dan menggunakan solid

state detektor.
19

Gambar 5. Multislice detector 4-array, prinsip dari MSCT


Scan dengan lebih dari dua lajur detektor (Seeram, 2001).

4. Parameter CT Scan

Citra pada CT Scan dapat terjadi sebagai hasil dari berkas

sinar-x yang mengalami perlemahan setelah menembus obyek,

ditangkap detektor dan dilakukan pengolahan dalam komputer.

Penampilan citra yang baik tergantung kualitas citra yang dihasilkan

sehingga aspek klinis dari citra tersebut dapat dimanfaatkan untuk

menegakkan diagnosis. Dalam CT Scan dikenal beberapa parameter

untuk pengontrolan eksposian output citra yang optimal

(Bontrager,2010). Adapun parameter tersebut adalah adalah :

a. Slice Thickness

Slice Thickness adalah tebalnya irisan atau potongan dari

obyek yang diperiksa. Nilainya dapat dipilih antara 0,5 mm - 10mm

sesuai dengan keperluan klinis. Ukuran yang tebal akan

menghasilkan citra dengan detail yang rendah sebaliknya dengan

ukuran yang tipis akan menghasilkan detail-detail yang tinggi. Bila

ketebalan meninggi akan timbul gambaran-gambaran yang

mengganggu seperti garis dan bila terlalu tipis akan gambaran

akan terlihat tidak halus (Bontrager, 2010).


20

b. Range

Range adalah perpaduan/kombinasi dari beberapa slice

tihkness. Pemanfaatan range adalah untuk mendapatkan

ketebalan irisan yang berbeda pada satu lapangan pemeriksaan.

c. Faktor Eksposi

Faktor eksposi adalah faktor-faktor yang berpengaruh

terhadap eksposi meliputitegangan tabung (kV), arus tabung (mA)

dan waktu (s). besarnya tegangan tabung dapat dipilih secara

otomatis pada tiap-tiap pemeriksaan.

d. Field Of View (FOV)

FOV adalah diameter maksimal dari gambar yang akan

direkonstruksi. Besarnya bervariasi dan biasanya berada pada

rentang 12-50 cm. FOV kecil akan meningkatkan detail gambar

(resolusi) karena FOV yang kecil mampu mereduksi ukuran pixel,

sehingga dalam rekonstruksi matriks hasilnya lebih teliti. Namun

bila ukuran FOV lebih kecil maka area yang mungkin dibutuhakan

untuk keperluan klinis menjadi sulit untuk dideteksi.

e. Gantry Tilt

Gantry tilt adalah sudut yang dibentuk antara bidang

vertical dengan gantry (tabung sinar-X dengan sektor). Rentang

penyudutan antara -30° sampai +30°. penyudutan gantri bertujuan

untuk keperluan diagnosa dari masing-masing kasus yang

dihadapi.
21

f. Rekontruksi Matriks

Rekonstruksi matrik adalah deretan baris dan kolom dari picture

element (pixel) dalam proses merekonstruksi gambar. Rekonstruksi

matriks ini merupakan salah satu struktur element dalam memori

komputer yang berfungsi untuk merekonstruksi citra. Pada umunya

matrix yang digunakan berukuran 512 X 512 yaitu 512 baris dan 512

kolom. Rekontruksi matriks berpengaruh terhadap resoluis citra.

Semakin tinggi matriks yang dipakai maka semakin tinggi detail citra

yang dihasilkan.

g. Rekonstruksi Algorithma

Rekonstruksi Algorithma adalah prosedur matematis yang

digunakan dalam merekonstruksi citra. Penampakan dan

karakteristik dari citra CT-Scan tergantung dari kuatnya Algorithma

yang dipilih. Semakin tinggi rekonstruksi algorithma yang dipilih

maka semakin tinggi resolusi citra yang dihasilkan. Dengan

adanya metode ini maka citra seperti tulang, soft tissue, dan

jaringan-jaringan lain dapat dibedakan dengan jelas pada layar

monitor.

h. Window Width

Window Width adalah nilai computed tomography yang

dikonversi menjadi gray scale untuk ditampilkan ke TV monitor.

Setelah komputer menyelesaikan pengolahan citra melalui

rekonstruksi matriks dan algorithma maka hasilnya akan

dikonversi menjadi skala numerik yang dikenal dengan nama nilai


22

computed tomography, nilai ini mempunyai satuan HU (Hounsfield

Unit)

Dasar pemberian nilai ini adalah air dengan nilai 0 HU.

Untuk tulang mempunyai nilai +1000 HU kadang sampai +3000

HU. Sedangkan untuk kondisi udara nilai yang dimiliki -1000 HU.

Jaringan atau substansi lain dengan nilai yang berbeda tergantung

dari nilai perlemahannya. Jadi penampakan tulang pada monitor

menjadi putih dan udara menjadi hitam. Jaringan dan substansi

lain akan dikonversi menjadi warna abu-abu bertingkat yang

disebut gray scale. Khusus untuk darah yang semula dalam

penampakannya berwarna abu-abu dapat menjadi putih jika diberi

media kontras (Rasad, 2005).

i. Window Level

Window Level adalah nilai tengah dari window yang

digunakan untuk penampilan citra. Nilainya dapat dipilih dan

tergantung pada karakteristik perlemahan dari strutur obyek yang

diperiksa. Window Level menentukan densitas (derajat kehitaman)

citra yang dihasilkan.

5. Konsep Kernel

Kernel rekonstruksi atau kernel image procecing didefinisikan

sebagai filter pengolahan citra yang diterapkan pada data mentah

atau raw data untuk menghasilkan suatu citra dengan ketajaman

yang diharapkan. Ketajaman citra yang dihasilkan paling langsung

dipengaruhi oleh jenis filter yang digunakan. Kernel biasanya memiliki

nama yang lebih tepat seperti kernel tulang dan kernel jaringan lunak.
23

Soft kernel konvolusi akan menghaluskan tepi dan mengurangi noise

citra. Soft kernel ini dapat menguntungkan untuk diterapkan pada

pasien obesitas dimana rasio signal-to-noise dapat berkurang akibat

atenuasi jaringan adiposa. Kernel konvolusi mempertajam tepi citra

dengan meningkatkan noise citra secara keseluruhan (Choi,2013).

Gambar. 6 Pasien CT scan head dengan pemilihan kernel


yang berbeda A. Kernel lowpass alogaritma B. Kernel high pass
alogaritma (Choi,2013)

Kernel konvolusi digunakan pada kalkulasi proyeksi untuk

mengkompensasi kekaburan citra yang disebabkan oleh proses back

projection dalam rekonstruksi filter backprojection (FBP). Kernel

rekonstruksi bisa disesuaikan untuk mengubah resolusi spasial

dengan menaikan atau menurunan noise sebagai gantinya.

Pemilihan kernel konvolusi CT menentukan tingkat ketajaman citra

dan noise pixel. Algoritma high pass filter digunakan pada Kernel

konvolusi "tajam" yang tersedia secara komersial memberikan spasial


24

resolusi yang lebih tinggi frekuensi dengan menghasilkan nois yang

lebih tinggi dan umumnya digunakan untuk jaringan dengan kontras

CT yang tinggi. Sebaliknya, low pass algorithms digunakan dalam

pencitraan "halus" kernel konvolusi mengurangi frekuensi yang lebih

tinggi menyebabkan nois turun dan resolusi spasial dan bekerja

terbaik untuk jaringan dengan kontras yang jauh lebih rendah seperti

otak atau hati (Weiss,2014) .

Pada modalitas imaging MSCT Siemens terdapat 4 kode

kernel yaitu:

1) H atau Head untuk kepala

2) B atau Body untuk thorax maupun abdomen

3) C atau Child-Head untuk kepala anak-anak

4) U atau Ultra High Resolution untuk pemeriksaan khusus

Untuk masing-masing kernel memiliki beberapa fariasi

dengan perbedaan resolusi semakin tinggi angka semakin tinggi

resolusi yang didapatkan, untuk kepala terdapat beberapa fariasi

yaitu :

1) H10s very smooth 11) H42s medium FR


2) H20s smooth 12) H45s medium
3) H21s smooth+ 13) H47s medium
4) H22s smooth FR 14) H50s moderate sharp
5) H30s medium smooth 15) H60s medium Sharp FR
6) H31s medium smooth+ 16) H70s sharp FR
7) H32s medium smooth FR 17) H80s very sharp FR
8) H37s medium smooth 18) H90s very sharp FR
9) H40s medium 19) U90s ultra sharp
10) H41s medium+ 20) U91s ultra sharp.
25

6. Konsep Reformat Tiga Dimensi (3D)

Menurut Romans (2011) reformat tiga dimensi (3D)

merupakan teknik untuk menampilkan volume scan hanya satu citra.

Berbeda penampilan dari dua dimensi (2D), bentuk dari teknik tiga

dimensi (3D) ini memanipulasi atau menggabungkan nilai-nilai CT

untuk menampilkan citra, ada beberapa teknik rekontruksi citra tiga

dimensi (3D) antara lain multiplar reconstrucsi (MPR), surface

rendering (SRT), dan volume rendering technique Semua teknik tiga

dimensi (3D) menggunakan proses yang menarik garis imajiner dari

penampil melalui volume data. Display dihasilkan dengan

memperhitungkan beberapa atau semua (tergantung pada teknik

yang digunakan) dari nilai CT sepanjang setiap baris dan tepat bobot

setiap titik. Proses ini rumit. Untungnya memahami seluk-beluk

metode ini tidak penting untuk secara efektif menghasilkan tampilan

citra tiga dimensi (3D).

Terdapat empat teknik rekontruksi tiga dimensi (3D) yaitu

multiplar reconstrucsi (MPR), teknik surface rendering (SR), volume

rendering technique (VRT), dan teknik 3D lainnya yaitu maksimum

intensitas proyeksi (MIP) merakit data dari volume tetapi

menampilkan data dalam gambar yang datar.

Prinsip multiplar reconstrucsi (MPR) berlaku untuk mereformat

citra tiga dimensi (3D) yaitu dimana software memungkinkan untuk

kombinasi yang berbeda dari ketebalan irisan dalam model tiga

dimensi (3D) tunggal, dari citra tersebut dilakukan pembuatan irisan


26

sesuai protokol dari bidang diinginkan (misalnya, fracture atau lokasi

tumor).

Gambar 7 Hasil CT Scan kepala irisan sagital (Moore 2010)

Gambar 8 hasil reformat volume rendering CT Scan kepala


(Moore 2010)

Teknik surface rendering (SR), juga dikenal sebagai shadow

surface display (SSD), mirip dengan mengambil foto dari permukaan

struktur di bahwa voxel yang terletak di tepi struktur yang digunakan

untuk menunjukkan garis besar atau di luar shell struktur. Dalam

kebanyakan bentuk surface rendering (SR) citra yang dibuat dengan

membandingkan intensitas masing-masing voxel dalam data diatur ke

beberapa threshold yang telah ditentukan, software ini akan

menyertakan atau mengecualikan voxel dan menggunakan informasi


27

ini untuk membuat permukaan suatu objek. The voxel yang tersisa

dalam citra adalah biasanya tidak terlihat. surface rendering (SR)

berguna untuk memeriksa struktur tubular, seperti bagian dalam

permukaan saluran napas, usus besar, dan pembuluh darah.

Keuntungan untuk surface rendering (SR) adalah bahwa karena

hanya menggunakan kecil porsi (sekitar 10 %) dari data yang

tersedia, citra dapat dibuat dengan cepat bahkan di komputer kurang

kuat. Namun dalam beberapa tahun terakhir kapasitas komputer

telah diperluas secara dramatis, sehingga penggunaan surface

rendering (SR) telah digantikan oleh volume rendering technique

(VRT), namun surface rendering (SR) tetap menjadi teknik yang

masih digunakan untuk pencitraan ortopedi karena unggul di

menampilkan permukaan tulang, citra dapat diputar dan dilihat dari

sudut manapun.

Volume rendering technique (VRT) telah menjadi teknik

pencitraan 3D yang disukai, sebuah keuntungan dari volume

rendering technique (VRT) bahwa semua voxel berkontribusi

terhadap citra. volume rendering technique (VRT) adalah

representasi semitransparan 3D dari dicitrakannya struktur, dengan

aplikasi dalam setiap jenis pemeriksaan yang dilakukan dengan CT

Scan, seperti metode 3D lainnya. Namun, teknik volume rendering

technique (VRT) menggunakan jumlah kontribusi masing-masing

voxel sepanjang garis, masing-masing voxel diberikan nilai opacity

berdasarkan Hounsfield Unit. Nilai opacity ini menentukan sejauh

mana itu akan memberikan kontribusi, bersama dengan voxel lain


28

sepanjang garis yang sama. Proses ini diulang untuk voxel di setiap

baris, dengan setiap baris memproduksi satu voxel pada citra volume

rendering technique (VRT). Tidak seperti teknik tiga dimensi (3D)

lainnya, setiap voxel memberikan kontribusi dengan citra final.

Sedangkan maksimum intensitas proyeksi (MIP) terdapat dua

teknik yaitu maksimum intensitas proyeksi (MIP) dan minimum

intensitas proyeksi (MIP). Teknik maksimum intensitas proyeksi

(MIP) merupakan teknik dimana menggunakan setiap voxel

sepanjang garis dari yang dilihat oleh mata melalui kumpulan data

dan memilih hanya dengan voxel nilai tertinggi untuk dimasukkan

dalam citra yang ditampilkan. Sisa dari voxel diabaikan. Metode ini

cenderung digunakan untuk menampilkan tulang dalam cara yang

sama, MIP melibatkan memilih voxel dengan nilai minimum dari garis

untuk ditampilkan.

7. Faktor yang mempengaruhi kualitas citra

Komponen yang mempengaruhi kualitas citra CT Scan adalah

spatial resolution, kontras resolution, noise dan artefak (Bushberg,

2012)

a. Spasial resolusi

Spasial resolusi adalah kemampuan untuk dapat

membedakan objek yang berukuran kecil dengan densitas yang

berbeda pada latar belakang yang sama (Seeram,2001). Menurut

spatial resolusi dipengaruhi oleh factor geometri. Faktor geometri

adalah faktor yang berhubungan dengan proses akuisisi data antara


29

lain: ukuran focal spot, ukuran dan kemampuan detector dan slice

thiknes, rekonstruksi algaritma (kernel) (Seeram, 2001).

b. Kontras resolusi

Menurut seeram (2001) dan Bushberg (2012) kontras

resolusi adalah kemampuan untuk membedakan atau menampakan

obyek-obyek dengan perbedaan densitas yang sangat kecil yang

dipengaruhi oleh: faktor eksposi, slice thickness, FOV dan filter

kernel (rekonstruksi algorithma)

c. Noise

Menurut seeram (2001) noise adalah fluktuasi (standar

deviasi) nilai CT Number pada jaringan atau materi yang homogen.

Sebagai contoh adalah air memiliki CT Number 0, semakin tinggi

standar deviasi nilai CT Number pada pengukuran titik-titik air

berarti noisenya tinggi.

Noise ini akan mempengaruhi kontras resolusi, semakin

tinggi noise maka kontras resolusi akan menurun. Faktor yang

menyebabkan noise adalah: faktor eksposi, detector dan slice

thickness, rekontruksi matrix, dan rekontruksi kernel) yang berbeda

(Seram,2001).

d. Artefak

Secara umum artefak adalah kesalahan dalam citra (adanya

sesuatu dalam citra) yang tidak ada hubungannya dengan obyek

yang diperiksa. Dalam CT-Scan artefak didefinisikan sebagai

pertentangan/ perbedaan antara rekonstruksi CT Number dalam


30

citra dengan koefisien atenuasi yang sesungguhnya dari obyek

yang diperiksa (Seeram,2001).

8. Pemeriksaan CT-Scan Kepala

a. Pengertian

Pemeriksaan CT-Scan kepala adalah pemeriksaan

tomography secara komputerisasi untuk mengetahui kelainan-

kelainan didaerah intracranial (Bontrager,2010).

b. Indikasi (Bontrager,2010)

Indikasi yang sering dilakukan pemeriksaan CT Scan kepala

antara lain tumor, massa dan lesi, metastase otak, perdarahan intra

cranial, aneurisma, abses, atrophy otak atau Kelainan congenital,

kelainan post trauma (epidural dan subdural hematom)

c. Persiapan pemeriksaan

Tidak ada persiapan khusus bagi penderita, hanya saja

instruksi-instruksi yang menyangkut posisi penderita dan prosedur

pemeriksaan harus diketahui dengan jelas terutama jika

pemeriksaan dengan menggunakan media kontras. Benda

aksesoris seperti gigi palsu, rambut palsu, anting-anting, penjempit

rambut, dan alat bantu pendengaran harus dilepas terlebih dahulu

sebelum dilakukan pemeriksaan karena akan menyebabkan artefak,

Untuk kenyamanan pasien mengingat pemeriksaan dilakukan pada

ruangan ber-AC sebaiknya tubuh pasien diberi selimut

d. Persiapan alat dan bahan (Bontrager,2010)

Alat dan bahan yang digunakan untuk pemeriksaan kepala

dibedakan menjadi dua, yaitu peralatan steril yang terdiri atas alat-
31

alat suntik, spuit, kassa dan kapas, alcohol, media kontras.

Sedangkan peralatan non-steril terdiri atas pesawat CT-Scan,

tabung oksigen.

e. Prosedur Pemeriksaan (Bontrager,2010)

1) Posisi pasien

Pasien supine diatas meja pemeriksaan dengan posisi

kepala dekat dengan gantry.

2) Posisi objek

Kepala hiperfleksi dan diletkkan pada head holder. Kepala

diposisi sequancean sehingga mid sagital plane tubuh sejajar

dengan lampu indikator longitudinal dan interpupilary line sejajar

dengan lampu indikator horizontal. Lengan pasien diletakkan

diatas perut atau disamping tubuh. Untuk mengurangi pergerakan

dahi dan tubuh pasien sebaiknya difikasasi dengan sabuk khusus

pada head holder dan meja pemeriksaan. Lutut diberi pengganjal

untuk kenyamanan pasien (Nesseth, 2001).

Gambar 9. Posisi pasien pada pemeriksaan CT-scan kepala


(Nesseth,2001)
32

3) Scan Parameter Pada Kasus Cedera Kepala (Bontrager,2010)

a) Scanogram kepala lateral


b) Range I dari basis cranii sampai pars petrosum dan range II
dari pars petrosum sampai verteks.
c) Slice Thickness 2-5 mm ( range I ) dan 5-10 mm (range II)
d) FOV 24 cm
e) Gantry tilt Sudut gantry tergantung besar kecilnya sudut yang
terbentuk oleh infra orbito meatal line dengan garis vertical.
f) 120 kV, 250 mA
g) Rekonstruksi algorithma soft tissue dan untuk tulang
digunakan rekonstruksi algorithma bone
h) Window width 0-90 HU, otak supratentoria, otak pada fossa
posterior, tulang
i) Window Level 40-45 HU otak supratentorial, 30-40 HU otak
pada fossa posterior tulang
4). Foto sebelum dan sesudah pemasukkan media kontras

Secara umum pemeriksaan CT Scan kepala membutuhkan

6-10 irisan axial. Namun ukuran tersebut dapat bervariasi

tergantung keperluan diagnosa. Untuk kasus seperti tumor maka

jumlah irisan akan mencapai dua kalinya karena harus dibuat foto

sebelum dan sesudah pemasukan media kontras. Tujuan dibuat

foto sebelum dan sesudah pemasukan media kontras adalah agar

dapat membedakan dengan jelas apakah organ tersebut

mengalami kelainan atau tidak.


33

B. Kerangka Teori

CT SCAN KEPALA DENGAN CEDERA


KEPALA

PARAMETER
Slice Range Faktor FOV Gantry Matriks Kernel Windo
Thicknes Eksposi Tilt wing
s

VRT

MPR

SR

MIP

Spasial Kontras Noise Artefak


Resolusi Resolusi

Informasi Citra Anatomi

- Struktur Tulang

- Sutura

- Bentuk Fraktur

- Garis Fraktur

- Fragmen Tulang

Gambar 10. Kerangka teori penelitian


34

C. Hipotesis

Dari kerangka teori tersebut di atas maka dapat ditetapkan hipotesis

sebagai berikut :

Ho : Tidak ada perbedaan kejelasan informasi citra anatomi volume

rendering hasil reformat variasi kernel pada pemeriksaan tulang kepala

dengan klinis cedera kepala.

Ha : Ada perbedaan kejelasan informasi citra anatomi volume rendering hasil

reformat variasi kernel pada pemeriksaan tulang kepala dengan klinis cedera

kepala.

Anda mungkin juga menyukai