Anda di halaman 1dari 28

KURIKULUM PENDIDIKAN ANAK USIA DINI TAHFIDZ AL QUR’AN

BERBASIS DEVELOPMENTALLY APPROPIATE PRACTICE

Nurul Hikmah1
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Nurul.hikmah@uinjkt.ac.id
Baeti Rohman2
baetirohman@ptiq.ac.id
Nur Afif3
Institut PTIQ Jakarta
nurafif@ptiq.ac.id

ABTRAKSI

Penelitian ini membahas kurikulum pendidikan anak usia dini tahfidz Al Qur’an

berbasis developmentally appropiate practice di RA bait Qur’any. Penelitian ini bertujuan

mengetahui deskripsi kurikulum pendidikan anak usia dini tahfidz Al Qur’an berbasis

developmentally appropiate practice di RA bait Qur’any. Berdasarkan pembahasan dengan

menggunakan penelitian kualitatif dari penelitian ini maka ditemukan hasil penelitian bahwa

kurikulum pendidikan anak usia dini tahfidz Al Qur’an berbasis developmentally appropiate

practice di RA bait Qur’any memiliki tiga dimensi yaitu kesesuaian dengan perkembangan

usia(age), kesesuaian dengan pertmbuhan individu (individual growth patterns), dan kesesuaian

dengan kultur anak(cultural) dan agama.

Kata Kunci: Kurikulum pendidikan, kurikulum pendidikan anak usia dini, Kurikulum

pendidikan berbasis developmentally appropiate practice, pendidikan anak usia

dini, tahfidz Al-Qur’an, Bait Qur’any

ABTRACTION

This study discusses the curriculum for early childhood education tahfidz Al Qur'an based on

developmentally appropiate practice at RA Bait Qur'any. This study aims to determine the

description of the curriculum for early childhood education tahfidz Al Qur'an based on
developmentally appropiate practice at RA Bait Qur'any. Based on the discussion using

qualitative research from this study, it was found that the results of the research that the

curriculum for early childhood education tahfidz Al-Qur'an based on developmentally

appropiate practice at RA Bait Qur'any has three dimensions, namely compatibility with age

development (age), conformity with individual growth. (individual growth patterns), and

conformity to the child's culture (cultural) and religion.

Keywords: Education curriculum, early childhood education curriculum, developmentally

appropiate practice-based education curriculum, early childhood education, tahfidz

Al-Qur'an, Bait Qur'any

PENDAHULUAN

Anak usia dini dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Nasional (Sisdiknas) dimulai sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun. 1 Untuk itu usia dini, juga

dapat disebut dengan fase pra tamyîz, memngingat menurut para fuqaha’, tamyiz itu di usia 7

tahun, jika ditinjau dari usia, walaupun ada pendapat tamyiz tidak dilihat dari usia tapi dari

kematangan berfikir. Maka usia sebelum itu disebut denga pra tamyiz .walaupun ada pendapat

tamyiz tidak dilihat dari usia tapi dari kematangan berfikir 2.

Kata tamyîz dalam Islam memiliki makna anak kecil mumayyiz yang telah mampu

memahami khithab (perintah Allah) dan memberikan jawaban sederhana atas masalah yang

dihadapi. Fase tamyîz tidak ditentukan usia. Justru nampaknya batasan tamyîz itu dengan

1
Bredekamp, Sue, Developmentallay Appropriat Practice in early Childhood Programs Serving Children
From The Birth Through Age 8 , Washington: National Association for the Education of Young Children, 1992,
h. 5-6. Musthafa Bahruddin, Perkembangan Anak Usia Dini dan Implikasinya bagi Penulisan Buku Ajar,
Yogyakarta: Makalah Pelatihan Penulisan Buku Ajar Bagi Dosen Program DII PGTK Se-Indonesia, 2002, h. 2.
Tadkirotun Musfiroh, Bercerita Untuk Anak Usia Dini, Panduan Bagi Guru Taman Kanak-kanak, Jakarta:
Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Direktorat Pembinaan Pendidikan
Tenaga Pendidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi, 2005, h. 1.
2
Nurul Hikmah, Born To Be Star, KOnvergensi Pendidikan dalam Al-Qr’an dan Implikasinya pada
Pendidikan ANak USia Dini, Ciputat, Bait Qur’any Multimedia, 2017, h. 9.
kemampuan memahami. Makna tamyîz itu tidak ada batasan, kadang-kadang datang begitu

cepat, kadang-kadang juga terlambat. Ini terlihat dari segala sesuatu yang keluar dari

perilaku/atau aktifitas seseorang (tasharrufât) baik berupa perkataan (qauliyah) maupun

perbuatan (fi’liyah).3

Al-Qur’an sebagai petunjuk hidup manusia, menjadi dasar dalam pendidikan anak usia

dini sejak awal perkembangan pendidikan Islam anak usia dini. Hal ini di dukung oleh pendapat

Ibn Sina yang mengatakan bahwa anak-anak mulai belajar di kuttab adalah anak-anak yang

berusia 3- 5 tahun. Kuttab awalnya sebagai tempat belajar baca tulis, namun perkembangan

berikutnya setelah para penghafal al-Qur’an banyak yang mengajar kuttab, maka menghafal al-

Qur’an menjadi materi di sana. Kemudian pada zaman Khalifah Abu Bakar, di kuttab

dipelajari al-Qur’ā n dan pokok-pokok agama Islam.. Pendapat ini berdasarkan keterangan Ibn

Sahnun, seorang pendidik abad ke tiga Hijrah dan riwayat yanng bersumber dari tokoh

pendidik terkenal abad keempat Hijrah al-Qabisi. Al-Qabsai adalah guru di kuttab.

Menurutnya juga di kuttab anak-anak tidak hanya belajar al-Qur’ā n dan dasar-dasar agama saja

melainkan belajar keterampilan hidup dan juga pendidikan jasmani seperti berenang, berkuda

dan memanah.4

Pemahaman awal Al-Qur’an telah mampu menghantarkan generasi pada kejayaan Islam

menjadi generasi ulama besar. Misal imam asyafi’I hafal Al-Qur’an usia 7 tahun, Ibn Sina hafal

Al-QUr’an 9 tahun, Muhammad Al-Fatih hafal Al-QUr’an usia 9 tahu. Bukti sejarah

tentang pengaruh Tahfidz Al-Qur’an sejak dini memiliki pengaruh jangka Panjang pada anak

usia dini dibuktikan pada penelitian psikologi bahawa usia kanak – kanak atau yang biasa

disebut oleh para ahli Psikologi sebagai usia emas (Golden Age), terbukti sangat menentukan

kemampuan anak dalam mengembangkan potensinya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

3
Huzaemah Tahido Yanggo, Fiqh Anak, Metoda Islam dalam Mengasuh dan Mendidik Anak serta
Hukum-Hukum yang berkaitan dengan aktivitas Anak, Jakarta: Al-Mawardi Prima: 2004, h. 208.
4
Nata, Abuddin, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam,Seri Kajian Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta:
Rajawali Pers, 1998, h. 197.
sekitar 50% variabiitas kecerdasan orang dewasa sudah terjadi ketika anak berusia 4 tahun.

Peningkatan 30% berikutnya terjadi pada usia 8 tahun, dan 20 % sisanya pada pertengahan atau

akhir dasawarsa merupakan lingkungan pertama bagi pertumbuhan karakter anak. Dengan

demikian jika di usia dini perkembangan anak diwarnai oleh Al-Qur’an, maka 50 % dari

kecerdasannya diwarnai Al-Qur’an.

Salah satu alternatif yang memberi banyak peluang untuk mengembangkan secara kreatif

potensi anak sejak dini, yaitu melalui penerapan kurikulum berbasis Developmentally

Appropiate Practice(DAP), merupakan pendekatan dalam pendidikan yang didasarkan dari hasil

penelitian tentang bagaimana anak berkembang dan belajar, dan apa yang diketahui tentang

pendidikan dini yang efektif.

RA Bait Qur’any merupakan Lembaga pendidikan tahfidz Al-Qur’an anak usia dini

yang memiliki karakteristik kelambagaan. Dari sisi kelembagaan RA Bait Qur’any menerapkan

model integrasi sekolah dan keluarga, integrase pembelajaran tsaqofah islam dan sains, integrase

tahfidz Al-Qur’an, tarjamah Al-Qur’an perkata dan tafsir global. Disamping itu banyak

penelitian yang telah membuktikan jika pembelajaran di Bait Qur’any ramah terhadap

perkembangan anak, diantaranya Ahmad (2021) membahan peran guru terhadap pendidikan

karakter,5 Nur Afif (2021) pembelajaran karakter kemandirian dengan pembelajaran tahfidz Al

Qur’an,6 Durrotul Fikriyyah yang membahas tentang pembelajaran karakter pendidikan anak

usia dini dengan metoda pembelajaran di Bait Qur’any, 7 Ahmad Sunhaji (2021) tentang peran

guru terhadap pendidikan karakte, demikian juga Rani dalam penelitiaanya tentang evaluasi

RA Bait Qur’an,8 berikut nya menurut Dahliani dkk (2021) tentang pennanaman nilai Al-

5
Ahmad Zain Sarnoto dan Ely Budianty, Karakteristik pembelajaran Quantum Learning di lembaga
pendidikan anak usia dini aṣ-ṣibyā n Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini Vol. 5, No.2, Desember 2021.
6
Nur Afif, Pembelajaran karakter kemandirian dengan pembelajaran tahfidz Al Qur’an , Jurnal Kajian Islam
Al Kamal Volume 1, Nomor 1 Mei 2021 2021
7
Durrotul Fikriyyah Konsep Pendidikan Karakter Anak Usia Dini, Tesis Prodi Pendidikan Agama Islam,
Fakultas Tarbiyah Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta.2021
8
Rani, Evaluasi Penerapan Program Tahfidz untuk Anak Usia Dini di RA Bait Qur’any (RA-BQ) At-
Tafkir, Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Kegurua: 2021.
9
Qur’an dengan tahfidz Al Qur’an di RA Bait Qur’any ramah terhadap perkembangan anak.

berdasarkan hal tersebut Penelitian ini akan focus pada kurikulum pendidikan anak usia dini

tahfidz Al-Qur’an berbasis developmentally appropiate practice (DAP) di RA Bait Qur’any.

LANDASAN TEORI

Sejak tahun 1987 National Association Of Early Young Childhood(NAEYC)

memberikan laporan tentang Developmentally Appropiate Practice (DAP) untuk anak usia

sejak lahir samapi usia 8 tahun. Menurut –anak dalam mengembangkan kehidupannya sampai

dewasa, dan karakteristik pribadi yang bagaimana yang harus dipupuk sehingga kelak mereka

dapat berkontribusi untuk masyarakat yang damai, makmur dan demokratis. Pada dasarnya

DAP adalah seperangkat pedoman yang menyarankan konten atau isi kurikulum dan dalam

prakteknya memberikan layanan pendidikan sesuai dengan kebutuhan perkembangan setiap

anak. Menurut NAEYC (Bredekamp, 1987) bahwa konsep DAP memiliki tiga dimensi yaitu

kesesuaian dengan perkembangan usia(age), kesesuaian dengan pertmbuhan individu (individual

growth patterns), dan kesesuaian dengan kultur anak(cultural) NAEYC bahwa pendidikan harus

sesuai dengan kebutuhan perkembangan anak itu sendiri. Komitmen NAEYC untuk bertindak

atas nama anak-anak misinya adalah untuk mempromosikan pendidikan yang berkualitas tinggi.

Untuk itu program pendidikan harus dikembangkan sesuai dengan tahap perkembangan anak.

Agar program memiliki kontirbusi terhadap perkembangan anak maka harus

mengartikaulasikan tujuan untuk perkembangan anak. Prinsip-prinsip dalam praktik yang sesuai

dengan perkembangan anak dianjurkan dalam pernyataan selanjutnya tujuan untuk anak-anak

di antaranya apa yang kita inginkan dari anak.10

9
Dahliani, Anita Yus, Masganti Sitorus, Development Analysis of Ability Memorizing the Qur'an on Early
Childhood in PAUD Bait Qurany Saleh Rahmany, Banda Aceh,Indonesia. Budapest International Research and
Critics in Linguistics and Education (BirLE) Journal Volume 2, No 4, November 2019, Page: 185-190

Nenden Ineu. , Pengembangan Model Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini Berbasis
10

Developmentally Appropiate Practice Untuk Menumbuhkembangkan Kecerdasan Interpersonal Dan Kecerdasan


Intrapersonal, h. 2.
Kurikulum sebagaimana dikemukakan NAEYC, (1991) Catron dan

Allenmendefinisikan kurikulum sebagai “Kerangka kerja yang terorganisir yang

menggambarkan konten atau materi pelajaran untuk anak-anak belajar, identifikasi proses

berkenaan dengan apa yang harus dilakukan guru untuk membantu anak-anak belajar, dalam

mencapai tujuan kurikulum dengan konteks dimana mengajar dan belajar terjadi, lebih jelas. 11

Bredekamp &Rosegrant, (1992) mengemukakan bahwa sebagai kerangka kerja terorganisi.”

Mencangkup tiga komponen yaitu; (1)komponen konten meliputi isi atau materi pelajaran,

tujuan umum dan tujuan khusus,(2) komponen proses yang menggambarkan pedagogi

pelajaran, bagaimana guru mengajar dan cara-cara anak belajar untuk mencapai tujuan umum

dan tujuan khusus kurikulum, dan (3)komponen konteks, yang menggambarkan pengaturan

(setting) lingkungan belajar yang kondusif bagi anak belajar.12

Sedangkan kurikulum sebagaimana pendapat Piet A Sahertianbahwa, “kurikulum adalah

sejumlah pengalaman belajar yang dirancangkan dibawah tanggung jawab sekolah untuk

mencapai tujuan yang ditetapkan”. Senada dengan Piet A Sahertian, Sukmadinata berpendapat

bahwa, “kurikulum merupakan rancangan pendidikan yang merangkum semua pengalaman

belajar yang disediakan bagi anak di sekolah. Piet A Sahertian dan Sukmadinata memaknai

kurikulum sebagai pengalaman belajar. Hal ini mengandung arti bahwa kurikulum yang di

maksud Piet A Sahertian dan Sukmadinata merupakan implementasi kurikulum. 13

11
Young Children Carol Gestwicki.(2008) .Developmentally Appropiate Practice : Curriculumand
DevelopmentIn Early Education. Canada : Thomson Delmar Learning Child Departement Center(tanpa
tahun)DevelopmentallyAppropiatePractice (on line)http//www.tr,wou.edu/train/ededap.htm
12
Nenden Ineu. , Pengembangan Model Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini Berbasis
Developmentally Appropiate Practice Untuk Menumbuhkembangkan Kecerdasan Interpersonal Dan Kecerdasan
Intrapersonal, h. 2.

Sahertian, Piet A, Konsep Dasar Dan Teknik Supervisi Pendidikan Dalam Rangka Mengembangkan
13

Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT Rineka Cipta. 2000, h. 28.


Menurut Abdul Qodir Yusuf, sebagaimana dikutip oleh Khaeruddin 14 mendefinisikan

kurikulum adalah sebagai: “Kurikulum adalah sejumlah pengalaman dan uji coba dalam proses

belajar mengajar siswa di bawah bimbingan lembaga/sekolah”. Hamalik berpendapat bahwa,

kurikulum adalah rencana tertulis tentang kemampuan yang harus dimiliki berdasarkan standar

Nasional, materi yang perlu dipelajari dan pengalaman belajar yang harus dijalani untuk

mencapai kemampuan tersebut, dan evaluasi yang perlu dilakukan untuk menentukan tingkat

pencapaian kemampuan peserta didik, serta seperangkat peraturan yang berkenaan dengan

pengalaman belajar peserta didik dalam mengembangkan potensi dirinya pada satuan

pendidikan tertentu.15

Pengembangan kurikulum kreatif, pada dasarnya mengacu pada pandangan

NAEYC(National Association Of Early Young Childhood) yaitu Developmentally Appropiate

Practicec (DAP) atau praktik yang sesuai dengan perkembangan (Wortham, 2006), dan teori

kcerdasan majemuk (Multiple intelligence) yang dikembangkan oleh Howard Gardner (1986)

METODOLOGI PENELITIAN.

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian lapangan (field research) yang dikategorikan ke

dalam penelitian kualitatif. Pengertian penelitian lapangan secara sederhana adalah penelitian

yang dilaksanakan di suatu tempat atau di luar perpustakaan dan laboratorium.16

Metode kualitatif dipilih agar dapat diketahui data secara holistik dengan cara peneliti

membaur dengan objek secara langsung. Dengan hal tersebut diharapkan peneliti dapat

mengetahui seluk beluk yang ada di lapangan dan menuliskannya dalam data hasil penelitian

sekaligus menganalisisnya. Dengan metode kualitatif, peneliti tidak akan disibukkan untuk

14
Khaeruddin,. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Konsep dan Implementasinya di Madrasah,
Jogyakarta: Nuansa Aksara, 2007, h. 26.
15
Ulpah Maspupah,, Pengembangan Kurikulum di Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini, YIN YANG.
Vol. 13 No. 1 2018, h. 135
16
Zainal Arifin, Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012), h. 32.
menghitung angka-angka dan menginstrumenkannya seperti dalam penelitian kuantitatif 17 dan

lebih pada kedalaman hasil dan kualitas penelitian.

Adapun jenis penelitian kualitatif yang penulis pilih dan dianggap relevan dengan

penelitian ini adalah jenis penelitian studi kasus.

2. Jenis dan Sumber Data

Adapun berdasarkan jenis datanya, maka jenis data dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

a. Data tertulis (literatur research). Jenis data tertulis dalam hal ini berupa buku-buku, jurnal,

dsb yang ada hubungannya dengan tema penelitian.

b. Data dokumentasi. Jenis data dokumen dalam hal ini berupa sejarah, akta pendirikan,

kurikulum, program, arsip, foto-foto kegiatan, atau dokumen penting lainnya.

c. Data lapangan. Adapun materi atau data yang dicari di lapangan yang dimaksud dalam hal

ini meliputi data-data hasil wawancara mengenai tema penelitian.

Adapun berdasarkan sumber datanya, maka penelitian ini terbagi ke dalam dua sumber,

yaitu sumber primer dan sekunder.

Pertama sumber primer; data yang hanya didapat dilapangan Objek penelitian – pada

penelitian lapangan berupa:

a. Dokumen (studi dokumen) tentang Lembaga yang dikaji, baik itu berupa sejarah, akte

pendirian, program, kurikulum, guru, siswa dst:

b. Wawancara(hasil wawancara) – dengan siapa saja dan apa yang ingin didapatkan dari orang

tsb

c. Observasi (hasil observasi) – apa yang ingin didapatkan dari diobservasi

Kedua sumber sekunder; berupa buku, jurnal, makalah dll yang berhubungan dengan

masalah penelitian.

Robert L. Bogdan & Sari Knoop Biklen, “ Qualitative Reseach For Education an Introduction to
17

Theory And Methods”,  (Boston: Allyn & Bacon, 1982), h. 2.


3. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini ada empat, yaitu:

observasi, wawancara, dokumentasi, dan penelusuran referensi.

a. Observasi

Melalui observasi penulis melakukan pengamatan langsung kepada obyek penelitian, yaitu

RA Bait Qur’any Ciputat.

b. Wawancara

Dalam pengumpulan data melalui wawancara, penulis menggunakan pedoman wawancara,

slip, dan perekam suara. Pedoman wawancara diperlukan agar pertanyaan-pertanyaan yang

dikemukan ketika melakukan wawancara lebih sistematis dan terfokus pada hal-hal yang

penting terkait tema dan masalah penelitian.

c. Dokumentasi

Dalam penelitian ini, penulis juga menggunakan teknis dokumentasi untuk mendapatkan

data-data yang bersifat dokumenter. Hal ini didasarkan pada asumsi bahwa ada data-data

penting di lembaga pendidikan yang akan diteliti yang terdokumen seperti sejarah pendirian,

brosur, foto-foto, dan dokumen lainnya yang berkaitan dengan topik penelitian.

d. Penelusuran Referensi

Penelusuran referensi dalam hal ini berguna untuk mencari buku-buku, jurnal, disertasi,

yang berkaitan dengan topik penelitian penulis. Melalui penelusuran referensi, penulis juga

mencari dan mengumpulkan kajian teori yang akan berguna untuk penyusunan penelitian

ini.

4. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan proses pengaturan urutan data, mengorganisasikannya ke dalam

satu pola kategori, dan satuan urutan data. Menurut Bogdan dan Biklen dalam kutipan Imron
Arifin,18 mengatakan “analisis data merupakan proses pelacakan dan pengaturan secara sistematik

transkip wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain yang dikumpulkan untuk

meningkatkan pemahaman terhadap bahan-bahan tersebut agar dapat dipresentasikan secara

keseluruhan kepada orang lain”. Selanjutnya teknis analisis data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah deskriptif, yaitu analisis yang menghasilkan atau menggambarkan keadaan

yang ada dalam objek penelitian.19

Secara rinci langkah-langkah analisis data dapat dilakukan dengan mengikuti cara yang

dikemukakan oleh Miles dan Huberman, yaitu; reduksi data, display data, mengambil

kesimpulan dan verifikasi.20

a. Reduksi Data

Reduksi data ialah proses penyederhanaan data, memilih hal-hal  yang pokok yang

sesuai dengan fokus penelitian. Dengan cara ini data penelitian yang sangat banyak dipilih

sesuai keterkaitan topik riset sehingga keberadaannya dapat dianalisis dengan mudah.

Kegiatan reduksi data bukanlah suatu hal yang terpisah dan berdiri sendiri dari proses

analisis data, akan tetapi merupakan bagian dari proses itu sendiri.

b. Display Data

Display data merupakan suatu proses pengorganisasian (pengelompokan) data, sehingga

mudah untuk dianalisis dan disimpulkan. 21 Proses ini dilakukan dengan cara membuat

matrik, diagram atau grafik. Dengan hal tersebut diharapkan peneliti dapat menguasai data

dan tidak tenggelam dalam tumpukan data yang begitu banyak.

a. Kesimpulan dan Pengecekan Keabsahan Data

18
Arifin Imron, “Penelitian Kualitatif dalam Ilmu-Ilmu Sosial dan Keagamaan”, (Malang: Kalimasahada,
1999), h. 84.
19
Arikunto, Suharsimi, “Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik”, (Jakarta: Rineka Cipta,
2006), h. 353.
20
Mathew B. Miles & A. Michael Huberman, “ Qualitative Data Analysis”, (London: Sage
Publications, 1984), h. 21.
21
Lexy J. Meleong, “Metode Penelian Kualitatif”, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2002), h.
190.
Mengambil kesimpulan dan verifikasi merupakan langkah ketiga dalam proses analisis,

langkah ini dimulai dengan memaparkan pola, judul, hubungan, hal-hal yang sering timbul,

hipotesis dan sebagainya yang mengarah pada topik riset dan diakhiri dengan menarik

kesimpulan sebagai hasil temuan lapangan.

HASIL PENELITIAN

A. Kurikulum RA Bait Qur’any

Karakteristik kurikulum RA Bait Qur’any dapat dilihat pada dasar kurikulum dan isi

kurikulum.

1. Dasar-Dasar Kurikulum RA Bait Qur’any

Kurikulum RA Bait Qur’any berdasarkan pada Islam ( al-Qur’an dan Sunnah) dan

berdasarkan psikologi.

a. Berdasarkan Islam (Dasar Religi).

Tujuan RA Bait Qur’any (BQ) yaitu mengoptimalkan potensi penghambaan diri pada

Allah dan mengoptimalkan potensi kepemimpinann yang ada pada diri anak dalam setiap

aktifitas anak sehari-hari dan mempersiapkan anak masuk pada fase mumayyiz, dimana anak

diharapkan dapat membedakan antara baik dan buruk sesuai dengan aturan Allah. Kurikulum

RA BQ berdasarkan religi tampak pada tujuan ini. Selain itu juga dasar religi kurikulum RA

BQ dapat dilihat pada materi, dan metoda.

Pertama, materi. Kurikulum. RA BQ dalam mendesain materi pembelajaran di RA BQ

berdasarkan religi (aqidah Islam). Ini dapat dilihat dalam dalam isi (materi) kurikulum RA BQ.

1.Tsaqofah Islam

Kurikulum tsaqofah Islam pada RA BQ terdiri dari materi tentang aqidah, syariah, al-

Qur’an, hadits, syirah nabi, dan do’a. Pertama, materi aqidah. Materi ini membantu anak

untuk mengetahui dari mana asal manusia, hewan dan tumbuhan, dan akan kemana akhir

kehidupan semuanya dan bagaimana manusia, hewan dan tumbuhan hidup di dunia. Kedua,
materi syari’ah; kurikulum ini diharapkan dapat mengenalkan dasar-dasar syariat, sepert;i

wudhu’, shalat, aurat, muhrim, halal, haram, najis, tata cara pergaulan antara saudara, orang tua,

teman sebaya, dan pergaulan dengan bukan muhrim.

Ketiga, materi Al-Qur’an. Kurikulum al-Qur’an di RA BQ berupaya membantu anak

hafal juz 30 dengan tujuan memperkuat aqidah anak. Kurikulum al-Qur’an di RA BQ terdiri

dari kurikulum, tahfidz, tarjamah dan quantum kepribadian. Dengan tahfidz, anak dapat hafal

ayat al-Qur’an tentang aqidah, dengan tarjamah anak dapat mengetahui makna ayat yang di baca

dan dengan quantum kepribadian, anak dapat mengaplikasikan nilai- nilai al-Qur’an yang

dihafal.

Keempat, materi hadits. Kurikulum hadits membantu membentuk akhlak mulia pada

diri anak. Kelima, materi do’a. Membiasakan anak untuk berdo’a sebelum dan sesudah

mengerjakan pekerjaan.

Tsaqofah Islam menjadi salah satu isi kurikulum RA BQ dengan alasan bahwa anak

tidak dapat membangun pengetahuannya sendiri tanpa bantuan dari orang dewasa sebagaimana

pendapat Vygorsky. Anak juga tidak hanya dapat membangun pengetahuan dengan bantuan

orang dewasa semata tetapi juga memerlukan informasi dari Tuhan. Ini sejalan dengan pendapat

bahwa anak tidak dapat membangun pengetahuannya tanpa ada informasi tentang fakta yang ia

indra. Anak tidak dapat mengetahui sesuatu dengan proses pengindraan saja, dan proses berfikir

bukan otak mempunyai daya pantul terhadap benda yang diindra tetapi semua fakta yang diindra

hanya diserap dan untuk mengetahui fakta tersebut fakta tersebut perlu dikaitkan dengan

informasi yang ada di otak. (QS. Al-Baqarah: dan Ibrahim: ).

Anak RA membangun kepribadiannya saat mereka bersosialisi. Agar anak dapat

bersosialisasi dengan baik, maka anak memerlukan informasi awal tentang nilai-nilai Tuhan yang

mengatur tentang cara bersosialisasi. Pembelajaran tsaqofah Islam dalam RA BQ diharapkan

dapat memberikan informasi qur’any dan sunnah tentang cara bersosialisasi sejak dini pada diri
anak. Dengan demikian out put RA BQ dapat membedakan sesuatu yang baik dan buruk

menurut Tuhan bukan hanya menurut keinginan.

2. Sains dalam Bingkai tauhid

Kurikulum RA BQ menggunakan kurikulum tematik. Untuk tema tentang alam,

hewan, dan tumbuhan diarahkan pada materi sain dalam bingkai tauhid. Kurikulum ini

memotivasi anak untuk mencintai sain dengan mengenalkan dasar - dasar sain dan menemukan

kebesaran Allah dalam setiap permainan sain. Kurikulum ini dibangun tidak hanya dengan

pendekatan keilmuan biologi, fisika dan kimia saja, tetapi juga dibangun dengan pendekatan

ketauhidan dan akhlaq.

b.Dasar Psikologis.

Kurikulum RA BQ dibangun dengan dasar psikologi, ini terlihat dalam tujuan, materi

dan metoda RA BQ.

1.Tujuan

Tujuan pendidikan di RA BQ yang tercantum dalam kurikulum yaitu mengoptimalkan

potensi penghambaan diri kepada Allah dan potensi kepemimpinan pada diri anak. Dengan

demikian kurikulum RA BQ berorientasi pada nilai ilahiyah dan psikologis. Pada dasarnya

tujuan di RA BQ tersebut berorientasi pada nilai –nilai ilahiyah, sedangkan nilai-nilai ilahiyah

itu sendiri secara langsung berorientasi pada psikologis anak.

Tujuan kurikulum pada RA BQ yang berorientasi pada nilai-nilai ilahiyah terlihat pada

tujuan RA BQ yang berupaya membantu anak usia dini untuk menghambakan diri pada Allah

dan membantu anak untuk berkembang menjadi khalifah Allah di muka bumi sesuai dengan

aturan yang Allah berikan dalam al-Qur’an dan Sunnah. Secara bersamaan, tujuan pendidikan

pada RA BQ juga berorientasi pada psikologi. Ini terlihat pada upaya RA BQ untuk
mengoptimalkan seluruh potensi –potensi dasar yang Allah berikan pada Anak usia dini agar

tercapai tujuan pendidikan pada RA tersebut.

Hal ini menunjukkan konvergensi yang diterapkan dalam dasar-dasar kurikulum pada RA

BQ yaitu konvergensi religi (aqidah Islam) dan psikologi. Jika dilihat secara filosofis pada dasar

kurikulum RA BQ, maka terdapat konvergensi nativisme dan empirisme yang tidak hany

berorientasi pada antroposentris. Ini dapat terlihat pada pengakuan kurikulum RA BQ terhadap

adanya potensi dasar dalam diri anak yang diberikan oleh Allah yang perlu distimulan oleh

lingkungan.

2.Isi Kurikulum (Materi)

Dasar isi kurikulum RA BQ adalah berdasarkan Islam (Al-Qur’an dan Sunnah). Hal ini

terlihat pada materi pembelajaran pada RA BQ disesuaikan dengan fase pra tamyiz atau usia dini,

dimana materi pembelajaran diarahkan pada upaya mempersiapkan anak memasuki masa

mumayyiz, yaitu mengoptimalkan potensi menghambakan diri pada Allah dan menjadi khalifah

Allah sehingga anak berkembang sesuai dengan taraf perkembangannya. Selain itu juga, materi

RA BQ berdasarkan psikologi. Ini terlihat pada materi yang dirancang untuk mengembangkan

potensi–potensi dasar yang ada pada anak usia dini. Berdasarkan pembahasan di atas, terlihat

bahwa telah diterapkannya konvergensi dasar Islam dan psikologi pada kurikulum RA BQ. Dan

secara filosofis dalam dasar materi kurikulum pada RA BQ terlihat adanya penerapan

konvergensi nativisme dan empirisme yang tidakhanya berorientasi pada antroposentris. Ini

terlihat pada adanya pengakuat bahwa setiap anak memiliki potensi dasar yang Allah berikan dan

potensi itu akan berkembang jika mendapatkan stimulan oleh lingkungan.

3.Metoda.

Metoda taman-kanak-kanak pada RA BQ disamping berdasarkan pada religi dia juga

berdasarkan psikologi. Ini sejalan dengan isyarat Al-Qur’an yang menjelaskan bahwa mendidik
anak hendaknya berdasarkan psikologi anak, dengan demikian pada saat metoda BQ

berdasarkan religi (Islam) ia juga berdasarkan psikologi.

Metoda pembelajaran RA BQ berdasarkan Psikologi dapat dilihat dari beberapa hal

yaitu:

a. Metoda aqliyah dan nafsiyah

Metoda pembelajaran di RA BQ menggunakan pola aqliyah22 dan nafsiyah23. Dengan

pembelajaran melalui pola aqliyah, materi tsaqofah islam tidak diberikan dengan doktrin

semata, melainkan melalui proses berfikir. Ada beberapa tahap berfikir syar’i yang dibiasakan

pada anak RA BQ. Tahap pertama, Tsaqofah islam diberikan pada anak dengan tujuan agar

tsaqofah islam tersebut menjadi informasi awal anak. Kemudian, mengajak anak mengamati fakta

yang ada disekitar sekolah. selanjutnya, guru menunjukkan fakta yang sesuai dengan informasi

awal yang diberikan. Tahap kedua, guru meminta anak untuk menyebutkan fakta apa saja yang

ada disekitar anak. Kemudian guru meminta anak berfikir tentang fakta tersebut dengan

mengkaitkannya dengan informasi awal yang telah diberikan pada anak. Tahap ketiga adalah

guru memberikan sebuah gambar atau masalah, kemudian anak diminta berfikir dengan pola di

atas.

Tahap berfikir di atas adalah tahap berfikir dasar yang dikembangkan di RA BQ. Tahap

berfikir ini disebut juga berfikir benar. Di RA BQ untuk berfikir bernar anak diharapkan dapat

menyebutkan sesuatu sesuai dengan yang dia lihat, dengar dan rasakan. Dalam hal ini anak di

minta untk mendeskripsikan benda yang ada dihadapannya; contohnya kucing, anak diminta

berfikir benar tentang kucing tersebut. Kemudian anak diajak untuk berfikir serius. Yaitu anak

diminta menemukan masalah setelah dia berfikir benar tentang benda atau sesuatu yang ada

dihadapannya. Contohnya anak diminta berfikir benar tentang kucing, kemudian anak

22
Ali Nugraha, Pengembangan Pembelajaran Sains Pada Anak Usia Dini ( Jakarta, Departemen
Pendidikan Nasional: 2005) , 79
23
Ali Nugraha, Pengembangan Pembelajaran, 79
menemukan masalah, yaitu kucingnya lapar, lalu anak diharapkan dapat menemukan solusi

untuk menyelesaikan masalahnya sampaidengan merumuskan cara untuk menyelesaikannya.

Dengan demikian terlihat dalam RA BQ ini selain berdasarkan pada religi, dia juga berdasarkan

psikologi, dimana sangat menghargai anak sebagai manusia yang allah berikan potensi untuk

berfikir, yang merupakan pembeda antara manusi dan mahluk allah yang lain.

Selain itu juga RA BQ mengembangkan taraf berfikir kausalitas24. pola pikir anak usia

dini yang disebut dengan precausal reasioning untuk menerangkan sebab akibat. Ada tujuh tipe

dari pola pikir ini antara lain sebagai berikut:

1. Motivation (Motivasi)

Menurut pola pikir ini, hubungan sebab-akibat didasari atas suatu tujuan tertentu. Kalau

anak ditanya, “Mengapa matahari bersinar ?” Anak mungkin menjawab, “Sebab Tuhan

mengirimnya agar (dunia ini) terang”.

2. Finalism (Finalisme)

Cara berpikir finalisme ini didasari atas pengertian bahwa hubungan sebab-akibat terjadi

karena memang harus terjadi. Sebagai contoh, anak ditanya, Mengapa sungai mengalir ke laut?

Ya, karena memang demikian adanya. Mengapa kaca ini berserakan di lantai? Karena pecah.

3. Phenomenism (Fenomenisme)

Cara berpikir ini didasarkan atas kepercayaan yang sering diceritakan pada anak.

Misalnya dulu sewaktu kecil, Ayah dan Ibu saya selalu menasehati agar saya menghabiskan

makanan yang saya makan sebab kalau tidak habis ayam saya akan mati. Anak kecil akan percaya

benar kalau makanan tidak habis, ayam akan mati.

4. Moral Causality (Moralisme)

Anak menerangkan hubungan sebab-akibat sebagai fungsi dari suatu benda. Sebagai

contoh, anak ditanya mengapa mobil itu bergerak? Agar dapat membawa kita kemana-mana.

24
Slamet Suyanto, Konsep Dasar, 57-58
Mengapa matahari bersinar? Agar matahari itu menerangi kita. Mengapa hujan turun? Agar kita

memperoleh air darinya.

5. Artificialisme (Artifialisme)

Anak menerangkan hubungan sebab-akibat ditinjau dari kepentingannya terhadap

manusia. Misalnya anak ditanya, mengapa jarum jam bergerak? Agar kita dapat mengetahui

waktu. Dari mana matahari berasal? Manusia yang membuatnya. Mengapa matahari tidak

kelihatan di malam hari? Seseorang meyimpannya.

6. Animism (Animisme)

Cara berpikir ini didasarkan atas anggapan bahwa segala sesuatu (termasuk benda-

benda tak hidup) itu hidup. Anak pada usia ini atau di bawahnya umumnya bingung untuk

membedakan konsep hidup dengan gerak. Sesuatu yang kelihatannya bergerak biasanya

dikatakan hidup. Mengapa awan itu bergerak? Sebab ia hidup. Hal ini berlaku untuk benda-

benda yang bergerak lainnya. Seperti mobil, matahari, bahkan gunung, lampu, dan radio sering

dikatakan hidup.

7. Dynamism (Dinamisme)

Anak usia ini masih sulit membedakan antara konsep gaya dengan konsep hidup. Kalau

ditanya mengapa sungai mengalir dari gunung ke laut? Karena gunung mendorong air di sungai

ke laut (bukan karena gaya gravitasi bumi)

RA BQ juga menggunakan metoda dengan pola nafsiyah yaitu guru dan orang tua

melakukan proses pembelajaran ketika memenuhi seluruh kebutuhan anak-anak di RA BQ dan

di rumah dengan cara pembiasaan, keteladanan dan reward.

b.Pembelajaran yang sesuai dengan pola belajar anak

Pembelajaran di RA BQ berdasarkan pola belajar anak, yaitu pola belajar visual, audio

dan kinestetik. Ini dapat dilihat dalam proses pembelajaran menghafal al-Qur’an, tarjamah

perkata, bahasa Arab al-Qur’an, quantum kepribadian dan sains.

c.Belajar sambil bermain


RA BQ juga menerapkan belajar sambil bermain. Belajar sambil bermain di RA BQ

dapat dilihat pada program bermain dalam pembelajaran sain. Proses pembelajaran ini sejalan

dengan beberapa pendapat berikut: Papalia, seorang ahli perkembangan manusia dalam

bukunya Human Development, mengatakan bahwa anak berkembang dengan cara bermain.

Dunia anak-anak adalah dunia bermain. Dengan bermain anak-anak menggunakan otot

tubuhnya, menstimulasi indra-indra tubuhnya, mengeksplorasi dunia sekitarnya, menemukan

seperti apa lingkungan yang ia tinggali dan menemukan seperti apa diri mereka sendiri. 25

Beberapa ahli, pengikut Vygotsky, yakin bahwa bermain mempengaruhi perkembangan

anak melalui tiga cara. Pertama, bermain menciptakan zone of proximal developmental (ZPD)

pada anak, yakni wilayah yang menghubungkan antara kemampuan aktual anak dan

kemampuan potensial anak.26 Kedua, bermain memfasilitasi separasi (pemisahan) pikiran dari

objek dan aksi. Ketiga, bermain mengembangkan penguasaan diri. Di dalam bermain, anak

tidak dapat bertindak sembarangan. Anak mesti bertindak sesuai skenario.

d.Mengalami langsung atau belajar ekperimens.

Pembelajaran sain di RA BQ menggunakan metoda mengalami langsung atau belajar

eksperimen. pembelajaran sain di RA BQ sejalan dengan teori experiential Learning.

Menurut Dewey, anak belajar melalui pengalamannya. Menurutnya anak belajar dalam

pengalamannya menggunakan aktivitas yang berbeda-beda pada saat belajar. Pada tahap

pertama, yakni untuk anak prasekolah, anak terlibat secara aktif dengan latihan-latihan organ-

organ sensorik dan perkembangan koordinasifisi. Tahap kedua, anak terlibat dengan materi

dan alat-alat yang ada dilingkungan.27

Berdasarkan keterangan di atas terlihat ada penerapan konvergensi pada dasar metoda

pembelajaran di kurikulum RA BQ, yaitu konvergensi dasar Islam dan psikologi. Secara
25
Catron, Carol E. dan Allen, Early Childhood Curriculum A Creative-Play Model, (New Jersey:
1999.). 117
26
Bodrova, Elen & Leong, Deborah, Tool Of The Maind: The Vygotskian approach to Early
Childhood Education, ( New Jersey: Merril Prentice: 1996), 63.
27
Dewey, John, Democracy and Education. ( New York:1964), 69)
filosofis juga dapat dianalisa pada dasar kurikulum RA BQ terdapat penerapan konvergensi

nativisme dan empirisme yang tidak hanya berorientasi pada antroposentris. Ini dapat terlihat

pada pengakuan kurikulum RA BQ terhadap adanya potensi dasar dalam diri anak yang

diberikan oleh Allah yang perlu distimulan oleh lingkungan.

2. Orientasi Krikulum RA BQ Bait Qur’any

Kurikulum RA BQ berorientasi pada beberapa hal;

a.Orientasi Nilai

Kurikulum RA BQ berdasarkan religi, yaitu berdasarkan aqidah Islam. Dengan

demikian orientasi kurikulum RA BQ yaitu pelestarian nilai-nilai 28 ilahiyah yang mencakup

nilai-nilai yang mengikat hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia dan

manusia dengan seluruh alam. Nilai-nilai ketuhanan tersebut tampak dalam materi tentang

tsaqofah Islam dan sain dalam bingkai tauhid yang ada di RA BQ. Kurikulum pada RA BQ

berorientasi pada nilai-nilai ilahi, bersamaan itu juga kurikulum tersebut berorientasi pada nilai

ruhiyah, nilai insaniyah, dan nilai akhlaqi. Nilai-nilai ruhiyah tampak pada materi aqidah,

syariah, ibadah dan dakwah. Nilai-nilai insaniyah dan akhlak tampak pada materi syari’ah tata

pergaulan dan sain.

b. Orientasi Kebutuhan Masyarakat

Kurikulum RA BQ berorientrasi pada kebutuhan masyarakat. ini dapat dilihat dalam

materi dan metoda pembelajaran yang ada.

1. Materi

Kurikulum pada TK BQ berorientasi dengan kebutuhan masyarakat. Ini terlihat pada

isi kurikulum (materi) yang dapat menstimulan anak untuk peduli dengan masyarakat khususnya

teman dan saudara, yaitu materi akhlak.

28
Abdul Mujib dan Jusuf Mudzakkir, IlmuPendidikan, 135.
2.Metoda

Kurikulum pada RA BQ berorintasi pada kebutuhan masyarakat dengan demikian

metoda yang dapat menstimulan anak untuk peduli dengan kebutuhan masyarakat yaitu metoda

aqliyah dan nafsiyah, bermain langsung, dan eksperimen. Metoda aqliyah atau berfikir yaitu

anak-anak diajak menemukan masalah yang dihadapi masyaralat pada tema air, api, udara dan

lain-lain, kemudian mengajak anak mencari jalan keluar sederhana dari masalah yang dihadapi.

Misalnya; basah, air tumpah, lantai licin, jatuh dan lain-lain. Minta anak berfikir menyelesaikan

masalah baju basah dengan apa?, air tumpah dengan apa?, lantai licin dengan apa?, mengajak

anak bersama untuk mengatasi satu masalah secara bersama. Misalnya lantai licin, dengan

mengepel lantai yang sudah licin akibat main bersama.

Dengan kurikulum berorientasi pada kebutuhan masyarakat kurikulum diarahkan pada

kurikulum dakwah pada masyarakat dan kepedulian kepada masyalah. Anak diarahkan pada

kreatifitas anak menyelesaikan masalah masyarakat sederhana dengan dorongan aqidah Islam.

Dengan demikian ada konvergensi orientasi dalam kurikulum RA BQ yaitu konvergensi antara

orientasi nilai- nilai ilahiyah dan orientasi kebutuhan social.

c.Orientasi pada Peserta Didik.

Kurikulum RA BQ berdasarkan pada psikologi, yaitu kurikulum berorientasi pada

peserta didik. Kurikulum diarahkan pada upaya membantu anak usia dini untuk memasuki usia

mumayyiz, yaitu memenuhi hak-hak anak usia dini yang telah ditetapkan oleh Allah, dan

proses pembelajaran yang berlangsung pada RA BQ sebagai upaya mengoptimalkan potensi

yang Allah berikan.

Berdasarkan keterangan di atas, terlihat diterapkannya konvergensi nativisme dan

empirisme yang tidak hany berorientasi pada antroposentris. Ini dapat terlihat pada pengakuan

kurikulum RA BQ terhadap adanya potensi dasar dalam diri anak yang diberikan oleh Allah

yang perlu distimulan oleh lingkungan.


Pada kurikulum RA BQ juga di temukan penerapan konvergensi orientasi ilahy dan

orientasi peserta didik. Hal ini terlihat pada upaya kurikulum RA BQ yang berupaya untuk

berorientasi pada isyarat al-Qur’an dalam memenuhi hak anak untuk mengenal Tuhannya, cara

bersikap pada orang tua dan sesama manusia, dan anjuran hadits Rasulullah untuk

mempersiapkan anak memasuki usia mumayyiz. serta mengikuti isyarat hadits Rasulullah yang

menjelaskan tentang mendidik anak dengan kasih sayang, bermain dan menyenangkan. Ketika

kurikulum pada TK BQ berorientasi pada aturan Allah dan Rasulullah, pada Kurikulum RA

BQ juga berorientasi pada peserta didik. Karena nash-nash al-Qur’an dan hadits Rasulullah

memberikan isyarat bahwa pendidikan anak usia dini hendaknya berorientasi pada peserta didik.

3.Model Konsep Kurikulum RA Bait Qur’any

a.Kurikulum RA BQ sebagai Model Subjek Akademik

RA BQ mencoba menghidupkan kembali budaya keilmuan pada masa kejayaan Islam,

dimana anak usia dini di kuttab belum diajarkan materi lain sebelum anak-anak menghafal al-

Qur’an. Kemudian fakta sejarah tersebut dijadikan dasar bagi RA BQ untuk menjadikan

pembelajaran al-Qur’an sebagai dasar pengetahuan yang lain. Selain itu juga pembelajaran al-

Qur’an di RA BQ berintegrasi dengan tarjamah al-Qur’an perkata, bahasa arab al-Qur’an, dan

Quamtum kepribadian (pemberian pemahaman al-Qur’an pada anak), menghafal dalil-dalil

aqidah, dan syari’ah.

RA BQ juga memberikan materi sain dengan menganalisa beberapa tema dalam

kurikulum dengan analisa kimia dan fisika. Sehingga anak memiliki dasar-dasar analisa sain

sederhana, seperti mengapa hujan, mengapa tenggelam dan lain-lain

Selain itu RA BQ membekali anak-anak dengan keterampilan hidup seperti cara

mencuci tangan, makan, berpakaiaan, mencuci piring, dan lain- lain. Dengan demikian maka,

kurikulum pada RA BQ menggunakan model subjek akademik.


b.Kurikulum RA BQ sebagai Model Humanistik

Model Kurikulum RA BQ adalah model humanistik ini terlihat dari RA BQ

berdasarkan psikologi dan berorientasi pada psikologi. RA BQ memandang bahwa setiap anak

Allah karuniai berbagai potensi dalam dirinya, dan sekolah membantu anak mengembangkan

potensi tersebut.

Kurukulum pada RA BQ selain menggunakan model humanistik juga menggunakan

model akademik. Hal ini menunjukkan adanya penerapan konvergensi model humanistik dan

akademik pada model kurikulum pada RA BQ. Kurikulum dengan model akademik terlihat

pada upaya RA BQ untuk mentranfer pengetahuan pada peserta didik khususnya tsaqofah

Islam, seperti menghafal al-Qur’an, terjamah al-Qur’an perkata dan bahsa arab al-Qur’an serta

quantum kepribadian al-Qur’an. Kelompok materi ini merupakan materi yang bersifat abstrak.

Dan menurut teori Peaget, anak usia dini baru dapat berfikir sesuatu yang kongkrit. Para ahli

yang menganut teori ini menganggap kurikulum dengan model akademik akan membuat anak

setres, karena tidak sesuai dengan taraf perkembangan anak.

Namun, pada kurikulum RA BQ, selain menggunakan model akademik juga

menggunakan model humanistik. Hal ini terlihat pada metoda pembelajaran tsaqofah Islam di

RA BQ yang sangat mempertimbangkan perkembangan anak usia dini. Dunia anak adalah

dunia bermain, anak memiliki tiga pola belajar; visual, audio dan kinestetik, anak senang

bernyanyi dan menari. Untuk itu maka pembelajaran tsaqofah Islam pada RA BQ

menggunakan metoda belajar sambil bermain, menghafal dengan gerak, menterjemahkan al-

Qur’an perkata dengan gerak semi tari, gerak simbolik dan lagu. Metoda –metoda tersebut

dapat menjadi scaffolding untuk mendongkrak kemampuaan anak. Tsaqofah Islam yang

awalnya sulit dipelajari anak, berat dan menjenuhkan, dengan kurikulum humanistic dapat

menjadi materi pembelajaran yang mudah dikuasi anak usia dini, pembelajaran menyengkan

dan tidak membuat anak setres.


4.Isi Kurikulum RA BQ

Isi kurikulum pada taman kanak-kanak Bait Qur’any mengkonvergensikan isi

kurikulum yang berorientasi pada ketuhanan, kemanusian dan kealaman.

a. Isi Kurikulum RA BQ yang berorientasi pada “Ketuhanan”

Isi kurikulum pada RA BQ yang berorientasi dengan” ketuhanan” yaitu pembelajarn

al-Qur’an, quantum kepribadian qur’any, aqidah, syari’ah dasar, sirah nabi, do’a sehari-hari,

dan akhlak. Isi kurikulum RA BQ yang berorientasi pada ketuhanan antara satu dengan yang

lainnya berkonvergensi. Pembelajaran al-Qur’an di RA BQ merupakan kombinasi dari

beberapa pelajaran yaitu pembelajaran menghafal, terjemah, bahasa arab al-Qur’an dan

quantum kepribadian. Pembelajaran al-Qur’an tersebur five in one.

Konvergensi materi tersebut dengan pertimbangan bahwa kurikulum tsaqofah Islam

memiliki tujuan membentuk kepribadian Islam yang terbangun dengan cara berfikir Islam dan

berprilaku Islam. Isi kurikulum tsaqofah Islam diarahkan untuk membangun dua hal tersebut.

Menghafal al-Qur’an, terjemah, bahasa arab al-Qur’an merupakan upaya untuk memasukkan

informasi Islam pada diri anak.29 Mengingat al-Qur’an menggunakan bahasa arab dan bahasa

arab menjadi bahasa asing bagi anak, maka terjemah al-Qur’an merupakan upaya untuk

mengetahui makna ayat-ayat yang dihafal anak. Anak tidak akan dapat memahami ayat yang

dihafal tanpa mengetahui maknanya. Dengan demikian dua hal di atas merupakan upaya

memasukkan informasi Islam pada diri anak. Kemudian dengan quantum kepribadian anak

diajak untuk mengkaitkan fakta dengan informasi al-Qur’an yang telah diberikan.

b. Isi Kurikulum RA BQ yang Berorientasi Pada “Kemanusiaan”

Isi kurikulum pada RA BQ yang berorientasi dengan “kemanusiaan” yaitu materi

tentang keterampilan hidup. Materi tentang keterampilan hidup terdiri dari beberapa tema

yaitu: tema aku, rumah, sekolah, makan, pakaian, kebersihan, kesehatan.

29
Wawancara dengan Direktur kepala sekolah TK BQ Ciputat , ibu umi , Jakarta,5 Januari 2012.
1. Tema aku. Pada tema ini mengembangkan keterampilan mengemukakan keinginan diri

sendiri: adab meminjam mainan teman, adab izin keluar kelas, adab ke kamar mandi, dan

cara mencuci tangan.

2. Rumah ku: Pada tema ini mengembangkan keterampilan mencuci piring, menyapu,

menyiram bunga, merapikan tempat tidur dan merapikan mainan.

3. Tema sekolah: Tema ini mengembangkan keterampilan menyusun sepatu di rak sepatu,

melepas dan memakai sepatu, merapikan peralatan makan, membuang sampah pada

tempatnya, membersihkan kelas setelah istirahat dan sebelum pulang sekolah dan anjuran

nabi tentang kebersihan adalah sebagian dari iman.

4. Tema makan: Tema ini mengembangkan keterampilan makan yang benar, hal ini

mencakup keterampilan sebagai berikut ; mengambil nasi dan minum, lauk dan sayur

dengan tertib, adab makan, merapikan peralatan makan dan minum ketempatnya, dan

mencuci piring dan cangkir.

5. Tema pakaian: keterampilan yang dikembangkan dalam tema ini yaitu membuka baju yang

benar, meletakkan baju ditempat nya, melipat baju, mengambil baju di lemari, memakai

baju dan kaos kaki, mencuci kaos kaki, serta adab berpakaian sesuai dengan sunnah Nabi.

6. Tema kebersihan: tema ini mengembangkan keterampilan menyapu halaman,

membersihkan meja dan kursi, serta membersihkan tempat tidur.

7. Tema kesehatan: tema ini mengembangkan keterampilan memilih makanan sehat, mencuci

buah-buahan, mencuci tangan, dan membuang sampah pada tempatnya

Pada isi kurikulum RA BQ ditemukan adanya penerapan konvergensi isi kurikulum

yang berorientasi pada ketuhanan dan isi kurikulum yang berorientasi pada kemanusiaan. Hal

ini dapat dilihat pada isi kurikulum yang berorientasi pada kemanusian pada materi

keterampilan hidup, dimana pada materi keterampilan hidup mencakup adab-adab Islam

tentang keterampilan hidup tersebut.


c. Isi Kurikulum RA BQ yang berorientasi pada “Kealaman”

Isi kurikulum pada RA BQ yang berorientasi dengan kealaman yaitu materi tentang

sain. Materi berbasis sain dalam bingkai tauhid mencakup beberapa tema, yaitu tema panca

indra, air udara, api, matahari, bulan, bintang, dan alam. Orientasi isi kurikulum sain tersebut

konvergensi antara kealaman dan ketuhanan. Ini terlihat bahwa dalam proses pembelajaranya

anak tidak hanya mempelajari sain, tetapi juga mempelajari pencipta objek sain, pencipta

kekhasan setiap benda, pengatur setiap kekhasan yang ada diseluruh benda dan makhluk yang

menjadi objek sain.

KESIMPULAN

Hasil penelitian bahwa kurikulum pendidikan anak usia dini tahfidz Al Qur’an berbasis

developmentally appropiate practice di RA Bait Qur’any memiliki tiga dimensi yaitu kesesuaian

dengan perkembangan usia(age), kesesuaian dengan pertmbuhan individu (individual growth

patterns), dan kesesuaian dengan kultur anak(cultural) dan agama.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Zain Sarnoto dan Ely Budianty, Karakteristik pembelajaran Quantum Learning di

lembaga pendidikan anak usia dini aṣ-ṣibyā n Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini Vol. 5,

No.2, Desember 2021.

Ali Nugraha, Pengembangan Pembelajaran Sains Pada Anak Usia Dini ( Jakarta, Departemen

Pendidikan Nasional: 2005) , 79

Amstrong, Thomas(2002).Setiap Anak Cerdas Panduan Membantu Anak Belajar Dengan

Memanfaatkan Multiple Intelligencenya. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Arifin Imron, “Penelitian Kualitatif dalam Ilmu-Ilmu Sosial dan Keagamaan”, (Malang:

Kalimasahada, 1999), h. 84.


Arikunto, Suharsimi, “Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik”, (Jakarta: Rineka

Cipta, 2006), h. 353.

Bodrova, Elen & Leong, Deborah, Tool Of The Maind: The Vygotskian approach to Early

Childhood Education, ( New Jersey: Merril Prentice: 1996), 63.

Bredekamp, S.And C.Copple(eds).(1997).Developmentally Appropriate PracticeinEarly

ChildHood Program(rev. Ed).Washington, DC : National Assosiation for the Education

of Young Children Carol Gestwicki.(2008).Developmentally Appropiate Practice :

Curriculumand DevelopmentIn Early Education. Canada : Thomson Delmar Learning

Child Departement Center(tanpa tahun)DevelopmentallyAppropiatePractice (on

line)http//www.tr,wou.edu/train/ededap.htm

Bredekamp, Sue, Developmentallay Appropriat Practice in early Childhood Programs Serving

Children From The Birth Through Age 8, Washington: National Association for the

Education of Young Children, 1992, h. 5-6.

Catron, Carol E. dan Allen, Early Childhood Curriculum A Creative-Play Model, (New

Jersey: 1999.). 117

Dahliani, Anita Yus, Masganti Sitorus, Development Analysis of Ability Memorizing the

Qur'an on Early Childhood in PAUD Bait Qurany Saleh Rahmany, Banda

Aceh,Indonesia. Budapest International Research and Critics in Linguistics and

Education (BirLE) Journal Volume 2, No 4, November 2019, Page: 185-190

Dewey, John, Democracy and Education. ( New York:1964), 69)

Durrotul Fikriyyah Konsep Pendidikan Karakter Anak Usia Dini, Tesis Prodi Pendidikan

Agama Islam, Fakultas Tarbiyah Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta. 2021

Huzaemah Tahido Yanggo, Fiqh Anak, Metoda Islam dalam Mengasuh dan Mendidik Anak

serta Hukum-Hukum yang berkaitan dengan aktivitas Anak , Jakarta: Al-Mawardi

Prima: 2004, h. 208.


Khaeruddin,. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, Konsep dan Implementasinya di

Madrasah, Jogyakarta: Nuansa Aksara, 2007, h. 26.

Lexy J. Meleong, “Metode Penelian Kualitatif”, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2002), h.

190.

Mathew B. Miles & A. Michael Huberman, “ Qualitative Data Analysis”, (London: Sage

Publications, 1984), h. 21.

Musthafa Bahruddin, Perkembangan Anak Usia Dini dan Implikasinya bagi Penulisan Buku

Ajar, Yogyakarta: Makalah Pelatihan Penulisan Buku Ajar Bagi Dosen Program DII

PGTK Se-Indonesia, 2002, h. 2.

Nata, Abuddin, Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam,Seri Kajian Filsafat Pendidikan Islam,

Jakarta: Rajawali Pers, 1998, h. 197.

Nenden Ineu. , Pengembangan Model Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini Berbasis

Developmentally Appropiate Practice Untuk Menumbuhkembangkan Kecerdasan

Interpersonal Dan Kecerdasan Intrapersonal, h. 2.

Nenden Ineu. , Pengembangan Model Kurikulum Pendidikan Anak Usia Dini Berbasis

Developmentally Appropiate Practice Untuk Menumbuhkembangkan Kecerdasan

Interpersonal Dan Kecerdasan Intrapersonal, h. 2.

Nur Afif, Pembelajaran karakter kemandirian dengan pembelajaran tahfidz Al Qur’an , Jurnal

Kajian Islam Al Kamal Volume 1, Nomor 1 Mei 2021 2021

Nurul Hikmah, Born To Be Star, KOnvergensi Pendidikan dalam Al-Qr’an dan Implikasinya

pada Pendidikan ANak USia Dini, Ciputat, Bait Qur’any Multimedia, 2017, h. 9.

Rani, Evaluasi Penerapan Program Tahfidz untuk Anak Usia Dini di RA Bait Qur’any (RA-

BQ) At-Tafkir, Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Kegurua: 2021.

Robert L. Bogdan & Sari Knoop Biklen, “ Qualitative Reseach For Education an Introduction

to Theory And Methods”,  (Boston: Allyn & Bacon, 1982), h. 2.


Sahertian, Piet A, Konsep Dasar Dan Teknik Supervisi Pendidikan Dalam Rangka

Mengembangkan Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT Rineka Cipta. 2000, h. 28.

Tadkirotun Musfiroh, Bercerita Untuk Anak Usia Dini, Panduan Bagi Guru Taman Kanak-

kanak, Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi,

Direktorat Pembinaan Pendidikan Tenaga Pendidikan dan Ketenagaan Perguruan

Tinggi, 2005, h. 1.

Ulpah Maspupah,, Pengembangan Kurikulum di Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini, YIN

YANG. Vol. 13 No. 1 2018, h. 135

Umar Muhammad al- Thaumi al-Syaibani, Filsafat Pendidikan Islam ( Jakarta: Dirjen PT-

PPLPTK Depdikbud, 1989), 12-13.

Young Children Carol Gestwicki.(2008).Developmentally Appropiate Practice :

Curriculumand DevelopmentIn Early Education. Canada : Thomson Delmar Learning

Child Departement Center(tanpa tahun)DevelopmentallyAppropiatePractice (on

line)http//www.tr,wou.edu/train/ededap.htm

Zainal Arifin, Penelitian Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2012), h. 32.

Anda mungkin juga menyukai