Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

“ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HEMOFILIA”

Oleh :

NAMA : VICKHA SEPTIANY


NIM : 21117128

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN IKesT MUHAMMADIYAH PALEMBANG
2020
PEMBAHASAN

A. Definisi
Hemofilia adalah kelainan perdarahan bawaan yang disebabkan oleh
kekurangan faktor pembekuan dalam darah. Pasien berisiko mengalami
pendarahan seumur hidup pada persendian dan otot (Erin, 2018).
Hemofilia adalah kelainan perdarahan langka terkait-X, akibat defisiensi
faktor pembekuan darah VIII (hemofilia A) atau IX (hemofilia B), dan
ditandai dengan pola episode perdarahan spontan yang paling sering terjadi
pada otot (hematoma) atau sendi (hemarthrosis) (Ling,2018).
Hemofilia adalah kelompok kelainan pembekuan darah dengan
karakteristik sex-linked resesif dan autosomal resesif, dimana perdarahan
dapat terjadi tanpa penyebab utama yang jelas atau berupa perdarahan
spontan (Yoshua, 2013).
Hemofilia adalah penyakit perdarahan akibat kelainan faal koagulasi yang
bersifat herediter dan diturunkan secara X-linked recessive sehingga hanya
bermanifestasi pada laki-laki, sedangkan wanita hanya menjadi karier atau
pembawa sifat penyakit ini. Dikenal tipe-tipe hemofilia A, B, dan C yang
secara klinis ketiganya tidak dapat dibedakan. Hemofilia terjadi oleh karena
adanya defisiensi atau gangguan fungsi salah satu faktor pembekuan yaitu
VIII pada hemofilia A serta kelainan faktor IX pada hemofilia B dan faktor
XI pada hemofilia C. Hemofilia A merupakan bentuk yang paling sering
dijumpai (hemofilia A 80-85%, hemofilia B 15-20%). Prevalensi hemofilia
sebesar 5000-10.000 penduduk laki-laki yang lahir hidup (Yantie & Ariawati,
2012).
Jadi hemofilia adalah kelainan koagulasi darah yang disebabkan oleh tidak
adanya salah satu faktor pembekuan darah terutama pada faktor VIII, IX atau
XI yang hampir seluruhnya penyakit ini timbul pada laki-laki.

1
B. Etiologi
Hemofilia disebabkan karena seorang anak kekurangan faktor pembekuan
VIII untuk hemofilia tipe A, faktor IX untuk hemophilia tipe B dan faktor XI
pada hemofilia C. Selain penyebab utama tersebut, secara umum penyebab
hemofilia antara lain sebagai berikut :
1. Faktor Keturunan atau Genetik
Hemofilia merupakan penyakit genetik yang berarti bahwa ketika orang
tua memiliki pembawa hemofilia, maka anak akan berisiko tinggi
mengidap hemofilia.

2. Neonatus
Neonatus, terutama yang kurang bulan karena fungsi hati belum sempurna
sehingga pembekuan faktor darah khususnya faktor II (protombin)
mengalami gangguan. Pengobatan: umumnya dapat sembuh tanpa
pengobatan atau dengan diberikan.
3. Kurangnya Zat Pembeku Darah
Apabila seorang anak mengalami hemofilia tetapi tidak memiliki garis
keturunan kelainan hemofilia, maka kemungkinan hemofilia disebabkan
oleh kurangnya zat pembeku darah. Zat pembeku darah adalah jenis zat
besi yang dapat didapatkan dari :
a. Makanan yang mengandung zat besi, seperti kacang-kacangan, biji-
bijian
b. Buah yang mengandung vitamin B seperti alpukat

2
c. Makanan yang mengandung vitamin B seperti tempe, tahu, susu,
kedelai
d. Makanan lain seperti cabai merah dan hijau
4. Kurangnya Protein Yang Berperan Dalam Proses Pembekuan Darah
Protein juga penting untuk proses pembekuan darah yaitu bertugas untuk
mempercepat dan melancarkan proses pembekuan darah. Protein tersebut
dilambangkan dengan angka romawi I sampai XIII. Ke 13 faktor ini
merupakan faktor penting dalam berjalannya proses pembekuan darah.
Kekurangan salah satu faktor ini dapat menyebabkan hemofilia dan sulit
terjadinya proses pembekuan darah. (Fikri, 2016)

C. Anatomi Fisiologi
Sistem hematology tersusun atas darah dan tempat darah diproduksi,
termasuk sumsum tulang dan nodus limfa. Darah adalah organ khusus yang
berbeda dengan organ lain karena berbentuk cairan. Cairan darah tersusun
atas komponen sel yang tersuspensi dalam plasma darah. Sel darah terbagi
menjadi erotrosit yang normalnya 5000/mm3 darah dan leukosit yang
normalnya 5000-10.000/mm3 darah. Terdapat sekitar 500-1000 eritrosit tiap
satu leukosit. Leukosit berada dalam beberapa bentuk : eosinofil, basofil,
monosit, nitrofil dan limfosit. Selain itu, dalam suspensi plasma ada juga
fragmen-fragmen sel tak berinti yang disebut trombosit (normalnya 150.000-
450.000 trombosit/mm3 darah).

3
 Sumsum Tulang
Merupakan jaringan lunak yang sangat seluler yang mengisi rongga-
rongga seluler. Sumsum bisa berwarna merah dan kuning. Sumsum merah
merupakan tempat produksi sel darah merah aktif dan merupakan organ
hematopoetik (penghasil darah) utama. Sedangkan sumsum kuning
tersusun terutama lemak dan tidak aktif produksi elemen darah. Selama
masa kanak kanak sebagian sumsum berwarna merah sesuai dengan
pertambahan usia sebagian besar sumsum pada tulang panjang mengalami
perubahan menjadi sumsum kuning namun mempertahankan potensi untuk
kembali berubah menjadi jaringan hematopoetik apabila diperlukan.

 Eritrosit
Sel darah merah merupakan sel gepeng yang berbentuk piringan yang
berbagi tengah kedua sisinya cekung diameternya 8 µm namun sangat
fleksibel.
Produksi eritrosit (eritropoesis) eritroblas muncul dari sel slem primitive
dalam sumsum tulang. Eritroblas adalah sel berinti dalam proses
pematangan dari sumsum tulang menimbulkan hemoglobin dan secara
bertahap kehilangan intinya (retikulosit). Pematangan lebih lanjut menjadi
eritrosit yang sudah matang dilepas dalam sirkulasi. Dalam keadaan
aritropoesis cepat retrikulasi dan sel imatur lainnya dapat dilepas dalam
sirkulasi sebelum waktunya. Fungsi utama eritrosit adalah membawa
oksigen dari paru ke jaringan.

 Leukosit
Leukosit merupakan unit-unit yang dapat bergerak dari sistem pertahanan
tubuh. Leukosit dengan mudah dapat dibedakan dari eritrosit dengan
adanya inti, ukuran yang besar dan perbedaan kemampuan mengikat warna.
Fungsi leukosit adalah :
1) Menahan invasi oleh patofgen melalui fagositosis
2) Mengidentifikasi dan mengahancurkan sel-sel kanker

4
3) Penyembihan luka dan perbaikan jaringan ; memfagositosis debris yang
berasal dari sel yang masti atau cedera.
Leukosit dibagi dalam dua kategori, granulosit dan sel mononuclear
(agranulosit).
a) Granulosit
Neutrofil, eosinofil dan basofil
Nucleus sel bersegmentasi menjadi beberapa lobus
Sitoplasma mengandung banyak granula
b) Agranulosit
Monosit dan limfosit
Memiliki nucleus besar dan tidak bersegmentasi, sedikit granula jumlah
monosit lebih banyak dari limfosit

 Trombosit
Trombosit merupakan partikel kecil, berdiameter 2-4 µm, yang terdapat
dalam sirkulasi plasma darah. Karena dapat mengalami disintegrasi cepat
dan mudah, jumlahnya selalu berubah antara 150.000 dan 450.000 per
mm3 darah, tergantung jumlah yang dihasilkan, bagaimana digunakan dan
kecepatan kerusakan. Dibentuk oleh fragmentasi sel raksa sumsum tulang
(megakariosit). Produksi trombosit diatur oleh protombopoetin
Trombosit berperan penting dalam mengontrol perdarahan. Apabila terjadi
cedera vaskuler, trombosit mengumpul pada tempat cedera tersebut.
Substansi yang dilepaskan dari granula trombosit dan sel darah lainnya
menyebabkan trombosit dan sel darah merah lainnya menyebabkan
trombosit menempel satu sama lin dan membentuk tambalan atau
sumbatan, yang sementara menghentikan perdarahan. Substansi lain
dilepaskan dari trombosit untuk mengakstifasi faktor pembekuan dalam
plasma.

 Pembekuan Darah
Pembekuan darah adalah proses dimana komponen cairan darah,
ditranformasikan menjadi material semisolid yang dinamakan bekuan

5
darah. Bekuan darah tersusun terutama oleh sel-sel darah yang
terperangkap dalam jaring-jaring fibrin. Fibrin dibentuk oleh protein dalam
plasma melalui urutan reaksi yang kompleks.
Bahan yang turut serta dalam mekanisme pembekuan dinamakan faktor
pembekuan dan diberi tanda dengan angka romawi I sampai XIII, kecuali
faktor VI. Faktor-faktor tersebut adalah
I. Fibrinogen : fungsi sebagai komponen penting dalam protein plasma
hasil dari sintesis dalam hati dan diubah menjadi fibrin. Kekurangan
fibrinogen dapat mengakibatkan masalah seperti afibrinogemia atau
hypofibrinogemia.
II. Protrombin : fungsi sebagai protein plasma dan akan dikonversi
menjadi bentuk yang aktif berupa thrombin melalui pembelahan
dengan aktivasi faktor X. kekurangan protrombin dapat
mengakibatkan hypoprothrombinemia.
III. Tromboplastin : sebagai aktivasi faktor VII untuk membentuk
trombin.
IV. Kalsium dalam bentuk ion : digunakan disemua proses pembekuan
darah.
V. Proakselerin, faktor labil, globulin akselator: sebagai sistem intrinsik
dan ekstrinsik, suatu faktor plasma yang mempercepat perubahan
protrombin menjadi trombin.
VI. Faktor ini sudah tidak terpakai lagi karena fungsinya sama seperti
faktor V.
VII. Prokonvertin, faktor stabil : suatu faktor serum yang mempercepat
perubahan protrombin, sebagai sistem intrinsik
VIII. Antihemophilic Globulin (AHG) : suatu faktor plasma yang
berkaitan dengan faktor III dan faktor III dan faktor IX mengaktifkan
protrombin, sebagai sistem ekstrinsik.
IX. Komponen tromboplastik plasma (PTC), faktor antihemofilia B :
sebagai sistem ekstrinsik.
X. Faktor stuart-power : suatu faktor plasma dan serum, akselelator
konversi protrombin. Sebagai sistem intrinsic dan ekstrinsik.

6
XI. Plasma Thromboplastin Antecedent (PTA), faktor antihemofilia C :
faktor plasma yang diaktifkan oleh faktor XII akselelator
pembentukan thrombin. Sebagai intrinsik.
XII. Faktor hagemen, faktor plasma : mengaktifkan PTA (XI). Sebagai
sistem intrinsik.
XIII. Faktor stabilisasi fibrin, faktor plasma : menimbulkan bekuan fibrin
yang lebih kuat yang tidak larut dalam urea.

Mekanisme pembekuan dibagi menjadi dalam 3 tahap dasar yaitu :


1. Pembentukan tromboplastin plasma intrinsic yang juga disebut
tromboplastogenesis, dimulai dengan pekerjaan trombosit, terutama
faktor trombosit III dan faktor pembekuan lain pada permukaan asing
atau pada sentuhan dengan kalogen. Faktor pembekuan tersebut adalah
faktor IV, V, VIII, IX, X, XI, XII kemudian faktir III dan VII.
2. Perubahan protrombin menjadi trombin yang dikatalisasi oleh
tromboplastik faktor IV, V, VII dan X.
3. Perubahan fibrinogen menjadi fibrin dengan katalisator trombin, faktor
trombosit I dan II.

Mekanisme Fibrinolitik
Sistem fibrinolitik adalah rangkaian dimana fibrin dipecahkan oleh
plasmin (fibrinolisisn) menjadi produk degenerasi fibrin, menyebabkan
lilies bekuan. Dalam keadaan normal sisitem fibrinolitik darah memegang
peranan penting untuk mempertahankan sistem pembuluh darah bebas dari
gumpalan fibrin, dan merupakan pelengkap sistem pembekuan.

7
Perdarahan adalah keluarnya darah dari saluran yang normal (arteri, vena,
atau kapiler) ke dalam ruangan ekstravaskulus oleh karena hilangnya
komunitas pembuluh darah. Perdarahan dapat berhenti melalui 3
mekanisme yaitu :
1. Kontraksi pembuluh darah
2. Pembentukan gumpalan trombosit (platelet plug)
3. Pembentukan trombin dan fibrin yang memperkuat gumpalan trombosit
Umumnya peranan ketiga mekanisme tersebut bergantung dari besarnya
kerusakan pembuluh darah yang terkena. Perdarahan akibat luka kecil
pada pembuluh darah yang kecil dapat diatasi oleh kontraksi arteriola
atau venula dan pembentukan gumpalan trombosit, tetapi perdarahan
yang diakibatkan oleh luka yang mengenai pembuluh darah besar tidak
cukup diatasi oleh kontraksi pembuluh darah dan gumpalan trombosit.
Untuk ini diperlukan pembentukan trombin dan fibrin guna
memperekuat gumpalan trombosit tadi. (Ngastiyah, 1997., price &
Wilson,1995)

D. Patofisiologi
Proses pembekuan darah terdapat dua jalur yang dilalui, yaitu jalur
ekstrinsik yang merupakan proses menstimulasi koagulasi dimulai dengan
pelepasan faktor III (faktor jaringan/tromboplastin) ke sirkulasi dari sel
endothelial vascular yang cedera dan jalur intrinsik dimulai dari aktivasi
faktor koagulasi (faktor XII/Hageman) dalam darah. Kedua jalur akan
bergabung dan bekerja sama untuk mengaktifkan faktor X yang disebut jalur
akhir.
Faktor ekstrinsik yang sering terjadi yaitu adanya cedera pembuluh darah.
Cedera pada pembuluh darah juga melepaskan tissue faktor dan mengubah
permukaan pembuluh darah, sehingga memulai kaskade pembekuan darah
dan menghasilkan fibrin. Selanjutnya bekuan fibrin dan trombosit ini akan
distabilkan oleh faktor XIII.
Tetapi pada hemofilia, terjadi ketidaksempurnaan pembekuan darah di
jalur intrinsiknya. Disini trombosit mengalami gangguan yaitu menghasilkan

8
faktor VIII, yaitu Anti Hemofiliac Factor (AHF). AHF terdiri dari dua
komponen aktif, komponen besar dan komponen kecil. Komponen kecil pada
AHF yang penting untuk jalur pembekuan intrinsik, membantu dalam proses
aktivasi faktor X manjadi faktor X teraktivasi. Faktor X teraktivasi inilah
yang akan membentuk aktivator protrombin dengan bantuan faktor V dan
fosfolipid jaringan yang nantinya aktivator protrombin dengan bantuan ion
kalsium yang akan membantu proses pengubahan protrombin menjadi
trombin. Trombin inilah yang bekerja sebagai katalis kunci yang mengatur
perubahan fibrinogen menjadi fibrin dan menyebabkan koagulasi. Oleh
karena itu penderita hemofilia tidak berdarah lebih cepat, namun hanya
perdarahan yang sulit berhenti.

Gambar 1. Proses Koagulasi Normal Gambar 2. Proses Koagulasi dengan


Hemofilia
Jadi, jika terjadi defisiensi faktor VIII, maka tidak akan terbentuk benang-
benang fibrin karena tidak akan terbentuknya faktor X teraktivasi yang
membentuk aktivator protrombin. Karena activator protrombin tidak
terbentuk, sehingga trombin juga tidak terbentuk. Inilah yang akan
mengakibatkan tidak terbentuknya benang-benang fibrin sehingga
pembekuan darah sulit terjadi (Roedy, 2015).

9
E. Patoflow

Faktor Genetik
Neonatus kurang bulan

↓ sintesis faktor
VIII dan IX Fungsi hati belum
sempurna
Defisiensi vitamin K

Faktor X tidak
teraktivasi Gg. Pembentukan
Gg. Pembentukan faktor II
faktor II, VII, IX
Pemanjangan aPTT
Defisiensi trombin
Gg. Cascade koagulasi
Trombin lama
terbentuk Fibrin tidak sempurna
Luka tidak tertutup

Stabilitas fibrin Penutupan luka


tidak memadai Perdarahan tidak sempurna

Hemofilia

Perdarahan Proses perdarahan Perdarahan intrakranial Perdarahan di


kapiler ginjal

Defisien Kehilangan banyak ↓ Agregasi trombosit Vasokinstriksi


volume cairan volume darah pembuluh darah otak Hamaturia

↓ Sirkulasi darah ke
Risiko Syok Hb menurun jantung Defisit faktor Gg. ginjal
pembeku

↓ Aliran darah dan Iskemia miokard Sekresi protein


oksigen ke paru Nekrosis jaringan terganggu
otak
↓ Pengisian
Hipoksia ventrikel kiri Uremia
Defisit fungsi
neurologi
Dyspnea Penurunan Gg. Eliminasi
curah jantung Urin
Letargi
Pola napas tidak
efektif
Risiko cedera

10
Perdarahan Perdarahan di Perubahan status
gastrointestinal persendian kesehatan

↓ Absorbsi Hematoma Prognosis


usus penyakit

Edema
Sari makanan Ansietas Defisit
tidak diserap pengetahuan
Nyeri tekan
Defisit nutrisi

Nyeri kronis

11
F. Klasifikasi
Hemofilia dibagi atas tiga jenis yaitu hemofilia A, B dan C. Hemofilia A
dan B diturunkan secara seksual, sedangkan hemofilia C secara autosomal.
Pada kasus hemofilia A terdapat defisiensi faktor VIII; kasus hemofilia B
dengan difisiensi faktor IX; dan hemofilia C dengan defisiensi faktor XI
(Yoshua & Angliadi, 2013).
Berdasarkan kadar faktor pembekuan darah di dalam tubuh, hemofilia A
faktor VIII dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian yaitu :
1. Berat ≤ 1% dari jumlah normal faktor pembekuan darah (≤0.01 U/mL)
Fitur klinis : perdarahan spontan sering sejak bayi, hemarthrosis spontan
secara sering dan perdarahan lainnya yang memerlukan penambahan
faktor.
2. Sedang 1% - 5% dari jumlah normal faktor pembekuan darah (0.01-0.05
U/mL)
Fitur klinis : perdarahan sekunder akibat trauma atau operasi, terkadang
hemarthrosis spontan.
3. Ringan 6%-40% dari jumlah normal faktor pembekuan darah (0.06-0.40
U/mL)
Fitur klinis : perdarahan sekunder akibat trauma atau operasi, jarang
perdarahan spontan. (Susanto & Kurniawan, 2016)

G. Manifestasi Klinis
Frekuensi dan beratnya perdarahan bergantung pada derajat defisiensi faktor
pembekuan dan intensitas trauma.
1. Hemoragi terjadi di sejumlah anggota tubuh (memar yang luas dan
meyebar serta perdarahan ke dalam otot, sendi dan jaringan lunak)
sekalipun trauma minimal.
2. Kebanyakan perdarahan terjadi di sendi (paling sering di lutut, siku,
pergelangan tangan dan kaki, bahu dan pinggul; nyeri sendi dapat
dirasakan sebelum muncul bengkak dan pergerakan menjadi terbatas.

12
3. Nyeri kronis atau ankilosis (fiksasi) pada sendi dapat terjadi disertai
hemoragi berulang; banyak pasien menjadi cacat akibat kerusakan sendi
sebelum masa dewasa.
4. Hematuria spontan dan perdarahan gastrointestinal dapat terjadi.
Hematoma di dalam otot dapat menyebabkan kompresi saraf perifer
disertai penurunan sensasi, kelemahan dan atrofi area tersebut.
5. Lokasi hemoragi yang paling membahayakan adalah kepala (intracranial
atau ekstrakranial); setiap bentuk trauma harus segara dievaluasi dan
ditangani.
6. Prosedur bedah biasanya menyebabkan perdarah di lokasi pembedahan;
perdarahan paling sering disebabkan oleh tindakan cabut gigi.
(Brunner & Suddarth, 2013).

H. Pemeriksaan Diagnostik dan Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan Diagnostik
a. Uji skrining untuk koagulasi darah, meliputi :
1) Jumlah trombosit (normal : 150.000-450.000/mm3 darah)
2) Masa protrombin (pt) (normal : 12-18 detik)
3) Masa tromboplastin (ptt)
4) Masa tromboplastin teraktivasi (aptt) (normal : 22.6-35 detik)
5) Masa perdarahan (bt) (normal : 1-3 detik)
6) Masa pembekuan darah (ct) (normail : 8-18 detik)
7) Analisis fungsional faktor VII dan faktor IX
b. Biopsy hati, untuk memperoleh jaringan untuk pemeriksaan patologi
dan kultur :
1) Uji fungsi hati, untuk mendeteksi adanya penyakit hati, dengan
SGPT (Serum Glutamic-Pyruvic Transaminase) dan SGOT (Serum
Glutamic Oxaloasetic Transaminase).
2) Pemeriksaan laboratorium pada hemofilia A:
a) aPTT (actiated Partial Tromboplastin Time) adalah memanjang.
b) Masa prothrombin normal
c) Tromboplastin generation abnormal

13
d) Konsumsi protrombin abnormal
e) Masa bekuan bisa normal bila kadar F VIII lebih dari 5%.
f) Masa rekalsifikasi dalam hal ini lebih sensitive dan bisa abnormal
pada kadar F VIII di bawah 20-25%.
g) Bekuan darah tidak terbentuk sempurna dan mudah pecah.
c. Tes Campuran :
Pada hemofilia A test Aptt menjadi normal setelah tambahan plasma
normal yang telah di adsorpsi BaSO4.
Interpretasi Hasil Pemeriksaan aPTT
Bila masa prothrombin member hasil normal dan aPTT memanjang
member kesan : adanya defisiensi (kurang dari 25%) dari aktivitas satu
atau lebih dari satu faktor koagulasi plasma untuk jalur intrinsic (F XII,
F XI, F IX dan F VIII).
d. Uji Assay yaitu uji fungsional terhadap faktor VIII dan faktor IX yang
memastikan diagnosa.

2. Pemeriksaan Penunjang
a. Riwayat keluarga dengan menganamnesi apakah adanya pewaris X-
linked recessive.
b. Riwayat pendarahan berulang seperti hemartrosis atau hematoma
dengan atau tanpa riwayat keluarga.
c. Riwayat pendarahan memanjang setelah trauma atau tindakan tertentu
dengan atau tanpa riwayat keluarga.
d. Pemeriksaan fisik dengan mengidentifikasi lokasi pendarahan utama
misal, sendi, otot.
e. Analisis genetika dengan DNA probe yaitu mencari lokus polimorfik
pada kromosom X.
f. SGOT dan SGPT.
g. Hasil laboratorium yang abnormal pada hemofilia A : aPTT memanjang,
faktor VIII rendah. (Fikri,dkk, 2016).

14
I. Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan akibat dari penyakit hemofilia antara lain;
1. Pendarahan dengan menurunnya perfusi.
2. Perdarahan intrakranium
3. Timbulnya inhibitor
Suatu reaksi auto-antibodi (inhibitor) terjadi sistem kekebalan tubuh
melihat konsentrat faktor VIII dan faktor IX sebagai benda asing dan
menghancurkannya.
4. Komplikasi muskuloskeletal
Komplikasi musculoskeletal yang dapat terjadi ialah arthritis hemofilik
dan perdarahan otot.
Arthritis hemofilik dapat dibagi menjadi tiga stadium, yaitu hematrosis
akut, sinovitis kronis, dan arthritis degenerative. Pada perdarahan sendi,
posisi nyaman bagi pasien ialah cenderung posisi fleksi. Kondisi ini akan
memengaruhi otot-otot stabilisator di daerah tersebut. Kelemahan otot
stabilisator akan memicu kerja otot-otot mobilisator di dekatnya untuk
menggantikan fungsinya sebagai stabilisator, sehingga otot-otot
mobilisator akan cenderung overcontracted yang berakibat mudah terjadi
fatigue (otot mobilisator terdiri dari serat otot tipe IIb). Kondisi ini rawan
bagi otot untuk terjadinya perdarahan otot (Yoshua & Angliadi, 2013).
5. Penyakit infeksi yang ditularkan oleh darah
Dampak dari hemofilia yaitu dapat timbulnya penyakit infeksi menular,
misalnya penyakit HIV, hepatitis B dan hepatitis C yang ditularkan
melalui konsentrat faktor pada waktu sebelumnya.

J. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan


1. Penatalaksanaan Medis
a. Konsentrat faktor VIII dan IX diberikan ketika terjadi perdarahan akut
atau sebagai tindakan pencegahan sebelum dilakukannya prosedur
traumatic (mis; punksi lumbal, cabut gigi dan pembedahan).

15
b. Plasmaferesis atau terapi imunosupresif berulang mungkin diperlukan
untuk pasien yang mengembangkan antibody (inhibitor) terhadap
konsentrat faktor pembekuan.
c. Asam aminokaproat dapat memperlambat proses pengenceran bekuan
darah; desmopresin asetat (DDAVP) merangsang peningkatan
sementara faktor VIII.
d. Desmopresin bermanfaat untuk pasien yang menderita hemogilia A
ringan.

2. Penatalaksanaan Keperawatan
a. Bantu keluarga dan pasien dalam menghadapi kondisi ini karena
sifatnya yang konis, menyebabkan banyak keterbatasan dalam
kehidupan mereka, dan merupakan gangguan yang diwariskan
sehingga dapat diturunkan ke generasi berikutnya.
b. Sejak masa kanak-kanak, bantu pasien menghadapi kondisi ini dan
mengidentifikasi aspek positif dalam hidup mereka.
c. Dorong pasien untuk mandiri dan mempertahankan kemandirian
dengan mencegah trauma yang seharusnya terjadi.
d. Pasien yang mengalami defisiensi faktor ringan dan tidak terdiagnosis
sampai masa dewasa memerlukan penyuluhan lebih dalam tentang
pembatasan aktivitas dan tindakan perawatan diri untuk
menghilangkan kemungkinan hemoragi dan komplikasi perdarahan;
tekankan masalah keselamatan di lingkungan rumah dan tempat kerja.
e. Instruksikan pasien untuk menghindari setiap agens yang mengganggu
agregasi trombosit, seperti aspirin, obat anti-inflamasi non-steroid
(NSAID), herbal, suplemen nutrisi, dan alkohol. (Termasuk pula obat-
obat yang dijual bebas seperti obat flu).
f. Tingkatkan hygiene gigi yang baik sebagai upaya preventif sebab
tindakan cabut gigi adalah hal yang membahayakan.
g. Jelaskan kepada pasien bahwa menekan luka kecil mungkin cukup
untuk mengontrol perdarahan jika defisiensi faktor tidak berat; hindari
menyumpal hidung.

16
h. Belat dan alat ortopedik lainnya mungkin bermanfaat untuk pasien
yang mengalami hemoragi sendi atau otot.
i. Hindari semua jenis injeksi; minimalkan prosedur invasive (mis;
endoskopi, pungsi lumbal) atau lakukan setelah pemberian
penggantian faktor pembekuan yang sesuai.
j. Kaji dengan seksama perdarahan selama episode hemoragi; pasien
yang berisiko mengalami gangguan berat (mis; perdarahan ke dalam
saluran napas atau otak) harus menjalani observasi ketat dan
pengkajian yang sistematis untuk mengetahui adanya komplikasi (mis;
gawat napas, dan perubahan tingkat kesadaran).
k. Jika pasien baru saja menjalani pembedahan, kaji area bedah dengan
seksama dan sering untuk melihat adanya perdarahan; tanda-tanda
vital harus dipantau secara sering sampai perawat yakin tidak ada
perdarahan yang berlebihan pascaoperatif.
l. Berikan analgesic sesuai kebutuhan; perbolehkan pasien mandi air
hangat, tetapi jangan pada saat terjadi perdarahan.
m. Pasien yang terpajan infeksi (mis; infeksi HIV, hepatitis) melalui
transfusi sebelumnya mungkin memerlukan bantuan dalam
menghadapi diagnosis dan konsekuensinya.
n. Pemeriksaan genetik dan konseling yang direkomendasikan bagi
wanita pembawa (carrier) sehingga mereka dapat membuat keputusan
termaklum tentang keinginan untuk memiliki anak dan mengatur
kehamilan.
o. Sarankan pasien untuk membawa atau mengenakan identifikasi medis.
(Brunner & Suddarth, 2013).

17
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Anamnesa
a. Data Demografi
Identitas pasien (nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan, agama,
suku bangsa, pendidikan, bahasa yang digunakan, pekerjaan, alamat,
diagnosa medis, sumber biaya, dan sumber informasi). Biasanya lebih
banyak terjadi pada pria karena mereka hanya memiliki 1 kromosom X.
Sedangkan wanita, umumnya menjadi pembawa sifat saja (carrier).
b. Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering dikeluhkan bervariasi meliputi keluhan
darah sulit berhenti apabila terjadi luka.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Klien sering mengalami nyeri pada luka, pembengkakan, perdarahan
pada jaringan lunak, penurunan mobilitas, perdarahan mukosa oral,
ekimosis subkutan diatas tonjolan-tonjolan tulang.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Klien sering mengalami infeksi pada daerah luka, dan mungkin terjadi
hipotensi akibat perdarahan yang terus menerus dan apabila sering
terjadi perdarahan yang terus-menerus pada daerah sendi akan
mengakibatkan kerusakan sendi, dan sendi yang paling rusak adalah
sendi engsel, seperti patella, pergelangan kaki, siku.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Adakah riwayat penyakit hemofilia atau penyakit herediter seperti
kekurangan faktor VIII protein dan faktor pembekuan IX yang :
1) Berat ≤ 1% dari jumlah normal faktor pembekuan darah (≤0.01
U/mL)
2) Sedang 1% - 5% dari jumlah normal faktor pembekuan darah (0.01-
0.05 U/mL)
3) Ringan 6%-40% dari jumlah normal faktor pembekuan darah (0.06-
0.40 U/mL)

18
Keluarga yang tinggal serumah, ataupun penyakit herediter lainnya
yang ada kaitannya dengan penyakit yang diderita klien saat ini.
f. Pengkajian Psikososial
Adanya masalah nyeri, perdarahan dan resiko infeksi yang dapat
menimbulkan anxietas dan ketegangan pada klien.
g. Riwayat Pertumbuhan Dan Perkembangan
Pasien yang menderita hemofilia akan mengalami penurunan berat
badan apabila terjadi perdarahan di GI tracknya karena tidak dapatnya
terbentuknya thrombin sehingga klien akan mengalami anoreksi yang
berdampak pada proses perumbuhan dan perkembangan dalam
kehidupan sehari-hari.
h. Pengkajian 11 Pola Gordon
1) Pola Persepsi dan Penanganan Kesehatan
Bagaimana pendapat pasien tentang penyakit yang diderita. Apakah
orang tua pasien mengetahui bahwa anaknya terkena hemofilia,
namun keluarga pasien tidak mengetahui bagaimana cara
mengatasinya atau sebaliknya orang tua pasien langsung meminta
bantuan kepada petugas pelayanan kesehatan terdekat.
2) Pola Nutrisi/Metabolisme
Bagaimana diet yang dilakukan oleh pasien. Apa saja yang
dikonsumsi pasien setiap harinya. Apabila terjadi kebocoran kapiler,
hipoproteinemia dan keseimbangan nitrogen yang negative dapat
mempengaruhi keseimbangan cairan tubuh pasien (dehidrasi).
Klien dengan hemophilia biasanya mengalami penurunan BB karena
terdapat gangguan metabolisme di dalam tubuh. Anak biasanya
menjadi tidak nafsu makan.
3) Pola Eliminasi
Bagaimana pengeluaran urine dan feses pasien setiap harinya. Klien
dengan hemofili yang mengalami perdarahan di kapiler ginjal akan
mengalami hematuria yang berakibat mengganggu pola eliminasi
urin. Begitu pula, jika terjadi perdarahan di gastrointestinal track
yang mengakibatkan melena.

19
4) Pola Aktivitas
Pada klien dengan hemophilia, dapat dilihat apakah klien bisa
beraktivitas dengan bebas atau tidak. Biasanya pada klien
hemophilia akan mengalami hematom pada sendi-sendi yang
menyebabkan nyeri otot serta adanya hematom yang membuat klien
susah untuk bergerak atau mobiliasasi maupun beraktivitas.
5) Pola Istirahat Tidur
Apakah tidur pasien setiap harinya cukup. Apakah nyeri akibat
hematoma atau pendarahan dalam dapat mengganggu pola tidurnya.
6) Pola Kognitif-Persepsi
Apakah pasien mengalami gangguan dengan fungsi indra. Pasien
merasa lebih tenang apabila berada ditengah keluarga terutama ibu
yang peduli pada kondisi pasien, dan pasien sedih apabila ditinggal
keluarga.
7) Pola Peran Hubungan
Bagaimana pola dan peran pasien dalam keluarga dan masyarakat
disekitarnya. Apakah hubungan peran klien terganggu karena anak
harus menjalani perawatan di rumah sakit. Selain itu, apakah anak
dapat memenuhi tugas pertumbuhan dan perkembangannya selama
bermain atau berinteraksi dengan orang lain. Karena klien dengan
hemophilia harus menghindari risiko cedera.
8) Pola Seksualitas/Reproduksi
Bagaimana respon seksualitas pasien. Apakah kelurga memberikan
perhatian yang lebih kepada anak ketika sakit.
9) Pola Koping Toleransi Stress
Apakah pasien menkonsumsi obat untuk menghilangkan nyeri dan
stres. Bagaimana keadaan emosi pasien sehari-hari.
10) Pola Keyakinan Nilai
Apa dan bagaimana keyakinan pasien. Apakah pasien dan keluarga
pasien selalu berdoa untuk kesembuhan pasien. Selama sakit,
apakah klien dapat melakukan ibadah dan berdo’a kepada Tuhan
atau tidak.

20
11) Pola Konsep Diri
Klien akan merasa cemas dan takut karena mencoba untuk
menghidari risiko injuri yang ada di sekitarnya. Apabila klien
terkena trauma seperti benda tumpul akan mengakibatkan
perdarahan yang sukar menutup. Adanya eritema, ekimosis, dan
hematoma juga akan mengganggu konsep diri klien terhadap
penyakitnya.

2. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : lemah, composmentis
b. TTV :
 Tekanan Darah : dalam batas normal tekanan darah dapat berubah
dari hipertensi ringan sampai berat. Bahkan hipotensi jika
mengalami perdarahan yang parah.
 Suhu : fase awal suhu tubuh meningkat, lebih dari 37˚C (normal
36˚C - 37˚C) karena mengalami penurunan trombosit dalam darah.
 Nadi : frekuensi denyut nadi mengalami peningkatan (takikardi)
 RR : sesak nafas, dispneu, RR meningkat di atas normal (normal 20-
50 x/mnt)
c. Pemeriksaan Fisik (Head to Toe)
1) Kepala dan Leher
Pada pasien dengan penyakit ini keadaan kepala dan leher biasanya
tidak mengalami gangguan. Bentuk semetris, tidak ada luka atau
lecet. Pertumbuhan rambut merata dan bentuk rambut lurus. Pasien
dapat menggerakkan kepalanya kekiri dan kekanan. Tidak ada
pembengkakan kelenjar tiroid dan keadaan kepala bersih.
2) Wajah
Area wajah normal, tidak ada pembengkakan pada area seluruh
wajah. Dilihat apakah ada lesi akibat benda tumbuh.
3) Mata
Mata tidak mengalami gangguan. Bentuk simetris, bola mata dapat
di gerakkan kesegala arah, konjungtiva anemis, sclera ikterius,

21
ketajaman penglihatan baik, mata tampak cekung dan tidak terdapat
peradangan.
4) Telinga
Bentuk simetris, pasien dapat mendengar dengan baik. Tidak
terdapat kotoran dalam telinga, tidak ada peradangan dan tidak ada
cairan yang keluar dari telinga.
5) Hidung
Bentuk simetris, kebersihan hidung baik dan tak adanya kotoran
dalam hidung, tidak ada kelainan pada hidung.
6) Mulut
Bentuk bibir simetris, dilihat apakah ada atau tidak ada perdarahan
dan peradangan. Mokusa bibir tampak kering.
7) Dada
 Inspeksi : simetris, jika awitan sudah lama dan berat klie terkadang
merasa sesak nafas, dispneu terdapat tarikan otot bantu pernafasan.
 Palpasi : denyutan jantung teraba cepat, badan terasa panas, nyei
tekan (-)
 Perkusi : Jantung : dullness, Paru : sonor
 Auskultasi : tidak terdengar suara ronchi tidak terdengar bunyi
wheezing terdengar bunyi “bruit”
8) Abdomen
 Inspeksi : datar
 Palpasi : terdapat nyeri tekan karena hepatomegali
 Perkusi : timpani
 Auskultasi : ada bising usus
9) Kulit
Turgor kulit pasien biasanya buruk. Ketika ditekan atau dicubit kulit
akan lebih lama ke bentuk semula. Adanya eritmia, hematoma,
pengelupasan kulit.
10) Ekstremitas
Terdapat edema di ekstremitas khususnya ekstremitas bawah, akral
dingin, lesi, hematom.

22
11) Genitalia
Genetalia pasien tidak mengalami gangguan, genetalia biasanya
bersih jika tidak ada gangguan pada system gastrointestinal dan
ginjal, dan tidak terlihat lesi.

3. Pemeriksaan Diagnostik
a. Uji skrining untuk koagulasi darah.
1) Jumlah trombosit (normalnya 150.000-450.000/ mm3 darah).
2) PTT (Prothrombin Time – masa protrombin plasma), normalnya 11-
13 detik
3) APTT (Activated Partial Thromboplastin Time/masa tromboplastin
parsial teraktivasi) dapat meningkat, mengukur keadekuatan faktor
koagulasi intrinsik
4) Fungsional terhadap faktor VIII dan IX (memastikan diagnosis)
Masa pembekuan trombin (normalnya 10-13 detik).
b. Biopsi hati untuk pemeriksaan patologi dan kultur.
c. Uji fungsi faal hati
Untuk mendeteksi adanya penyakit hati, misalnya Serum Glutamic-
Piruvic Trasaminase (SPGT), Serum Glutamic-Oxaloacetic
Transaminase (SGOT), fosfatase alkali, dan bilirubin.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Defisien volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.
2. Risiko syok dibuktikan dengan kekurangan volume cairan.
3. Nyeri kronis berhubungan dengan kondisi musculoskeletal kronis.
4. Risiko cedera dibuktikan dengan hipoksia jaringan.
5. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan gangguan neurologis.
6. Penurunan curah jantung berhubungan dengan preload.
7. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi
nutrient.
8. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan penyakit multiple.
9. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi.
10. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi.

23
C. Nursing Care Plan (NCP)

No.
Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional

1. Defisien Volume Cairan NOC : Keseimbangan Cairan NIC : Pencegahan 1. Mengetahui status
Definisi : Perdarahan perdarahan pada
Penurunan cairanSetelah dilakukan tindakan pasien.
keperawatan selama …x24 jam, 1.
intravascular, interstisial, Monitor dengan ketat 2. Mengetahui
dan/atau intraselular. keseimbangan cairan dengan terjadinya perdarahan perbandingan nilai
kriteria hasil : pada pasien. hemoglobin dan
Defisien volume cairan 2. Catat nilai hemoglobin hematokrit pada
berhubungan dengan No. Indikator Tujuan dan hematokrit sebelum pasien.
1. Tekanan darah 5 dan setelah pasien 3. Agar dapat
kehilangan cairan aktif kehilangan darah sesuai
2. Keseimbangan 5 diberikan tindakan
ditandai dengan : intake dan output indikasi. yang tepat.
dalam 24 jam 3. Monitor tanda dan gejala 4. Mengetahui nilai
DO : 3. Turgor kulit 5 pendarahan menetap. dari masing-
- Penurunan turgor kulit 4. Hematokrit 5 4. Monitor komponen masing komponen
- Penurunan tekanan koagulasi darah koagulasi darah.
darah Ket : termasuk protrombin 5. Mengetahui
- Peningkatan suhu tubuh time (PT), partial perkembangan
- Peningkatan frekuensi 1 : Sangat terganggu thromboplastin (PTT), kesehatan pasien.
nadi 2 : Banyak terganggu fibrinogen, degradasi 6. Agar sirkulasi
3 : Cukup terganggu fibrin/split products, dan peredaran darah
4 : Sedikit terganggu trombosit hitung dengan tetap lancar.
5 : Tidak terganggu cara yang tepat. 7. Agar dapat

24
DS : 5. Monitor tanda-tanda mencegah
vital ortostatik, tekanan terjadinya
- Klien mengeluh lemah darah. perdarahan pada
6. Berikan produk-produk pasien.
penggantian darah 8. Untuk menghindari
(misalnya, trombosit dan terjadinya
plasma beku segar perdarahan.
(FFP)). 9. Vitamin K
7. Lindungi pasien dari mengandung
trauma yang dapat banyak protombin
menyebabkan untuk membantu
perdarahan. proses pembekuan
8. Hindarkan pemberian darah secara
injeksi (IV, IM atau normal.
Subcutan) dengan cara 10.Agar perdarahan
yang tepat. dapat ditangani
9. Instruksikan pasien secara cepat dan
untuk meningkatkan tepat.
konsumsi makanan yang
kaya vitamin K.
10.Instruksikan pasien dan
keluarga untuk
memonitor tanda-tanda
perdarahan dan
mengambil tindakan
yang tepat jika terjadi

25
perdarahan (misal, lapor
kepada perawat).

2. Risiko Syok NOC : Tingkat Syok NIC : Pencegahan Syok 1. Mengetahui kondisi
Definisi : TTV pasien.
Berisiko mengalami Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor status 2. Mengetahui status
ketidakcukupan aliran
keperawatan selama …x24 jam, kardiopulmonal keseimbangan
darah ke jaringan tubuh,tingkat syok dengan kriteria hasil : (frekuensi dan kekuatan cairan pasien.
yang dapat nadi, frekuensi napas, 3. Agar pernafasan
mengakibatkan disfungsi No. Indikator Tujuan TD, MAP). pasien lancar.
seluler yang mengancam 1. Letargi 5 2. Monitor status cairan 4. Agar pasien
nyawa. 2. Tekanan darah 5 (masukan dan haluaran, mengetahui apa saja
sistolik turgor kulit, CRT). penyebab/faktor
Risiko syok dibuktikan 3. Tekanan darah 5 3. Berikan oksigen untuk risiko syok, yang
diastolik mempertahankan saturasi dialaminya.
dengan kekurangan
4. Frekuensi nadi 5 oksigen >94%.
volume cairan 4. Jelaskan penyebab/
5. Frekuensi napas 5
Ket : faktor risiko syok.

1 : Menurun
2 : Cukup Menurun
3 : Sedang
4 : Cukup Meningkat
5 : Meningkat

26
3. Nyeri Kronis NOC : Tingkat Nyeri NIC : Manajemen Nyeri 1. Menentukan
Definisi : tingkat keparahan
Pengalaman sensorikSetelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi lokasi, penyakit.
atau emosional yang keperawatan selama …x24 jam, karakteristik, durasi, 2. Menentukan
berkaitan dengan nyeri dengan riteria hasil : frekuensi, kualitas, tingkat keparahan
kerusakan jaringan aktual intensitas nyeri. nyeri.
atau fungsional, dengan No. Indikator Tujuan 2. Identifikasi skala nyeri. 3. Menurunkan nyeri
onset mendadak atau 1. Keluhan nyeri 5 3. Fasilitasi istirahat dan yang dirasakan.
lambat dan berintensitas 2. Meringis 5 tidur. 4. Agar pasien
ringan hingga berat yang 3. Sikap protektif 5 4. Jelaskan penyebab, mengetahui apa saja
berlangsung lebih dari 3 4. Gelisah 5 periode, dan pemicu penyebab, periode
bulan. nyeri. dan pemicu nyeri
5. Kesulitan tidur 5
5. Ajarkan teknik non yang dialaminya.
fakmakologis untuk 5. Meningkatkan
Ket :
Nyeri kronis 1 : Meningkat mengurangi rasa nyeri. relaksasi dan
memampukan
berhubungan dengan 2 : Cukup Meningkat
pasien untuk
kondisi musculoskeletal 3 : Sedang memfokuskan
4 : Cukup Menurun perhatian, dapat
kronis ditandai dengan : 5 : Menurun meningkatkan
koping.
DO :
- Tampak meringis
- Gelisah
- Bersikap protektif
- Frekuensi nadi

27
meningkat
- Tekanan darah No. Indikator Tujuan
meningkat 1. Frekuensi nadi 5
- Pola napas berubah 2. Pola nafas 5
3. Tekanan darah 5
DS :
Ket :
- Klien mengeluh nyeri 1 : Memburuk
- Klien mengeluh sulit 2 : Cukup Memburuk
tidur 3 : Sedang
4 : Cukup Membaik
5 : Membaik

28
DAFTAR PUSTAKA

Ling, G., Nathwani, AC., Tuddenham ,EGD. (2018). Recent Advances In Developing
Specific Therapies For Haemophilia. Jurnal Br J Haematol, 181(2):161–172.
Erin, McCabe., Miciak, M., Dennett, L., Manns, P. (2018). Measuring Therapeutic
Relationship In The Care Of Patients With Haemophilia: A Scoping Review.
Jurnal Health Expect, 21(6): 1208–1230.
Yoshua, V., Angliadi, E. (2013). Rehabilitasi Medik Pada Hemofilia. Jurnal
Biomedik (JBM), Volume 5, Nomor 2, hlm. 67-73.
Susanto, M., Kurniawan, A. (2016). Hemofilia. Universitas Pelita Harapan. Jurnal
MEDICINUS Vol.6 No.1.
Budirahardjo, R. (2011). Perawatan Gingivitis Pada Anak Penderita Hemofilia-A.
Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Jember Vol.8 No.1.
Nursing Library Departemen Pendidikan dan Penelitian HMPSIK 2016-2017. (2017).
Makalah Hemofilia. Jakarta : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.
Brunner & Suddarth. (2013). Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth; Alih
bahasa. Ed 12. Jakarta : EGC..
PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator
Diagnostik, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI.
Keliat, B.A., dkk. (2017). NANDA International Nursing Diagnoses : Definitions And
Classification 2018-2020. Jakarta : EGC.
Bulechek, G. M, dkk. 2016. Nursimg Interventions Classification (NIC).Edisi ke-5.
Indonesia. Mocomedia
Moorhead, Sue, dkk. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC). Edisi ke-5.
Indonesia. Mocomedia

29

Anda mungkin juga menyukai