Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GADAR KRITIS PADA KLIEN


DENGAN HEMOFILIA DI RUANG INSTALASI GAWAT
DARURAT RSUP SANGLAH DENPASAR BALI

disusun guna memenuhi tugas pada Program Profesi Ners (P2N)


Stase Keperawatan Gadar Kritis

oleh
Alisa Miradia Puspitasari, S.Kep.
NIM 122311101074

PROGRAM PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2017
LAPORAN PENDAHULUAN
HEMOFILIA
Oleh: Alisa Miradia Puspitasari, S.Kep

1. Kasus
Hemofilia

2. Proses Terjadinya Masalah


2.1 Definisi Hemofilia
Hemofilia berasal dari bahas Yunani Kuno, yang terdiri dari dua kata yaitu
haima yang berarti darah dan philia yang berarti cinta atau kasih sayang.
Hemofilia adalah suatau penyakit yang diturunkan, yang artinya diturunkan dari
ibu kepada anaknya pada saat anak tersebut dilahirkan. Hemofilia adalah
gangguan pendarahan yang disebabkan oleh defisiensi herediter dan faktor darah
esensial untuk koagulasi (Wong, 2003).
Hemofilia merupakan gangguan koagulasi kogenital paling sering dan
serius. Kelainan initerkait dengan defisiensi faktor VII, IX atau XI yang
ditemukan secara genetik ( Nelson, 1999). Hemofilia merupakan gangguan
koagulasi herediter atau didapat yang paling sering dijumpai, bermanifestasi
sebagai episode perdarahan intermiten (Price & Wilson, 2005).
Hemofilia merupakan penyakit genetik yang diturunkan secara x-linked
resesif berdasarkan hukum Mendel dari orang tua kepada anak-anaknya. Penyakit
ini terjadi akibat kelainan sintesis salah satu faktor pembekuan, dimana pada
hemofilia A terjadi kekurangan F VIII (Antihemophilic factor), sedangkan pada
hemofilia B terjadi kekurangan F IX (Christmas factor). Hemofilia A mencakup
80-85% dari keseluruhan penderita hemofilia. Dengan demikian hemofilia adalah
penyakit koagulasi terutama kekurangan factor VII, IX, XI, yang bersifat
herediter.
2.2 Epidemiologi
Hemofilia tersebar di seluruh ras di dunia dengan prevalensi sekitar 1
dalam 10 000 penduduk untuk hemofilia A dan 1 dalam 50 000 penduduk untuk
hemofilia B. Berdasarkan survei yang dilakukan oleh World Federation of
Hemophilia (WFH) pada tahun 2010, terdapat 257 182 penderita kelainan
perdarahan di seluruh dunia, di antaranya dijumpai 125 049 penderita hemofilia A
dan 25 160 penderita hemofilia B. Penderita hemofilia mencakup 63% seluruh
penderita dengan kelainan perdarahan. Penyakit von Willebrand merupakan jenis
kelainan perdarahan yang kedua terbanyak dalam survei ini setelah hemofilia
yaitu sebesar 39.9%.
Di Indonesia, berdasarkan survei tersebut di atas, terdapat 334 orang
penderita hemofilia A, 48 orang penderita hemofilia B dan 1006 orang penderita
hemofilia yang belum ditentukan jenisnya.

2.3 Klasifikasi
Hemofilia terbagi atas dua jenis, yaitu :
a. Hemofilia A yang dikenal juga dengan nama :
1. Hemofilia klasik
karena jenis hemofilia ini adalah yang paling banyak kekurangan
faktor pembekuan pada darah.
2. Hemofilia kekurangan faktor VIII
karena kekurangan faktor 8 ( Faktor VIII ) protein pada darah yang
menyebabkan masalah pada proses pembekuan darah.
b. Hemofilia B yang dikenal juga dengan nama :
1. Christmas disease : karena ditemukan untuk pertama kalinya pada
seorang yang bernama Steven Christmas asal Kanada.
2. Hemofilia kekurangan faktor IX : Terjadi karena kekurangan faktor 9 (
Faktor IX ) protein pada darah yang menyebabkan masalah pada
prosese pembekuan darah.
Menurut berat ringannya penyakit, Hemofilia diklasifikasikan menjadi
beberapa tingkatan yaitu:
a. Defisiensi berat:
1. Kadar faktor VIII 0-2% dari normal
2. Terjadi hemartros dan perdarahan berat berulang
b. Defisiensi sedang:
1. Kadar faktor VIII 2-5 % dari normal
2. Jarang menyebabkan kelainan ortopedik
3. Jarang terjadi hemartros dan perdarahan spontan
c. Defisiensi ringan:
1. Kadar faktor VIII 5-25 % dari normal
2. Mungkin tidak terjadi hemartros dan perdarahan spontan lain, tetapi
dapat menyebabkan perdarahan serius bila terjadi trauma / luka yg
tidak berat / proses pembedahan.
d. Subhemofilia
Kadar faktor 25-50% dari normal. Tidak mengakibatkaan perdarahan,
kecuali bila penderita mengalami trauma hebat dan pembedahan yang luas.

2.4 Proses dan Faktor pembekuan darah


Menurut Hidayat , 2006 , proses pembekuan darah dibagi dalam tiga tahap
dasar yaitu:
a. Pembekuan tromboplastin plasma intrinsik yang juga disebut
tromboplastogenesis, dimulai dalam trombosit, terutama faktor trombosit
III dan faktor pembekuan lain dengan pembekuan kolagen.
b. Petrubahan protrombin menjadi trombin yang dikatalisasi oleh
tromboplastin, faktor IV, V, VII, dan X.
c. Perubahan fibrinogen menjadi fibrin dengan katalisator thrombin, factor
trombosit I dan III.
Berikut ini adalah faktor-faktor pembekuan darah yang mempengaruhi
proses pembekuan darah yaitu:
a. Faktor I (Fibrinogen)
Sebuah faktor koagulasi yang tinggi berat molekul protein plasma dan
diubah menjadi fibrin melalui aksi trombin. Kekurangan faktor ini
menyebabkan masalah pembekuan darah afibrinogenemia atau
hypofibrinogenemia.
b. Faktor II (Prothrombin)
sebuah faktor koagulasi yang merupakan protein plasma dan diubah
menjadi bentuk aktif trombin (faktor IIa) oleh pembelahan dengan
mengaktifkan faktor X (Xa) di jalur umum dari pembekuan. Fibrinogen
trombin kemudian memotong ke bentuk aktif fibrin. Kekurangan faktor
menyebabkan hypoprothrombinemia.
c. Faktor III (Jaringan Tromboplastin)
koagulasi faktor yang berasal dari beberapa sumber yang berbeda dalam
tubuh, seperti otak dan paru-paru; Jaringan Tromboplastin penting dalam
pembentukan prothrombin ekstrinsik yang mengkonversi prinsip di Jalur
koagulasi ekstrinsik. Disebut juga faktor jaringan.
d. Faktor IV (Kalsium)
sebuah faktor koagulasi diperlukan dalam berbagai fase pembekuan darah.
e. Faktor V (Proaccelerin)
sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif labil dan panas, yang
hadir dalam plasma, tetapi tidak dalam serum, dan fungsi baik di intrinsik
dan ekstrinsik koagulasi jalur. Proaccelerin mengkatalisis pembelahan
prothrombin trombin yang aktif. Kekurangan faktor ini, sifat resesif
autosomal, mengarah pada kecenderungan berdarah yang langka yang
disebut parahemophilia, dengan berbagai derajat keparahan. Disebut juga
akselerator globulin.
f. Faktor VI
Sebuah faktor koagulasi sebelumnya dianggap suatu bentuk aktif faktor V
tetapi tidak lagi dianggap dalam skema hemostasis.
g. Faktor VII (Proconvertin)
sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif stabildan panas dan
berpartisipasi dalam Jalur koagulasi ekstrinsik. Hal ini diaktifkan oleh
kontak dengan kalsium, dan bersama dengan mengaktifkan faktor III itu
faktor X. Defisiensi faktor Proconvertin, yang mungkin herediter
(autosomal resesif) atau diperoleh (yang berhubungan dengan kekurangan
vitamin K), hasil dalam kecenderungan perdarahan. Disebut juga serum
prothrombin konversi faktor akselerator dan stabil.
h. Faktor VIII (Antihemophilic factor)
sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif labil dan berpartisipasi
dalam jalur intrinsik dari koagulasi, bertindak (dalam konser dengan faktor
von Willebrand) sebagai kofaktor dalam aktivasi faktor X. Defisiensi,
sebuah resesif terkait-X sifat, penyebab hemofilia A. Disebut juga
antihemophilic globulin dan faktor antihemophilic A.
i. Faktor IX (Tromboplastin Plasma komponen),
sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif stabil dan terlibat dalam
jalur intrinsik dari pembekuan. Setelah aktivasi, diaktifkan Defisiensi
faktor X. hasil di hemofilia B. Disebut juga faktor Natal dan faktor
antihemophilic B.
j. Faktor X (Stuart factor)
Sebuah faktor koagulasi penyimpanan yang relatif stabil dan berpartisipasi
dalam baik intrinsik dan ekstrinsik jalur koagulasi, menyatukan mereka
untuk memulai jalur umum dari pembekuan. Setelah diaktifkan,
membentuk kompleks dengan kalsium, fosfolipid, dan faktor V, yang
disebut prothrombinase; hal ini dapat membelah dan mengaktifkan
prothrombin untuk trombin. Kekurangan faktor ini dapat menyebabkan
gangguan koagulasi sistemik. Disebut juga Prower Stuart-faktor. Bentuk
yang diaktifkan disebut juga thrombokinase.
k. Faktor XI (Tromboplastin plasma )
Faktor koagulasi yang stabil yang terlibat dalam jalur intrinsik dari
koagulasi; sekali diaktifkan, itu mengaktifkan faktor IX. Lihat juga
kekurangan faktor XI. Disebut juga faktor antihemophilic C.
l. Faktor XII (Hageman factor)
Faktor koagulasi yang stabil yang diaktifkan oleh kontak dengan kaca atau
permukaan asing lainnya dan memulai jalur intrinsik dari koagulasi
dengan mengaktifkan faktor XI. Kekurangan faktor ini menghasilkan
kecenderungan trombosis.
m. Faktor XIII (Fibrin-faktor yang menstabilkan)
Sebuah faktor koagulasi yang merubah fibrin monomer untuk polimer
sehingga mereka menjadi stabil dan tidak larut dalam urea, fibrin yang
memungkinkan untuk membentuk pembekuan darah. Kekurangan faktor
ini memberikan kecenderungan seseorang hemorrhagic. Disebut juga
fibrinase dan protransglutaminase. Bentuk yang diaktifkan juga disebut
transglutaminase.

2.5 Etiologi
Berikut beberapa etiologi dari terjadinya hemofilia adalah:
a. Faktor kongenital
Bersifat resesif autosomal herediter, kelainan timbul akibat sintesis faktor
pembekuan darah menurun. Gejala timbul perdarahan yang berlebihan setelah
suatu trauma atau timbul kebiruan pada kulit. Pengobatan dengan memberikan
plasma normal atau konsentrat faktor yang kurang atu bila perlu diberikan
transfuse darah.
b. Faktor didapat
Biasanya disebabkan oleh defisiensi faktor dua (protrombin) yang
terdapat pada keadaan berikut:
1) Neonatus, terutama yang kurang bulan karena fungsi hati belum
sempurna sehingga pembekuan faktor darah khususnya faktor II
mengalami gangguan. Pengobatan dengan vitamin K umumnya sembuh
sendiri.
2) Defisiensi vitamin K, dapat terjadi pada pasien ikterus obstruktif, vistula
biliaris, absorbsi vitamin K dari usus yang tidak sempurna atau karena
gangguan pertumbuhan bakteri usus.
3) Beberapa penyakit seperti sirosis hati, uremia sindrom nefrotik dan lain-
lain
4) Terdapatnya zat anti koagulasi yang bersifat antagonistik terhadap
protombin.
5) Disseminated intrafaskuler koogulasi (DIC) pengobatan ditunjukkan
pada penyakit primernya, misanya vitamin K di samping itu dapat
diberikan darah, plasma atau lainnya (Price, 2005).

2.6 Tanda dan Gejala


Penyakit ini bisa sangat berat yang ditandai dengan:
a. Memar besar dan meluas dan perdarahan ke dalam otot, sendi, dan
jaringan lunak meskipun hanya akibat trauma kecil.
b. Nyeri pada sendi sebelum tampak adanya pembengkakan dan
keterbatasan gerak.
c. Perdarahan sendi berulang dapat mengakibatkan kerusakan kerusakan
berat sampai terjadi nyeri kronis dan ankilosis (fiksasi) sendi.
d. Kecacatan akibat kerusakan sendi.
e. Hematuri spontan dan perdarahan gastrointestinal dapat terjadi.

Ada pula penderita hemofilia dengan defisiensi yang ringan, mempunyai


sekitar 5% dan 25% kadar faktor VIII dan IX normal. Pasien seperti ini tidak
mengalami nyeri dan kecacatan pada otot maupun perdarahan sendi, namun
mengalami perdarahan ketika cabut gigi atau operasi. Nemun demikian,
perdarahan tersebut dapat berakibat fatal apabila penyebabnya tidak diketahui
dengan segera (Smeltzer, 2001).

2.7 Patofisiologi
Darah dibawa ke seluruh tubuh dalam jaringan pembuluh darah. Ketika
jaringan-jaringan yang terluka, kerusakan pembuluh darah dapat mengakibatkan
kebocoran darah melalui lubang di dinding pembuluh. Pembuluh dapat
mematahkan dekat permukaan, seperti dalam memotong. Atau mereka dapat
mematahkan jauh di dalam tubuh, membuat memar atau perdarahan internal.
Trombosit adalah sel kecil yang beredar dalam darah. Setiap trombosit
kurang dari 1 / 10, 000 dari satu sentimeter dengan diameter. Ada 150-400
trombosit dalam satu liter darah normal.Trombosit memainkan peran penting
dalam menghentikan perdarahan dengan menggumpal bersama dan membentuk
plug, sehingga awal perbaikan pembuluh darah terluka. Faktor pembekuan seperti
faktor VIII dan IX yang kemudian diperlukan untuk lem pasang di tempat
sehingga membentuk gumpalan.
Ketika pembuluh darah rusak, ada empat tahap dalam pembentukan
bekuan normal. Lihat Gambar 2.5.1.
Gambar 2.5.1 Proses pembekuan darah
Sumber: Hans Otto, 2011

Tahap 1 : pembuluh darah rusak dan pendarahan dimulai.


Tahap 2 : Pembuluh darah menyempit untuk memperlambat aliran darah ke
daerah cedera.
Tahap 3 : Platelet menempel, dan menyebar pada, dinding pembuluh darah
yang rusak. Hal ini disebut adhesi trombosit. Ini trombosit
melepaskan zat menyebarkan yang mengaktifkan trombosit lain di
dekatnya yang mengumpul di lokasi cedera untuk membentuk
sebuah plug trombosit. Ini disebut agregasi trombosit.
Tahap 4 : Permukaan trombosit ini diaktifkan maka menyediakan situs untuk
pembekuan darah terjadi. Protein pembekuan seperti faktor VIII dan
IX yang beredar dalam darah diaktifkan pada permukaan trombosit
membentuk gumpalan mesh seperti fibrin.
Protein ini (Faktor I, II, V, VII, VIII, IX, X, XI, XII, XIII dan faktor von
Willebrand) bekerja seperti kartu domino, dalam reaksi berantai. Ini disebut
cascade koagulasi. (Lihat Gambar 2.5.2.)
Gambar 2.5.2 Cascade Koagulasi

Sumber: Hans Otto, 2011


Ketika salah satu protein, misalnya, faktor VIII, tidak ada, kartu domino
berhenti jatuh, dan reaksi berantai rusak. Pembekuan tidak terjadi, atau terjadi
jauh lebih lambat dari biasanya. Trombosit di lokasi cedera tidak mesh ke
tempatnya untuk membentuk bekuan permanen. (Lihat Gambar 2.5.1, tahap 4 .)
gumpalan adalah 'lembut' dan mudah tergeser. Tanpa pengobatan, perdarahan akan
berlanjut sampai tekanan luar kapal rusak adalah sama dengan di dalam tekanan.
Hal ini dapat mengambil hari dan kadang-kadang minggu (Brunner, 2002).
Hemophilia berat terjadi bila konsentrasi faktor VIII dan IX plasma kurang
dari 1%. Hemophilia sedang terjadi bila konsentrasi plasma antara 1% dan 5%.
Pada hemophilia ringan (perdarahan hebat terjadi hanya setelah terjadi trauma
mayor dan pembedahan), konsentrasi plasma antara 6% dan 50% dari kadar
normal. Manifetasi klinisnya bergantung pada umur anak dan keparahan dan
defisiensi faktor VIII dan IX. Hemophilia berat ditandai dengan perdarahan
kembuhan, timbul spontan atau setelah trauma yang relative ringan (20 sampai 30
episode per tahun). tempat perdarahan sering terjadi pada persendian, otot, dan
jaringan lunak. Sendi yang paling sering adalah lutut, siku, pergelangan kaki,
bahu, dan pangggul. Otot yang paling sering terkena adalah fleksor lengan bawah,
gastroknemius, dan iliopsoas. Perdarahan pada sendi atau otot dapat
mengakibatkan nyeri, keterbatasan mobilitas, perlunya terapi fisil berkelanjutan,
dan beberapa derajat gangguan fisik. Episode perdarahan yang mengancam hidup
dapat terjadi pada otak, saluran gastrointestinal, dan leher serta tenggorokan (Betz,
2009).
Defisit F VIII dan F IX ini disebabkan oleh mutasi pada gen F8 dan F9.
Gen F8 terletak di bagian lengan panjang kromosom X di regio Xq28, sedangkan
gen F9 terletak di regio Xq27. Terdapat lebih dari 2500 jenis mutasi yang dapat
terjadi, namun inversi 22 dari gen F8 merupakan mutasi yang paling banyak
ditemukan yaitu sekitar 50% penderita hemofilia A yang berat. Mutasi gen F8 dan
F9 ini diturunkan secara x-linked resesif sehingga anak laki-laki atau kaum pria
dari pihak ibu yang menderita kelainan ini. Pada sepertiga kasus mutasi spontan
dapat terjadi sehingga tidak dijumpai adanya riwayat keluarga penderita hemofilia
pada kasus demikian.
Wanita pembawa sifat hemofilia dapat juga menderita gejala perdarahan
walaupun biasanya ringan. Sebuah studi di Amerika Serikat menemukan bahwa 5
di antara 55 orang penderita hemofilia ringan adalah wanita.

2.8 Pengobatan
Pengobatan hemofilia diberikan berdasarkan pada tingkat keparahan dan
untuk pasien dengan hemofilia A atau B melibatkan terapi penggantian faktor
pembekuan. Untuk itu, terdapat dua pendekatan yang dilakukan:
a. On demand yaitu memberikan pengobatan untuk menghentikan
pendarahan berkepanjangan ketika perdarahan terjadi. Hal ini lebih sering
terjadi pada penatalaksanaan pasien dengan hemofilia ringan.
b. Pengobatan pencegahan (profilaksis) pendekatan ini menggunakan obat
untuk mencegah episode perdarahan dan komplikasi selanjutnya, seperti
kerusakan sendi dan / atau otot. Lebih umum digunakan untuk pasien
dengan hemofilia sedang atau berat.
Dimasa lalu, satu-satunya penanganan untuk hemofilia adalah plasma segar
beku, yang harus diberikan dalam jumlah besar sehingga pasien akan mengalamu
kelebihan cairan. Sekarang sudah ada konsentrat faktor VIII dan IX di semua bank
darah. Konsentrat ini diberikan apabila psien mengalami perdarahan aktif atau
sebagai upaya pencegahan sebelum pencabutan gigi atau pemebedahan. Pasien
dan keluarga harus diajari cara memberikan konsentrat di rumah, setiap kali ada
perdarahan (Smeltzer dan Bare,2001).
Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan adalah:
a. Transfusi periodic dari plasma beku segar (PBS)
b. Pemberian konsentrat factor VIII dan IX pada klien yang mengalami
perdarahan aktif atau sebagai upaya pencegahan sebelum pencabutan gigi
dan pembedahan
c. Hindari pemberian aspirin atau suntikan secara IM
d. Membersihkan mulut sebagai upaya pencegahan
e. Bidai dan alat orthopedic bagi klien yang mengalami perdarahan otot dan
sendi.
Terapi suportif yang dapat diberikan pada penderita hemofilia adalah:
a. Pengobatan rasional pada hemofilia adalah menormalkan kadar faktor
anti hemophilia yang kurang.
b. Melakukan pencegahan baik menghindari luka atau benturan.
c. Merencanakan suatu tindakan operasi serta mempertahankan kadar
aktivitas factor pembekuan sekitar 30-50%
d. Untuk mengatasi perdarahan akut yang terjadi maka dilakukan tindakan
pertama seperti Rest, Ice, Compression, Elevation (RICE) pada lokasi
perdarahan
1) Rest (istirahat), usahakan seseorang diistirahatkan dan tidak
melakukan apapun.
2) Ice (kompres dengan menggunakan es), kompres ini berguna untuk
menciutkan pembuluh darah dan es juga bisa berfungsi sebagai
penghilang nyeri.
3) Compression (ditekan atau dibalut), untuk mengurangi banyaknya
darah yang keluar.
4) Elevation (ditinggikan), usahakan daerah yang mengalami luka
berada pada posisi yang lebih tinggi.
e. Kortikosteroid, pemberian kortikosteroid sangat membantu untuk
menghilangkan proses inflamasi pada sinovitis akut yang terjadi setelah
serangan akut hemartrosis. Pemberian prednisone 0,5-1 mg/kg BB/hari
selama 5-7 hari dapat mencegah terjadinya gejala sisa berupa kaku
sendi(artrosis) yang menggangu aktivitas harian serta menurunkan kualitas
hidup pasien hemofilia.
f. Analgetika. Pemakaian analgetika diindikasikan pada pasien hemartrosis
dengan nyeri hebat, dan sebaiknya dipilih analgetika yang tidak
mengganggu agregasi trombosit (harus dihindari pemakaian aspirin dan
antikoagulan)
Selain itu dapat diberikan terapi pengganti faktor pembekuan yaitu:
a. Pemberian factor pembekuan dilakukan 3 kali seminggu untuk
menghindari kecacatan fisik (terutama sendi) sehingga pasien hemophilia
dapat melakukan aktivitas normal. Namun untuk mencapai tujuan tersebut
dibutuhkan factor anti hemophilia (AHF) yang cukup banyak dengan biaya
yang tinggi.
b. Terapi pengganti factor pembekuan pada kasus hemophilia dilakukan
dengan memberikan FVIII atau FIX, baik rekombinan, konsentrat maupun
komponen darah yang mengandung cukup banyak faktor-faktor
pembekuan tsb. Pemberian biasanya dilakukan dalam beberapa hari
sampai luka atau pembengkakan membaik, serta khususnya selama
fisioterapi.
Sedangkan penatalaksanaan keperawatan yang dapat dilakukan adalah:
a. Memperhatikan perawatan gigi agar tidak mengalami pencabutan gigi.
b. Istirahatkan anggota tubuh dimana ada luka.
c. Gunakan alat bantu seperti tongkat bila kaki mengalami perdarahan.
d. Kompreslah bagian tubuh yang terluka dan daerah sekitar dengan es.
e. Tekan dan ikat, sehingga bagian tubuh yang mengalami perdarahan tidak
bergerak (immobilisasi).
f. Letakkan bagian tubuh tersebut dalam posisi lebih tinggi dari posisi dada
dan letakkan diatas benda yang lembut.

2.9 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada penderita hemofilia adalah:
a. Uji skining untuk koagulasi darah.
1. Jumlah trombosit ( normalnya 150.000 450.000 per mm3 darah ).
2. Masa protombin ( normalnya memerlukan waktu 11 13 detik ).
3. Masa tromboplastin parsial (meningkat, mengukur keadekuatan faktor
koagulasi intrinsik ).
4. Fungsional terhadap faktor VIII dan IX ( memastikan diagnosis )
5. Masa pembekuan trombin ( normalnya 10 13 detik ).
b. Biopsi hati di digunakan untuk memperoleh jaringan untuk pemeriksaan
patologi dan kultur.
c. Uji fungsi faal hati diigunakan untuk mendeteksi adanya penyakit hati.
Misalnya, serum glutamic piruvic trasaminase (SPGT ), serum glutamic
oxaloacetic transaminase (SGOT),fosfatase alkali, bilirubin.
d. Pemeriksaan Lab. Darah
1. Hemofilia A :
a) Defisiensi factor VIII
b) PTT (Partial Thromboplastin Time) amat memanjang
c) PT (Prothrombin Time/ waktu protombin) memanjang
d) TGT (Thromboplastin Generation Test)/ diferential APTT dengan
plasma abnormal
e) Jumlah trombosit dan waktu perdarahan normal.
2. Hemofilia B :
a) Defisiensi factor IX
b) PTT (Partial Thromboplastin Time) amat memanjang
PT (Prothrombin Time)/ waktu protombin dan waktu perdarahan
normal
c) TGT (Thromboplastin Generation Test)/ diferential APTT dengan
serum abnormal

2.10 Komplikasi dan Prognosis


Menurut Handayani dan Haribowo (2008), dapat terjadi perdarahan
intrakranium, infeksi oleh virus imunodefisiensi sebelum diciptakannya faktor
VIII artificial, kekakuan sendi, hematuria spontan, dan perdarahan
gastrointestinal, serta resiko tinggi terkena AIDS akibat tranfusi darah.
Sebelum konsentrat-konsentrat faktor dikembangkan, mereka yang dengan
hemofilia mempunyai harapan hidup yang berkurang secara signifikan. Harapan
hidup sebelum tahun 1960an untuk mereka yang dengan hemofilia parah dibatasi
pada 11 tahun. Sekarang ini, angka kematian untuk pria-pria dengan hemofilia
adalah dua kali yang dari pria-pria sehat. Seperti disebutkan sebelumnya,
peningkatan pada infeksi-infeksi HIV dan hepatitis yang berhubngan dengan
terapi selama tahun 1980an menjurus pada peningkatan yang berkoresponden
pada angka-angka kematian.
Sekarang ini, perawatan yang segera dan memadai dapat sangat mengurangi
risiko-risiko dari episode-episode perdarahan yang mengancam nyawa dan
keparahan dari kerusakan jangka panjang pada sendi-sendi, namun perburukan
sendi tetap adalah komplikasi yang kronis dari hemophilia.

2.11 Pencegahan
Tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya komplikasi lebih
lanjut dari hemofilia adalah:
a. Hindari trauma
b. Hindari mengkonsumsi obat-obatan yang mempengaruhi kerja trombosit
yang berfungsi membentuk sumbatan pada pembuluh darah, seperti asam
salisilat, obat antiradang jenis nonsteroid, ataupun pengencer darah seperti
heparin.
c. Kenakan tanda khusus seperti gelang atau kalung yang menandakan bahwa
ia menderita hemofilia. Hal ini penting dilakukan agar ketika terjadi
kecelakaan atau kondisi darurat lainnya, personel medis dapat menentukan
pertolongan khusus.
d. Pelihara kebersihan serta kesehatan gigi dan mulut. Gigi dan mulut yang
sehat akan mengurangi risiko mencabut gigi. Jika tidak hati-hati, praktik
cabut gigi bisa menyebabkan pendarahan.
e. berhati-hatilah ketika beraktivitas. Jangan sampai terjatuh atau terluka.
Terutama bagi anak kecil.
3. PATHWAY

Faktor Acquired :
Faktor Kongenital : Defisiensi Vitamin K
Genetik Neonatus (prematur)

Faktor genetik Defisiensi vitamin K Neonatus kurang


bulan/prematur

Penurunan sintesis
Gg. Pembentukan faktor II, VII, IX
faktor VIII dan IX Fungsi hati belum
sempurna
Gangguan cascade koagulasi
Faktor X tidak teraktivasi
Gg. Pembentukan
Luka tidak tertutup faktor II
Pemanjangan APTT
Perdarahan Defisiensi trombin

Trombin lama terbentuk

Fibrin tidak
sempurna
Stabilitas fibrin
tidak memadai Penutupan luka
tidak sempurna

Darah sukar membeku

Darah tidak berhenti


Perdarahan HEMOFILIA mengalir

Sisitem Pernafasan (B1) Sistem sirkulasi (B2) Sistem saraf (B3) Sistem perkemihan (B4)

Perdarahan Proses perdarahan Perdarahan Penurunan Perdarahan di


Intrakranial aliran darah kapiler ginjal
ke ginjal
Kehilangan banyak Agregasi trombosit
volume darah Vasokonstriksi pembuluh Hematuria
menurun darah otak Urine sedikit

Hb menurun (oliguri)
Sirkulasi darah ke Defisit faktor pembeku
jantung menurun

Aliran darah dan oksigen ke MK : Gangguan Eliminasi


paru menurun urin

MK:
Resiko kekurangan
volume cairan
Iskemia miokard Nekrosis jaringan otak
Hipoksia

Dyspnea Pengisian Ventrikel kiri


Defisit fungsi
menurun
neurologis

MK : Pola napas
tidak efektif Curah jantung menurun Letargi

MK : Gangguan Perfusi
jaringan MK : Resiko Cidera
Sistem pencernaan (B5) Sistem muskuloskeletal (B6) Psikososial

Perdarahan GI Perdarahan di bawah Perdarahan di Perubahan status


kulit persendian kesehatan
Prognosis penyakit
Absorbsi usus
menurun Timbul ptekie Hematoma

Ketidaktahuan
Gangguan Citra Edema Koping individu tidak
Sari makanan tidak Tubuh efektif
dapat diserap
Nyeri tekan

MK: Perubahan MK :
nutrisi kurang dari Ansietas
MK :
kebutuhan tubuh Kurang pengetahuan
Nyeri akut
4. ASUHAN KEPERAWATAN

4.1 Pengkajian Keperawatan


I. Biodata
a. Identitas Klien
1. Nama
Nama klien sangat dibutuhkan sebagai identitas klien dan untuk membangun
hubungan saling percaya sehingga mempermudah dalam melakukan asuhan
keperawatan.
2. Umur
Terjadi pada semua umur.
3. Jenis kelamin
Biasanya terjadi pada anak laki-laki dan wanita sebagai karier.
4. Agama
Untuk mengakaji status spiritual sehingga kebutuhan fisik, psikis dan spiritual
dapat dipenuhi.
5. Pendidikan
Untuk mengkaji tingkat pengetahuan klien terkait penyakit yang dideritanya.
6. Pekerjaan
7. Alamat
Untuk mengkaji status lingkungan tempat tinggal yang mungkin mempengaruhi
keadaan sakitnya.
8. Status kawin
9. Tgl masuk
Untuk melihat bagaimana perkembangan status kesehatannya dari hari ke hari
semakin baik atau buruk selama dilakukan perawatan.
10. Tgl pengkajian
Untuk memastikan perkembangan status kesehatan pada saat itu.
11. Diagnosa medik
Mengetahui penyakit apa yang diderita oleh pasien (hemofilia)
II. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Keluhan utama yang biasanya dirasakan pasien yaitu perdarahan berkepanjangan
saat terjadi luka terbuka, memar khususnya pada ekstremitas bawah ketika terbentur
pada sesuatu, dan nyeri sendi.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Riwayat kesehatan sekarang adalah hal-hal yang berkaitan dengan keluhan-keluhan
baik keluhan utama maupun keluhan yang menyertai. Riwayat kesehatan sekarang
yang dialami pasien diantaranya memar, nyeri sendi, perdarahan berkepanjangan,
edema, hematuria, dll.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Riwayat penyakit dahulu, perlu ditanyakan tentang penyakit-penyakit yang pernah
diderita pasien baik yang berhubungan secara langsung maupun tidak serta riwayat
pernah masuk RS.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tanyakan apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit hemofilia atau karier
pada wanita dalam keluarganya.
III. Pengkajian
a. Aktivitas/Istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan, malaise, ketidakmampuan melakukan aktivitas.
Tanda : kelemahan otot, letargi, peningkatan kebutuhan tidur, somnolen.
b. Sirkulasi
Gejala : palpitasi.
Tanda : kulit dan membran mukosa pucat, defisit saraf serebral/tanda perdarahan
serebral.
c. Eliminasi
Gejala : hematuria.
Tanda : uremia.
d. Integritas Ego
Gejala : perasaan tidak ada harapan dan tidak berdaya.
Tanda : depresi, menarik diri, ansietas, mudah marah.
e. Makanan/Cairan
Gejala : anoreksia, penurunan berat badan.
f. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : nyeri tulang dan sendi, nyeri tekan, kram otot.
Tanda : perilaku berhati-hati, gelisah, fokus pada diri sendiri.
g. Keamanan
Gejala : hematoma, perdarahan tak terkontrol dengan trauma minimal.
IV. Pemeriksan Fisik
a. Keadaan Umum : lemah
b. Pemeriksaan head to toe
1) Kepala
Wajah : meringis karena nyeri
Mulut : mukosa mulut kering, perdarahan mukosa mulut
Hidung : epitaksis
2) Dada: bila terjadi perubahan pola nafas akan didapatkan peningkatan frekuensi dan
kedalaman, penggunaan otot bantu dan suara nafas tambahan.
3) Anus dan Genitalia.
Eliminasi urin dapat terganggu, penurunan keluaran urin, urin pekat, kemerahan,
hematuria.
4) Kulit dan Kuku
Perdarahan bawah kulit, memar, petekie
5) Ekstremitas
Edema pada ekstremitas, nyeri tulang dan sendi.
V. Pemeriksaan Penunjang
a.) Uji skrining untuk koagulasi darah.
1. Jumlah trombosit (normalnya 150.000-450.000 per mm3 darah).
2. PTT (Prothrombin Time masa protrombin plasma), normalnya 11-13 detik
3. APTT (Activated Partial Thromboplastin Time/masa tromboplastin parsial
teraktivasi) dapat meningkat, mengukur keadekuatan faktor koagulasi intrinsik
4. Fungsional terhadap faktor VIII dan IX (memastikan diagnosis)
5. Masa pembekuan trombin (normalnya 10-13 detik).
b.) Biopsi hati untuk pemeriksaan patologi dan kultur.
c.) Uji fungsi faal hati
Untuk mendeteksi adanya penyakit hati, misalnya Serum Glutamic- Piruvic
Trasaminase (SPGT), Serum Glutamic-Oxaloacetic Transaminase (SGOT),
fosfatase alkali, dan bilirubin.
(Wantiyah, 2012)

4.2 Diagnosa Keperawatan


1) PK perdarahan.
2) Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan kerusakan
muskulosekeletal ditandai dengan napas pendek dan dispnea.
3) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera kimia ditandai dengan melaporkan nyeri
secara verbal gerakan untuk melindungi area yang sakit.
4) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri ditandai dengan keterbatasan
ROM, keterbatasan motorik.
5) Kelelahan berhubungan dengan anemia ditandai dengan lelah, kurang energi atau
tidak mampu mempertahankan aktivitas fisik sesuai tingkat biasanya, dan peningkatan
kebutuhan istirahat.
6) Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan kerusakan transportasi
oksigen ditandai dengan perubahan karakteristik kulit, warna kulit pucat, dan
kelemahan.
7) Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan ditandai dengan gelisah,
resah, pergerakan tidak bermakna (jalan menyeret).
8) Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak familiar dengan sumber informasi
ditandi dengan mengungkapkan adanya masalah dan perilaku berlebihan.
RENCANA KEPERAWATAN
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional
1 PK Perdarahan Setelah diberikanasuhan NIC Label: Bleeding Precautions
1. Kaji pasien untuk menemukan 1. Untuk mengetahui
keperawatan selama 1x24 jam,
bukti-bukti perdarahan atau tingkat keparahan perdarahan pada
diharapkan komplikasi
hemoragi klien sehingga dapat menentukan
perdarahan dapat diminimalkan
intervensi selanjutnya
dengan kriteria hasil: 2. Pantau hasil lab b/d perdarahan
2. Banyak komponen darah yang
NOC Label: Blood Coagulation
Nilai Ht dan Hb berada dalam menurun pada hasil lab dapat
batas normal. membantu menentukan intervensi
3. Lindungi pasien terhadap cedera
Klien tidak mengalami selanjutnya
dan terjatuh
episode perdarahan. 3. Efek cedera terutama pada cedera
Tanda-tanda vital berada 4. Siapkan pasien secara fisik dan tajam umumnya dapat
dalam batas normal (TD: 100- psikologis untuk menjalani bentuk mengakibatkan perdarahan
120 mmHg; Nadi: 60- 4. Keadaan fisik dan psikologis yang
terapi lain jika diperlukan
100x/menit; RR : 14-25 5. Kolaborasi pemberian transfusi baik akan mendukung terapi yang

x/menit; Suhu : 36 - 37 0C faktor VIII, IX sesuai indikasi diberikan pada klien sehingga

0,50C) mampu memberikan hasil yang


maksimal
5. Meningkatkan faktor koagulasi
sehingga menurunkan perdarahan
2 Ketidakefektifan bersihan Setelah diberikan tindakan NIC Label: Airway Management
1. Kaji/awasi frekuensi pernapasan, 1. Perubahan seperti dispnea,
jalan napas berhubungan keperawatan selama 3x 24 jam,
kedalaman, irama. Perhatikan penggunaan otot-otot bantu dapat
dengan kerusakan diharapkan bersihan jalan nafas
muskulosekeletal ditandai menjadi efektif dengan kriteria laporan dispnea/atau penggunaan mengindikasikan berlanjutnya
dengan napas pendek dan hasil : otot bantu. keterlibatan/pengaruh pernapasan
NOC Label: Respiratory
dispnea. yang membutukan upaya intervensi.
2. Tempatkan pasien pada posisi
Status: Airway Patency 2. Memaksimalkan ekspansi paru,
RR dalam batas normal (14- nyaman, biasanya dengan kepala di
menurunkan kerja pernapasan dan
25 x/menit) tempatkan pada posisi tinggi atau
menurunkan resiko aspirasi.
Napas tidak pendek. duduk tegak ke depan.
Tidak adanya dispnea. 3. Anjurkan/bantu dengan teknik
3. Membantu meningkatkan difusi gas
napas dalam atau pernapasan bibir/
dan ekspansi jalan napas kecil,
pernapasan diafragmatik abdomen
memberikan pasien beberapa control
bila diindikasikan.
4. Kaji respon pernapasan terhadap terhadap pernapasan.
4. Penurunan oksigen seluler,
aktivitas. Perhatikan keluhan
menurunkan toleransi aktivitas.
dispnea/lapar udara dan
Istirahat menurunkan kebutuhan
peningkatan kelelahan. Jadwalkan
oksigen dan mencegah kelelahan serta
periode istirahat antara aktivitas.
5. Berikan lingkungan yang tenang. dipsnea.
5. Meningkatkan relaksasi,
penyimpanan energi dan menurunkan
6. Berikan tambahan oksigen
kebutuhan oksigen.
7. Awasi pemeriksaan laboratorium, 6. Memaksimalkan ketersediaan untuk
misalnya GDA, oksimetri. kebutuhan sirkulasi.
8. Berikan analgesik dan tranquilizer 7. Mengukur keadekuatan fungsi
sesuai indikasi pernapasan dan keefektifan terapi.
8. Menurunkan responfisiologis
terhadap nyeri/ansietas menurunkan
kebutuhan oksigen dan membatasi
pengaruh terhadap pernapasan
3 Nyeri akut berhubungan Setelah diberikan tindakan NIC Label: Pain Management
agen cedera kimia ditandai keperawatan selama 3x24 jam
1. Tentukan riwayat nyeri, misalnya: 1. Informasi memberikan data dasar
dengan melaporkan nyeri diharapkan klien dapat
lokasi nyeri, frekuensi, durasi dan untuk mengevaluasi kebutuhan atau
secara verbal gerakan mengontrol nyerinya dengan
intensitas (skala 0-10) dan tindakan keefektifan intervensi. Catatan:
untuk melindungi area kriteria hasil :
penghilangan yang digunakan. pengalaman nyeri adalah individual
yang sakit. NOC Label: Pain Control
yang digabungkan dengan baik
Melaporkan nyeri terkontrol
respon fisik dan emosional.
Klien menunjukkan perilaku
2. Dorong penggunaan keterampilan 2. Memungkinkan pasien untuk
penanganan nyeri. manajemen nyeri (misalnya: teknik berpartisipasi secara aktif dan
Klien tampak rileks dan relaksasi, visualisasi, bimbingan meningkatkan rasa kontrol.
mampu tidur/istirahat dengan imajinasi), tertawa, musik, dan
tepat. sentuhan terapeutik.
3. Kelola pemberian analgesik sesuai 3. Saat perubahan penyakit atau
indikasi pengobatan terjadi, penilaian dosis
dan pemberian akan diperlukan.
Catatan: adiksi atau ketergantungan
pada obat.
4 Kelelahan berhubungan Setelah dilakukan
tindakan NIC Label: Energy Management
1. Kaji pola tidur dan catat perubahan 1. Berbagai factor dapat meningkatkan
dengan anemia ditandai keperawatan selama 3x24 jam
dengan lelah, kurang energi diharapkan kelelahan pasien dalam prose berpikir/perilaku. kelelahan, termasuk kurang tidur,
atau tidak mampu dapat diatasi, dengan kriteria penyakit SSP, tekanan emosi dan efek
mempertahankan aktivitas hasil: samping obat-obatan/kemoterapi
2. Periode yang sering sangat
fisik sesuai tingkat NOC Label: Activity Tolerance 2. Rencanakan perawatan untuk
dibutuhkan dalam memperbaiki/
biasanya, dan peningkatan Pasien tidak merasa lelah menyediakan fase istirahat. Atur
Pasien mampu beraktivitas menghemat energi. Perencanaan akan
kebutuhan istirahat. aktivitas pada waktu pasien sangat
secara normal seperti biasanya membuat pasien menjadi aktif pada
berenergi. Ikutsertakan
Kebutuhan istirahat normal waktu dimana tingkat energy lebih
pasien/orang terdekat pada saat
tinggi, sehingga dapat memperbaiki
penyusunan rencana.
perasaan sehat dan kontrol diri.
3. Rasa lemas dapat membuat AKS
3. Bantu memenuhi kebutuhan
hampir tidak mungkin bagi pasien
perawatan pribadi, pertahankan
untuk menyelesaikannya. Melindungi
tempat tidur dalam posisi rendah
pasien dari cedera selama melakukan
dan tempat lalu lalang bebas dari
aktivitas.
perabotan; bantu dengan ambulansi. 4. Toleransi bervariasi tergantung pada
4. Pantau respon psikologis terhadap
status proses penyakit, status nutrisi,
aktivitas, misalnya perubahan TD,
keseimbangan cairan, dan jumlah/tipe
frekuensi pernapasan atau jantung.
penyakit di mana pasien menjadi
subjeknya.
5. Dorong masukan nutrisi. 5. Pemasukan/penggunaan nutrisi
adekuat sangat penting bagi
6. Kolaborasi pemberian O2 tambahan kebutuhan energy untuk aktivitas.
sesuai petunjuk. 6. Adanya anemia/hipoksemia
mengurangi persediaan O2 untuk
7. Rujuk pada terapi fisik/okupasi ambilan seluler dan menunjang
kelelahan.
7. Latihan setiap hari terprogram dan
aktivitas yang membantu pasien
mempertahankan/meningkatkan
kekuatan dan tonus otot,
meningkatkan rasa sejahtera.
5 Perfusi jaringan perifer Setelah diberikan asuhan NIC Label: Circulatory Precautions
1. Memberikan informasi tentang
tidak efektif berhubungan keperawatan selama 3x 24 jam 1. Awasi tanda-tanda vital, pengisian
derajat/keadekuatan perfusi jaringan
dengan kerusakan diharapkan perfusi jaringan kapiler, wama kulit, membran
dan membantu menentukan
transportasi oksigen perifer adekuat dengan criteria mukosa, dasar kuku.
kebutuhan intervensi
ditandai dengan perubahan hasil :
2. Vasokontriksi (ke organ vital)
karakteristik kulit, warna NOC Label: Circulation Status 2. Catat keluhan rasa dingin,
menurunkan sirkulasi perifer.
kulit pucat, dan Tanda vital stabil pertahankan suhu lingkungan dan
Kenyamanan pasien/kebutuhan rasa
kelemahan. Membran mukosa warna tubuh hangat sesuai indikasi.
hangat harus seimbang dengan
merah muda
Pengisian kapiler baik kebutuhan untuk menghindari panas
Haluaran urin adekuat berlebihan pencetus vasodilatasi
Status mental normal (penurunan perfusi organ)
3. Mengidentifikasi defisiensi dan
3. Awasi pemeriksaan laboratorium kebutuhan pengobatan/respons
misalnya Hb/Ht dan jumlah SDM terhadap terapi
4. Meningkatkan jumlah sel pembawa
dan GDA.
oksigen; memperbaiki defisiensi
4. Kelola pemberian darah
untuk menurunkan resiko
lengkap/packed, produk darah
pendarahan
sesuai indikasi. Awasi ketat untuk
komplikasi transfusi.
6 Ansietas berhubungan Setelah diberikan tindakan NIC Label: Anxiety Reduction
1. Mengetahui derajat kecemasan klien
dengan perubahan status keperawatan selama 3x24 jam 1. Catat adanya, kegelisahan,
kesehatan ditandai dengan diharapkan klien tidak mengalami menolak, dan/ atau menyangkal
2. Dapat mengurangi kecemasan klien
gelisah, resah, pergerakan ansietas dengan kriteria hasil : (afek tak tepat atau menolak
3. Berbagi informasi membentuk
tidak bermakna (jalan NOC Label: Anxiety Level mengikuti program medis)
dukungan/kenyamanan dan dapat
2. Bina hubungan saling percaya
menyeret) Klien mengatakan ansietasnya 3. Dorong pasien/orang terdekat menghilangkan ketegangan
berkurang untuk mengkomunikasikan terhadap kekhawatiran yang tidak
Klien mengatakan mampu
dengan seseorang, berbagi diekspresikan
mengontrol ansietas 4. Memungkinkan waktu untuk
Klien tidak terlihat gelisah dan pertanyaan dan masalah.
mengekspresikan perasan,
resah 4. Berikan privasi untuk pasien dan
menghilangkan cemas dan prilaku
Tidak adanya pergerakan ridak
orang terdekat
adaptif
bermakna (jalan tidak
5. Meningkatkan relaksasi/istirahat
menyeret)
dan menurunkan rasa cemas
5. Kelola pemberian obat-obatan
anticemas/hipnotik sesuai indikasi,
contoh: diazepam (valium),
flurazepam (dalmane), lorazepam
(ativan)
7 Kurang pengetahuan Setelah diberikan asuhan NIC Label: Teaching: Disease
berhubungan dengan tidak keperawatan selama 1x24 jam Process
1. Memberikan pengetahuan dasar
familiar dengan sumber diiharapkan pengetahuan 1. Kaji ulang proses penyakit dan
dimana pasien dapat membuat pilihan
informasi ditandai dengan mengenai penyakit bertambah kebutuhan pengobatan
berdasarkan informasi.
mengungkapkan adanya dengan kriteria hasil: 2. Mencegah terjadinya perdarahan.
masalah dan perilaku NOC Label: Communication 2. Upaya pencegahan pendarahan.
berlebihan Receptive Pasien dan keluarga diberi
Pasien dan keluarga pasien informasi mengenai risiko
mengatakan masalah terkait perdarahan dan usaha pengaman
informasi dapat diatasi yang perlu. Mereka dianjurkan
Pasien dan keluarga tidak untuk mengubah lingkungan

berperilaku berlebihan rumah sedemikian rupa sehingga


dapat mencegah trauma fisik
seperti dnegan memberi bantalan
pada sudut-sudut meja. Rintangan
3. Latihan penguatan tungkai sangat
yang dapat menyebabkan jatuh
perlu untuk rehabilitasi setelah
harus dihilangkan. Menggosik gigi
hematrosis akut.
dengan sikat yang lembut untuk
menjaga kebersihan.Mengeluarkan
ingus dengan kuat, mengejan,
batuk harus dihindarkan. Bila perlu
4. Aspirin merupakan antikoagulan
berikan pencahar.
yang dapat menyebabkan darah sulit
3. Anjurkan melakukan aktivitas
untuk membeku.
fisik, tetapi dengan keamanan yang
baik. Olahraga tanpa kontak
seperti berenang, hiking, dan golf
merupakan aktivitas yang dapat
diterima, sementara olahraga
dengan kontak harus dihindari.
4. Anjurkan pasien menghindari
obat-obatan yang mengandung
aspirin.
DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily Lynn dan Sowden, Linda A. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri.
Jakarta: EGC.

Brunner. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.

Handayani, Wiwik & Haribowo, Andi Sulistyo. 2008. Asuhan Keperawatan pada
Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi.Jakarta : Salemba Medika

Hidayat, Aziz azimul. 2006. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia: Aplikasi


Konsep dan Proses Keperawatan. Jakarta. Salemba Medika.

Nanda International. 2013. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi


2012-2014. Jakarta: EGC

Nelson. 1999. Ilmu Kesehatan Anak. (vol 2). Edisi 15. Jakarta : EGC

Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit. Jakarta : EGC.

Smeltzer, Suzanne. C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedal Brunner &
Suddarth. Jakarta : EGC.

Sodeman. 1995. Patofisiologi. Jakarta : Hipokrates.

Wantiyah. 2012. Asuhan Keperawatan Hemofilia. E-Learning. Jember:


Universitas Jember.

Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai