Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

SIROSIS HEPATIS
DI RUANG ANTURIUM RSD Dr. SOEBANDI JEMBER

OLEH:
MUKHAMMAD SYAFIUDIN, S. KEP
NIM 142311101162

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
JEMBER
2016

1. Konsep Teori
1.1 Definisi
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir
fibrosis hepatik yang berlangsung secara progresif, ditandai dengan distorsi dari
arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif (Sudoyo, 2007).
Sirosis hepatis merupakan penyakit kronis pada hepar dengan inflamasi dan
fibrosis hepar yang mengakibatkan distorsi struktur hepar dan hilangnya sebagian
besar fungsi hepar. Perubahan besar yang terjadi karena sirosis adalah kematian
sel-sel hepar, terbentuknya sel-sel fibrotik - (sel mast), regenerasi sel dan jaringan
parut yang menggantikan sel-sel normal. Perubahan ini menyebabkan hepar
kehilangan fungsi dan distorsi strukturnya (Baradero, Dayrit & Siswadi, 2008).
1.2 Epidemologi
Penderita sirosis hepatis lebih banyak dijumpai pada laki-laki jika
dibandingkan dengan perempuan sekitar 1,6 1 dengan umur rata-rata terbanyak
antara golongan 30-39 tahun, dengan puncaknya sekitar umur 40-49 tahun (Price
& Wilson, 2005).
1.3 Etiologi
Sirosis hepatis dapat disebabkan oleh banyak keadaan, antara lain; konsumsi
alkohol, virus hepatitis B dan C, gangguan imunologis, zat hepatotoksik, dan lainlain.
Tabel 1.1 Penyebab utama sirosis hepatis di negara barat:
Penyakit hati alkoholik
Hepatitis virus
Penyakit bilier
Hematokromatosis primer
Penyakit wilson
Defisiensi a antitrypsin
Sorosis kriptogenik

Sumber: Mitchell, Kumar, Abbas, & Fausto (2008)

Tabel 1.2 Etiologi dari sirosis hepatis


Penyakit infeksi
- Bruselosis
- Ekinokokus
- Skistosomiasis
- Toksoplasmosis

60-70%
10%
5-10%
5%
Jarang
Jarang
10-15%

- Hapatitis virus (hepatitis B,C,D sitomegalovirus)


Penyakit keturunan dan metabolik
- Defisiensi a1 antitrpsin
- Sindrom fanconi
- Galaktosemia
- Penyakit gaucher
- Penyakit simpanan glikogen
- Hemokromatosis
- Intoleransi fluktosa herediter
- Penyakit wilson
Obat dan toksin
- Alkohol
- Amiodaron
- Arsemic
- Obstruksi bilier
- Penyakit perlemakan hati non alkoholik
- Sirosis bilier primer
- Kolangitis sklerosis primer
Penyakit lain atau tidak terbukti
- Penyakit usus inflamasi kronik
- Fibrosis kistik
- Pintas jejunoileal
- sarkoidosis

Sumber: Sudoyo (2007)


1.4 Klasifikasi
Ada tiga jenis sirosis hepatis, yaitu:
1.4.1 Sirosis Laennec
Sirosis Laennec disebabkan oleh alkoholisme kronis. Perubahan pertama pada
hati yang ditimbulkan alkohol adalah akumulasi lemak secara bertahap di dalam
sel-sel hati (infiltrasi lemak) dan alkohol menimbulkan efek toksik langsung
terhadap hati. Akumulasi lemak mencerminkan adanya sejumlah gangguan
metabolik

yang

mencakup

pembentukan

trigliserida

secara

berlebihan,

menurunnya pengeluaran trigliserida dari hati dan menurunnya oksidasi asam


lemak (Price & Wilson, 2005).

Sirosis alkohol memiliki tiga stadium:


a. Perlemakan hati alkoholik
Stadium pertama dari sirosis alkohol yang relatif jinak, ditandai oleh
penimbunan trigliserida di hepatosit dan terjadi pada 90% pecandu alkohol kronis.
Alkohol dapat menyebabkan penimbunan trigliserida di hati yang dapat meluas
hingga mengenai lobulus hati. Hati menjadi besar, lunak, berminyak dan berwarna
kuning (Mitchell, Kumar, Abbas, & Fausto, 2008).
b. Hepatitis alkoholik

Stadium kedua sirosis alkohol dan diperkirakan diderita oleh 20-40% pecandu
alkohol kronis. Kerusakan hepatosit mungkin disebabkan oleh toksisitas produk
akhir metabolisme alkohol, terutama asetaldehida dan ion hidrogen. Nekrosis sel
hati (dalam bentik degenerasi ballooning dan apoptosis) di daerah sentrilobiler
dan juga terdapat pembentukan badan Mallory (agrerat eosinofilik intraselular
flamen intermediet), reaksi neutrofil terhadap hepatosit yang bergenerasi,
inflamasi porta, dan fibrosis (sinusoidal, perisentral, periportal) (Mitchell, Kumar,
Abbas, & Fausto, 2008).
c. Sirosis alkoholik
Pada stadium ini, sel hati yang mati diganti oleh jaringan parut. Pita-pita
fibrosa terbentuk dari aktivasi respon peradangan yang kronis dan mengelilingi
serta melilit di antara hepatosit yang masih ada. Peradangan kronis menyebabkan
timbulnya pembengkakan dan edema interstisium yang membuat kolapsnya
pembuluh darah kecil dan meningkatkan resistensi terhadap aliran darah yang
melalui hati yang menyebabkan hipertensi portal dan asites (Corwin, 2009).
1.4.2 Sirosis Pascanekrotik
Sirosis pascanekrotik terjadi setelah nekrosis berbercak pada jaringan hati,
sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya. Hepatosit
dikelilingi dan dipisahkan oleh jaringan parut dengan kehilangan banyak sel hati
dan di selingi dengan parenkim hati normal, biasanya mengkerut dan berbentuk
tidak teratur dan banyak nodul (Price & Wilson, 2005).
1.4.3 Sirosis biliaris
Penyebab tersering sirosis biliaris adalah obstruksi biliaris pascahepatik.
Statis empedu menyebabkan penumpukan empedu di dalam massa hati dan
kerusakan sel-sel hati. Terbentuk lembar-lembar fibrosa di tepi lobulus, hati
membesar, keras, bergranula halus dan berwarna kehijauan. Ikterus selalu menjadi
bagian awal dan utama dari sindrom ini. Terdapat dua jenis sirosis biliaris: primer
(statis cairan empedu pada duktus intrahepatikum dan gangguan autoimun) dan
sekunder (obstruksi duktus empedu di ulu hati) (Price & Wilson, 2005).
1.5 Patofisiologi
Sirosis hepatis dibagi menjadi tiga jenis, yaitu sirosis laennec, sirosis
pascanekrotik, dan sirosis biliaris. Sirosis Laennec disebabkan oleh konsumsi
alkohol kronis, alkohol menyebabkan akumulasi lemak dalam sel hati dan efek
toksik langsung terhadap hati yang akan menekan aktivasi dehidrogenase dan
menghasilkan

asetaldehid

yang

akan

merangsang

fibrosis

hepatis

dan

terbentuknya jaringan ikat yang tebal dan nodul yang beregenerasi. Sirosis
pascanekrotik disebabkan oleh virus hepatitis B, C, infeksi dan intoksitifikasi zat
kimia, pada sirosis ini hati mengkerut, berbentuk tidak teratur, terdiri dari nodulus
sel hati yang dipisahkan oleh jaringan parut dan diselingi oleh jaringan hati.
Sirosis biliaris disebabkan oleh statis cairan empedu pada duktus intrahepatikum,
autoimun dan obstruksi duktus empedu di ulu hati. Dari ketiga macam sirosis
tersebut mengakibatkan distorsi arsitektur sel hati dan kegagalan fungsi hati (Price
& Wilson, 2005).
Distorsi arsitektur hati mengakibatkan obstruksi aliran darah portal ke dalam
hepar karena darah sukar masuk ke dalam sel hati. Sehingga meningkatkan aliran
darah balik vena portal dan tahanan pada aliran darah portal yang akan
menimbulkan hipertensi portal dan terbentuk pembuluh darah kolateral portal
(esofagus, lambung, rektum, umbilikus). Hipertensi portal meningkatkan tekanan
hidrostatik di sirkulasi portal yang akan mengakibatkan cairan berpindah dari
sirkulasi portal ke ruang peritoneum (asites). Penurunan volume darah ke hati
menurunkan inaktivasi aldosteron dan ADH sehingga aldosteron dan ADH
meningkat di dalam serum yang akan meningkatkan retensi natrium dan air, dapat
menyebabkan edema (Corwin, 2009).
Kerusakan fungsi hati; terjadi

penurunan

metabolisme

bilirubin

(hiperbilirubin) menimbulkan ikterus dan jaundice. Terganggunya fungsi


metabolik, penurunan metabolisme glukosa meingkatkan glukosa dalam darah
(hiperglikemia), penurunan metabolisme lemak pemecahan lemak menjadi energi
tidak ada sehingga terjadi keletihan, penurunan sintesis albumin menurunkan
tekanan osmotik (timbul edema/asites), penurunan sintesis plasma protein
terganggunya faktor pembekuan darah meningkatkan resiko perdarahan,
penurunan konversi ammonia sehingga ureum dalam darah menigkat yang akan
mengakibatkan ensefalopati hepatikum. Terganggunya metabolik steroid yang
akan menimbulkan eritema palmar, atrofi testis, ginekomastia. Penurunan
produksi empedu sehingga lemak tidak dapat diemulsikan dan tidak dapat diserap
usus halus yang akan meingkatkan peristaltik. Defisiensi vitamin menurunkan
sintesis vitamin A, B, B12 dalam hati yang akan menurunkan produksi sel darah
merah Sudoyo (2007).
1.6 Manifestasi klinis

Gejala Stadium awal sirosis sering tanpa gejala (sirosis kompensata) meliputi
perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut
kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-laki timbul impotensi, testis
mengecil, buah dada membesar, hilangnya dorongan seksualitas. Jika sudah lanjut
(sirosis dekompensata), gejala yang timbul meliputi hilangnya rambut badan,
gangguan tidur, demam tak begitu tinggi, adanya gangguan pembekuan darah,
perdarahan gusi, epitaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih
berwarna seperti teh pekat, hematemesis, melena, sulit konsentrasi, agitasi sampai
koma (Sudoyo, 2007).
Manifestasi utama dan lanjut dari sirosis terjadi akibat dua tipe gangguan
fisiologis: gagal sel hati dan hipertensi portal. Manifestasi gagal hepatoselular
adalah ikterus, edema perifer, kecenderungan perdarahan, eritema palmaris,
angioma spidernevi, ensefalopati hepatik. Gambaran klinis yang terutama
berkaitan dengan hipertensi portal adalah splenomegali, varises esofagus dan
lambung, serta manifestasi sirkulasi kolateral lainnya. Asites dapat dianggap
sebagai manifestasi kegagalan hepatoselular dan hipertensi portal (Price &
Wilson, 2005).

1.7 Pemeriksaan Penunjang


Tabel 1.3 Pemeriksaan Diagnostik Sirosis Hepatis
Pemeriksaan
Scan/ biopsi hati
Kolesitografi/kolangiogarf
i
Esofagoskopi
Portografi transepatik
perkutaneus
Bilirubin serum

AST (SGOT & SGPT),


LDH
Alkalin serum
Albumin serum

Keterangan
Mendeteksi infiltrat lemak, fibrosis, kerusakan
jaringan hati.
Memperlihatkan penyakit duktus empedu.
Dapat menunjukkan adanya varises esofagus.
Memperlihatkan sirkulasi sistem vena portal.
Meningkat karena gangguan seluler, ketidak.
mampuan hati untuk mengkonjugasi, obstruksi
bilier.
Meningkat karena kerusakan seluler dan
mengeluarkan enzim
Meningkat karena penurunan ekskresi.
Menurun karena penekanan sintesis.
Peningkatan sintesis.

Globulin (Ig A & Ig G)


Darah Lengkap

Fibrinogen
BUN
Amonia Serum
Glukosa serum
Elektrolit
Kalsium
Urobilinogen urine

Hb/Ht dan SDM mungkin menurun karena


perdarahan. Kerusakan SDM dan anemia terlihat
dengan hipersplenisme dan efisiensi besi.
Leukopenia mungkin ada.
Menurun.
Meningkat menunjukkan kerusakan darah/protein.
Meningkat karena ketidakmampuan untuk
berubah dari amonia menjadi urea.
Hipoglikemi diduga menagganggu glikogenesis.
Hipokalemi menunjukkan peningkatan aldosteron.
Mungkin menurun sehubungan dengan gangguan
absorbsi vitamin D.
Ada/tidak ada. Bertindak sebagai petunjuk untuk
membedakan penyakit hati, penyakit hemolitik
atau obstruksi bilier.
Menurunkan eksrkresi

Urobilinogen fekal
Sumber: Donges (2000).
1.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan menurut Sudoyo (2007) adalah:
1.8.1 Pasien dalam keadaan kompensasi hati yang baik cukup dilakukan kontrol
yang teratur, istirahat yang cukup, susunan diet tinggi kalori tinggi protein,
1.8.2

lemak secukupnya.
Pasien sirosis dengan penyebab yang diketahui seperti :

a. Alkohol dan obat-obatan dianjurkan menghentikan penggunaannya.


Alkohol akan mengurangi pemasukan protein ke dalam tubuh. Dengan diet
tinggi kalori (300 kalori), kandungan protein makanan sekitar 70-90 gr sehari
untuk menghambat perkembangan kolagenik dapat dicoba dengan pemberian D
penicilamine dan Cochicine.
b. Hemokromatis
Dihentikan pemakaian preparat yang mengandung besi/ terapi kelasi
(desferioxamine). Dilakukan vena seksi 2x seminggu sebanyak 500cc selama
setahun.
c. Pada hepatitis kronik autoimun diberikan kortikosteroid.
1.8.3 Terapi terhadap komplikasi yang timbul
a. Asites
Tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2
gram/ hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan diuretik. Awalnya
dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali sehari. Respons
diuretik bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/ hari, tanpa adanya

edema kaki atau 1 kg/ hari dengan adanya edema kaki. Bilamana pemberian
spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasi dengan furosemid dengan dosis 2040 mg/ hari. Pemberian furosemid bisa ditambah dosisnya bila tidak ada respons,
maksimal dosisnya 160 mg/ hari. Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar.
Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan pemberian
albumin.
b. Perdarahan varises esofagus (hematemesis, hematemesis dengan melena atau
melena saja)
1) Lakukan aspirasi cairan lambung yang berisi darah untuk mengetahui apakah
perdarahan sudah berhenti atau masih berlangsung.
2) Bila perdarahan banyak, tekanan sistolik dibawah 100 mmHg, nadi diatas 100
x/menit atau Hb dibawah 99% dilakukan pemberian IVFD dengan pemberian
dextrose/ salin dan tranfusi darah secukupnya.
3) Diberikan vasopresin 2 amp 0,1 gr dalam 500cc D5% atau normal salin
pemberian selama 4 jam dapat diulang 3 kali.
1.9 Komplikasi
1.9.1 Varises Esofagus
a. Saluran kolateral penting yang timbul akibat sirosis dan hipertensi portal
terdapat pada esofagus bagian bawah. Pirau darah melalui saluran ini ke vena
kava menyebabkan dilatasi vena-vena tersebut (varises esofagus). Varises ini
terjadi pada sekitar 70% penderita sirosis lanjut. Perdarahan ini sering
menyebabkan kematian. Perdarahan yang terjadi dapat berupa hematemesis
(muntah yang berupa darah merah) dan melena (warna feces/kotoran yang
hitam) (Price & Wilson, 2005).
b. Peritonitis bacterial spontan
Cairan yang mengandung air dan garam yang tertahan di dalam rongga
abdomen yang disebut dengan asites yang merupakan tempat sempurna untuk
pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri. Secara normal, rongga abdomen
juga mengandung sejumlah cairan kecil yang berfungsi untuk melawan bakteri
dan infeksi dengan baik. Namun pada penyakit sirosis hepatis, rongga abdomen
tidak mampu lagi untuk melawan infeksi secara normal. Maka timbullah infeksi
dari cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder
intraabdominal. Biasanya pasien tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan
nyeri abdomen (Sudoyo, 2007).

c. Sindrom hepatorenal
Kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang
mengakibatkan penurunan filtrasi glomerulus. Pada sindrom hepatorenal terjadi
gangguan fungsi ginjal akut berupa oliguria, peningkatan ureum, kreatinin tanpa
adanya kelainan organik ginjal (Sudoyo, 2007).
d. Ensefalopati hepatikum
Intoksikasi otak oleh produk pemecahan metabolisme protein oleh kerja
bakteri dalam usus. Hasil metabolisme ini dapat memintas hati karena terdapat
penyakit pada sel hati. NH3 diubah menjadi urea oleh hati, yang merupakan salah
satu zat yang bersifat toksik dan dapat mengganggu metabolisme otak (Price &
Wilson, 2005).
e. Karsinoma hepatoselular
Tumor hati primer yang berasal dari jaringan hati itu sendiri. Sirosis hati
merupakan salah satu faktor resiko terjadinya karsinoma hepatoselular. Gejala
yang ditemui adalah rasa lemah, tidak nafsu makan, berat badan menurun drastis,
demam, perut terasa penuh, ada massa dan nyeri di kuadran kanan atas abdomen,
asites, edema ekstremitas, jaundice, urin berwarna seperti teh dan melena
(Wijayakusuma, 2008).
2. Clininal Pathway
Terlampir

Alkohollismus

Perlemakan hati

Peningkatan kerja hepar

Gangguan
Metabolisme
metabolisme/
tubuh terganggu
absorbsi sintesa

Nutrisi tubuh
gg. metabolisme tidak terpenuhi
lemak &
karbohidat

Sintesa energi <

Penurunan
energi

Kelemahan

Intoleransi
aktivitas

Gizi buruk

Kegagalan menghasilkan
lipotropik

Peningkatan kerja hepar

gg. metabolisme protein

Sintesis albumin menurun

Tekanan osmotik menurun

Peningkatan cairan
peritonium

Asites

Penekanan lambung

Mual dan muntah

Intake tidak adekuat

Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Kolelitiasis

Bendungan empedu >>

Desak lobus hepar

Kerusakan sel hepar

Hepar Nekrosis

Disfungsi hepar

Sirosis Hepar

Globulin turun
Gangguan

absorbsi
Fibrinogen dan

protombin turun Absorbsi vit K


menurun
Resiko
perdarahan

Penekanan
diafragma

Penurunan
ekspansi paru

Pola nafas
tidak efektif

Kelainan metabolisme

Glukoneogenesis

Peningkatan asam lemak bebas

Penigkatan kerja hepar

Ganggauan
metabolisme empedu

Metabolisme bilirubin
terganggu

Penumpukan garam
empedu

Pruritus

Gangguan
Integritas Kulit

Liver fibrosis
Liver vailure

Aliran darah vena


Fungsi sel kupfer
portal terganggu
menurun

Peningkatan tekanan
Pertahanan tubuh
vena portal
menurun

Ppeningkatan tekanan
Resiko infeksi
hidrostatis

Peningkatan cairan ke
ekstraseluler
Peningkatan

aliran darah
Kelebihan
gastrointestinal di
volume cairan
esofagus

Varises espfagus

3. Proses Keperawatan
3.1 Pengkajian
3.2 Pengkajian menurut Doenges (2000):
3.2.1 Aktivitas/ Istirahat: kelemahan, keletihan, teralalu lelah, letargi,
3.2.2

penurunan masa otot/tonus.


Sirkulasi: riwayat GJK, perikarditis, penyakit jantung

reumatik,

kanker, disritmia bunyi jantung ekstra (S3 dan S4), vena abdomen
3.2.3

distensi.
Eliminasi: flatus, distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali,
asites), penurunan bising usus, feses warna tanah liat, melena, urine

3.2.4

gelap dan pekat.


Makanan dan cairan: anoreksia, tidak toleran terhadap makanan,
mual/muntah, penurunan berat badan atau peningkatan (cairan),
edema pada jaringan, kulit kering dan turgor buruk, ikterik, napas

3.2.5

berbau, dan perdarahn gusi.


Neurosensori: perubahan mental, bingung, halusinasi, koma, bicara

3.2.6

lambat/ tidak jelas.


Nyeri/kenyamanan: nyeri tekan abdomen pada kuadran kanan atas,

3.2.7

pruritus, neuritis perifer.


Pernapasan: dispnea, takipnea, pernapasan dangkal, bunyi napas

3.2.8

tambahan, ekpansi paru terbatas (asites), dan hipoksia.


Keamanan: pruritus, demam, ikterik, ekimosis, petekie, angio spider,

3.2.9

eritema palmar.
Seksualitas: gangguan menstruasi, impoten, atrofi tetis, ginekomastia,

kehilangan rambut (dada, bawah, lengan, dan pubis).


3.3 Pemeriksaan Fisik
Terlampir

PENDEKATAN
B1 (Breathing)

INSPEKSI
Terlihat sesak dan penggunaan otot bantu
napas sekunder dari penurunan ekspansi
rongga dada dari asites dan hepatomegali.

B2 (Blood)

Anemia, terdapat
perdarahan.

B3 (Brain)

Sistem saraf: agitasi, disorentasi, penurunan


GCS
Neuronsensori: fetor uremikum
Endokrin: pada pria mungkin mengalami
atrofi dari testis dan impotensi. Wanita
dapat mengalami menstruasi tidak teratur,
hilangnya rambut ketiak, perubahan suara
menjadi lebih berat.
Urine gelap warna kecoklatan seperti teh
dan kental.
Tanda dan gejala gangguan GI seperti mual,
dispepsia, asites dan kadang terdapat hernia
umbilikalis.

B4 (Bladder)
B5 (Bowel)

B6 (Bone)

tanda

dan

PALPASI
P
Bila tidak ada komplikasi Bila tidak
taktil fremitus seimbang.
lapangan
Bila ad
didapatka

gejala Peningkatan denyut nadi,


refluks hepatojugular bisa
didapatkan.

Fatique, kulit kuning, termor, atrofi otot.

Pembesaran kelenjar tiroid

Biasanya normal tidak


terdapat adanya terderness.
Hepatosplinomegali ringan Nyeri ket
dan
nyeri
tekan kanan ata
(terderness)
kuadran
kanan. Adanya shifting
dullness.
Penurunan kekuatan otot
dan penurunan dalam
beraktifitas.

3.4 Diagnosa Keperawatan


3.4.1 Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru,
3.4.2

asites.
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake

3.4.3
3.4.4
3.4.5

inadekuat.
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan ascites, edema.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
Gangguan intregitas kulit berhubungan dengan akumulasi garam empedu

pada kulit.
3.4.6 Resiko perdarahan berhubungan dengan gangguan metabolisme protein.
3.4.7 Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan pertahanan tubuh.
3.5 Intervensi Keperawatan
3.5.1 Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspasi paru
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diaharapkan jalan
nafas paten
NOC:
- Status Pernapasan
- Tanda-tanda vital
- Status pernapasan ventilasi
Kriteria Hasil:
- Frekuensi nafas 16-20 x/mnt
- Tidak ada suara nafas tambahan
- Mempertahankan pola pernapasan yang adekuat
- Tidak terdapat sianosis
Intervensi
Rasional
1.
Awasi frekuensi, 1. Pernapasan dangkal cepat mungkin
kedalaman, dan upaya pernapasan
ada sehubungan dengan hipoksia dan
akumulasi cairan dalam abdomen
2.
Berikan posisi semi fowler
2. Memudahkan pernapasan dengan
menurunkan tekanan pada diafragma
dan menimialkan aspirasi sekret.
3.
Ubah posisi dengan sering,
3. Membantu
ekspansi
paru
dan
dorong napas dalam, latih batuk
memobilisasi sekret.
efektif
4. Menunjukkan adanya komplikasi serta
4.
Auskultasi bunyi nafas tambahan.
meningkatkan resiko infeksi.
5. Mungkin perlu untuk mengobati
5.
Berikan tambahan O2 sesuai
hipoksia.
indikasi
6. Menurunkan
insiden
atelektasis,
meningkatkan mobilitas sekret
6.
Bantu dengan alat-alat
7. Menyatakan
perubahan
status
pernapasan seperti spinometri in
pernapasan, terjadinya komplikasi
sensitif
paru.
7.
Awasi seri GDA, nadi oksimetri,
ukur kapasitas vital, foto dada.

3.5.2 Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x 24 jam tidak terjadi nutrisi
bisa terpenuhi
Kriteria Hasil:
- Nafsu makan meningkat
- Mual berkurang/hilang
- Tidak mengalami malnutrisi lebih lanjut
Intervensi
Rasional
1.
Bantu dan dorong 1. Diet yang tepat penting untuk
klien untuk makan; jelaskan alasan
penyembuhan. Klien mungkin makan
tipe diet. Beri pasien makan bila klien
lebih baik bila keluarga terlibat dan
mudah lelah, atau biarkan orang
makanan yang disukai sebanyak
terdekat membantu klien.
mungkin.
Pertimbangkan pilihan makanan yang
2. Buruknya toleransi terhadap makan
disukai.
mungkin
berhubungan
dengan
2.
Berikan makanan
peningkatan tekanan intraabdomen/
sedikit dan sering.
asites.
3. Membantu dalam menurunkan iritasi
gaster/diare dan ketidaknyamanan
3.
Batasi masukan
abdomen yang dapat mengganggu
kafein, makanan yang menghasilkan
pemasukan oral/pencernaan.
gas atau berbumbu dan terlalu panas
4. Perdarahan dari varises esofagus dapat
atau terlalu dingin.
terjadi pada sirosis berat.
5. Klien cenderung mengalami luka
4.
Berikan makanan
dan/atau perdarahan gusi dan rasa tak
halus, hindari makanan kasar sesuai
enak pada mulut dimana menambah
indikasi
anoreksia.
5.
Berikan
6. Glukosa menurun karena gangguan
perawatan mulut sering dan sebelum
glikogenesis, penurunan simpanan
makan.
glikogen, atau masukan takadekuat.
Protein menurun karena gangguan
metabolisme,
penurunan
sintesis
6.
Awasi
hepatik, atau kehilangan ke rongga
pemeriksaan laboratorium, contoh
peritoneal (asites). Peningkatan kadar
glukosa serum, albumin, total protein,
amonia perlu pembatasan masukan
amonia.
protein untuk mencegah komplikasi
serius.
7. Makanan tinggi kalori dibutuhkan
pada kebanyakan pasien yang
pemasukannya dibatasi, karbohidrat
memberikan energi yang siap pakai.
Lemak diserap dengan buruk karena
disfungsi
hati
dan
mungkin
7.
Konsul dengan
memperberat
ketidaknyamanan
ahli diet untuk memberikan diet tinggi
abdomen. Protein diperlukan pada
dalam kalori dan karbohidrat
perbaikan kadar protein serum untuk
sederhana, rendah lemak, dan tinggi
menurunkan edema dan untuk
protein sedang; batasi natrium dan
meningkatkan regenerasi sel hati.
cairan bila perlu. Berikan tambahan
8. Digunakan dengan hati-hati untuk
cairan sesuai indikasi.

menurunkan
mual/muntah
meningkatkan masukan oral.

8.

dan

Berikan obat
antiemetic sesuai indikasi

3.5.3 Kelebihan Volume Cairan


Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam tidak terjadi
kelebihan volume cairan
Kriteria Hasil:
- Asites dan edema berkurang
- Terjadi keseimbangan intake dan output cairan
- TTV dalam batas normal (TD 120/70 mmHg, nadi 60-100 x/mnt, RR 16-20 x/mnt,
suhu 36,5-37,5OC)
Intervensi
Rasional
1.
Monitor intake
1. Menunjukkan status volume sirkulasi,
dan output cairan
melihat keseimbangan cairan tubuh
2. Peningkatan
TD
biasanya
2.
Monitor tandaberhubungan
dengan
kelebihan
tanda vital
volume cairan tetapi mungkin tidak
terjadi karena perpindahan cairan
keluar area vaskuler.
3. Edema terjadi terutama pada jaringan
yang bergantung pada tubuh (tangan,
3.
Evaluasi derajat
kaki, lumasakral)
edema (pada skala +1 sampai +4)
4. Peningkatan berat badan sering
menunjukkan retensi cairan lanjut.
4.
Timbang berat
5. Menunjukkan
akumulasi
cairan
badan setiap hari
(asites) diakibatkan oleh kehilangan
protein plasma/cairan ke dalam area
5.
Ukur lingkar
peritoneal.
perut setiap hari
6. Digunakan dengan perhatian untuk
mengontrol edema dan asites.
6.

Kolaborasi dalam
pemberian obat diuretik, contoh:
spironolakton (Aldakton); furosemid
(Lasix).
7.
Awasi albumin
serum dan elektrolit (khusunya kalium
dan natrium)

7. Menghambat
efek
aldosteron,
meningkatkan ekskresi air sambil
menghemat kalium, bila terapi
konservatif dengan tirah baring dan
pembatasan natrium tidak mengatasi.
Penurunan
albumin
serum
mempengaruhi
tekanan
osmotik
koloid
plasma,
mengakibatkan
pembentukan edema
8. Natrium mungkin dibatasi untuk
meminimalakn retensi cairan

8.

Batasi natrium
dan cairan sesuai indikasi

Sumber: Amir (2015).

3.6 Evaluasi Keperawatan


Setelah dilakukan intervensi keperawatan, hasil yang diharapkan:
3.6.1 Tidak ada peningkatan cairan dalam rongga toraks, bunyi napas normal,
3.6.2

pola napas efektif


Keseimbangan intake dan output cairan, edema dan ukuran lingkar

3.6.3

abdomen berkurang
Asupan makanan adekuat, peningkatan nafsu makan, tidak ada mual dan

muntah
3.6.4 Nyeri yang dirasakan klien berkurang/hilang
3.6.5 Tidak ada tanda perdarahan
4. Discharge Planning
4.1 Istirahat ditempat tidur sampai terdapat perbaikan ikterus, asites, dan demam
4.2 Diit rendah protein. Bila ada asites diberikan diit rendah garam II, dan bila
proses tidak aktif diberikan diit rendah protein.
4.3 Mengatasi infeksi dengan antibiotik
4.4 Memperbaiki keadaan gizi, bila perlu dengan pemberian asam amino
essensial berantai cabang dan glukosa.
4.5 Roboansia. Vitamin B kompleks. Dilarang makan dan minum yang
mengandung alkohol (Amir, 2015).

Daftar Pustaka
1. Amir, dkk. 2015. Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosis medis
dan NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Mediaction.
2. Baradero, M., Dayrit, M. W., Siswadi. Y. (2008). Klien gangguan hati: seri
asuhan keperawatan. Jakarta: EGC.
3. Bulechek, dkk. 2013. NIC dan NOC. United Kingdom: Elsevier
4. Corwin, E. J. (2009). Buku saku patofiologis. (Nike budhi, Penerjemah).
Jakarta: EGC.
5. Doenges, Marilynn E, (2000). Rencana Asuhan Keperawatan : Jakarta : EGC.
6. Herdman, dkk. 2015. Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi Edisi
2015-2017. Jakarta: EGC.
7. Mitchell, Kumar, Abbas, & Fausto. (2008). Buku saku dasar patologis
penyakit Robbins & Cotran. (Andry hartono: Penerjemah). Jakarta: EGC.
8. Price, S. A., & Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi: Konsep klinis prosesproses penyakit. (Brahm U. Pendit: Penerjemah). Ed. 6. Jakarta: EGC.
9. Sudoyo, A. W. (2007). Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta : Departemen
ilmu penyakit dalam FKUI.
10. Wijayakusuma, H. (2008). Tumpas hepatitis dengan ramuan herbal. Jakarta:

Pustaka Bunda.

Anda mungkin juga menyukai