SIROSIS HEPATIS
DI RUANG ANTURIUM RSD Dr. SOEBANDI JEMBER
OLEH:
MUKHAMMAD SYAFIUDIN, S. KEP
NIM 142311101162
1. Konsep Teori
1.1 Definisi
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir
fibrosis hepatik yang berlangsung secara progresif, ditandai dengan distorsi dari
arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif (Sudoyo, 2007).
Sirosis hepatis merupakan penyakit kronis pada hepar dengan inflamasi dan
fibrosis hepar yang mengakibatkan distorsi struktur hepar dan hilangnya sebagian
besar fungsi hepar. Perubahan besar yang terjadi karena sirosis adalah kematian
sel-sel hepar, terbentuknya sel-sel fibrotik - (sel mast), regenerasi sel dan jaringan
parut yang menggantikan sel-sel normal. Perubahan ini menyebabkan hepar
kehilangan fungsi dan distorsi strukturnya (Baradero, Dayrit & Siswadi, 2008).
1.2 Epidemologi
Penderita sirosis hepatis lebih banyak dijumpai pada laki-laki jika
dibandingkan dengan perempuan sekitar 1,6 1 dengan umur rata-rata terbanyak
antara golongan 30-39 tahun, dengan puncaknya sekitar umur 40-49 tahun (Price
& Wilson, 2005).
1.3 Etiologi
Sirosis hepatis dapat disebabkan oleh banyak keadaan, antara lain; konsumsi
alkohol, virus hepatitis B dan C, gangguan imunologis, zat hepatotoksik, dan lainlain.
Tabel 1.1 Penyebab utama sirosis hepatis di negara barat:
Penyakit hati alkoholik
Hepatitis virus
Penyakit bilier
Hematokromatosis primer
Penyakit wilson
Defisiensi a antitrypsin
Sorosis kriptogenik
60-70%
10%
5-10%
5%
Jarang
Jarang
10-15%
yang
mencakup
pembentukan
trigliserida
secara
berlebihan,
Stadium kedua sirosis alkohol dan diperkirakan diderita oleh 20-40% pecandu
alkohol kronis. Kerusakan hepatosit mungkin disebabkan oleh toksisitas produk
akhir metabolisme alkohol, terutama asetaldehida dan ion hidrogen. Nekrosis sel
hati (dalam bentik degenerasi ballooning dan apoptosis) di daerah sentrilobiler
dan juga terdapat pembentukan badan Mallory (agrerat eosinofilik intraselular
flamen intermediet), reaksi neutrofil terhadap hepatosit yang bergenerasi,
inflamasi porta, dan fibrosis (sinusoidal, perisentral, periportal) (Mitchell, Kumar,
Abbas, & Fausto, 2008).
c. Sirosis alkoholik
Pada stadium ini, sel hati yang mati diganti oleh jaringan parut. Pita-pita
fibrosa terbentuk dari aktivasi respon peradangan yang kronis dan mengelilingi
serta melilit di antara hepatosit yang masih ada. Peradangan kronis menyebabkan
timbulnya pembengkakan dan edema interstisium yang membuat kolapsnya
pembuluh darah kecil dan meningkatkan resistensi terhadap aliran darah yang
melalui hati yang menyebabkan hipertensi portal dan asites (Corwin, 2009).
1.4.2 Sirosis Pascanekrotik
Sirosis pascanekrotik terjadi setelah nekrosis berbercak pada jaringan hati,
sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus akut yang terjadi sebelumnya. Hepatosit
dikelilingi dan dipisahkan oleh jaringan parut dengan kehilangan banyak sel hati
dan di selingi dengan parenkim hati normal, biasanya mengkerut dan berbentuk
tidak teratur dan banyak nodul (Price & Wilson, 2005).
1.4.3 Sirosis biliaris
Penyebab tersering sirosis biliaris adalah obstruksi biliaris pascahepatik.
Statis empedu menyebabkan penumpukan empedu di dalam massa hati dan
kerusakan sel-sel hati. Terbentuk lembar-lembar fibrosa di tepi lobulus, hati
membesar, keras, bergranula halus dan berwarna kehijauan. Ikterus selalu menjadi
bagian awal dan utama dari sindrom ini. Terdapat dua jenis sirosis biliaris: primer
(statis cairan empedu pada duktus intrahepatikum dan gangguan autoimun) dan
sekunder (obstruksi duktus empedu di ulu hati) (Price & Wilson, 2005).
1.5 Patofisiologi
Sirosis hepatis dibagi menjadi tiga jenis, yaitu sirosis laennec, sirosis
pascanekrotik, dan sirosis biliaris. Sirosis Laennec disebabkan oleh konsumsi
alkohol kronis, alkohol menyebabkan akumulasi lemak dalam sel hati dan efek
toksik langsung terhadap hati yang akan menekan aktivasi dehidrogenase dan
menghasilkan
asetaldehid
yang
akan
merangsang
fibrosis
hepatis
dan
terbentuknya jaringan ikat yang tebal dan nodul yang beregenerasi. Sirosis
pascanekrotik disebabkan oleh virus hepatitis B, C, infeksi dan intoksitifikasi zat
kimia, pada sirosis ini hati mengkerut, berbentuk tidak teratur, terdiri dari nodulus
sel hati yang dipisahkan oleh jaringan parut dan diselingi oleh jaringan hati.
Sirosis biliaris disebabkan oleh statis cairan empedu pada duktus intrahepatikum,
autoimun dan obstruksi duktus empedu di ulu hati. Dari ketiga macam sirosis
tersebut mengakibatkan distorsi arsitektur sel hati dan kegagalan fungsi hati (Price
& Wilson, 2005).
Distorsi arsitektur hati mengakibatkan obstruksi aliran darah portal ke dalam
hepar karena darah sukar masuk ke dalam sel hati. Sehingga meningkatkan aliran
darah balik vena portal dan tahanan pada aliran darah portal yang akan
menimbulkan hipertensi portal dan terbentuk pembuluh darah kolateral portal
(esofagus, lambung, rektum, umbilikus). Hipertensi portal meningkatkan tekanan
hidrostatik di sirkulasi portal yang akan mengakibatkan cairan berpindah dari
sirkulasi portal ke ruang peritoneum (asites). Penurunan volume darah ke hati
menurunkan inaktivasi aldosteron dan ADH sehingga aldosteron dan ADH
meningkat di dalam serum yang akan meningkatkan retensi natrium dan air, dapat
menyebabkan edema (Corwin, 2009).
Kerusakan fungsi hati; terjadi
penurunan
metabolisme
bilirubin
Gejala Stadium awal sirosis sering tanpa gejala (sirosis kompensata) meliputi
perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut
kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-laki timbul impotensi, testis
mengecil, buah dada membesar, hilangnya dorongan seksualitas. Jika sudah lanjut
(sirosis dekompensata), gejala yang timbul meliputi hilangnya rambut badan,
gangguan tidur, demam tak begitu tinggi, adanya gangguan pembekuan darah,
perdarahan gusi, epitaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih
berwarna seperti teh pekat, hematemesis, melena, sulit konsentrasi, agitasi sampai
koma (Sudoyo, 2007).
Manifestasi utama dan lanjut dari sirosis terjadi akibat dua tipe gangguan
fisiologis: gagal sel hati dan hipertensi portal. Manifestasi gagal hepatoselular
adalah ikterus, edema perifer, kecenderungan perdarahan, eritema palmaris,
angioma spidernevi, ensefalopati hepatik. Gambaran klinis yang terutama
berkaitan dengan hipertensi portal adalah splenomegali, varises esofagus dan
lambung, serta manifestasi sirkulasi kolateral lainnya. Asites dapat dianggap
sebagai manifestasi kegagalan hepatoselular dan hipertensi portal (Price &
Wilson, 2005).
Keterangan
Mendeteksi infiltrat lemak, fibrosis, kerusakan
jaringan hati.
Memperlihatkan penyakit duktus empedu.
Dapat menunjukkan adanya varises esofagus.
Memperlihatkan sirkulasi sistem vena portal.
Meningkat karena gangguan seluler, ketidak.
mampuan hati untuk mengkonjugasi, obstruksi
bilier.
Meningkat karena kerusakan seluler dan
mengeluarkan enzim
Meningkat karena penurunan ekskresi.
Menurun karena penekanan sintesis.
Peningkatan sintesis.
Fibrinogen
BUN
Amonia Serum
Glukosa serum
Elektrolit
Kalsium
Urobilinogen urine
Urobilinogen fekal
Sumber: Donges (2000).
1.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan menurut Sudoyo (2007) adalah:
1.8.1 Pasien dalam keadaan kompensasi hati yang baik cukup dilakukan kontrol
yang teratur, istirahat yang cukup, susunan diet tinggi kalori tinggi protein,
1.8.2
lemak secukupnya.
Pasien sirosis dengan penyebab yang diketahui seperti :
edema kaki atau 1 kg/ hari dengan adanya edema kaki. Bilamana pemberian
spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasi dengan furosemid dengan dosis 2040 mg/ hari. Pemberian furosemid bisa ditambah dosisnya bila tidak ada respons,
maksimal dosisnya 160 mg/ hari. Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar.
Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan pemberian
albumin.
b. Perdarahan varises esofagus (hematemesis, hematemesis dengan melena atau
melena saja)
1) Lakukan aspirasi cairan lambung yang berisi darah untuk mengetahui apakah
perdarahan sudah berhenti atau masih berlangsung.
2) Bila perdarahan banyak, tekanan sistolik dibawah 100 mmHg, nadi diatas 100
x/menit atau Hb dibawah 99% dilakukan pemberian IVFD dengan pemberian
dextrose/ salin dan tranfusi darah secukupnya.
3) Diberikan vasopresin 2 amp 0,1 gr dalam 500cc D5% atau normal salin
pemberian selama 4 jam dapat diulang 3 kali.
1.9 Komplikasi
1.9.1 Varises Esofagus
a. Saluran kolateral penting yang timbul akibat sirosis dan hipertensi portal
terdapat pada esofagus bagian bawah. Pirau darah melalui saluran ini ke vena
kava menyebabkan dilatasi vena-vena tersebut (varises esofagus). Varises ini
terjadi pada sekitar 70% penderita sirosis lanjut. Perdarahan ini sering
menyebabkan kematian. Perdarahan yang terjadi dapat berupa hematemesis
(muntah yang berupa darah merah) dan melena (warna feces/kotoran yang
hitam) (Price & Wilson, 2005).
b. Peritonitis bacterial spontan
Cairan yang mengandung air dan garam yang tertahan di dalam rongga
abdomen yang disebut dengan asites yang merupakan tempat sempurna untuk
pertumbuhan dan perkembangbiakan bakteri. Secara normal, rongga abdomen
juga mengandung sejumlah cairan kecil yang berfungsi untuk melawan bakteri
dan infeksi dengan baik. Namun pada penyakit sirosis hepatis, rongga abdomen
tidak mampu lagi untuk melawan infeksi secara normal. Maka timbullah infeksi
dari cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder
intraabdominal. Biasanya pasien tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan
nyeri abdomen (Sudoyo, 2007).
c. Sindrom hepatorenal
Kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang
mengakibatkan penurunan filtrasi glomerulus. Pada sindrom hepatorenal terjadi
gangguan fungsi ginjal akut berupa oliguria, peningkatan ureum, kreatinin tanpa
adanya kelainan organik ginjal (Sudoyo, 2007).
d. Ensefalopati hepatikum
Intoksikasi otak oleh produk pemecahan metabolisme protein oleh kerja
bakteri dalam usus. Hasil metabolisme ini dapat memintas hati karena terdapat
penyakit pada sel hati. NH3 diubah menjadi urea oleh hati, yang merupakan salah
satu zat yang bersifat toksik dan dapat mengganggu metabolisme otak (Price &
Wilson, 2005).
e. Karsinoma hepatoselular
Tumor hati primer yang berasal dari jaringan hati itu sendiri. Sirosis hati
merupakan salah satu faktor resiko terjadinya karsinoma hepatoselular. Gejala
yang ditemui adalah rasa lemah, tidak nafsu makan, berat badan menurun drastis,
demam, perut terasa penuh, ada massa dan nyeri di kuadran kanan atas abdomen,
asites, edema ekstremitas, jaundice, urin berwarna seperti teh dan melena
(Wijayakusuma, 2008).
2. Clininal Pathway
Terlampir
Alkohollismus
Perlemakan hati
Gangguan
Metabolisme
metabolisme/
tubuh terganggu
absorbsi sintesa
Nutrisi tubuh
gg. metabolisme tidak terpenuhi
lemak &
karbohidat
Penurunan
energi
Kelemahan
Intoleransi
aktivitas
Gizi buruk
Kegagalan menghasilkan
lipotropik
Peningkatan cairan
peritonium
Asites
Penekanan lambung
Kolelitiasis
Hepar Nekrosis
Disfungsi hepar
Sirosis Hepar
Globulin turun
Gangguan
absorbsi
Fibrinogen dan
Penekanan
diafragma
Penurunan
ekspansi paru
Pola nafas
tidak efektif
Kelainan metabolisme
Glukoneogenesis
Ganggauan
metabolisme empedu
Metabolisme bilirubin
terganggu
Penumpukan garam
empedu
Pruritus
Gangguan
Integritas Kulit
Liver fibrosis
Liver vailure
Peningkatan tekanan
Pertahanan tubuh
vena portal
menurun
Ppeningkatan tekanan
Resiko infeksi
hidrostatis
Peningkatan cairan ke
ekstraseluler
Peningkatan
aliran darah
Kelebihan
gastrointestinal di
volume cairan
esofagus
Varises espfagus
3. Proses Keperawatan
3.1 Pengkajian
3.2 Pengkajian menurut Doenges (2000):
3.2.1 Aktivitas/ Istirahat: kelemahan, keletihan, teralalu lelah, letargi,
3.2.2
reumatik,
kanker, disritmia bunyi jantung ekstra (S3 dan S4), vena abdomen
3.2.3
distensi.
Eliminasi: flatus, distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali,
asites), penurunan bising usus, feses warna tanah liat, melena, urine
3.2.4
3.2.5
3.2.6
3.2.7
3.2.8
3.2.9
eritema palmar.
Seksualitas: gangguan menstruasi, impoten, atrofi tetis, ginekomastia,
PENDEKATAN
B1 (Breathing)
INSPEKSI
Terlihat sesak dan penggunaan otot bantu
napas sekunder dari penurunan ekspansi
rongga dada dari asites dan hepatomegali.
B2 (Blood)
Anemia, terdapat
perdarahan.
B3 (Brain)
B4 (Bladder)
B5 (Bowel)
B6 (Bone)
tanda
dan
PALPASI
P
Bila tidak ada komplikasi Bila tidak
taktil fremitus seimbang.
lapangan
Bila ad
didapatka
asites.
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
3.4.3
3.4.4
3.4.5
inadekuat.
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan ascites, edema.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
Gangguan intregitas kulit berhubungan dengan akumulasi garam empedu
pada kulit.
3.4.6 Resiko perdarahan berhubungan dengan gangguan metabolisme protein.
3.4.7 Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan pertahanan tubuh.
3.5 Intervensi Keperawatan
3.5.1 Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspasi paru
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam diaharapkan jalan
nafas paten
NOC:
- Status Pernapasan
- Tanda-tanda vital
- Status pernapasan ventilasi
Kriteria Hasil:
- Frekuensi nafas 16-20 x/mnt
- Tidak ada suara nafas tambahan
- Mempertahankan pola pernapasan yang adekuat
- Tidak terdapat sianosis
Intervensi
Rasional
1.
Awasi frekuensi, 1. Pernapasan dangkal cepat mungkin
kedalaman, dan upaya pernapasan
ada sehubungan dengan hipoksia dan
akumulasi cairan dalam abdomen
2.
Berikan posisi semi fowler
2. Memudahkan pernapasan dengan
menurunkan tekanan pada diafragma
dan menimialkan aspirasi sekret.
3.
Ubah posisi dengan sering,
3. Membantu
ekspansi
paru
dan
dorong napas dalam, latih batuk
memobilisasi sekret.
efektif
4. Menunjukkan adanya komplikasi serta
4.
Auskultasi bunyi nafas tambahan.
meningkatkan resiko infeksi.
5. Mungkin perlu untuk mengobati
5.
Berikan tambahan O2 sesuai
hipoksia.
indikasi
6. Menurunkan
insiden
atelektasis,
meningkatkan mobilitas sekret
6.
Bantu dengan alat-alat
7. Menyatakan
perubahan
status
pernapasan seperti spinometri in
pernapasan, terjadinya komplikasi
sensitif
paru.
7.
Awasi seri GDA, nadi oksimetri,
ukur kapasitas vital, foto dada.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama x 24 jam tidak terjadi nutrisi
bisa terpenuhi
Kriteria Hasil:
- Nafsu makan meningkat
- Mual berkurang/hilang
- Tidak mengalami malnutrisi lebih lanjut
Intervensi
Rasional
1.
Bantu dan dorong 1. Diet yang tepat penting untuk
klien untuk makan; jelaskan alasan
penyembuhan. Klien mungkin makan
tipe diet. Beri pasien makan bila klien
lebih baik bila keluarga terlibat dan
mudah lelah, atau biarkan orang
makanan yang disukai sebanyak
terdekat membantu klien.
mungkin.
Pertimbangkan pilihan makanan yang
2. Buruknya toleransi terhadap makan
disukai.
mungkin
berhubungan
dengan
2.
Berikan makanan
peningkatan tekanan intraabdomen/
sedikit dan sering.
asites.
3. Membantu dalam menurunkan iritasi
gaster/diare dan ketidaknyamanan
3.
Batasi masukan
abdomen yang dapat mengganggu
kafein, makanan yang menghasilkan
pemasukan oral/pencernaan.
gas atau berbumbu dan terlalu panas
4. Perdarahan dari varises esofagus dapat
atau terlalu dingin.
terjadi pada sirosis berat.
5. Klien cenderung mengalami luka
4.
Berikan makanan
dan/atau perdarahan gusi dan rasa tak
halus, hindari makanan kasar sesuai
enak pada mulut dimana menambah
indikasi
anoreksia.
5.
Berikan
6. Glukosa menurun karena gangguan
perawatan mulut sering dan sebelum
glikogenesis, penurunan simpanan
makan.
glikogen, atau masukan takadekuat.
Protein menurun karena gangguan
metabolisme,
penurunan
sintesis
6.
Awasi
hepatik, atau kehilangan ke rongga
pemeriksaan laboratorium, contoh
peritoneal (asites). Peningkatan kadar
glukosa serum, albumin, total protein,
amonia perlu pembatasan masukan
amonia.
protein untuk mencegah komplikasi
serius.
7. Makanan tinggi kalori dibutuhkan
pada kebanyakan pasien yang
pemasukannya dibatasi, karbohidrat
memberikan energi yang siap pakai.
Lemak diserap dengan buruk karena
disfungsi
hati
dan
mungkin
7.
Konsul dengan
memperberat
ketidaknyamanan
ahli diet untuk memberikan diet tinggi
abdomen. Protein diperlukan pada
dalam kalori dan karbohidrat
perbaikan kadar protein serum untuk
sederhana, rendah lemak, dan tinggi
menurunkan edema dan untuk
protein sedang; batasi natrium dan
meningkatkan regenerasi sel hati.
cairan bila perlu. Berikan tambahan
8. Digunakan dengan hati-hati untuk
cairan sesuai indikasi.
menurunkan
mual/muntah
meningkatkan masukan oral.
8.
dan
Berikan obat
antiemetic sesuai indikasi
Kolaborasi dalam
pemberian obat diuretik, contoh:
spironolakton (Aldakton); furosemid
(Lasix).
7.
Awasi albumin
serum dan elektrolit (khusunya kalium
dan natrium)
7. Menghambat
efek
aldosteron,
meningkatkan ekskresi air sambil
menghemat kalium, bila terapi
konservatif dengan tirah baring dan
pembatasan natrium tidak mengatasi.
Penurunan
albumin
serum
mempengaruhi
tekanan
osmotik
koloid
plasma,
mengakibatkan
pembentukan edema
8. Natrium mungkin dibatasi untuk
meminimalakn retensi cairan
8.
Batasi natrium
dan cairan sesuai indikasi
3.6.3
abdomen berkurang
Asupan makanan adekuat, peningkatan nafsu makan, tidak ada mual dan
muntah
3.6.4 Nyeri yang dirasakan klien berkurang/hilang
3.6.5 Tidak ada tanda perdarahan
4. Discharge Planning
4.1 Istirahat ditempat tidur sampai terdapat perbaikan ikterus, asites, dan demam
4.2 Diit rendah protein. Bila ada asites diberikan diit rendah garam II, dan bila
proses tidak aktif diberikan diit rendah protein.
4.3 Mengatasi infeksi dengan antibiotik
4.4 Memperbaiki keadaan gizi, bila perlu dengan pemberian asam amino
essensial berantai cabang dan glukosa.
4.5 Roboansia. Vitamin B kompleks. Dilarang makan dan minum yang
mengandung alkohol (Amir, 2015).
Daftar Pustaka
1. Amir, dkk. 2015. Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan diagnosis medis
dan NANDA NIC-NOC. Yogyakarta: Mediaction.
2. Baradero, M., Dayrit, M. W., Siswadi. Y. (2008). Klien gangguan hati: seri
asuhan keperawatan. Jakarta: EGC.
3. Bulechek, dkk. 2013. NIC dan NOC. United Kingdom: Elsevier
4. Corwin, E. J. (2009). Buku saku patofiologis. (Nike budhi, Penerjemah).
Jakarta: EGC.
5. Doenges, Marilynn E, (2000). Rencana Asuhan Keperawatan : Jakarta : EGC.
6. Herdman, dkk. 2015. Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi Edisi
2015-2017. Jakarta: EGC.
7. Mitchell, Kumar, Abbas, & Fausto. (2008). Buku saku dasar patologis
penyakit Robbins & Cotran. (Andry hartono: Penerjemah). Jakarta: EGC.
8. Price, S. A., & Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi: Konsep klinis prosesproses penyakit. (Brahm U. Pendit: Penerjemah). Ed. 6. Jakarta: EGC.
9. Sudoyo, A. W. (2007). Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jakarta : Departemen
ilmu penyakit dalam FKUI.
10. Wijayakusuma, H. (2008). Tumpas hepatitis dengan ramuan herbal. Jakarta:
Pustaka Bunda.