Anda di halaman 1dari 6

PENDALAMAN MATERI

(Lembar Kerja Resume Modul)


Nama : Nanang Qosim
A. Judul Modul : Fiqih-Pernikahan Monogami, Poligami dan Nikah Mut’ah
B. Kegiatan Belajar : KB 2
C. Refleksi

1. Peta Konsep (Beberapa istilah dan definisi) di modul bidang studi

Manusia adalah makhluk berakal dan dengan


akalnya tersebut manusia mampu menerima (Akad (perjanjian) yang mengandung
dan menjalankan syariat dengan baik. kebolehan hubungan kelamin dengan sebab
lafaz nikah atau tajwiz)

Manusia diciptakan oleh Allah berpasangan,


SYARAT PERNIKAHAN
yaitu laki-laki dan perempuan “Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan
semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari
diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui.” (QS.
Yasin: 36)

Pernikahan dalam Islam disebut sebagai


prilaku para Nabi dan memasukkannya
sebagai salah satu fitrah yang dimiliki oleh
manusia. Rasulullah saw bersabda “empat
fitrah yang dimiliki oleh manusia, yaitu
memakai pacar, wangi-wangian, bersiwak
(gosok gigi), dan nikah”.

Nafsu seks termasuk tuntutan terkuat dan selalu meliputi kehidupan manusia. Ketika tidak ada jalan keluar untuk
melampiaskan, maka manusia akan dirundung kegelisahan dan dikhawatirkan melakukan prostitusi (perzinahan). Maka
pernikahan merupakan aturan yang paling baik dan jalan keluar yang menyejukkan untuk memuaskan seks manusia.
Dengan nikah jasad menjadi segar, jiwa menjadi tentram dan penglihatan akan menutupi sesuatu yang diharamkan.

Pernikahan jalan terbaik untuk melahirkan anak, memperbanyak kelahiran dan


melestarikan kehidupan dengan selalu menjaga keturunan.

HIKMAH
PERNIKAHAN Naluri kebapakan dan keibuan akan tumbuh dan berkembang dalam menaungi anak masa kanak-kanak serta
MENURUT tumbuhnya rasa kasih-sayang. Semua kelebihan itu tidak akan sempurna tanpa adanya tali pernikahan.
SAYYID SABIQ

Rasa tanggung jawab dari pernikahan serta mengurus anak dapat membangkitkan semangat dan mencurahkan segala
kemampuan dalam memperkuat potensi diri.

Membagi-bagi pekerjaan dan membatasi tanggung jawab pekerjaan kepada suami dan isteri. Isteri mengurus rumah, hingga tertata dengan
rapih, mendidik anak dan mempersiapkan “udara” segar untuk suami agar dapat beristirahat yang dapat menghilangkan kelelahannya dan
menimbulkan semangat baru yang dapat membangkitkan semangat kerja untuk memperoleh harta dan nafkah yang dibutuhkan.
HUKUM PERNIKAHAN

WAJIB
Hukum ini layak dibebankan kepada orang yang telah mampu memberi nafkah,
jiwanya terpanggil untuk nikah dan jika tidak nikah khawatir terjerumus ke lembah
perzinahan. Hal ini diperkuat oleh tuntunan agama bahwa menjaga diri dari “Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri) nya, sehingga
perbuatan haram adalah wajib. Sedangkan bagi yang hanya memiliki keinginan yang Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya.” (QS. An-Nuur: 33)
kuat tapi belum mampu memberi nafkah, maka lebih baik ia menahan diri.

“Hai para pemuda, siapa diantara kalian yang sudah mampu untuk menikah, maka menikahlah, karena nikah dapat
menahan pandangan dari maksiat dan dapat menjaga kemaluan dari berbuat zina. Namun bagi siapa yang belum
mampu hendaklah ia berpuasa karena puasa dapat membentengi dorongan sahwat.” (HR. Bukhari)

SUNAH
Hukum ini pantas bagi orang yang merindukan pernikahan dan mampu memberi
nafkah tapi sebenarnya ia masih mampu menahan dirinya dari perbuatan zina. Maka
bagi orang seperti ini hukum nikah menjadi sunah. Akan tetapi jika demikian
kondisinya, nikah lebih baik baginya dari pada membujang karena dalam nikah “Nikahlah kamu sekalian karena aku akan berbanyak-banyak umat pada hari Qiamat dan
terdapat ibadah yang banyak. Sedangkan membujang (tidak nikah) itu seperti para janganlah kamu seperti pendeta Nasrani.”
pendeta Nasrani yang dilarang oleh Rasulullah.

HARAM
Hukum ini layak bagi orang yang tidak mampu memberikan nafkah dan jika ia
memaksakan diri utnuk menikah akan mengkhianati isterinya atau suaminya, baik
dalam pemberian nafkah lahiriyah maupun batiniyah, sehingga dengan perkawinan itu
hak-hak istri/suami tidak terpenuhi.

Dalam kamus bahasa Indonesia, monogami berarti sistem yang


memperbolehkan seorang laki-laki mempunyai satu isteri pada
HUKUM PERNIKAHAN MONOGAMI jangka waktu tertentu. Dari ta’rif tersebut dapat dipahami bahwa
PENGERTIAN
DAN POLIGAMI seorang suami yang beristerikan satu isteri saja tidak dua atau
tiga maka suami itu menganut monogami.

“Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari
hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah
akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha Luas (pemberian-Nya) Lagi Maha Mengetahui”.
(QS. An-Nur 32)
BOLEHNYA Ditemukan seorang suami yang menginginkan keturunan, akan
BERPOLIGAMI tetapi ternyata isterinya tidak dapat melahirkan anak
disebabkan karena mandul atau penyakit.

Di antara suami ada yang memiliki overseks, akan tetapi isterinya memiliki
MENURUT
kelemahan seks, memiliki penyakit atau masa haidhnya terlalu panjang
YUSUF QARDHAWI
sedangkan suaminya tidak sabar menghadapi kelemahan isterinya tersebut.

Jumlah wanita lebih banyak dibanding jumlah laki-laki, khususnya setelah terjadi
peperangan. Di situ terdapat kemashlahatan yang harus didapat oleh sebuah
masyarakat dan para wanita yang tidak menginginkan hidup tanpa suami dan keinginan
hidup tenang, cinta dan terlindungi serta menikmati sifat keibuan.

KEHARAMAN Jika seorang suami tidak dapat berlaku adil dalam nafkah lahir ini yang
BERPOLIGAMI mengakibatkan isteri-isteri terzalimi, maka haram bagi laki-laki untuk
berpoligami.

“Kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu
takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu
miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” (q.s. An-Nisa ayat 3)
HIKMAH POLIGAMI MENURUT
ABBAS MAHMUD AL-AQQAD

Untuk kepentingan pendidikan dan pengajaran agama. Semua isteri Nabi yang “Siapa yang memilki dua orang isteri tapi ia lebih berpihak kepada salah satunya, maka pada hari
berjumlah sembilan dapat dijadikan sumber informasi bagi umat Islam yang qiamat ia berjalan dalam keadaan menarik salah satu pundaknya (miring).” (HR. Abu Daud)
hendak mengetahui ajaran-ajaran Nabi dan praktek kehidupan beliau dalam
berkeluarga, bermasyarakat, terutama masalah rumah tangga.

Untuk kepentingan politik, yaitu mempersatukan suku-suku bangsa Arab dan


sekaligus menarik mereka masuk Islam. Seperti perkawinan Nabi dengan
Juwairiyah putri al-Harist kepala suku bani al-Musthaliq dan Shafiyah, seorang
tokoh dari Bani Quiraizhah dan Bani al-Nadhir.

Untuk kepentingan sosial dan kamanusiaan. Seperti perkawinan beliau dengan


janda dermawan bernama Khadijah dan janda pahlawan Islam seperti Saudah
binti Zuma’ah (suaminya meninggal setelah kembali dari hijrah ke Abesenia),
Hafsah binti Umar (suaminya gugur pada perang badar), Hindun Ummu Salamah
(suaminya gugur di perang Uhud).
Kata mut’ah ( ‫) ُمتْعَة‬, berasal dari bahasa Arab yang mempunyai
NIKAH MUT’AH PENGERTIAN arti antara lain bekal yang sedikit dan barang yang
menyenangkan. Pengertian ini sejalan dengan kata mut’ah yang
terdapat dalam al-Quran yang berarti bercampur (bersenang-
senang bersama istri dengan bersenggama) dan pemberian yang
menyenangkan oleh suami kepada isterinya yang dicerai.

“Tidak ada kewajiban membayar (mahar) atas kamu, jika kamu menceraikan isteri-isterimu sebelum
kamu bercampur dengan mereka dan sebelum kamu menentukan maharnya. Dan hendaklah kamu
berikan suatu mut`ah (pemberian) kepada mereka. Orang yang mampu menurut kemampuannya dan
orang yang miskin menurut kemampuannya (pula), yaitu pemberian menurut yang patut. Yang demikian
itu merupakan ketentuan bagi orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS. Al-Baqarah: 236)

MENURUT Nikah Mut’ah secara terminologi, yaitu seorang laki-laki mengikat (menikahi)
seorang perempuan untuk waktu yang ditentukan dengan imbalan uang yang
YUSUF QARDHAWI
tertentu pula. Di Indonesia, kawin mut’ah ini popular dengan sebutan kawin kontrak.

Merupakan keringanan hukum (rukhsah) untuk memberikan


jalan keluar dari problematika yang dihadapi oleh dua kelompok
BOLEHNYA NIKAH orang yang imannya kuat dan imannya lemah.
MUT’AH PADA ZAMAN
NABI MUHAMMAD SAW

Sebagai langkah perjalanan hukum Islam menuju ditetapkannya


kehidupan rumah tangga yang sempurna untuk mewujudkan
semua tujuan pernikahan yaitu melestarikan keturunan, cinta
kasih sayang dan memperluas pergaulan melalui perbesanan.

Kebolehan hukum nikah mut’ah itu telah dinasakh (dihapus hukumnya) oleh keharamnnya. Dengan
PENGHARAMAN NIKAH demikian hukum yang berlaku sejak terjadinya penghapusan sampai sekarang dan seterusnya adalah
MUT’AH keharaman nikah mut’ah.
Di kalangan sahabat orang yang secara tegas mengharamkan nikah mut’ah adalah Umar bin Khattab,
dengan lantang beliau melarang nikah mut’ah serta mengancam hukuman bagi pelakunya.

Wahai manusia, aku pernah membolehkan untuk mu melakukan nikah mut’ah dengan wanita kemudian
Allah mengharamkan nikah mut’ah itu. Oleh karena itu jika masih terdapat memiliki wanita yang diperoleh
dengan cara nikah mut’ah maka hendaknya ia melepaskannya dan janganlah kamu mengambil sedikitpun
dari apa yang telah kamu berikan kepada mereka (HR Muslim)
2. Daftar materi bidang studi yang sulit dipahami pada modul
Hikmah nikah menurut Sayyid Sabiq :
1. Nafsu seks termasuk tuntutan terkuat dan selalu meliputi kehidupan manusia. Ketika tidak ada jalan keluar untuk melampiaskan, maka manusia akan dirundung
kegelisahan dan dikhawatirkan melakukan prostitusi (perzinahan).
2. Pernikahan jalan terbaik untuk melahirkan anak, memperbanyak kelahiran dan melestarikan kehidupan dengan selalu menjaga keturunan.
3. Naluri kebapakan dan keibuan akan tumbuh dan berkembang dalam menaungi anak masa kanak-kanak serta tumbuhnya rasa kasih-sayang. Semua kelebihan itu tidak
akan sempurna tanpa adanya tali pernikahan.
4. Rasa tanggung jawab dari pernikahan serta mengurus anak dapat membangkitkan semangat dan mencurahkan segala kemampuan dalam memperkuat potensi diri.
5. Membagi-bagi pekerjaan dan membatasi tanggung jawab pekerjaan kepada suami dan isteri.
Hukum Pernikahan :
1. Wajib, hukum ini layak dibebankan kepada orang yang telah mampu memberi nafkah, jiwanya terpanggil untuk nikah dan jika tidak nikah khawatir terjerumus ke lembah
perzinahan.
2. Sunah, hukum ini pantas bagi orang yang merindukan pernikahan dan mampu memberi nafkah tapi sebenarnya ia masih mampu menahan dirinya dari perbuatan zina.
3. Haram, hukum ini layak bagi orang yang tidak mampu memberikan nafkah dan jika ia memaksakan diri utnuk menikah akan mengkhianati isterinya atau suaminya, baik
dalam pemberian nafkah lahiriyah maupun batiniyah, sehingga dengan perkawinan itu hak-hak istri/suami tidak terpenuhi.
Menurut Yusuf Qardhawi, kondisi darurat yang dengannya seorang laki-laki dibolehkan berpoligami adalah sebagai berikut:
1. Ditemukan seorang suami yang menginginkan keturunan, akan tetapi ternyata isterinya tidak dapat melahirkan anak disebabkan karena mandul atau penyakit.
2. Di antara suami ada yang memiliki overseks, akan tetapi isterinya memiliki kelemahan seks, memiliki penyakit atau masa haidhnya terlalu panjang sedangkan suaminya
tidak sabar menghadapi kelemahan isterinya tersebut.
3. Jumlah wanita lebih banyak dibanding jumlah laki-laki, khususnya setelah terjadi peperangan.
Hikmah Poligami menurut Abbas Mahmud Al-Aqqad :
1. Untuk kepentingan pendidikan dan pengajaran agama.
2. Untuk kepentingan politik
3. Untuk kepentingan sosial dan kamanusiaan
Yusuf Qardhawi memberikan pengertian nikah mut’ah secara terminologi, yaitu seorang laki-laki mengikat (menikahi) seorang perempuan untuk waktu yang ditentukan
dengan imbalan uang yang tertentu pula. Di Indonesia, kawin mut’ah ini popular dengan sebutan kawin kontrak.
Uraian di atas memeberikan gambaran cukup jelas tentang nikah mut’ah. Bahwa tidaklah nikah mut’ah itu dilakukan, kecuali kecenderungan seseorang untuk memenuhi
kebutuhan seksual, berakhir tanpa talaq karena secara otomatis jika sudah habis waktu kontrak yang telah ditentukan maka berakhirlah riwayat pernikahan itu. Dilihat dari
penetapan pembatasan waktu (ta’qit) tersebut, pernikahan semacam itu bertentangan dengan syariat Islam yang mmenghendaki pernikahan itu tidak terbatas oleh waktu.
Menurut Yusuf Qardhawi, rahasia diperbolehkan nikah mut’ah pertama kali pada zaman Nabi, karena umat ketika itu berada pada “masa transisi” dari dunia Jahiliyah ke dunia
Islam. Di mana pada zaman Jahiliyah, perzinahan merupakan budaya yang sudah menyebar luas. Ketika Islam mewajibkan kepada kaum untuk pergi berjihad, mereka
merasakan sangat berat tinggal jauh dengan isteri-isteri mereka. Di antara kaum yang ikut berijihad dengan Rosulullah itu ada yang memiliki iman yang kuat dan ada yang
lemah. Mereka yang lemah imannya sangat takut terjerumus ke jurang perzinahan. Sedangkan mereka yang kuat imannya bersikeras untuk menghilangkan nafsu seksnya
dengan cara mengebiri.
Penghalalan nikah mut’ah pada masa sekarang ini dapat dikatakan bathil dan sangat mudah untuk ditolak baik secara aqli maupun naqli:
1. Islam menetapkan pernikahan sebagai ikatan perjanjian yang kuat. Yang dibangun atas landasan motivasi untuk hubungan yang kekal yang akan menumbuhkan cinta, kasih
sayang dan ketentraman batin serta menciptakan keturunan yang langgeng. Sedangkan dalam nikah mut’ah (kontrak) perkawinan tidak bersifat kekal, tapi dibatasi oleh waktu
yang telah disepakati. Dan perceraian kedua pasangan itu secara otomatis dikarenakan habisnya masa kontrak. Jelas nikah mut’ah ini bertentangan dengan prinsip dan tujuan
nikah dalam Islam.
2. Menghalalkan kembali nikah mut’ah berarti langkah mundur dari sesuatu yang telah ditetapkan secara sempurna oleh Islam. Salah satu sebab diperbolehkannya nikah pada
zaman Nabi karena kondisi “transisi” dari Jahiliyah kepada Islam. Di mana perzinahan pada zaman Jahiliyah merupakan budaya yang sudah menyebar. Diperboehkannya
nikah mut’ah ketika itu sebagai langkah proses menuju pernikahan yang sempurna. Jadi nikah mut’ah sekarang ini tidak dapat dibenarkan karena sudah disyariatkannya nikah
yang sempurna.
3. Alasan darurat untuk menghalalkan kembali nikah mut’ah merupakan alasan yang terlalu dibuat-buat. Sebab alasan darurat diperbolehkannya nikah mut’ah pada zaman
Nabi itu dalam keadaan berperang di mana isteri mereka tinggal berjauhan, sulit mereka untuk bertemu. Apakah relevan kalau hanya alasan nafsu seks itu dijadikan dalih untuk
membolehkan nikah mut’ah sekarang ini? Tentu tidak relevan karena itu qiyas fariq yang tidak bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya.
4. Dampak negatif yang diakibatkan dari nikah mut’ah sangat merusak dimensi sosial. Sebab akibat nikah mut’ah akan bermunculan perempuan-perempuan yang kehilangan
suaminya, seakan-akan wanita dijadikan pemuas nafsu laki-laki sesaat dan akan muncul anak-anak yang tidak mendapatkan kasih sayang ayahnya. Hal ini akan menggangu
pertumbuhan psikologis anak.
Berdasarkan alasan tersebut di atas, maka penulis berkesimpulan bahwa nikah mut’ah yang dibolehkan dalam Islam sudah berakhir, yaitu hanya boleh ketika zaman Nabi
dengan alasan darurat dan ada hikmah tasyri’ di dalamnya. Maka tidak ada alasan yang dapat dibenarkan untuk kembali mengahalakan nikah mut’ah sekarang ini. Hukum
nikah mut’ah ini telah tegas keharamannya baik dilihat secara akal dan wahyu. “Yang haram telah jelas dan yang halalpun telah jelas”.
3. Daftar materi yang sering mengalami miskonsepsi dalam pembelajaran
Nikah mut’ah saat ini masih banyak dilakukan oleh sebagaian masyarakat meski mendapat protes yang cukup keras juga. Kecenderungan itu muncul karena dirasakan mudah
untuk dilakukan pada zaman di mana orang banyak berfikir pragmatis. Selain jika dilihat dari tabiatnya bahwa salah satu kesamaan manusia masa lampau dengan masa kini di
antaranya adalah masalah nafsu seks. Ternyata dengan dalih yang sama, di masa sekarang ini praktek nikah mut’ah ini terjadi lagi dan bahkan ada yang melegalkan kembali
seperti yang ditetapakan oleh kelompok syiah.
Nampaknya alasan yang dikemukakan oleh orang yang membolehkan nikah mut’ah di atas sangatlah lemah dan sama sekali tidak mempertimbangkan aspek tujuan dari
sebuah pernikahan yang sesungguhnya.

Anda mungkin juga menyukai