Si
DIFERENSIASI PARSIAL
dA A A
dl dan biasa dituliskan sebagai atau . Perhatikan simbol delta yang
p = kons tan l l p
A A
dipakai (dibaca do). Bentuk atau ini disebut turunan (diferensiasi) pertama
l l p
parsial dari A terhadap l, dan dalam kaitan dengan persoalan di atas tersirat bahwa p dijaga
konstan
A
A= p.l . Untuk mendapatkan , kita turunkan persamaan yang diberikan untuk A terhadap l
l
dengan menganggap semua simbol selain A dan l adalah konstan.
A
= p.1 = p
l
Tentu saja kita juga dapat meninjau persoalan dengan l yang sekarang dijaga tetap, perubahan
panjang (p) akan menyebabkan perubahan luas plat (A) juga. Disini bentuk turunan parsialnya
A A
dapat dituliskan sebagai berikut atau yang berarti turunan (pertama) parsial dari A
p p l
Prof. Dr. Andi Suhandi, M.Si
A
terhadap p, sementara l dijaga tetap. Untuk mendapatkan , kita juga harus menganggap
p
bahawa semua simbol selain A dan p adalah konstanta
A
= l.1 = l
p
Dalam pernyataan A = P.l, A dinyatakan sebagai fungsi dari dua variabel l dan p, karena itu
kita memiliki dua bentuk turunan parsial (pertama) yaitu satu terhadap l dan satu lagi terhadap
p.
Contoh lain:
V
Untuk memperoleh , kita turunkan V terhadap r dengan mengganggap semua simbol
r h
V
selain V dan r adalah konstanta, sedangkan untuk memperoleh , kita turunkan V
h r
terhadap h dengan mengganggap semua simbol selain V dan h adalah konstanta. Jadi jika V
= r2h, maka
V V
= 2 rh dan = r2
r h h r
Tentu saja kita tidak terbatas hanya pada besaran-besaran pada kedua contoh di atas, hal yang
sama akan berlaku untuk sembarang fungsi dengan dua variabel bebas atau lebih. Misalnya
Prof. Dr. Andi Suhandi, M.Si
z = f(x,y), maka z adalah fungsi dua variabel bebas x dan y, karena x dan y nilainya bebas,
maka;
(i). dapat dimungkinkan x yang berubah-ubah, sementara y tetap
(ii). dapat dimungkinkan y yang berubah-ubah, sementara x tetap
(iii) dapat dimungkinkan x dan y keduanya berubah secara bersamaan
Pada kedua keadaan pertama, z merupakan fungsi variabel tunggal, sehingga dapat diturunkan
menurut aturan-aturan diferensial biasa. Dan kita akan mendapatkan dua bentuk turunan
parsial (pertama), yaitu …..
z
= Turunan parsial z terhadap x,
x y
z
= Turunan Parsial z terhadap y
y x
Perhatikan bahwa jumlah bentuk turunan parsial pertama dari fungsi dua variabel bebas
adalah dua bentuk, masing-masing satu dari turunan terhadap variabel-variabel bebas tersebut.
Dengan cara yang sama, maka jika ada suatu besaran yang merupakan fungsi tiga variabel
bebas maka akan didapat tiga bentuk turunan parsial pertama, masing-masing terhadap
variabel bebas-variabel bebas tersebut. Jadi jika M = f(u,v,w), maka M merupakan fungsi
dari tiga variabel bebas u, v dan w, sehingga kita dapat memperoleh tiga buah turunan parsial
pertama yaitu :
M M M
; ; dan
u v ,w v u ,w w u ,v
Dan seterusnya, sehingga jika ada suatu besaran yang merupakan fungsi dari n buah variabel
bebas, maka dapat memungkinkan untuk mendapatkan n buah bentuk turunan parsial pertama
darai besaran tersebut.
Untuk lebih memantapkan pengertian turunan parsial ini, marilah kita tinjau beberapa contoh
perhitungan
contoh 1 : z = 2x2-3xy+4y2
Prof. Dr. Andi Suhandi, M.Si
z z
Tentukanlah dan
x y y x
z
(i) Untuk mendapatkan , perlakukan y sebagai konstanta dan z hanya diturunkan
x y
terhadap x,
z
= 4x − 3y
x y
z
(ii) Untuk mendapatkan , perlakukan x sebagai konstanta dan z hanya diturunkan
y x
terhadap y,
z
= −3 x + 8 y
y x
Contoh 3 : W = (2p-q)(p+8q)
Bentuk ini bentuk perkalian; aturan perkalian yang biasa dapat diterapkan disini dengan
w w
mengingat bahwa dalam mencari , q dijaga konstan, dan dalam mencari , p dijaga
p q
konstan.
w
= (2p-q)(1+0)+(p+8q)(2-0) = 2p-q+2p+16q = 4p+15q
p
w
= (2p-q)(0+8)+(p+8q)(0-1) = 16p-8q-p-8q = 15p-16q
q
x2 u u
Contoh 4. Jika u = tentukan dan
(x + y )
2 2
x y
Dengan menggunakan aturan pembagian, kita peroleh
Prof. Dr. Andi Suhandi, M.Si
u 2 x( x 2 + y 2 ) − x 2 (2 x) 2 xy 2
= = dan
x ( x2 + y 2 )2 ( x2 + y 2 )2
u 0 − x 2 (2 y) − 2x2 y
= =
y ( x 2 + y 2 ) 2 ( x 2 + y 2 ) 2
Contoh 5.
x2 y 2 z z
Jika z = + tentukan dan !
y x x y
Inilah jalan penyelesaiannya.
z
(i) Untuk mendapatkan , kita anggap y konstan
x
z (2 x) y − x 2 (0) 0( x) − y 2 (1) 2 xy y 2 2 x y 2
= + = 2 − 2 = −
x y2 x2 y x y x2
z
(ii) Untuk mendapatkan kita anggap x konstan
y
z 0( y) − x 2 (1) 2 y( x) − y 2 (0) x 2 2 xy x2 2 y
= + = − + = − +
y y2 x2 y2 x2 y2 x
Dalam prakteknya kita tidak harus menuliskan angka nol yang muncul, selama ini kita
cantumkan hanya untuk menunjukkan bahwa jalan pikirannya demikian.
Marilah kita lihat contoh lain lagi;
Contoh 6.
z z
Jika z = cos (x+5y), tentukan dan !
x y
Jelas bahwa disini berhadapan dengan fungsi dari fungsi, karena itu terapkan cara yang biasa
dengan mengingat bahwa untuk mencari
z
(i) , kita perlakukan y sebagai konstanta
x
z
(ii) , kita perlakukan x sebagai konstanta
y
Inilah penyelesaiannya
Prof. Dr. Andi Suhandi, M.Si
Demikianlah hasilnya. Jadi kita lihat bahwa dalam mencari turunan parsial kita boleh
menggunakan semua aturan turunan biasa, dengan tambahan bahwa semua variabel, selain
daripada yang sedang kita tinjau, sementara dianggap konstan.
Contoh 7.
u u u
Jika u = sin (3x+5y+2z), tentukanlah , dan !
x y z
Penyelesaian adalah sebagai berikut :
Karena u = sin (3x+5y+2z) maka
u
= cos (3x+5y+2z) (3x + 5 y + 2 z ) = cos (3x+5y+2z)(3)= 3 cos (3x+5y+2z),
x x
u
= cos (3x+5y+2z) = cos (3x+5y+2z)(5)= 5 cos (3x+5y+2z) dan
y
u
= cos (3x+5y+2z) = cos (3x+5y+2z)(2)= 2 cos (3x+5y+2z)
z
3. y = ln u 2 + v 2 + w2
4. w = t u
sin( x + y )
5. z =
x+ y
Selesaikan semuanya, kemudian cocokkan hasilnya dengan kunci jawaban di bawah ini!
Prof. Dr. Andi Suhandi, M.Si
Inilah jawabannya:
xy
2. z =
x + y2
2
z z x 3 − xy 2
= dan = 2
x y ( x + y 2 ) 2
3. y = ln u 2 + v 2 + w2
y u y v y w
= 2 , = 2 dan = 2
u (u + v + w ) v (u + v + w )
2 2 2 2
w (u + v 2 + w 2 )
4. W = tu
W W
= ut u −1 , = t u ln t
t u
Sin(x + y )
5. Z =
x+ y
z 2z
yang sering dituliskan sebagai sebagai berikut:
x x x 2
2z
= 6 x + 4 y = 6
x 2
x
Bentuk ini dikenal sebagai koefisien diferensial parsial kedua z terhadap x.
(ii) Jika kita diferensiasikan secara parsial terhadap y, maka kita akan peroleh:
z 2z
yang sering dituliskan sebagai sebagai berikut:
y x yx
2z
= 6 x + 4 y = 4
yx y
z
Kita juga dapat melihat bahwa : = 4 x − 10 y sendiri masih merupakan fungsi x dan y,
y
karena itu kita juga dapat mencari koefisien diferensiasi parsialnya terhadap x maupun
terhadap y.
(i) Jika kita diferensiasikan secara parsial terhadap y, maka kita akan peroleh:
z 2z
yang sering dituliskan sebagai 2 sebagai berikut:
y y y
2z
= 4 x − 10 y = − 10
y 2
y
Bentuk ini dikenal sebagai koefisien diferensial parsial kedua z terhadap y.
(ii) Jika kita diferensiasikan secara parsial terhadap x, maka kita akan peroleh:
z 2z
yang sering dituliskan sebagai sebagai berikut:
x y xy
2z
= 4 x − 10 y = 4
xy x
Dari proses di atas kita dapatkan dua koefisien diferensial parsial pertama dan empat koefisien
diferensial parsial kedua, yaitu:
z
= 6x + 4 y
x
z
= 4 x − 10 y
y
Prof. Dr. Andi Suhandi, M.Si
2z
= 6
x 2
2z
= 4
yx
2 z
= − 10
y 2
2z
= 4
xy
Kita dapat melihat bahwa untuk contoh di atas:
2 z 2z
= = 4
yx xy
dikatakan bahwa z merupakan fungsi yang berkelakuan baik (well behave)
Latihan 2.
Jika :
z = 5 x 3 + 3x 3 y + 4 y 3
Tentukanlah:
z z 2 z 2 z 2 z 2 z
; ; ; ; ;
x y x 2 y 2 xy yx
2V 2V 2 y 2 − 2 x 2 2x2 − 2 y 2
+ =0
+ =
x 2 (
y 2 x 2 + y 2 2 ) (
x2 + y2 2
)
Terbukti bahwa :
2V 2V
+ =0
x 2 y 2
Jika:
V = f (ax + by )
Buktikan bahwa:
V V
b −a =0
x y
x z z
2. Jika : z = f tunjukkan bahwa: x + y =0
y x y
z z
3. Jika : z = ln (e x + e y ) , tunjukkan bahwa: + =1
x y
2. Diferensial Total
Jika z = f (x, y ) maka diferensial total dari z dapat dinyatakan sebagai berikut:
z z
dz = dx + dy
x y
Dan jika u = f (x, y, z,...) maka diferensial total dari u dapat dicari sebagai berikut
u u u
du = dx + dy + dz + .....
x y z
Dengan menggunakan konsep diferensial total ini kita dapat melakukan perhitungan
pertambahan kecil pada suatu fungsi ketika variabel-variabelnya berubah sedikit baik
bertambah sedikit maupun berkurang sedikit.
Sebagai contoh, misalkan kita kembali ke volume silinder. Kita telah mengetahui bahwa
volume silinder dirumuskan sebagai:
h
V
Prof. Dr. Andi Suhandi, M.Si
V= r2h
Dengan demikian kita dapat mencari:
V V
atau
r h h r
yaitu:
V V
= 2 rh dan = r2
r h h r
Sekarang kita lihat apa yang akan terjadi pada volume silinder V, jika jari-jari r dan tinggi h
dari silinder berubah secara bersama-sama.
Bila r diubah menjadi r + dr dan h berubah menjadi h + dh, maka V akan berubah menjadi V
+ dV. Volume yang baru ini diberikan oleh:
V + dV = (r + dr ) (h + dh)
2
( )
V + dV = r 2 + 2rdr + dr 2 (h + dh )
V + dV = (r h + 2rhdr + hdr
2 2
+ r 2 dh + 2rdrdh + dr 2 dh )
Jika kedua ruas kita kurangi dengan V= r2h maka akan diperoleh:
( )
V + dV − V = r 2 h + 2rhdr + hdr 2 + r 2 dh + 2rdrdh + dr 2 dh − r 2 h
atau
(
dV = 2rhdr + hdr 2 + r 2 dh + 2rdrdh + dr 2 dh )
atau
( )
dV = 2rhdr + r 2 dh , suku-sukunya diabaikan karena nilai-nilainya amat kecil.
sehingga
dV = 2rhdr + r 2 dh
kita telah mendapatkan sebelumnya, bahwa:
V V
= 2 rh dan = r2
r h h r
dengan demikian:
V V
dV = dr + dh
r h
Prof. Dr. Andi Suhandi, M.Si
Marilah kita melakukan perhitungan jika nilai perubahan kecil dari variabel-variabelnya
diketahui.
Misalkan sebuah silinder memiliki ukuran jari-jari r = 5 cm dan ukuran tinggi h = 10 cm.
Tentukanlah harga pendekatan pertambahan volumenya jika r bertambah dengan 0,2 cm dan h
berkurang dengan 0,1 cm.
Kita ketahui bahwa:
V= r2h
dan
V V
= 2 rh dan = r2
r h h r
Jika kita masukan nilai-nilai untuk r dan h akan didapat:
V V
= 2 (5)(10)=100 dan = (5)2 = 25
r h h r
dari soal dr = 0,2 cm dan dh = - 0,1 cm
dengan demikian:
V V
dV = dr + dh
r h
dV = 100 (0,2) + 25 (−0,1 )
dV = 100 (0,2) + 25 (−0,1 )
dV = 20 − 2,5 = 17,5
I I
dI = dV + dR
V R
Jika kita cari turunan parsial dari I terhadap V dan terhadap R, akan didapat:
I 1 I V
= dan =− 2
V R R R
Sehingga diferensial totalnya menjadi:
1 V
dI = dV − 2 dR
R R
Jika nilai-nilai V, R, dV dan dR disubstitusikan ke persamaan untuk diferensial total akan
didapat:
1 250
dI = (1) − (0,5)
50 2500
1 1
dI = −
50 20
dI = 0,02 − 0,05 = − 0,03
yakni arus listrik turun sebesar 0,03 ampere.
Contoh selanjutnya:
Jika:
ws 3
y=
d4
Tentukanlah persentase pertambahan y jika w bertambah 2 %, s berkurang 3%, dan d
bertambah 1 %.
Dalam persoalan ini y merupakan fungsi dari 3 variabel bebas yaitu w, s dan d, sehingga
perumusan diferensial totalnya menjadi:
y y y
dy = dw + ds + dd
w s d
Kita dapatkan bahwa
y s 3 y 3ws 2 y 4ws 3
= ; = ; dan =− 5
w d 4 s d4 d d
Sehingga:
s3 3ws 2 4ws 3
dy = dw + ds − dd
d4 d4 d5
Prof. Dr. Andi Suhandi, M.Si
ws 3 2 3ws 3 3 wds 3 4
dy = 4 + − − 5
d 100 d 4 100 d 100
ws 3 2 ws 3 9 ws 3 4
dy = + − −
d 4 100 d 4 100 d 4 100
ws 3 2 9 4
dy = 4
− −
d 100 100 100
ws 3 11
dy = −
d 4 100
11
dy = y − = −11% dari y
100
Latihan 5.
Diberikan fungsi :
P = w2 hd
Jika kesalahan pengukuran w, h dan d dapat mencapai 1% (plus atau minus), tentukan
persentase kesalahan maksimum yang akan diperoleh untuk harga P yang dihitung!
Latihan 6.
Kedua sisi tegak suatu segitiga siku-siku dinyatakan dengan a dan b, serta hipotenusanya (sisi
miringnya) dinyatakan dengan h. Jika kesalahan pengukuran a dan b yang mungkin dapat
berkisar 0,5 %, tentukanlah kesalahan maksimum yang akan diperoleh dalam hasil
perhitungan:
(i) Luas segitiga tersebut
(ii) Panjang sisi miring segitiga tersebut.
Prof. Dr. Andi Suhandi, M.Si
Inilah solusinya:
h
a A
ab 1 ab 1
dA =
2 200 2 200
ab 1 1 1
dA = + = A = 1 % dari A
2 200 200 100
(ii) Panjang sisi miring (h) adalah:
(
h = a2 + b2 = a 2 + b2 )
1/ 2
h h
sehingga: dh = da + db
a b
h
kita dapat mencari bahwa:
a
= 1
2 (a 2
+ b2 ) −1 / 2
(2a ) =
a
a2 + b2
h
b
= 1
2
(a 2
+ b2 )
−1 / 2
(2b) =
b
a + b2
2
a
da = 0,05 a =
200
b
db = 0,05 b =
200
a a b b
sehingga: dh = +
a 2 + b 2 200 a 2 + b 2 200
Prof. Dr. Andi Suhandi, M.Si
a2 1 b2 1
dh =
a 2 + b 2 200 a 2 + b 2 200
1 a 2 + b2 1
dh = = a 2 + b 2 = 0,5 % dari h
200 a 2 + b 2 200
Latihan 7.
Jawablah semua soal berikut ini!
1. Tentukan semua koefisien diferensiasi parsial pertama dan kedua untuk fungsi-fungsi
berikut:
(i) z = e (x − y2 )
2
2z 2 z
2. Jika z = f (x + ay ) + f (x − ay ) , tentukanlah: dan , lalu buktikan bahwa:
x 2 y 2
2 z 2
2
=a
y 2 x 2
3. Daya yang didisipasikan (dilesapkan) dalam suatu resistor diberikan oleh hubungan:
V2
P= . Jika V = 200 volt dan R = 8 ohm, tentukanlah perubahan P yang terjadi akibat
R
penurunan V sebesar 5 volt dan kenaikan R sebesar 0,2 ohm.
3. Kecepatan Perubahan
Tinjaulah sebuah silinder yang berjari-jari r dan tinggi h seperti sebelumnya, volume silinder
ini diberikan oleh: V = r 2 h
h
V
Sehingga:
Prof. Dr. Andi Suhandi, M.Si
V V
= 2rh dan = r 2
r h
Karena V merupakan fungsi r dan h, maka:
V V
dV = dr + dh
r h
Jika sekarang kita lakukan diferensiasi V terhadap t, dimana t menyatakan besaran waktu,
maka akan didapat:
dV V dr V dh
= +
dt r dt h dt
yang menyatakan laju perubahan volume silinder terhadap waktu atau sering kali disebut
kecepatan perubahan volume silinder (V) terhadap waktu (t). Jika kita mengetahui laju
perubahan jari-jari silinder (r) dan laju perubahan dari tinggi silinder (h), maka laju perubahan
volume silinder (V) dapat ditentukan.
Persamaan diferensial di atas yaitu :
dV V dr V dh
= +
dt r dt h dt
merupakan contoh dari aturan rantai (chain rule).
Sebagai contoh:
Jari-jari suatu silinder bertambah dengan pertambahan kecepatan 0,2 cm/det, sementara
tingginya berkurang dengan kecepatan pengurangan 0,5 cm/det. Tentukanlah kecepatan
perubahan volumenya pada saat r = 8 cm dan h = 12 cm.
Inilah penyelesaiannya:
Volume silinder:
V = r 2 h
dan laju perubahan volume silinder terhadap waktu:
dV V dr V dh
= +
dt r dt h dt
tetapi:
V V
= 2rh dan = r 2
r h
maka:
Prof. Dr. Andi Suhandi, M.Si
dV dr dh
= 2rh + r 2
dt dt dt
dari soal diketahui:
dr dh
r = 8; h = 12; = 0,2; = −0,5
dt dt
Sehingga:
dV
= 2 (8)(12)(0,2) + (8) 2 (−0,5) = 38,4 − 32 = 6,4 = 20,1 cm3 / det .
dt
S = r 2 + r r 2 + h 2
Jika r dan h bertambah dengan kecepatan 0,25 cm/det, tentukanlah kecepatan pertambahan S
pada saat r = 3 cm dan h = 4 cm!
Inilah penyelesaiannya:
S = r 2 + r r 2 + h 2
dS S dr S dh
= +
dt r dt h dt
S r 2
r
(
= 2r + r. 12 r 2 + h 2 ) (2r ) + (r
−1 / 2 2
+ h2 )
1/ 2
= 2r + + r 2 + h2
r +h
2 2
untuk r = 3 dan h = 4,
S (3) 2 9 9 64
= 2 (3) + + 32 + 4 2 = 6 + + 5 = 11 + =
r 32 + 4 2 5 5 5
Prof. Dr. Andi Suhandi, M.Si
dan
S rh
h
(
= r. 12 r 2 + h 2 ) (2h ) =
−1 / 2
r 2 + h2
untuk r = 3 dan h = 4,
S (3)(4) 12
= =
h 32 + 4 2 5
dr dh
= 0,25 dan = 0,25
dt dt
dengan demikian:
Kita lakukan penggantian simbol n dengan x sehingga fungsi di atas dituliskan sbb:
f (x ) =
1
, x = 1015, dan x =1
x2
1 1
karena n bilangan yang sangat besar maka selisih antara dengan 2 , kecil sekali
(n + 1)2
n
sehingga f = f (1015 + 1) − f (1015 ) juga nilainya sangat kecil, dengan demikian f = df , dan
x = dx = 1 dengan demikian:
1
df = d 2
x
dan
df d 1 2
= 2 =− 3
dx dx x x
Prof. Dr. Andi Suhandi, M.Si
atau
2 2
df = − dx = − .1 = −2.10 − 45
x 3
(
1015 ) 3
contoh lainnya,
Buktikan bahwa:
a
n+a − n ,
2 n Jika n bilangan yang sangat besar sedangkan a jauh lebih kecil
dari n.
Kita lakukan prubahan simbol diskrit n dengan simbol kontinu x (x = n). Karena n nilainya
amat besar dan a jauh lebih kecil, maka:
f = f (x + x ) − f (x ) juga nilainya sangat kecil, dengan demikian f = df , dan
x = dx = a dengan demikian:
( )
df = d x1 / 2
dan
df
=
dx dx
d 1/ 2
x ( )
= 12 x −1/ 2
atau
df = 12 x −1/ 2 dx
atau
a
df = 12 n −1/ 2 a =
2 n
x
f (x ) =
sin t
dt
0
t
Jika x berubah dari /2 ke 1,01/2
Prof. Dr. Andi Suhandi, M.Si
Penyelesaian:
x
df d sin t sin x
=
dx dx 0 t
dt =
x
atau
sin x
df = dx dengan x = /2 dan dx = 0,01/2
x
sin
df =
(
2 0,01
2
) = 0,01
2
l
R=
A
Disini R adalah hambatan penghantar, adalah hambat jenis bahan, l adalah panjang
penghanatar dan A adalah luas penampang penghantar. Tetapi karena luas penampang silinder
adalah A = r2, maka persamaan di atas dapat ditulis:
kl
R=
r2
dengan k = /
jika kesalahan relatif dalam pengukuran panjang (l) adalah 5 % dan kesalahan relatif dalam
pengukuran jari-jari (r) adalah 10 %, tentukan kesalahan relatif terbesar (maksimum) dalam
perhitungan nilai hambatan penghantar (R)!
Dari soal:
dl
= 0,05
l
Prof. Dr. Andi Suhandi, M.Si
dr
= 0,10
r
Dicari:
dR
??
R
ln R = ln kl − ln r 2
ln R = ln k + ln l − 2 ln r
dR dk dl dr
= + −2
R k l r
atau
dR dl dr
= −2
R l r
kesalahan relatih terbesar diperoleh dari penjumlahan kesalahan relatif pada pengukuran
panjang dan pengukuran jari-jari:
dR dl dr
= +2 = 0,05 + 2(0,10) = 0,25 = 25%
R l r
6. Diferensiasi Implisit
Diferensial parsial dapat juga digunakan untuk mencari koefisien diferensial dari suatu fungsi
implisit.
dy
Sebagai contoh, misalkan kita diminta untuk mencari pernyataan jika diberikan sebuah
dx
fungsi implisist sebagai berikut:
x 2 + 2 xy + y 3 = 0
jika f(x,y) = 0,
kita misalkan z = f (x,y), maka:
z z
dz = dx + dy
x y
jika kedua ruas dibagi dengan dx, maka:
dz z dx z dy z z dy
= + = +
dx x dx y dx x y dx
dz
tetapi z = 0 (konstan), maka =0
dx
sehingga:
z z dy
0= +
x y dx
atau:
dy z dy z x
=− / =− .
dx x dx x y
d
dt
(
x + ex = )
dt
dt
dx de x dt
+ =
dt dt dt
dx de x dx
+ =1
dt dx dt
dx dx
+ ex =1
dt dt
Prof. Dr. Andi Suhandi, M.Si
atau
dx
dt
( )
1 + ex = 1
atau
dx 1
=
dt 1 + e x
Sekarang kita lakukan diferensiasi terhadap t dari persamaan di atas, sbb:
d dx x dx d
+e = 1
dt dt dt dt
d 2 x d x dx
+ e =0
dt 2 dt dt
d 2 x d x dx dx 2
x d x
+ e . + e =0
dt 2 dx dt dt dt 2
2
d 2x x dx
2
x d x
+ e + e =0
dt 2 dt dt 2
atau
2
d 2x
( ) dx
1 + ex = − ex
dt
2
dt
atau
2
dx
2 ex
= − x
d x dt
dt 2
1+ e
tetapi karena
dx 1
=
dt 1 + e x
maka
2
1
ex x
1+ e
2
d x
= −
dt 2 1 + ex
atau
d 2x ex
=−
dt 2 (
1 + ex ) 3
Itulah jawabannya.
Prof. Dr. Andi Suhandi, M.Si
Diferensiasi implisit merupakan metode yang paling baik untuk mencari kemiringan (slope)
dari sutau kurva (garis singgung terhadap kurva) untuk fungsi-fungsi (persamaan) yang rumit.
Sebagai contoh,
Tentukan persamaan garis singgung terhadap kurva x3 - 3y3 + xy + 21 = 0 di titik (1,2)!
Penyelesaian:
Lakukan diferensiasi implisit terhadap fungsi di atas terhadap x, sbb:
d 3
dx
(
x − 3 y 3 + xy + 21 = 0 )
d 3 d d d d
x − 3 y3 + xy + 21 = 0
dx dx dx dx dx
d 3 dy d d d d
3x 2 − 3 y + x y + y x + 21 = 0
dy dx dx dx dx dx
dy dy
3x 2 − 9 y 2 + x + y+0=0
dx dx
(x − 9 y ) dy
2
dx
= −3x 2
−y
(1 − 36) dy = −3 − 2
dx
dy − 5 1
= = ini merupakan nilai gradien (kemiringan = m)
dx − 35 7
dengan demikian persamaan garis singgungnya menjadi:
y − y0
=m
x − x0
atau
y−2 1
=
x −1 7
yang memberikan:
x − 7 y + 13 = 0
Inilah persamaan garis singgunga yang dicari
Prof. Dr. Andi Suhandi, M.Si
Contoh lainnya:
Jika diberikan :
u = x 2 + 2 xy − y ln z
dan
x = s + t2
y = s − t2
z = 2t
Prof. Dr. Andi Suhandi, M.Si
Tentukan:
u u
dan
s t t s
Penyelesaiannya: u = x 2 + 2 xy − y ln z
dz
du = 2 xdx + 2 xdy + 2 ydx − y − ln zdy
z
du = (2 x + 2 y )dx + (2 x − ln z )dy −
y
dz
z
dimana:
dx = ds + 2tdt
dy = ds − 2tdt
dz = 2dt
sehingga:
u y
= 4 xt + 4 yt − 4 xt + 2t ln z − 2
t s z
x2 + y 2 = t 2
x sin t = ye y
Tentukan :
Prof. Dr. Andi Suhandi, M.Si
dz
!!!!
dt
Penyelesaian:
dz = dx − dy
2 xdx + 2 ydy = 2tdt
(
sin tdx + x cos tdt = ye y + e y dy )
dx =
− x cos tdt − ( y + 1)e y
=
( )
− t ( y + 1)e y + xy cos t dt
x y − x( y + 1)e y − y sin t
sin t − ( y + 1)e y
x tdt
dy =
sin t − x cos tdt
=
( )
− x 2 cos t − t sin t dt
x y − x( y + 1)e y − y sin t
sin t − ( y + 1)e y
Selanjutnya kita substitusikan dx dan dy ke persamaan untuk dz, lalu diturunkan terhadap
variabel t (dt) diperoleh:
dz = dx − dy
dz dx dy
= −
dt dt dt
dz
=
(
− t ( y + 1)e y + x cos t dt
−
) (
− x 2 cos t − t sin t dt )
dt − x( y + 1)e y − y sin t dt − x( y + 1)e y − y sin t dt
( )
dz − t ( y + 1)e y + xy + x 2 cos t + t sin t
=
dt − x( y + 1)e y − y sin t
Prof. Dr. Andi Suhandi, M.Si
S
CV = T
T V
Disini S adalah entropi, V adalah volum gas, p adalah tekanan gas, T adalah temperatur, Cp
adalah kalor jenis gas pada tekanan konstan dan CV adalah kalor jenis pada volum konstan.
Buktikan bahwa:
S V
C p − CV = T
V T T p
Bukti:
Karena S merupakan fungsi V dan T, maka:
S S
dS = dV + dT
V T T V
Jika kedua ruas dikalikan dengan T, didapat:
S S
TdS = T dV + T dT
V T T V
Tetapi V merupakan fungsi dari p dan T, sehingga
V V
dV = dp + dT
p T T p
Jika kita substitusikan dV ke persamaan sebelumnya, akan didapat:
S V V S
TdS = T dp + dT + T dT
V T p T T p T V
S V V
TdS = T dp + dT + CV dT
V T p T T p
S V S V
TdS = T dp + T dT + CV dT
V T p T V T T p
S V S V
TdS = T dp + T dT + CV dT
V T p T V T T p
S S V
TdS = T dp + T dT + CV dT
p T V T T p
Prof. Dr. Andi Suhandi, M.Si
S S V
TdS − T dp = T dT + CV dT
p T V T T p
Ruas kiri ada hubungan dengan S(p,T), yaitu:
S S
dS = dp + dT
p T T p
Yang jika dikalikan dengan T menjadi:
S S
TdS = T dp + T dT
p T T p
atau
S S
TdS − T dp = T dT
p T T p
Dengan demikian ruas kiri pada persamaan sebelumnya dapat diganti dengan:
S S V
T dT = T dT + CV dT
T p V T T p
Ruas kiri tak lain adalah CpdT, sehingga:
S V
C p dT = T dT + CV dT
V T T p
atau
S V
(C − CV )dT = T dT
V T T p
p
yang memberikan:
S V
(C − CV ) = T
V T T p
p
8. Aplikasi diferensiasi parsial pada persoalan nilai maksimum dan minimum fungsi
Telah diketahui sebelumnya dari penggunaan aturan diferensiasi biasa dalam persoalan nilai
maksimum atau minimum fungsi adalah:
Jika y = f(x), maka syarat perlu bahwa suatu fungsi bernilai maksimum atau minimum adalah
turunan pertama dar y terhadap x adalah nol, yakni:
dy
=0
dx
Prof. Dr. Andi Suhandi, M.Si
y dy y
m= =0
dx
dy
m= =0
dx
x x
Tapi syarat ini belum cukup karena kita belum bisa menentukan fungsi itu bernilai maksimum
atau minimum hanya dengan melihat syarat di atas. Syarat perlu suatu fungsi bernilai
maksimum atau minimum adalah dengan melihat turunan kedua daru y terhadap x, dengan
ketentuan:
d2y
Jika 0 maka fungsi bernilai maksimum, dan
dx 2
d2y
Jika 0 maka fungsi bernilai minimum.
dx 2
Sejalan dengan itu pada fungsi (f) yang merupakan fungsi dari lebih dari satu variabel,
misalnya f(x,y), juga berlaku:
f f
Jika = = 0 , di titik (a,b), maka:
x y
2 f 2 f
1. Titik (a,b) merupakan titik minimum jika pada titik (a,b), 0 ; 0 ; dan
x 2 y 2
2
2 f 2 f 2 f
.
x 2 y 2 xy
2 f 2 f
2. Titik (a,b) merupakan titik maksimum jika pada titik (a,b), 0 ; 0 ; dan
x 2 y 2
2
2 f 2 f 2 f
.
x 2 y 2 xy
Prof. Dr. Andi Suhandi, M.Si
3. Titik (a,b) tidak merupakan titik minimum atau maksimum jika pada titik (a,b),
2
2 f 2 f 2 f
.
x 2 y 2 xy
Sebagai contoh,
Jika diberikan fungsi sbb:
x 2 + y 2 + 2 x − 4 y + 10
Tentukan titik a dan b pada fungsi di atas lalu periksa apakah titik tersebut merupakan titik
minimum atau maksimum dari fungsi yang diberikan!
Jawab:
f ( x, y ) = x 2 + y 2 + 2 x − 4 y + 10
maka
f
= 2x + 2
x
f
= 2y − 4
y
Untuk mencari titik stasioner (a,b) harus di set:
f
= 2 x + 2 = 0 , yang menghasilkan x atau titik a = - 1
x
f
= 2 y − 4 = 0 , yang menghasilkan y atau titik b = 2
y
Untuk menguji titik (a,b) merupakan titik maksimum atau minimum, maka harus dicari
turunan parsial kedua, sebagai beriku:
2 f
= 2 0
x 2
2 f
= 2 0
y 2
2 f
=0
xy
2
2 f 2 f 2 f 2 f 2 f
Karena 0 ; 0 dan . >
x 2 y 2 x 2 y 2 xy
Maka titik (-1,2) merupakan titik minimum dari fungsi di atas.
Prof. Dr. Andi Suhandi, M.Si
2 f
=0
xy
2
2 f 2 f 2 f 2 f 2 f
Karena 0 ; 0 dan . <
x 2 y 2 x 2 y 2 xy
Maka titik (-1,- 2) bukan merupakan titik minimum maupun maksimum dari fungsi di atas.
Prof. Dr. Andi Suhandi, M.Si
(x,y)
(0,0) x
)
Pada persoalan ini kita akan meminimalkan jarak d = x 2 + y 2 dari titik asal koordinat ke
titik (x,y); ini identik dengan meminimalkan fungsi f = d 2 = x 2 + y 2 . tetapi x dan y tidak
saling bebas, kedua variabel ini dihubungkan oleh persamaan kurva. Hubungan tambahan
diantara variabel-variabel ini disebut sebagai kendala (constraint). Persoalan-persoalan yang
mengandung kendala kerap ditemui dalam berbagai aplikasi.
Terdapat beberapa cara untuk menyelesaikan persoalan seperti ini. Kita akan tinjau tiga cara,
yaitu: (a) metode eliminasi, (b) metode diferensiasi implisit dan (c) metode pengali Lagrange.
(a) Metode Eliminasi
Metode yang paling nyata adalah mengeliminasi y. Dan kemudian kita meminimalkan :
( )
2
f = x2 + 1 − x2 = x2 + 1 − 2 x2 + x4 = x4 − x2 + 1
Sekarang menjadi persoalan kalkulus biasa:
f
= 4 x3 − 2 x = 0
x
x = 0, or x = 1 / 2
Prof. Dr. Andi Suhandi, M.Si
Titik –titik ini belum cukup memberikan informasi apakah merupakan titik maksimum atau
minimum, untuk mengujinya perlu dicari turunan kedua, sbb:
2 f
= 12 x 2 − 2
x 2
2 f 2 f
Pada x = 0, = 12 x 2
− 2 = −2 , karena 0 , maka x=0 merupakan titik maksimum.
x 2 x 2
2 f 2 f
Pada x = 1/2, = 12 x 2
− 2 = 4 , karena 0 , maka x=1/2 merupakan titik
x 2 x 2
minimum.
Dalam persoalan ini nilai minimum yang diinginkan, untuk itu kita harus memilih x = 1/2.
Pada x=1/2 maka y dapat dicari dari persamaan kurva kawat sbb:
( )
2
y = 1 − x 2 = 1 − 1 / 2 = 1 − 0,5 = 0,5
Dengan demikian titik (x,y) pada kurva kawat yang menandari panjang dawai (d) minimum
(
adalah titik 1 / 2 ,1 / 2 . )
dy d2y
Pada x = 0 kita peroleh y = 1, = 0; = −2 , sehingga:
dx dx 2
d2 f
= 2 − 4 = −2
dx 2
d2 f
karena 0 , maka x = 0 merupakan titik maksimum.
dx 2
dy d2y
Pada x = 1/2 kita peroleh y = 1/2, = 2; = −2 , sehingga:
dx dx 2
d2 f
=2+4−2=4
dx 2
d2 f
karena 0 , maka x = 1/2 dan y = 1/2 merupakan titik pada kurva yang menyatakan
dx 2
panjang dawai (d) minimum, yang diinginkan.
Prof. Dr. Andi Suhandi, M.Si
Titik –titik ini belum cukup memberikan informasi apakah merupakan titik maksimum atau
minimum, untuk mengujinya perlu dicari turunan kedua, sbb:
2 f
= 12 x 2 − 2
x 2
2 f 2 f
Pada x = 0, = 12 x 2
− 2 = −2 , karena 0 , maka x=0 merupakan titik maksimum.
x 2 x 2
2 f 2 f
Pada x = 1/2, = 12 x 2
− 2 = 4 , karena 0 , maka x=1/2 merupakan titik
x 2 x 2
minimum.
Dalam persoalan ini nilai minimum yang diinginkan, untuk itu kita harus memilih x = 1/2.
Pada x=1/2 maka y dapat dicari dari persamaan kurva kawat sbb:
( )
2
y = 1 − y 2 = 1 − 1 / 2 = 1 − 0,5 = 0,5
Dengan demikian titik (x,y) pada kurva kawat yang menandari panjang dawai (d) minimum
(
adalah titik 1 / 2 ,1 / 2 . )
F
= 2y + = 0
y
dari persamaan pertama di atas didapat:
x = 0 atau = −1
untuk x = 0, maka y = 1 dari persamaan (dan dari persamaan kedua didapat = -2)
jika = - 1, dari persamaan kedua di atas diperoleh y = ½. Lalu dari persamaan untuk
memberikan x2 = ½ atau x = 1/2 seperti sebelumnya. Langkah selanjutnya adalah
melakukan pengecekan titik-titik mana yang memberikan nilai minimum atau maksimum
pada pajnagndawai (d) dengan langkah yang serupa dengan yang dilakukan pada akhir
metode eliminasi.
f (t )dt = F (t ) = F (x ) − F (a )
x
a
a
disini a merupakan konstanta. Jika persamaan integral di atas didiferensiasi terhadap x, maka
akan didapat:
dF (x )
x
f (t )dt = (F (x ) − F (a )) = = f (x )
d d
dx a dx dx
f (t )dt = F (t ) = F (a ) − F (x )
a
x
x
didapat:
dF (x )
a
f (t )dt = (F (a ) − F (x )) = − = − f (x )
d d
dx x dx dx
Prof. Dr. Andi Suhandi, M.Si
( )
x
d d
sin
dx / 4
t dt =
dx
− cos x + 12 2 = sin x
Itulah penyelesaiannya.
Dimana batas atas dan batas bawah merupakan fungsi dari x, maka dapat diselesaikan dengan
cara:
v( x)
f (t ) dt = f (v ) − f (u )
d dv du
dx u ( x ) dx dx
Sebagai contoh,
Hitung
x1 / 3
dI
jika I = t
2
dt
dx 0
dx
( ) ( )
x1 / 3 = x 2 / 3. 13 x − 2 / 3 =
1
3
Integral ini tidak bisa diselesaikan dengan teknik dasar integral. Kita selesaikan dengan
ketentuan di atas, sbb:
Disini v = sin-1x dan u = x2, sehingga:
Prof. Dr. Andi Suhandi, M.Si
dI
= f (v ) − f (u )
dv du sin sin −1 x d
= sin −1
x −
(
sin x 2 d 2
x
) ( ) ( )
dx dx dx sin −1 x dx x 2 dx
dI sin sin −1 x
=
( ) 1 sin x 2
− 2 (2 x )
sin −1 x 2
dx 1 − x x
dI x 2 sin x 2
= −
dx 1 − x 2 sin −1 x x
Inilah penyelesaiannya.
b
jika I = f ( x, t ) dt dimana a dan b merupakan konstanta.
dI
Terakhir kita akan mencari
dx a
Berlaku:
f (x, t )
b b
f ( x, t ) dt =
d
dx a a
x
dt
yakni kita dapat melakukan difrensiasi dalam tanda integral. Syarat cukup agar persamaan ini
f f ( x, t )
b
benar adalah: f (x, t ) dt ada,
a x
merupakan fungsi kontinu dan
x
g (t ) , dimana
g (x, t ) dt ada.
a
Sebagai contoh,
Hitung t ne − kt dt untuk n ganjil dan k > 0
2
dk 0 2k
atau
1
t e
3 − kt 2
dt =
0
2k 2
dI 2 1
= − t 2t 3e− kt dt = − 2 t e
5 − kt 2
dt =
2
atau
dk 0 2k 0
k3
dI 3 3
= − t 2t 5e− kt dt = − 4 t e dt =
7 − kt
2 2
atau
dk 0 k 0
k4
Jika ini dilakukan terus menerus, maka akan didapatkan integral pangkat ganjil dari t dikali
e − kt , yaitu:
2
n!
t
2 n +1 − kt 2
e dt =
0
2k n +1
Contoh selanjutnya,
ta −1
1
Hitung: I = dt dimana a 0
0
ln t
dI
Sekarang lakukan integrasi dari terhadap a untuk mendapatkan I kembali dan konstanta
da
integrasinya, sbb:
= ln (a + 1) + C
da
I =
a +1
Jika a = 0, maka I = ln(1) + C = C. Dari integral asal, jika a = 0, bagian integrannya yaitu
(ta-1)/lnt menjadi (t0-1)/lnt =0, sehingga I = 0. Dengan demikian didapat C = 0. Sehingga
didapat hasil akhir:
I = ln (a + 1)
Sangat penting untuk mengumpulkan formula-formula diferensiasi dari integral di atas
kedalam suatu formula umum yang kompak yang dikenal sebagai Aturan Leibniz, sebagai
baerikut:
f
v( x) v
f ( x, t )dt = f ( x, v ) − f ( x, u ) + dt
d dv du
dx u ( x ) dx dx u x
Sebagai contoh,
Prof. Dr. Andi Suhandi, M.Si
2x
dI e xt
Cari
dx
jika : I = x t dt
Dengan menggunakan aturan Leibniz, akan didapat:
2x
dI e x.2 x e x. x te xt
= .2 − .1 + dt
dx 2x x x
t
( )
2x
dI 1 2 x 2 e xt
= e −e +
x2
dx x x x
dx x
(
dI 1 2 x 2 2 2 2 2
= e − e x + e2 x − e x = e2 x − e x
x
2 2
) ( )
2 x −3 y
du w w y
2. Jika w =
xy
ln u
; tentukan ,
x y
, dan
x
, di titik x = 3 dan y = 1.
dx
3. Diberikan bahwa: x 0
2
+y 2
=
2y
, lakukan diferensiasi terhadap y dan hitunglah:
dx
(x
0
2
+ y2 )
2