Anda di halaman 1dari 15

Nama : Sinta Wulanningrum

Nim : 15302241031

Kelas : Pendidikan Fisika A

Tugas : Resume Termodinamika bab 7

POTENSIAL TERMODINAMIKA

7.1 Fungsi Helmholtz dan Gibbs

Selain energi dalam (U) dan entropi (S) terdapat besaran yang dapat didefinisikan
berdasarkan kombinasi U, S serta variabel keadaan lainnya. Entalpi : 𝐻 = 𝑈 + 𝑃𝑉. Ada dua
fungsi penting lainnya yakni fungsi Helmholtz, F, dan fungsi Gibbs, G. Dari hukum
termodinamika I ketika sistem berproses reversibel atau irreversibel, kerja proses:
𝑊 = (𝑈1 − 𝑈2) + 𝑄

Apabila panas mengalir dari satu reservoir dan selama proses bersuhu sama T, maka :
(𝑆2 − 𝑆1) + ∆𝑆𝑅 ≥ 0

𝑄 𝑄
Perubahan entropi reservoir, ∆𝑆𝑅 = − sehingga (S2- S1) - ≥ 0 atau T (S1-S2) ≥ Q
𝑇 𝑇
Hukum termodinamika pertama , W = ( U1-U2) + Q menjadi WT ≤ ( U1-U2) - T (S1-S2). Dalam
hal ini dapat didefinisikan fungsi Helmholtz, F = U – TS. Sehingga kedua keadaan keseimbangan
pada suhu sama: (F1- F2 ) = (U1 – U2 ) – T (S1 – S2 ) seterusnya WT ≤ (F1- F2 ).

Arti fisisnya adalah penurunan nilai fungsi Helmholtz , F suatu sistem merupakan batas
atas kerja antara dua keadaan keseimbangan pada suhu yang sama. Apabila proses reversibel ,
maka usaha menjadi maksimum. Karena penurunan nilai F sama dengan maksimum energy yang
dapat dibebaskan dan menjadi usaha , maka besaran F sering disebut energy bebas sistem. Energi
bebas lebih baik disebut F sebagai fungsi Helmholtz.

Secara umum usaha bisa berupa – 𝜀 𝑑𝑍 atau H dM dll selain dari 𝑃 𝑑𝑉. Sehingga usaha
total merupakan sumasi usaha 𝑃 𝑑𝑉 dan usaha Y dX. Misalkan saja usaha PdV → W’, usaha Y
dX → A maka W’T + A ≤ (F1 – F2).

Apabila volume konstan, W’ = 0, diperoleh AT,Y ≤ (F1 – F2 ). Apabila kedua V dan X


konstan maka ,
0 ≤ (F1 – F2). atau F2 ≤ F1
Hal ini berarti fungsi Helmholtz hanya dapat berkurang atau konstan.

Apabila proses dengan tekanan P konstan. Usaha W’ proses menjadi P(V2 – V1),
sehingga :
AT,P ≤ (F1 – F2) + P(V1 – V2) atau AT,P ≤ (U1 – U2) – T (S1 – S2) + P(V1 – V2)
Sehingga diperoleh fungsi Gibbs :
𝐺 ≡ 𝐹 + 𝑃𝑉 ≡ 𝑈 − 𝑇𝑆 + 𝑃𝑉 ≡ 𝐻 − 𝑇𝑆
seterusnya AT,P ≤ G1 – G2

Arti fisisnya adalah penurunan fungsi Gibbs, G suatu sistem merupakan batas atas kerja
non “PdV” antara kedua keadaan keseimbangan pada suhu dan tekanan yang sama. Seperti F,
fungsi Gibbs merupakan energy bebas.

Apabila X konstan dan hanya ada usaha PdV maka, G2 ≤ G1

7.2 Potensial Termodinamika

Perbedaan antara nilai fungsi Helmholtz dan Gibbs pada sistem tertutup :

𝑑𝐹 = 𝑑𝑈 − 𝑇 𝑑𝑆 − 𝑆 𝑑𝑇

𝑑𝐺 = 𝑑𝑈 − 𝑇 𝑑𝑆 − 𝑆 𝑑𝑇 + 𝑃 𝑑𝑉

Sehingga

𝑑𝑈 = 𝑇 𝑑𝑆 − 𝑃 𝑑𝑉

Mengeneliminasi 𝑑𝑈 antara persamaan 𝑑𝐹 = 𝑑𝑈 − 𝑇 𝑑𝑆 − 𝑆 𝑑𝑇 dan 𝑑𝐺 = 𝑑𝑈 − 𝑇 𝑑𝑆 −


𝑆 𝑑𝑇 + 𝑃 𝑑𝑉 maka diperoleh :

𝑑𝐹 = −𝑆 𝑑𝑇 − 𝑃 𝑑𝑉

𝑑𝐺 = −𝑆 𝑑𝑇 + 𝑉 𝑑𝑃

Persamaan entalpi: 𝑑𝐻 = 𝑇 𝑑𝑆 + 𝑉 𝑑𝑃

Koefisien dari perbedaan variabel di sisi kanan empat persamaan sebelumnya dapat
diidentifikasi dengan turunan parsial dari variabel di sisi kiri. Misalkan U merupakan fungsi dari
S dan V , maka diperoleh :

𝜕𝑈 𝜕𝑈
𝑑𝑈 = ( 𝜕𝑆 )V 𝑑𝑆 + (𝜕𝑉 )S dV

𝜕𝑈 𝜕𝑈
Meninjau persamaan 𝑑𝑈 = 𝑇 𝑑𝑆 − 𝑃 𝑑𝑉 yaitu ( 𝜕𝑆 )V = T dan (𝜕𝑉 )S = -P ,
Hubungan kesamaan dapat ditulis dF, dG, dH. Maka :
𝜕𝑈 𝜕𝑈
( 𝜕𝑆 )V = T (𝜕𝑉 )S = -P

𝜕𝐹 𝜕𝐹
(𝜕𝑇)V = -S (𝜕𝑉)T = -P
𝜕𝐺 𝜕𝐺
(𝜕𝑇 )P = -S (𝜕𝑃)T =V

𝜕𝐻 𝜕𝐻
( 𝜕𝑆 )P = T ( 𝜕𝑃 )S =V

Ini seperti medan listrik E yang berasal dari potensial listrik φ


𝜕𝜑 𝜕𝜑 𝜕𝜑
Ex = − ( 𝜕𝑥 ), Ey = − ( 𝜕𝑦 ), Ez = − ( 𝜕𝑧 )

Dari sini ada analogi P,V, T dan s sebagai “medan” dan U, F, G, H sebagai “potensial”.
Oleh karena itu ke empat besaran terakhir ini seringkali disebut sebagai “potensial
termodinamika”, F disebut fungsi helmhoultz dan G disebut Fungsi Gibbs.

Diferensial setiap potensial termodinamika dapat disebut variabel karakteristik untuk


potensial. S dan V untuk potensial U, T dan V untuk potensial F, T dan P untuk potensial G, S
dan P untuk potensial H. Apabila fungsi Helmholtz F diketahui sebagai fungsi T dan V, entropi S
dapat dicari dari persamaan pertama dan definisi F dapat diperoleh persamaan energy, maka :
𝜕𝐹
P = -(𝜕𝑉)T

𝜕𝐹
S = -(𝜕𝑇)V

U = F+S
𝜕𝐹
= F – T(𝜕𝑇)V

Demikian juga jika G diketahui sebagai fungsi T dan P, maka


𝜕𝐺
V = (𝜕𝑃 )T

𝜕𝐺
S = − (𝜕𝑇 )P

𝜕𝐺
H = G + TS = G - T(𝜕𝑇 )P

𝜕𝐹 𝜕𝐺
Persamaan U = = F – T(𝜕𝑇)V dan H= G + TS = G - T(𝜕𝑇 )P sering disebut fungsi
Gibbs-Helmholtz

Sebagai contoh, kawat dalam suhu untuk usaha proses reversibel – F dL. Fungsi
Helmholtz F = U – TS sama fungsi dari T dan L, maka diperoleh :
𝜕𝐹
( 𝜕𝐿 )T = F
Fungsi Gibbs untuk kawat didefinisikan :

G = U –TS – F L

Pada sistem multivariable tertutup , temperature T , dua ekstensif variabel X1 dan X2 dan
intensif variabel Y1 dan Y2. Usaha pada proses reversibel

d’W = Y1 dX1 + Y2 dX2

dengan kombinasi hukum pertama dan kedua termodinamika, mak diperoleh bentuk :

dU = T dS - Y1 dX1 - Y2 dX2

Fungsi Helmholtz didefinisikan sema untuk sistem dari dua variabel bebas.

F = U –TS

Maka,

dF = dU – T dS – S dT

dengan mengeneliminasi antara persamaan ini dan persaman dU = T dS - Y1 dX1 - Y2


dX2 maka:

dF = - S dT - Y1 dX1 - Y2 dX2

Koefisient dari setiap diferensial pada sisi kanan dari persamaan dapat disebut turunan
parsial dari F dengan variabel lain konstan, maka:
𝜕𝐹 𝜕𝐹 𝜕𝐹
(𝜕𝑇)X1,X2 = -S, (𝜕𝑋1)T, X2 = -Y1, (𝜕𝑋2)T, X1 = -Y2

Fungsi Gibbs dari sistem diperoleh :

G = U – TS - Y1 dX1 - Y2 dX2

Ketika tanpa dG dan dU dieliminasi , menggunakan persamaan dU = T dS - Y1 dX1 - Y2


dX2 diperoleh :

dG = - S dT + X1 dY1 - X2 dY2

maka ,
𝜕𝐺 𝜕𝐺 𝜕𝐺
(𝜕𝑇 )Y1,Y2 = -S, (𝜕𝑌1)T, Y2 = -X1, (𝜕𝑌2)T, Y1 = -X2

Untuk bentuk khusus dimana Y2 adalah intensitas dari gaya konsevatif , enegi potensial
sistem mempunyai Ep = Y2 X2 dan energy total E :
E = U + Ep = U + Y2 X2

7.3 Relasi Maxwell

Persamaan relasi Maxwell dapat diperoleh dari fakta difernsial potensial termodinamika
eksak.

dz = M (x,y ) dx + N ( x,y ) dy

dz eksak ketika :
𝜕𝑀 𝜕𝑁
( 𝜕𝑦 )z = ( 𝜕𝑥 )y

Maka relasi Maxwell diperoleh :


𝜕𝑇 𝜕𝑃
(𝜕𝑉)S = -( 𝜕𝑆 )V

𝜕𝑆 𝜕𝑃
(𝜕𝑉)T = (𝜕𝑇 )V

𝜕𝑆 𝜕𝑉
(𝜕𝑃)T = -(𝜕𝑇 )P

𝜕𝑇 𝜕𝑉
(𝜕𝑃)S = ( 𝜕𝑆 )P

7.4 Keseimbangan Stabil dan Tidak Stabil

Sejauh ini yang sudah kita diskusikan keadaan keseimbangan adalah “keseimbangan
stabil”. Pada keadaan lain suatu sistem bisa dalam keadaan “metastabil” pada jangka waktu yang
panjang dan kemudian menjadi stabil.

Gambar diatas adalah diagram skema gambaran permukaan P, V, dan T dalam keadaan
kestabilan kesetimbangan pada bahan murni. Dalam kekurangan kondensasi inti seperti abu
partikel atau ion, suhu dapat diturunkan dibawahnya pada titik b, dimana garis isobarik
memotong garis saturasi, tanpa terlihat fase liquid. Keadaan menguap kemudian ditunjukkan
oleh titik c, yang terletak diatas permukaan P-V-T. Jika kondensasi inti tidak ada, maka akan
tetap dalam keadaan kesetimbangan sepanjang waktu dan diantara kesetimbangan, dalam
kesetimbangan panas dan mekanik, tetapi tidak dalam kesetimbangan termodinamika sempurna.
Jika kondensasi inti di introduksi, tekanan dan suhu dijaga konstan, uap berubah secara spontan
menjadi fase liquid pada titik f. Uap pada titik c dikatakan membeku.
Uap membeku dapat dihasilkan oleh ekspansi adiabatik pada sebuah penjenuhan uap.
Seperti pada proses, volume meningkat, tekanan dan suhu keduanya berkurang. Jika kondensasi
inti tidak ada, keadaan uap terletak beberapa titik diatas permukaan kesetimbangan. Metode ini
digunakan untuk memperoleh uap membeku dalam ruang awan Wilson. Ketika pengionisasi
partikel melewati melalui ruang, ion tersebut membentuk kondensasi inti dan liquid dibentuk
sepanjang prosesnya.
Suhu liquid dapat dikurangi dalam kesetimbangan dengan zat padat, dan liquid
digambarkan membeku. Jika logam dalam sebuah wadah didinginkan secara lambat laun, boleh
jadi sisa fase liquid pada suhu dibawah titik beku. Sebaliknya tidak tampak terjadi pada suhu zat
padat yang ditingkatkan, mencair tepat pada titik cair.
Jika bahan semula dalam fase liquid pada titik f dalam gambar di atas suhu ditingkatkan
pada tekanan konstan, fase menguap tidak boleh terbentuk ketika titik e meningkat, dan liquid
boleh jadi digambarkan titik d, yang terletak dibawah permukaan kesetimbangan. Ini adalah
keadaan diantara kesetimbangan dan liquid dikatakan mendidih. Mengabaikan gangguan awal
pada proses penguapan, jika tekanan dan suhu dijaga konstan sistem membentuk fase uap pada
titik a.
Didalam ruang gelembung, cairan mendidih (biasanya cairan hidrogen) dihasilkan oleh
penurunan adiabatik pada tekanan cairan jenuh. Gelembung kecil pada uap membentuk ion yang
dihasilkan oleh pengionisasi partikel melewati ruang.
Kita sekarang mempertimbangkan kondisi khusus untuk menentukan kemungkinan dua
keadaan pada sistem dalam keadaan stabil. Jika sistem sama sekali memisahkan dari
lingkungannya, secara spontan proses dari satu keadaan ke keadaan lain dapat bertahan jika
entropi sistem meningkat, jika entropi (𝑆𝑈)2 dalam keadaan kedua lebih baik dari entropi (𝑆𝑈)1
dari keadaan awal. Keadaan akhir pada kestabilan kesetimbangan pada entropi lebih besar ketika
(𝑆𝑈)2 > (𝑆𝑈)1.
Bagaimanapun kita berharap perbandingan dua keadaan pada sistem tidak terpisah sama
sekali. Perkiraan pertama bahwa volume pada sistem konstan, maka usahanya adalah nol, tetapi
sistem berhubungan dengan tandon air panas pada suhu T, kita mengharapkan perbandingan
pada suhu ini. Secara spontan proses dari satu keadaan ke keadaan lain dapat terjadi jika fungsi
Helmholtz pada sistem berkurang. Keadaan akhir pada kesetimbangan bahwa fungsi Helmholtz
adalah lebih kecil, (𝐹𝑇.𝑉)2 < (𝐹𝑇.𝑉)1
Akhirnya, bahwa volume sistem konstan, tetapi anggapan bahwa sistem disubyekan
konstan pada tekanan luar P. Sistem berhubungan dengan tandon air panas pada temperatur T
dan tekanannya P dalam keadaan awal dan akhir pada proses. Secara spontan proses hanya
terjadi dibawah kondisi jika fungsi Gibbs berkurang. Keadaan pada kestabilan kesetimbangan
pada fungsi Gibbs lebih kecil, (𝐺𝑇.𝑉)2 < (𝐺𝑇.𝑉)1
Kesimpulannya, jika sistem dapat berada lebih dari satu keadaan pada kestabilan
kesetimbangan, entropi S harus sama dalam semua keadaan. Jika volume sistem konstan dan
berhubungan dengan satu tandon air panas dapat berada dalam lebih dari satu keadaan pada
kestabilan kesetimbangan. Fungsi Helmholtz F harus sama dalam semua keadaan, jika sistem
berhubungan dengan satu tandon air panas pada lingkungan dengan tekanan konstan, dapat
berada lebih dalam satu keadaan stabil. Fungsi Gibbs G harus sama dalam semua keadaan.
7.5 Transisi Fasa

Anggap kita mempunyai sistem dalam keseimbangan cair-uap, pada suhu T, tekanan P
dan volume spesifik total v .
1
n′′ = jumlah mole fase cair
1
n′′′ = jumlah mole fase uap
1

Berdasarkan gambar total volume dari sistem v1. Nilai mol dalam fase cair adalah n’’1
dannilai mol dalam fase uap adalah n’’1. Keadaan dari sistem ditandai oleh titik b1 dalam gambar
b dan c. Gambar b total volume dari sistem adalah v2 dan nilai mol dalam fase cair dan uap
adalah n’’2 dan n’’2 . Keadaan dari sistem untuk titik b pada gambar. Jika g’’ dan g’’ adalah
fungsi Gibbs dari fase cair dan uap . fungsi Gibbs dari dua keadaan :

G1 = n’’1g’’ + n’’1g’’

G2 = n’’2g’’ + n’’2g’’

Jumlah mol pada sistem adalah konstan.

n’’1 + n’’1 = n’’2 + n’’2

Keduanya stabil , G1 = G2, maka bentuk dari persamaan :

g’’1 =g’’2

Ini disebut fungsi spesifik Gibbs mempunyai nilai sama pada kedua fasa. Jadi fungsi
Gibbs spesifik memiliki nilai yang sama pada kedua fasa.
Dapat diteruskan pada titik triple, fungsi Gibbs spesifik dari ketiga fasa berharga sama.

Hasil pertimbangan pada keadaan stabil dan diantara stabil diilustrasikan dalam gambar
7.1. Gambar 7.3 yang diisi bersamaan dalam gambar 7.1, menunjukkan grafik fungsi khusus
Gibbs pada uap dan cair dalam proses a-b-c dan d-e-f pada gambar 7.1, ketika
𝜕𝑔′′′
( ) = −𝑠 ′′′ ,
𝜕𝑇 𝑃

Di mana 𝑠′′′ adalah entropi khusus pada fase uap, kurva abc memiliki garis miring (slope)
negatif, yang besarnya sama entropi khusus 𝑠′′′. Demikian pula, kurva def juga memiliki slope
negatif, sama dengan entropi khusus s” pada zat cair. Perbedaan diantara entropi 𝑠′′′ dan 𝑠′′, 𝐼23
dibagi oleh suhu T:
𝐼23
𝑠 ′′′ − 𝑠 ′′ =
𝑇
Ketika 𝐼23 positif, 𝑠′′′ > 𝑠′′ dan besarnya slope pada kurva abc adalah lebih besar dari kurva
def. Kurva memotong titik b, e di mana 𝑔′′ = 𝑔′′′.
Poin c dan f mewakili dua keadaan sistem pada suhu dan tekanan yang sama tetapi fungsi
Gibbs di keadaan c lebih besar dari yang di keadaan f. Dalam proses spontan antara dua keadaan
pada suhu dan tekanan yang sama, fungsi Gibbs harus menurun. Maka transisi spontan dari
keadaan c ke keadaan f dimungkinkan, sementara dari keadaan f ke keadaan c tidak. Oleh karena
itu, keadaan f adalah keadaan keseimbangan stabil, sedangkan keseimbangan di keadaan c adalah
metastabil.
Keadaan d dan a berada pada suhu dan tekanan yang sama, tetapi fungsi gibbs di d lebih
besar dari yang di a. Maka keadaan a stabil dan keadaan d adalah metastabil.
Pada titik-titik b dan e, di mana fungsi gibbs keduanya sama, keseimbangannya netral.
Pada suhu ini dan tekanan zat bisa eksis tanpa batas, baik dalam fase, atau keduanya.
Jika substansi dalam gambar 7.1 diambil dari keadaan cair stabil pada titik f ke keadaan
uap stabil pada titik a, di proses f-e-b-a yang tidak membawanya ke dalam keadaan metastabil,
kurva yang mewakili proses di gambar 7.3 hanya terdiri dari segmen fe dan ba. Perpindahan fase
dari cair ke uap dalam proses e-b, disebut transisi orde pertama karena meskipun fungsi Gibbs
bergerak terus menerus di seluruh transisi, turunan pertamanya, sama dengan -s" atau -s'" dan
diwakili oleh lereng kurva fe dan ba, adalah terputus.
Pada prinsipnya ada juga fase transisi di mana kedua fungsi Gibbsnya dan turunan
pertamanya kontinu, tetapi perubahan turunan keduanya terputus. Dalam transisi seperti ini
panas laten transformasi adalah nol dan volumenya tidak berubah untuk sistem PvT. Namun,
karena
𝜕 2𝑔 𝜕𝑠 𝑐𝑃
( ) = −( ) = − ,
𝜕𝑇 𝑃 𝜕𝑇 𝑃 𝑇
Maka nilai cp harus berbeda dalam dua tahap. Contoh transisi tersebut adalah transisi-uap
cair pada titik kritis, transisi superkonduktor dari superkonduktor ke keadaan normal di medan
magnet nol, feromagnetik ke paramagnetik transisi dalam model sederhana, transformasi order-
disorder, dll. Eksperimen yang sangat berhati-hati telah dilakukan pada banyak sistem, beberapa
ke dalam sepersejuta derajat fase transisi . Tampak bahwa transisi superkonduktor mungkin satu-
satunya transisi orde kedua yang asli.
Sebuah grafik cp terhadap T untuk dua fase memiliki bentuk umum yang ditunjukkan pada
gambar 7.4, dan transisi mengambil nama dari kemiripan kurva ini dengan bentuk huruf Yunani.
nilai cp tidak berubah terputus-putus, tetapi variasinya dengan suhu berbeda dalam dua tahap.

7.6 Persamaan Clausius dan Clapeyron

Persamaan Clausius-Clapeyron mendeskripsikan variasi tekanan terhadap temperatur


pada sistem yang terdiri dari dua fase dalam keseimbangan.

dg = -s dT + v dP

Perubahan tekanan dan suhu sama untuk kedua fasa, maka :

-s’’ dT + v’’ dP = -s’’ dT + v’’ dP

(s’’’- s’’) dT = ( v’’’-v’’) dP

Perubahan entropi (s’’’- s’’) merupakan panas vaporasasi ( uap) I23, per temperatur maka
:
𝜕𝑃 𝐼23
(𝜕𝑇 )23 = 𝑇( v’’’−v’’)

Yang merupakan persamaan Clasius- Clapeyron.

Hal ini sama berlaku untuk padatan dan uap ( 13) atau padatan dan cair ( 12)
𝑑𝑃 𝐼13 𝑑𝑃 𝐼12
(𝑑𝑇 )13 = 𝑇( v’’’−v’’) ; (𝑑𝑇 )12 = 𝑇( v’’−v’)

Untuk mengintegrasikan persamaan Clausius-Clapeyron dan memperoleh pernyataan


untuk tekanan sebagai fungsi temperatur, panas transformasi dan volumenya harus diketahui
sebagai fungsi dari temperatur. Ini merupakan masalah penting dalam kimia fisika tetapi kami
tidak akan mengejar lebih jauh di sini kecuali menyebutkan bahwa jika variasi panas laten dapat
diabaikan, dan jika salah satu fase uap, dan jika uap diasumsikan gas ideal , dan jika volume
suatu cairan atau padat diabaikan dibandingkan dengan uap, integrasi dapat segera dilakukan.
Ekspresi yang dihasilkan
𝑑𝑃 23𝐼
(𝑑𝑇 ) = 𝑇(𝑅𝑇/𝑃),
23
𝑑𝑃 𝐼23 𝑑𝑇
=
𝑃 𝑅 𝑇2
23 𝐼
ln P = - 𝑅𝑇 + ln konstan..

Titik es didefinisikan sebagai suhu di mana es murni dan air-air jenuh berada dalam
kesetimbangan di bawah tekanan total 1 atm. Ada udara dalam ruang di atas zat padat dan cair
serta uap air, dan udara juga larut dalam air. Tekanan total P adalah 1 atm dan dengan definisi
suhu es suhu titik Tt. Sehingga suhu titik-tripel dan suhu titik-es berbeda selama dua alasan; satu
adalah bahwa tekanan total berbeda, dan yang lainnya adalah bahwa, pada titik es, fase cair tidak
hanya air murni.
Abaikan efek dari udara terlarut dan temukan suhu kesetimbangan es dan air murni ketika
tekanan meningkat dari titik tripel untuk tekanan 1 atm. Sehingga untuk keseimbangan cair-
padat,
𝑇(𝑣 ′′ − 𝑣 ′ )
𝑑𝑇 = 𝑑𝑃.
𝐼12

7.7 Hukum Ketiga Termodinamika

Misalkan suatu reaksi kimia terjadi pada sebuah bejana dengan tekanan tetap dan bejana
tersebut berkontak dengan reservoir pada suhu tetap T.
Bila suhu sistem naik akibat reaksi, maka panas akan mengalir dari sistem ke reservoir
sampai suhu menjadi T. Pada proses dengan tekanan sama, panas yang mengalir ke reservoir ini
sama dengan perubahan entalpi:
∆𝐻 = H2 – H1 = - Q
Apabila reaksi berupa :

Maka H1 merupakan entalpi perak dan asam klorida, sedangkan adalah entalphi perak
klorida dan hidrogen.

𝜕𝐺
H = G + TS = G- T(𝜕𝑇 )P, sehingga dapat ditulis :
𝜕𝐺2−𝐺1
G2 – G1 = H2 - H1 + T( )P
𝜕𝑇
𝜕𝐺2−𝐺1
∆G = ∆H + T( )P
𝜕𝑇
𝜕𝐺2−𝐺1
Jadi perubahan entalpi serupa dengan perubahan fungsi Gibbs bila T( )P mendekati
𝜕𝑇
nol.

Eksperimen Thomsen-Berhelot menunjukkan bahwa pada umumnya nilai ∆G mendekati


∆H bila suhu diturunkan.

Dari hal itu Nernst menyimpulkan bahwa pada suhu sangat rendah:
𝜕∆𝐺
lim ( 𝜕𝑇 ) P =0
𝑇→0
𝜕∆𝐻
lim ( 𝜕𝑇 ) P =0
𝑇→0
Maka,
𝜕(𝐺2−𝐺1) 𝜕(𝐻2−𝐻1)
lim ( ) P = lim ( ) P =0
𝑇→0 𝜕𝑇 𝑇→0 𝜕𝑇

𝜕𝐺
Tetapi karena (𝜕𝑇 )P = -S , maka diperoleh :

lim ( S2 – S1 ) =0
𝑇→0

Hal ini merupakan teorema panas Nernst yang menyatakan: Pada sekitar suhu absolut
nol, semua reaksi dalam liquid dan padat dalam keseimbangan internal berlangsung tanpa
perubahan entropi. Planck, 1911, berhipotesa lebih lanjut bahwa: Entropi setiap zat padat atau
cairan dalam keseimbangan internal pada suhu nol absolut adalah nol.

lim S =0
𝑇→0
Hal ini dikenal sebagai hukum termodinamika ketiga. Dari hal ini konstanta So adalah nol
pada To == 0 . Sehingga :
𝑇 𝑑𝑇 𝑇 𝑑𝑇
S ( V,T ) = ∫0 𝐶𝑣 ; S ( P,T ) = ∫0 𝐶𝑝
𝑇 𝑇

Karena entropi pada T harus finite, maka supaya integral tidak divergen :

lim Cv= 0 ; lim Cp= 0


𝑇→0 𝑇→0

Perubahan entropi sekitar suhu nol maka :


𝜕𝑆 𝜕𝑆
lim (𝜕𝑃)T = lim (𝜕𝑉)P =0
𝑇→0 𝑇→0

Menggunakan relasi Maxwell, diperoleh :


𝜕𝑉 𝜕𝑃
lim (𝜕𝑇 )P = lim (𝜕𝑇 )V =0
𝑇→0 𝑇→0

Karena V tetap finite ( bernilai tertentu ) ketika T mendekati nol, maka:

lim 𝛽 =0
𝑇→0

Misalkan eksperimen
Tampak bahwa CP dan CV akan mendekati nol bila suhu mendekati nol. Hukum ketiga
ini mempunyai implikasi bahwa tidak mungkin menurunkan suhu sistem sampai nol mutlak
dengan sejumlah operasi tertentu. Suhu terendah yang pernah dicapai di laboratorium adalah 10
K.Sebenarnya suhu 10-6 K hampir dapat dicapai oleh inti tembaga yang didinginkan, namun
karena kontak termal yang kurang baik(antara sistem spin inti dan kisi) sehingga seluruh sistem
kisi tidak dapat mencapai suhu rendah tersebut.
Teorema panas Nernst menyatakan bahwa :
Di sekitar lingkungan nol mutlak, semua reaksi pada zat cair maupun padat pada saat
seimbang tidak terjadi perubahan entropi.
Jika suhu referensi berdasarkan definisi termodinamika entropi diambil pada saat 𝑇0 = 0,
perubahan yang kosntan 𝑆0 = 0, dan perubahan fungsi linear dari suhu yang muncul dalam
pernyataan fungsi Gibbs dan Helmholtz untuk gas ideal adalah nol.
Jika zat dipanaskan pada volume konstan atau tekanan dari T = 0 sampai T = T, makan
entropi dari suhu T adalah:
𝑇 𝑑𝑇 𝑇 𝑑𝑇
S (V, T) = ∫0 𝐶𝑣 , 𝑆(𝑃, 𝑇) = ∫0 𝐶𝑃
𝑇 𝑇
Hukum ketiga juga menyatakan bahwa tidak mungkin untuk mengurangi suhu sistem
sampai nol absolut di beberapa batas nilai operasi. Metode yang paling efisien untuk
mencapai nol absolut adalah dengan mengisolasi sistem dari keadaan sekitar dan mengurangi
suhu dibawah lingkungan dalam proses adiabatik yang mana kerja dilakukan oleh sistem itu
sendiri pada pengeluaran energi dalam. Mempertimbangkan proses bolak-balik adiabatik yang
mana menempatkan sistem di bagian 1 ke bagian 2 oleh jalan yang merubah sifat X dan suhu T
dari sistem. Berdasarkan persamaan,
𝑇𝐶
𝑋𝑎
𝑆1 (𝑋𝑎, 𝑇𝑎 = ∫ 𝑑𝑇)
0 𝑇
Dan
𝑇𝐶
𝑋𝑏
𝑆2 (𝑋𝑏, 𝑇𝑏 = ∫ 𝑑𝑇)
0 𝑇
Di dalam proses bolak-balik adiabatik,
S1 (Xa, Ta) = S2 (Xb, Tb)
Oleh karena itu,
𝑇𝐶 𝑇𝐶
𝑋𝑎 𝑋𝑏
∫ 𝑑𝑇 = ∫ 𝑑𝑇
0 𝑇 0 𝑇
Jika proses berlanjut sampai 𝑇𝑏 = 0, maka masing-masing integral bertemu
𝑇𝐶
𝑋𝑎
∫ 𝑑𝑇 = 0
0 𝑇

Anda mungkin juga menyukai