Anda di halaman 1dari 2

Fenomena kebetulan bermakna diperkenalkan pertama kali oleh Psikiater asal Swiss, Carl Gustav Jung.

Jung, menamai fenomena tersebut dengan istilah Sinkronisitas. Inti konsepnya dapat dideskripsikan
sebagai berikut, terdapat peristiwa kausal atau kejadian dengan alur sebab-akibat yang dialami oleh
seseorang dan dalam perspektif orang tersebut yang mengalami, dia merasa terdapat kesan khusus
tertentu dan bermakna pada peristiwa yang dialaminya.

Kesan bermakna yang orang hadirkan pada pengalamanya akan suatu peristiwa kausal, ini merupakan
persfektif subjektif yang orang tersebut ciptakan sendiri. Dan tidak selamanya orang memberi
pertimbangan wajar pada semua peristiwa kausal yang mereka alami, karena orang akan kehilangan
makna dalam hidupnya.

Dengan kata lain dan bisa jadi, semua peristiwa yang kita alami ini telah ditakdirkan atau ada tangan-
tangan maha gaib yang pada keadaan tertentu melakukan intervensi. Atau semua peristiwa yang terjadi
dalam hidup ini merupakan takdir berdasarkan skenario yang telah diatur Tuhan.

Ada beberapa bantahan untuk fenomena singkronisitas ini. Misalnya, kalau kita pertimbangkan
probabilitas. Bisa kita lihat, bahwa segala peristiwa itu dapat disebut pasti dan determinis. Artinya,
dengan permodelan matematis, sudah pasti kita dapat telusuri keadaan apa dari probabilitas itu yang
akan atau mungkin terjadi, dengan kita pertimbangkan segala variabel yang ada.

Semisal kalau kita lempar sebuah dadu dan kemudian kita lihat mata dadu yang muncul adalah 1. Dan
kita bertanya, ''kenapa kok bisa 1 yang muncul ?'' Secara determinis kita bisa bangun sebuah model
matematis, di mana kita bisa perhitungkan semua variabel yang memungkinkan. Seperti, berat dadu,
tekanan udara, kecepatan lemparan, dsb. Setelah kita perhitungkan semuanya. Seharusnya, kalau dadu
itu patuh terhadap determinisme. Sudah pasti perhitungan tersebut akan memberi hasil, bahwa mata
dadu yang muncul itu 1.

Dalam hal ini, kasus singkronisitas itu terjadi ketika, semisal seseorang yang melempar dadu tersebut
merasakan ada kesan khusus tertentu terhadap angka 1 sehingga dia dapat menganggap, bahwa
probabilitas munculnya mata dadu itu sebagai sebuah kebetulan bermakna atau bisa karena ada situasi
menguntungkan tertentu dari perspektif orang tersebut. Contoh kasus singkronisitas seperti ini dapat
tergolong sebagai bias kognitif.

Tapi terlepas bahwa singkronisitas itu adalah sebuah bias kognitif belaka. Kenyataannya, kita
memandang segala peristiwa dalam hidup kita ini penuh arti dan penuh makna. Adakalanya, kita tidak
harus sepaneng dengan sekeptisme matematika, karena seorang matematikawan pun bisa merasakan
adanya kesan khusus tertentu pada keindahan estetis sebuah persamaan matematis.

Terlebih lagi karena determinisme sudah runtuh di alam kuantum. Dan lebih dalam lagi, ada kesan
tersirat yang alam sembunyikan. Sudah cukup panjang kalau tambah bahasan lagi, terkait hadirnya
kasus-kasus transenden dari alam kuantum.

"Hume melihat dengan jelas bahwa beberapa konsep, misalnya sebab-akibat, tak dapat dideduksi
dengan metodologis dari per-sepsi kita terhadap pengalaman." - Einstein

Kenapa dunia keseharian kita tetap terlihat berjalan normal ? Peristiwa-peristiwa yang kita jumpai
sehari-hari sudah terlalu mainstream dan sangat membosankan. Entahlah, mungkin seolah terdapat
suatu era kesadaran kolektif yang menuntut bahwa peristiwa yang terjadi pasti akan seperti itu. Sebut
saja ini adalah era skeptisme, sesuatu haruslah spesifik dan logis untuk dapat terjamin kebenaranya dan
sesuatu tersebut harus tetap konsisten pada jalur logisnya. Sampai ada munculnya peristiwa aneh yang
ke luar dari jalur logisnya dan sekaligus mengakhiri era skeptisme tersebut. Haruskah ada peristiwa
besar yang mampu memicu kepanikan ?

Anda mungkin juga menyukai