Anda di halaman 1dari 28

PERKEMBANGAN PERBANKAN INDONESIA DAN

ARSITEKTUR PERBANKAN INDONESIA

DISUSUN OLEH :

ANITA MARIA 12112087

PROGRAM STUDI TEKNIK INFORMATIKA


FAKULTAS TEKNOLOGI INFORMASI
UNIVERSITAS MERCU BUANA YOGYAKARTA
2015
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dunia perbankan di Indonesia telah mengalami perkembangan yang signifikan dimulai


dari berdirinya bank Indonesia sebagai bank sentral, dan kemudian diiringi dengan berdirinya
bank-bank lain sebagai bank swasta yang melengkapi fungsi-fungsi lain bank dengan segalanya
jenis inovasi pelayanan (service) yang semakin meningkat dari periode-ke periode.
Awal kegiatan perbankan dimulai dengan kegiatan transaksi barang dan jasa dengan
melalui pertemuan langsung atau istilahnya dikenal dengan barter. Sejalan dengan
perkembangan waktu, kegiatan transaksi dalam perekonomian tidak hanya dengan cara barter
saja. Cara transaksi barang dan jasa modern diawali dengan adanya perantara dalam kegiatan.
Kehadiran pihak perantara, baik dalam pengertian lembaga maupun pengertian fisik, menjadi
seseuatu yang sangat penting yang selanjutnya lebih dikenal dengan istilah lembaga keuangan.
Atas dasar inilah mengapa kami menyusun makalah ini agar dapat memberikan sebuah
sumber bacaan mengenai dunia perbankan yang belum terlalu banyak dikenal oleh mahasiswa
umum, namun begitu penting kehadirannya dalam dunia perekonomian nasional.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana perkembangan lembaga keuangan di Indonesia?
2. Apa saja sistem perbankan yang berlaku di Indonesia?
3. Apa saja sistem lembaga keuangan di Indonesia?
4. Mengapa kita perlu mengetahui sistem perbankan di Indonesia?
5. Bagaimana arsitektur perbankan di Indonesia?
C. TUJUAN
Sebagai sebuah karya, makalah yang kami susun tentu memiliki tujuan. Tujuan penulis
dalam penyusunan makalah ini diantaranya agar pembaca terutama sebagai calon penerus bangsa
dapat :
1. Memahami pengertian perbankan.
2. Memahami manfaat dan guna perbankan dan lembaga keuangan di Indoneia
3. Mengetahui arsitektur perbankan Indonesia.
4. Mengikuti perkembangan perbankan nasional dari tahun ke tahun.
Dengan adanya pembahasan tentang Perkembangan Perbankan Indonesia dan Arsitektur
Perbankan Indonesia ini diharapkan pembaca dapat memahami lebih lanjut tentang dunia
perbankan dalam aktivitas ekonomi dan bisnis di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN

I. PERKEMBANGAN PERBANKAN DI INDONESIA


A. Sejarah Perkembangan Perbankan
a. Zaman Babilonia ( ± 2000 tahun sebelum masehi)
Pada zaman ini praktik perbankan didominasi dengan transaksi peminjaman emas dan
perak pada kalangan pedagang yang membutuhkan dengan tingkat bunga 20% per bulan.
Bank yang melakukan praktik ini disebut Temples of Babylon.
b. Zaman Yunani ( ± 500 tahun sebelum masehi )
Pada zaman inipraktik perbankan mulai berkembang yaitu menerima simpanan uang dari
masyarakat dan menyalurkannya pada kalangan bisnis. Pihak bank mendapatkan
penghasilan dengan menarik biaya dari jasa penyimpanan uang masyarakat. Pada zaman
ini mulai muncul bank-bank swasta.
c. Zaman Romawi
Pada Zaman ini praktik perbankan mulai berkembang yaitu dengan ditandainya praktik
tukar – menukar uang, menerima deposito, member kredit, dan melakukan transfer dana.
d. Era perbankan modern pada abak ke-16 ( Inggris, Belanda, dan Belgia)
Pada era itu para tukang emas bersedia menerima uang logam (emas dan perak) untuk
disimpan . Tanda bukti penyimpanan emas ini ditunjukkan dengan surat deposito yang
disebut goldsmith’s note. Dalam perkembangan goldsmith’s note ini dikeluarkan oleh
tukang emas sebagai alat pembayaran yang syah. Inilah cikal bakal munculnya uang
emas.
e. Awal era perbankan modern
Pada era ini pengaturan kredit dibagi menjadi tiga yaitu : pinjaman penjualan, wesel, dan
pinjaman laut. Pinjaman penjualan dikhususkan untuk membantu pembelian hasil-hasil
panenan dan membantu para produsen. Wesel (bill of exchange) digunakan untuk
pengiriman uang ke luar negeri. Pinjaman laut ditujukan untuk para pembuat kapal.
B. Bentuk Lembaga Keuangan
Sesuai Surat Keputusan Mentri Keuangan Republik Indonesia No. 792 tahun 1990
tentang “ Lembaga Keuangan”, lembaga keuangan diberi batasan sebagai semua badan yang
kegiatannya di bidang keuangan, melakukan penghimpunan dan penyaluran dana kepada
masyarakat terutama membiayai perusahaan. Secara umum lembaga keuangan dapat
dikelompokkan dalam dua bentuk, yaitu bank dan bukan bank. Perbedaan antara bank dan bukan
bank yaitu :
Lembaga Keuangan
Kegiatan Bank Bukan Bank
 Secara langsung berupa simpanan  Hanya secara tidak langsung
dana masyarakat ( tabungan, giro, dari masyarakat (terutama
deposito) melalui kertas berharga, dan
Penghimpunan  Secara tidak langsung dari bisa juga dari penyertaan,
Dana masyarakat (kertas berharga, peminjaman/kredit dari
penyertaan, pinjaman/kredit dari lembaga lain)
lembaga lain)
 Untuk tujuan modal kerja, investasi,  Terutama untuk tujuan
konsumsi investasi
 Kepada badan usaha dan individu  Terutama kepada badan
Penyaluran Dana  Untuk jangka pendek, menengah, usaha
dan panjang  Terutama untuk jangka
menengah dan panjang

Berdasarkan undang-undang No. 10 tahun 1998 tentang “ Perubahan atas undang-undang


No. 7/1992 tentang perbankan”, lembaga keuangan bank terdiri dari bank umum dan bank
perkreditan rakyat. Bank umum dan bank perkreditan rakyat dapat memilih untuk melaksanakan
kegiatan usahanya atas dasar prinsip bank konvesional atau bank berdasarkan prinsip syariah.
Lembaga keuangan bukan bank dapat berupa lembaga pembiayaan (perusahaan sewa guna
usaha, perusahaan kartu kredit,perusahaan modal ventura, perusahaan jasa anjak piutang,
perusahaan pembiayaan konsumen, perusahaan perdagangan surat berharga) usaha
perasuransian, dana pension, pegadaian, pasar modal, dan lain-lain.
C. Fungsi Bank
Secara umum fungsi utama nbank adalah menghimpun dana dari masyarakat dan
menyalurkannya kembali kepada masyarakat untuk berbagai tujuan atau sebagai financial
intermediary. Secara khusus fungsi bank yaitu :
a. Agent of trust
Dasar utama kegiatan bank atas dasar kepercayaan baik dalam hal penghimpunan dana
maupun penyaluran dana.
b. Agent of Development
Lembaga yang memobilisasi dana untuk pembangunan ekonomi. Antara kegiatan sector
riil dengan sector moneter itu saling berkaitan.
c. Agent of Service
Jasa yang ditawarkan bank ini erat kaitannya dengan kegiatan perekonomian masyarakat
secara umum. Jasa ini antara lain dapat berupa jasa pengiriman uang, penitipan barang
berharga, pemberian jaminan bank, dan penyelesaian tagihan.
D. Lembaga Keuangan Sebagai Lembaga Perantara
Lembaga keuangan pada dasarnya mempunyai fungsi mentransfer dana (loanable funds)
dari penabung atau unit surplus (lenders) kepada peminjam (borrowers) atau unit defisit.
Gambar : Proses Transaksi Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank

Bank

Bank sentral,
bank umum, bank
perkreditan
Unit Unit

Lembaga
pembiayaan,
asuransi, dana
pensiun,
E. Peran Bank Dan Lembaga Keuangan Bukan Bank
Bank dan lembaga keunangan bukan bank mempunyai peran yang penting dalam system
keuangan, yaitu :
a. Pengalihan asset (asset transmutation)
Dalam hal ini bank dan lembaga bukan bank berperan sebagai pengalihan dana/asset dari
unit surplus ke unit defisit. Dalam kasus lain, pengalihan asset dapat juga terjadi jika
bank dan lembaga bukan bank meneertibkan sekuritas sekunder (giro, deposito
berjangka, dana pension dan sebagainya) yang kemudian dibeli oleh unit surplus dan
selanjutnya ditukarkan dengan sekuritas primer (saham, obligasi,promes,commercial
paper dan sebagainya) yang diterbitkan oleh unit deficit.
b. Transaksi (transaction)
Bank dan lembaga keuangan bukan bank memberikan berbagai kemudahan kepada
pelaku ekonomi untuk melakukan transakasi barang maupun jasa dimana dalam transaksi
ini tidak terlepas dari transaksi keuangan. Produk-produk yang dikeluarakan oleh bank
dan lembaga bukan bank (giro, tabungan, deposito, saham, dan sebagainya) merupakan
pengganti uang dan dapat digunakan sebagai alat pembayaran.
c. Likuiditas (liquidity)
Pemberian alternatik pengelolaan likuiditas dari produk-produk yang ditawarkan seperti
giro, tabungan, deposito, dan sebagainya dari unit surplus ke unit deficit.
d. Efisisensi (efficiency)
Bank dan lembaga keuangan bukan bank dengan melakukan interaksi unit surplus dan
unit deficit secara efisien. Peranan bank dan lembaga keuangan bukan bank sebagai
broker adalah menemukan peminjaman dan penggunaan modal tanpa mengubah
produknya.
II. PERKEMBANGAN BANK DI INDONESIA

Dalam dunia Perbankan di Indonesia dalam kurung waktu belakangan ini mengalami
berbagai macam perubahan. Dalam pembahasan ini terdapat 4 macam periode yang pernah
terjadi di Indonesia :
1. Dari tahun 1988-1996
2. Dari tahun 1997-1998
3. Dari tahun 1999-2002
4. sampai sekarang.

1. Periode 1988 – 1996


Dikeluarkannya paket deregulasi 27 Oktober 1988 (Pakto 88), antara lain berupa
relaksasi ketentuan permodalan untuk pendirian bank baru telah menyebabkan munculnya
sejumlah bank umum berskala kecil dan menengah. Pada akhirnya, jumlah bank umum di
Indonesia membengkak dari 111 bank pada Oktober 1988 menjadi 240 bank pada tahun 1994‐
1995, sementara jumlah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) meningkat drastis dari 8.041 pada tahun
1988 menjadi 9.310 BPR pada tahun 1996

2. Periode 1997 – 1998


Pertumbuhan pesat yang terjadi pada periode 1988 – 1996 berbalik arah ketika memasuki
periode 1997 – 1998 karena terbentur pada krisis keuangan dan perbankan. Bank Indonesia,
Pemerintah, dan juga lembaga‐lembaga internasional berupaya keras menanggulangi krisis
tersebut, antara lain dengan melaksanakan rekapitalisasi perbankan yang menelan dana lebih dari
Rp 400 triliun terhadap 27 bank dan melakukan pengambilalihan kepemilikan terhadap 7 bank
lainnya. Secara spesifik langkah‐langkah yang dilakukan untuk menanggulangi krisis keuangan
dan perbankan tersebut adalah:
a) Penyediaan likuiditas kepada perbankan yang dikenal dengan Bantuan Likuiditas Bank
Indonesia (BLBI)
b) mengidentifikasi dan merekapitalisasi bank‐bank yang masih memiliki potensi untuk
melanjutkan kegiatan usahanya dan bank‐bank yang memiliki dampak yang signifikan terhadap
kebijakannya
c) Menutup bank‐bank yang bermasalah dan melakukan konsolidasi perbankan dengan
melakukan marger
d) Mendirikan lembaga khusus untuk menangani masalah yang ada di industri perbankan seperti
Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN)
e) Memperkuat kewenangan Bank Indonesia dalam pengawasan perbankan melalui penetapan
Undang‐Undang No. 23/1999 tentang Bank Indonesia yang menjamin independensi Bank
Indonesia dalam penetapan kebijakan.

3. Periode 1999 – 2002

Krisis perbankan yang demikian parah pada kurun waktu 1997 – 1998memaksa
pemerintah dan Bank Indonesia untuk melakukan pembenahan di sektor perbankan dalam rangka
melakukan stabilisasi sistem keuangan dan mencegah terulangnya krisis. Langkah penting yang
dilakukan sehubungan dengan itu adalah:
a) Memperkuat kerangka pengaturan dengan menyusun rencana implementasi yang jelas untuk
memenuhi 25 Basel Core Principles for Effective Banking Supervision yang menjadi standard
internasional bagi pengawasan bank
b) Meningkatkan infrastruktur sistem pembayaran dengan mengembangkan Real Time Gross
Settlements (RTGS)
c) Menerapkan bank guarantee scheme untuk melindungi simpanan masyarakat di bank
d) Merekstrukturisasi kredit macet, baik yang dilakukan oleh BPPN, Prakarsa Jakarta maupun
Indonesian Debt Restrukturing Agency (INDRA)
e) Melaksanakan program privatisasi dan divestasi untuk bankbank BUMN dan bank‐bank yang
direkap
f) Meningkatkan persyaratan modal bagi pendirian bank baru.
4. Periode 2002 – Sekarang
Berbagai perkembangan positif pada sektor perbankan sejak dilaksanakannya program
stabilisasi antara lain tampak pada pemberian kredit yang mulai meningkat pada inovasi produk
yang mulai berjalan, seperti pengembangan produk derivatif (antara laincredit linked notes),
serta kerjasama produk dengan lembaga lain (reksadana dan bancassurance)
III. ARSITEKTUR PERBANKAN INDONESIA
1. Basel Core Principle

Pertumbuhan jumlah bank swasta yang sangat cepat mulai tahun 1980-an ternyata
membawa perekonomian Indonesia ke suatu tahapan baru dalam perkembangannya.
Peran sektor perbankan dalam memobilisasikan dana masyarakat untuk berbagai tujuan telah
mengalami peningkatan yang sangat besar. Sektor perbankan, yang sebelumnya tidak lebih
hanya sebagai fasilitator kegiatan pemerintah dan beberapa perusahaan besar, telah berubah
menjadi sektor yang sangat berpengaruh bagi perekonomian.

Perkembangan yang pesat tersebut tampaknya tidak diikuti perkembangan penerapan


prinsip kehati-hatian yang seimbang, bahkan istilah tersebut terdengar masih asing bagi sebagian
para bankir apalagi masyarakat awam pada waktu itu. Kenyataan tersebut menyebabkan pada
akhir tahun 1990-an terjadi masalah besar dalam dunia perbankan di Indonesia. Secara
bersamaan, sebagian besar bank-bank yang ada dalam kondisi bermasalah. Otoritas moneter
dengan sangat terpaksa harus melikuidasi banyak bank yang dipandang tidak dapat diselamatkan
lagi.

Bank for International Settlement (BIS) telah lama mencari tahu praktik-praktik
perbankan yang dianggap dapat menciptakan dunia perbankan yang efisien dan efektif dalam
perannya sebagai financial intermediary. Menyadari adanya prinsip-prinsip yang telah
dirumuskan dalam BIS dan perlunya merancang ulang sektor perbankan di Indonesia dalam
jangka panjang, otoritas moneter berusaha untuk membuat Arsitektur Perbankan Indonesia
(API). Adanya API, berarti Bank Indonesia secara bertahap berkeinginan untuk menerapkan
praktik-praktik terbaik internasional yang tercakup dalam 25 Prinsip Pokok Basel untuk
pengawasan perbankan yang efektif (Basel Core Principles for Effective Banking Supervision),
sehingga dalani jangka waktu lima tahun ke depan diharapkan Indonesia telah sejajar dengan
negara-negara lain yang telah lebih dahulu menerapkan prinsip-prinsip tersebut.

The Basel Committee on Banking Supervision adalah sebuah komite otoritas pengawas
perbankan yang didirikan oleh gubernur bank sentral dari negara-negara G-10 pada tahun 1975.
Lembaga ini terdiri dari wakil-wakil senior dari otoritas pengawas perbankan dan bank sentral
dari Belgia, Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Luksemburg, Belanda, Swedia, Swiss,
Inggris, dan Amerika Serikat. Lembaga ini biasanya bertemu di the Bank for International
Settlements di kota Basel-Swiss, yang juga merupakan lokasi sekretariat tetapnya.

Komite ini telah menyusun dua jenis dokumen, yaitu :

1. Paket lengkap Core Principles for Effective Banking Supervision (The Basel Core
Principles).
2. Compendium (akan diperbarui secara periodik) terhadap semua rekomendasi, pedoman,
dan standar yang telah dikeluarkan oleh Basel Committee yang sebagian besar saling
berkaitan dengan core principles.

Kedua dokumen tersebut telah disetujui oleh gubernur bank sentral negara-negara G- 10.
Dokumen tersebut telah diserahkan kepada menteri keuangan negara G-7 dan G- 10 sebelum Denver
Summit pada Juni 1997 dengan harapan bahwa mereka akan dapat mewujudkan mekanisme bagi
penguatan stabilitas keuangan di masing-masing negara.

Untuk mengembangkan prinsip-prinsip tersebut, Basel Committee telah bekerja sama erat
dengan otoritas pengawasan di luar negara G- 10. Dokumen tersebut telah disusun dalam suatu
grup yang terdiri dari perwakilan Basel Committee dan juga dari negara Chili, Cina, Republik
Czech, Hong Kong, Meksiko, Rusia, dan Thailand. Sembilan negara yang lain (Argentina, Brazil,
Hungaria, India, Indonesia, Korea, Malaysia, Polandia, dan Singapura) juga terlibat dalam
kegiatan ini. Draf atas dokumen tersebut juga disusun berdasarkan hasil konsultasi dengan
pengawas perbankan yang lebih banyak lagi, baik secara langsung maupun melalui grup pengawas
perbankan regional.

The Basel Core Principle terdiri dari dua puluh lima prinsip dasar yang perlu ada bagi
terwujudnya sistem pengawasan yang efektif. Prisip-prinsip tersebut berkaitan dengan:

 Persyaratan bagi pengawasan perbankan yang efektif – prinsip ke-1


 Perizinan dan Struktur – prinsip ke-2 hingga ke-5
 Peraturan Prinsip kehati-hatian – prinsip ke-6 hingga ke-15
 Metode Pengawasan Perbankan Terus-menerus – prinsip ke-16 hingga ke-20
 Informasi – prinsip ke-21
 Wewenang Formal Pengawasan – prinsip ke-22
 Perbankan Lintas Negara – prinsip ke-23 hingga ke-25

The basel core priniple dimaksudkan sebagai acuan dasar bagi pengawas dan otoritas
publik lain di semua negara secara internasional.

Keduapuluh lima inti dalam pengawasan perbankan yang efektif, seperti yang telah
dirumuskan BIS, meliputi:

Persyaratan Pengawasan Perbankan yang Efektif

1. System pengawasan perbankan yang efektif memiliki tanggung jawab dan tujuan yang
jelas pada setiap badan yang terlibat dalam pengawasan. Setiap badan harus memiliki
independensi dan sumber daya yang sesuai. Kerangka legal bagi pengawasan perbangkan
juga diperlukan, yang mencakup pemberian otorisasi organisasi perbankan dan
pengawasan yang terus menerus, wewenang menentukankesesuaian dengan peraturan
dan juga berkaitan dengan kehati-hatian, serta perlindungan hokum bagi pengawas.
Pengaturan keterkaitan informasi bagi pengawas dan perlindungan kerahasiaan informasi
tersebut juga harus ada.

Perizinan dan Struktur

2. Kegiatan dari lembaga yang diberikan izin dan diawasi harus dirumuskan dengan jelas,
dan penggunaan nama “bank” harus dikendalikan sejauh mungkin.

3. Lembaga pemberi izin harus berwenang menentukan persyaratan dan juga menolak
pendirian yang tidak sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Proses perizinan paling
tidak mencakup penelitian terhadap struktur kepemilikan bank, direktur, dan manajemen
senior; pengendalian internal; proyeksi kondisi keuangan yang mencakup modal awal;
dan bila pendirinya adalah bank asing rekomendasi dari pengawas perbankan tempat asal
bank tersebut juga harus ada.

4. Pengawas perbankan harus memiliki wewenang untuk menilai dan menolak usulan
pemindahan kepemilikan atau pengendalian dalam jumlah besar ke pihak lain.
5. Pengawas harus memiliki wewenang untuk menentukan persyaratan penilaian akuisi atau
investasi besar oleh suatu bank dan juga memastikan bahwa tindakan tersebut akan
menyebabkan bank menanggung risiko yang berlebihan dan menghalangi pengawasan
yang efektif.

Peraturan dan Persyaratan Kehati-hatian

6. Pengawas perbankan harus menetapkan peraturan modal minimum yang tepat dan sesuai
prinsip kehati-hatian bagi semuabank. Persyaratan tersebut harus mencerminkan risiko yang
dihadapi bank dengan menetapkan komponen modal sehingga dapat mencerminkan kemampuan
bank menyerap kerugian. Setidaknya untuk bank yang aktif secara internasional, peraturan ini
harus tidak lebih rendah daripada yang telah ditetapkan dalam Basel Capital Accord dan
perubahannya.

7. Bagian penting dari suatu sistem pengawasan adalah penilaian kebijakan, praktik, dan prosedur
bank dalam kaitannya dengan pemberian pinjaman, investasi, serta pengelolaan pinjaman dan
portofolio investasi yang telah dilakukan.

8. Pengawas perbankan harus memastikan bahwa bank menjalankan kebijakan, praktik,


dan prosedur untuk evaluasi terhadap kualitas aset, ketepatan antisipasi kredit
macet, dan ketepatan pencadangan kredit macet.

9. Pengawas perbankan harus memastikan bahwa bank memiliki sistem informasi manajemen
yang memungkinkan manajemen mengidentifikasikan tingkat konsentrasi portofolionya.
Pengawas harus menetapkan batas kehati-hatian untuk membatasi risiko bank terhadap pem
injarn atau grup tertentu.

10. Dalam rangka rnencegah kerancuan akibat pemberian pinjaman yang saling berkaitan,
pengawas perbankan harus mengatur agar bank yang memberikan pinjaman kepada perusahaan-
perusahaan atau perorangan yang saling berkaitan dilakukan secara independen dan tidak
mendominasi, sehingga dapat dimonitor secara efektif dan perlu dilakukan tindakan lain untuk
mengendalikan risikonya.
11. Pengawas perbankan harus memastikan bahwa bank memiliki kebijakan dan prosedur yang
tepat untuk rnengidentifikasi, memonitor, dan mengendalikan risiko negara (country risk) dan
risiko transfer (transfer risk) dalam pinjaman dan investasi internasionalnya, sehingga juga
dapat memiliki cadangan yang sesuai untuk risiko tersebut.

12. Pengawas perbankan harus memastikan bahwa bank memiliki sistem yang dapat secara akurat
mengukur, memonitor, dan mengendalikan risiko pasar. Pengawas harus memiliki wewenang
untuk menerapkan batasan tertentu dan atau persyaratan modal tertentu yang terkait risiko pasar
tersebut (market risk exposures).

13. Pengawas perbankan harus memastikan bahwa bank memiliki proses manajemen risiko
komprehensif (termasuk pengawas manajemen senior dan direktur) untuk
mengidentifikasikan, memonitor, dan mengendalikan semua risiko penting lain sehingga dapat
menetapkan persyaratan modal yang diperlukan.

14. Pengawas perbankan harus mewajibkan bank agar memiliki pengendalian internal yang sesuai
dengan karakter dan skala bisnis masing-masing bank. Hal ini harus mencakup
pengaturan yang jelas terhadap pendelegasian kewenangan dan tanggung jawab; pemisahan
fungsi tanggung jawab, pembayaran, dan pengelolaan aset dan kewajiban; rekonsiliasi
proses-proses tersebut; perlindungan aset; audit internal dan eksternal yang tepat; dan
kesesuaian fungsi-fungsi tersebut dengan peraturan dan perundang-undangan.

15. Pengawas perbankan harus mewajibkan bank agar memiliki kebijakan, praktik, dan prosedur
yang tepat (termasuk aturan ketat tentang pemahaman terhadap konsumen) untuk
menciptakan standar profesional dan etis yang tinggi dalam sektor keuangan sehingga dapat
mencegah penyalahgunaan bank secara sengaja atau tidak sengaja untuk tujuan kriminal.

Metode Pengawasan Perbankan Berkelanjutan

16. Sistem pengawasan perbankan yang efektif harus mencakup pengawasan langsung clan tidak
langsung.
17. Pengawas perbankan harus memiliki interaksi rutin dengan manajemen bank dan pemahaman
lengkap terhadap kegiatan bank tersebut.

18. Pengawas perbankan harus memiliki alat untuk mengumpulkan, menilai, dan menganalisis
laporan pelaksanaan prinsip kehati-hatian dari bank secara mandiri maupun terkonsolidasi.

19. Pengawas perbankan harus memiliki alat validasi independen terhadap informasi pengawasan
baik melalui penelitian langsung maupun melalui auditor eksternal.

20. Unsur penting dari pengawasan perbankan adalah kemampuan pengawas untuk mengawasi
grup perbankan secara terkonsolidasi.

Peraturan Informasi

21. Pengawas perbankan harus memastikan bahwa setiap bank merniliki pencatatan yang baik
sesuai kebijakan akuntansi sehingga memungkinkan pengawas mendapatkan gambaran yang
benar dan wajar tentang kondisi keuangan bank serta tingkat keuntungannnya. Bank juga
harus memublikasikan secara teratur laporan keuangan yang secara wajar mencerminkan
kondisi bank.

Kewenangan Formal Pengawas

22. Pengawas perbankan harus memiliki kebijakan pengawasan yang tepat untuk menjalankan
tindakan perbaikan terjadwal bila perbankan tidak memenuhi prinsip kehati-hatian (misalnya
rasio kecukupan modal), bila ada pelanggaran peraturan, atau bila deposan terancam karena
berbagai hal. Dalam kondisi yang ekstrem, hal ini harus mencakup kemampuan untuk
rnencabut izin bank atau merekomendasikan pencabutan izin usaha bank.

Perbankan Antar Negara

23. Pengawas perbankan harus melaksanakan pengawasan terkonsolidasi secara internasional


terhadap bank yang aktif secara internasional, pernonitoran, dan penerapan prinsip kehati-
hatian terhadap semua aspek bisnis dari bank yang aktifsecara internasional (terutama melalui
cabang luar negeri, joint venture luar negeri, clan anak perusahaan di luarnegeri).
24. Unsur kunci dari pengawasan terkonsolidasi adalah pertukaran informasi dengan berbagai
pengawas perbankan yang lain, terutama pengawas nasional yang berwenang.

25. Pengawas perbankan menetapkan agar bank asing juga menerapkan standar yang sama dengan
standar bagi bank domestik dan pengawas juga harus memiliki wewenang untuk mendapatkan
informasi yang diperlukan dari pengawas perbankan asal bank asing tersebut untuk
menjalankan pengawasan terkonsolidasi.

Dalam melaksanakan prinsip-prinsip di atas untuk menuju pengawasan perbankan yang efektif,
hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :

 tujuan utama pengawasan adalah menciptakan stabilitas dan kepercayaan dalam sistem
keuangan, sehingga dapat mengurangi risiko kerugian bagi deposan dan kreditor yang
lain;
 pengawas perlu mendorong tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance)
dengan cara menciptakan struktur dan tanggung jawab yang tepat bagi dewan direksi dan
manajemen senior bank serta mengusahakan pengawasan dan transparansi pasar;
 agar pengawas dapat secara efektif menjalankan tugasnya, pengawas harus memiliki
independensi, alat, dan wewenang untuk mendapatkan informasi langsung dan tidak
langsung, serta wewenang untuk menerapkan keputusannya;
 pengawas harus memahami bidang usaha yang dijalankan oleh bank yang diawasi dan
memastikan bahwa risiko yang dihadapi bank telah dikelola dengan baik;
 pengawasan perbankan yang efektif perlu memastikan bahwa profit risiko masingmasing
bank telah dianalisis dan mengalokasikan sumber daya yang diperlukan;
 pengawas harus memastikan bahwa bank memiliki sumber daya yang sesuai untuk
mengelola risiko termasuk masalah modal yang cukup, manajemen yang baik, serta sistem
pengendalian dan akuntansi yang efektif; dan
 kerja sama erat dengan pengawas yang lain merupakan sesuatu yang penting, terutama
menyangkut operasi bank antar negara.
2. Pengertian Arsitektur Perbankan Indonesia

Arsitektur Perbankan Indonesia adalah Kerangka dasar sistem perbankan Indonesia yang
bersifat menyeluruh dan memberi arah , bentuk dan tatanan industri perbankan untuk rentang
waktu 5 s/d 10 tahun kedepan. API jadi sangat dibutuhkan dalam rangka memperkuat dasar-
dasar industri perbankan. Krisis 1997 menunjukkan bahwa industri perbankan secara umum dan
BI sebagai pengawas belum kokoh. API adalah program restrukturisasi perbankan pasca
International Monetery Fund (IMF). BI mulai implementasikan API sejak 2004 dan dijalankan
secara bertahap s/d 2013 (10 Tahun)..

VISI API :

A. Menciptakan sistem perbankan yang sehat, kuat, dan efisien,

B. Menciptakan kestabilan sistem keuangan,

C. Mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

3. Enam Pilar API :

Dalam rangka menciptakan perbankan yang sehat, kuat dan efisien guna menciptakan
kestabilan keuangan nasional maka ditetapkan 6 (enam) pilar API, yang meliputi :

a. Menciptakan struktur perbankan domestik yang sehat sehingga mampu memenuhi


kebutuhan masyarakat dan mendorong pembangunan ekonomi nasional yang
berkesinambungan.
b. Menciptakan sistem pengaturan dan pengawasan bank yang efektif dan mengacu pada
standar internasional.
c. Menciptakan industri perbankan yang kuat dan memiliki daya saing yang tinggi serta
memiliki ketahanan dalam menghadapi resiko.
d. Menciptakan good corporate governance dalam rangka memperkuat kondisi internal
perbankan nasional.
e. Mewujudkan infrastruktur yang lengkap untuk mendukung terciptanya industri
perbankan yang sehat.
f. Mewujudkan pemberdayaan dan perlindungan konsumen jasa perbankan.

Tantangan Masa Depan

Tantangan yang paling dirasakan dalam dunia perbankan saat ini adalah pengelolaan resiko
dengan sebaik-baiknya. Untuk mewujudkan perbankan di Indonesia yang lebih kokoh, perbaikan
harus dilakukan di berbagai bidang terutama untuk menjawab tantangan-tantangan yang dihadapi
dunia perbankan beberapa tahun belakangan ini, diantaranya :

a. Pertumbuhan kredit perbankan yang masih rendah


Pertumbuhan ekonomi yang tinggi memerlukan pertumbuhan kredit perbankan yang
cukup besar. Sementara, kondisi permodalan perbankan Indonesia perlu diperbaiki.
Selain hambatan pada permodalan bank, penyaluran kredit dalam banyak hal juga
terhambat oleh keengganan sebagian bank untuk menyalurkan kredit karena kemampuan
manajemen risiko dan keahlian pokok perbankan (care banking skill) yang relatif masih
lemah, dan biaya operasional yang relatif tinggi.
b. Struktur perbankan yang belum optimal
Belum optimalnya struktur perbankan di Indonesia ditandai oleh terkonsentrasinya
struktur perbankan hanya pada 11 bank besar yang menguasai 75% asset perbankan
Indonesia. Bank-bank kecil perlu mendapatkan perhatian karena selain jumlahnya relatif
banyak, bank-bank kecil juga memiliki cakupan usaha yang relatif sama dengan bank-
bank besar namun dengan kemampuan operasional, manajemen resiko, dan corporate
governance yang relatif terbatas.
c. Pemenuhan kebutuhan layanan perbankan yang masih kurang
Masih lemahnya pemenuhan kebutuhan masyarakat atas layanan perbankan ditandai
dengan seringnya terdengar keluhan dari masyarakat mengenai kurangnya akses terhadap
kredit dan tingginya suku bunga kredit serta masih banyaknya praktik penyediaan jasa
keuangan informal. Kualitas pelayanan tidak hanya menyangkut manfaat ekonomi dari
pelayanan jasa keuangan tetapi juga antisipasi terhadap efek samping dari peningkatan
peran jasa perbankan seperti kejahatan dan penipuan.
d. Pengawasan bank yang masih perlu ditingkatkan
Pengawasan bank merupakan bidang yang sangat dinamis dan luas cakupannya,
peningkatan kualitas pengawasan merupakan upaya yang patut dilaksanakan secara terus-
menerus oleh Bank Indonesia. Lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merupakan
lembaga lain yang suatu saat diharapakan dapt lebih mengefektifkan pengawasan tidak
hanya pada perbankan tetapi juga pada lembaga keuangan lain.
e. Kapabilitas perbankan yang masih lemah
Dari sisi internal, corporate governance dan core banking skills merupakan ukuran yang
dapat dijadikan pedoman untuk menyatakan masih lemahnya kapabilitas perbankan.
Kapabilitas perbankan secara umum masih di bawah praktik internasional terbaik,
terutama dalam hal mengantisipasi dan mengelola risiko operasional.
f. Profitabilitas dan efisiensi bank yang tidak mampu bertahan
Tingkat profitabilitas dan efisiensi operasional yang dicapai oleh perbankan pada
umumnya bukan merupakan profitabilitas dan efisiensi yang berkesinambungan
memungkinkan bank mampu bertahan dan bahkan berkembang dalam menghadapi siklus
bisnis. Faktor lain dari profitabilitas dan efisiensi yang tidak mampu bertahan ini adalah
karena sebagian pendapatan perbankan berasal dari aktivitas perdagangan yang
flukturatif serta rendahnya rasio asset per nasabah yang membuat biaya operasional
perbankan Indonesia relatif tinggi dibanding negara lain.
g. Perlindungan nasabah yang masih harus ditingkatkan
Landasan dari kegiatan perbankan dan juga jasa lembaga keuangan secara umum adalah
kepercayaan. Dalam kaitannya dengan penciptaan kepercayaan, perlindungan terhadap
nasabah merupakan tantangan perbankan yang berpengaruh secara langsung. Oleh karena
itu, menjadi tantangan yang sangat besar bagi perbankan dan Bank Indonesia serta
masyarakat luas untuk secara bersama-sama menciptakan standar yang jelas dalam
membentuk mekanisme pengaduan nasabah dan transparasi informasi produk perbankan.
Selain itu, edukasi pada masyarakat tentang jasa dan produk yang ditawarkan oleh
perbankan perlu segera diupayakan sehingga masyarakat luas lebih memahami risiko dan
keuntungan yang akan diperoleh jika menggunakan jasa dan produk tersebut.
h. Perkembangan teknologi informasi
Perkembangan teknologi informasi menyebabkan semakin pesatnya perkembangan jenis
dan kompleksitas produk dan jasa bank sehingga risiko-risiko yang muncul menjadi lebih
besar dan bervariasi. Persaingan industri perbankan cenderung bersifat global
menyebabkan persaingan antarbank semakin ketat.
Program Kegiatan API

Pelaksanaan keenam pilar API dijabarkan oleh Bank Indonesia dalam program kegiatan dari
tahun 2004 hingga 2013. Diharapkan implementasi program-program tersebut dapat
menciptakan konsolidasi sektor perbankan secara keseluruhan yang mengarah kepada struktur
perbankan yang lebih optimal. Program tersebut meliputi :

a. Program penguatan struktur perbankan nasional


Penguatan permodalan bank umum (konvensional dan syariah) dijalankan dalam
rangka meningkatkan kemampuan bank dalam mengelola risiko, pengembangan
teknologi informasi, maupun meningkatkan skala usahanya guna mendukung
peningkatan kapasitas pertumbuhan kredit perbankan. Upaya peningkatan modal bank
tersebut dapat dilakukan dengan membuat rencana usaha (business plan) yang memuat
target waktu, cara dan tahap pencapaian. Adapun cara mencapainya dapat dilakukan
melalui :
1) Penambahan modal baru baik dari pemegang saham lama maupun investor baru;
2) Merger untuk mencapai persyaratan modal minimum baru;
3) Penertiban saham baru atau secondary offering di pasar modal;
4) Penertiban pinjaman subordinasi (subordinated loan).

Secara yuridis formal, bank atas dasar kegiatan usahanya tetap terdiri dari dua
jenis, yaitu bank umum dan bank perkreditan rakyat. Sedangkan pasal 1 UU Nomor 10
Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992 menyatakan bahwa
masing-masing bank umum dan bank perkreditan rakyat bias memilih untuk beroperasi
atas dasar prinsip konvensional atau syariah. Struktur perbankan Indonesia dalam kurun
waktu sepuluh sampai lima belas tahun ke depan diharapkan seperti di bawah ini :
b. Program peningakatan kualitas pengaturan perbankan
Peningkatan efektivitas pengaturan serta pemenuhan standar pengaturan mengacu
pada international best practices. Dalam jangka 5 tahun ke depan diharapkan Bank
Indonesia telah sejajar dengan negar-negar lain yang menerapkan international best
practices termasuk 25 Basel Core Principles for Effective Banking Supervision.
c. Program peningkatan fungsi pengawasan
Peningkatan efektivitas penegakan hukum (enforcement) dan konsolidasi
organisasi sektor perbankan di Bank Indonesia. Dalam jangka 2 tahun diharapkan fungsi
pengawasan bank yang dilakukan Bank Indonesia akan lebih efektif dan sejajar dengan
pengawasan yang dilakukan oleh otoritas pengawas di negara lain.
d. Program peningkatan kualitas manajemen dan operasional perbankan
Penigkatan good corporate governance (GCG), kualitas manajemen risiko, dan
kemampuan operasional manajemen perlu didukung dengan penetapan standar yang
sesuai untuk meningkatkan kinerja operasional perbankan. Dalam jangka dua ssampai
lima tahun ke depan diharapkan kondisi internal perbankan nasional menjadi semakin
kuat dengan kemampuan menghadapi risiko yang semakin baik.
e. Program pengembangan infrastuktur perbankan
Pengembangan biro kredit akan membantu perbankan dalam meningkatkan
kualitas keputusan kreditnya. Penggunaan lemabaga pemeringkat kredit dalam utang
yang dipergdagangkan di bursa efek (publicly-traded debt) yang dimiliki bank akan
meningkatkan transparasi dan efektivitas manajemen keuangan perbankan. Sedangkan
pengembangan skim penjaminan kredit akan meningkatkan akses kredit bagi masyarakat.
Dalam jangka 3 tahun ke depan diharapkan telah tersedia infrastuktur pendukung
perbankan yang mencukupi terwujudnya perbankan yang sehat dan kuat.

f. Program peningkatan perlindungan nasabah


Pemberdayaan nasabah dilakukan melalui penetapan standar penyusunan
mekanisme pengaduan nasabah, pendirian lembaga mediasi independen, peningkatan
transparasi informasi dan pendidikan mengenai produk perbankan bagi nasabah. Dalam
jangka dua sampai lima tahun ke depan diharapakn program-program tersebut dapat
meningkatkan kepercayaan nasabah pada system perbankan, karena landasan dari
beroperasinya lembaga keuangan adalah kepercayaan.

1. Penghimpunan Dana
Kegiatan utama bank adalah penghimpunan dan penyaluran dana.
Adapun jenis sumber-sumber dana bank :
 Dana yang bersumber dari bank itu sendiri
 Dana yang berasal dari masyarakat luas
 Dana yang bersumber dari lembaga lain
 Sumber dana lain
a. Dana yang bersumber dari bank itu sendiri
Secara garis besar dapat disimpulkan pencarian dana yang bersumber dari bank itu
sendiri terdiri dari :
1. Setoran modal dari pemegang saham.
Dalam hal ini pemilik saham lama dapat menyetor dana tam-bahan atau membeli saham
yang dikeluarkan oleh perusahaan.
2. Cadangan-cadangan bank.
Maksudnya ada cadangan-cadangan laba pada tahun lalu yang ti-dak dibagi kepada para
pemegang sahamnya. Cadangan ini sengaja disediakan untuk mengantisipasi laba tahun yang
akan datang.
3. Laba bank yang belum dibagi.
Merupakan laba yang memang belum dibagikan pada tahun yang bersangkutan, sehingga
dapat dimanfaatkan sebagai modal untuk sementara waktu.
b. Dana yang berasal dari masyarakat luas
Secara umum kegiatan penghimpunan dana ini dibagi ke dalam 3 jenis yaitu :
1. Simpanan Giro (Demand Deposit)
Menurut UU Perbankan no. 10 tahun 1998, giro adalah simpanan penarikannya dapat
dilakukan setiap saat dengan menggunakan cek, bilyet giro, sarana perintah pembayaran lainnya
atau dengan cara pemindah bukuan. Penarikan secara tunai dengan menggunakan cek sedangkan
penarikan non tunai dengan menggunakan bilyet giro. Dana giro ini termasuk dana yang
sensitive atau peka terhadap perubahan, atau disebut juga dana yang labil yang sewaktu dapat
ditarik atau disetor oleh nasabah.
2. Simpanan Tabungan (Saving Deposit)
Menurut Undang-Undang Perbankan No. 10 Tahun 1998 adalah simpanan yang
penarikannya hanya dapat dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak
dapat di tarik dengan cek, bilyet giro dan atau alat lainnya yang dipersamakan dengan itu.
Contoh alat penarikan uang adalah buku tabungan, slip penarikan, kartu ATM, dan kuitansi.
3. Deposito Berjangka (time deposit)
Deposito berjangka adalah simpanan pihak ketiga dalam rupiah maupun valuta asing,
yang diterbitkan atas nama nasabah kepada bank dan penarikannya hanya dapat dilakukan pada
waktu tertentu menurut perjanjian antara penyimpan dengan bank yang bersangkutan. Simpanan
berjangka termasuk deposit on call yang jangka waktunya relatif lebih singkat dan dapat ditarik
sewaktu‐waktu dengan pemberitahuan sebelumnya.
4. Cara lain penghimpunan dana dari deposan
 Sertifikat Deposito
Sertifikat deposito atau negotiable Certificate of Deposits yang sering disingkat dengan CD
adalah deposito berjangka yang bukti simpanannya dapat diperdagangkan, yang juga
merupakan surat pengakuan hutang dari bank dan lembaga keuangan bukan bank yang dapat
diperjual-belikan dalam pasar uang.
 Deposit On Call
Deposit on call adalah simpanan atas nama (atau pihak ketiga bukan bank) dalam jumlah
yang besar. Penarikannya hanya dapat dilakukan dengan pemberitahuan sebelumnya.
Pemberitahuan nasabah kepada bank untuk penarikan tersebut dilakukan misalnya dalam
jangka waktu sehari, tiga hari, seminggu, atau jangka waktu lainnya yang disepakati oleh
nasabah dan bank yang bersangkutan.
 Rekening giro terkait tabungan
Bank memberikan fasilitas khusus yaitu berupa pemindahan sebagian saldo rekening
tabungan ke rekening giro. Fasilitas ini memungkinkan nasabah menikmati bunga yang lebih
tinggi, yaitu bunga tabungan, namun tetap dapat menikmati kelebihan fasilitas rekening
gironya.
c. Dana yang bersumber dari lembaga lainnya
Perolehan dana dari sumber ini antara lain dapat diperoleh dari :
1. Kredit likuiditas dari Bank Indonesia
Merupakan kredit yang diberikan Bank Indonesia kepada bank-bank yang mengalami
kesulitan likuiditasnya. Kredit likuiditas ini juga diberikan kepada pembiayaan sektor-sektor
tertentu.
2. call money
Merupakan sumber dana yang diperoleh bank berupa pinjaman jangka pendek dari bank
lain. Sumber dana ini sering digunakan oleh bank untuk memenuhi kebutuhan dana mendesak
dalam jangka pendek seperti bila terjadi kalah kliring atau adanya penarikan dana besar-besaran
oleh para deposan.
3. Pinjaman antar bank
Pinjaman ini digunakan untuk memenuhi suatu kebutuhan dana yang lebih terencana
dalam rangka pengembangan usaha atau meningkatkan penerimaan bank.
4. Pinjaman dari bank-bank luar negeri
Merupakan pinjaman yang diperoleh oleh perbankan dari pihak luar negeri, misalnya
pinjaman dari bank di Singapura, Amerika Serikat atau dari negara-negara Eropa.
d. sumber dana lain
1. Surat Berharga Pasar Uang (SBPU)
Dalam hal ini pihak perbankan menerbitkan SBPU kemudian diperjual belikan kepada
pihakyang berminat, baik perusahaan keuangan maupun non keuangan.
2. Setoran jaminan
Merupakan sejumlah dana yang wajib diserahkan oleh nasabah yang menerima jasa-jasa
tertentu dari bank.
3. Dana transfer
Salah satu jasa yang diberikan bank adalah pemindahan dana. Pemindahan dana bisa
berupa pemindahanbukuan antarrekening, dari uang tunai ke suatu rekening, atau dari suatu
rekening kemudian ditarik tunai. Sebelum dana transfer ini ditarik oleh penerima transfer atau
selama masih mengendap di bank, dana ini dapat digunakan oleh bank untuk mendanai
kegiatannya.
4. Diskonto Bank Indonesia
Fasilitas diskonto adalah penyediaan dana jangka pendek oleh BI dengan cara pembelian
promes yang diterbitkan oleh bank-bank atas dasar diskonto.
5. Pinjaman dari atau Lembaga Keuangan di Luar Negeri
Yang biasanya berbentuk pinjaman jangka menengah-panjang. Realisasi ini harus melalui
persetujuan Bank Indonesia yang bertindak sebagai pengawas pinjaman luar negeri (PKLN).

6. Pinjaman dari lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB)


Pinjaman dari lembaga keuangan bukan bank ini kadang kala tidak benar berbentuk
pinjaman atau kredit, tapi lebih banyak berbentuk surat berharga yang dapat diperjual belikan
sebelum tanggal jatuh tempo.

2. Penggunaan Dana
Dana yang berhasil dihimpun oleh bank justru akan menjadi beban apabila dibiarkan
begitu saja tanpa ada usaha alokasi untuk tujuan-tujuan yang produktif. Dana yang telah
dihimpun bukanlah dana yang semuanya murah tapi sebagian besar adalah dana dari deposan
yang menimbulkan kewajiban bagi bank untuk membayar imbal jasa berupa bunga. Berdasarkan
kebutuhan itu dan juga untuk memperoleh penerimaan bank dalam rangka menutup biaya-biaya
lain serta mendapatkan keuntungan, maka bnk berusaha mengalokasikan dananya dalam
berbagai bentuk aktiva dengan berbagai macam pertimbangan.
a. Risiko dan hasil
Semakin tinggi rate of return yang mungkin dapat diperoleh dari suatu aktiva maka semakin
tinggi pula tingkat risiko yang ditanggungnya dan sebaliknya. Tingkat risiko yang
diharapkan tidak mungkin nol. Menyadari situasi tersebut, suatu bank biasanya terlebih
dahulu menentukan tingkat risikotertentu yang bersedia ditanggung.
b. Jangka waktu dan likuiditas
Adanya sumber-sumber dana jangka pendek menuntut agar bank mengalokasikan sejumlah
tertentu dananya dalam bentuk aktiva yang tingkat likuiditasnya cukup tinggi, sehingga
sewaktu kewajibannya jatuh tempo bank mempunyai cukup alat likuid untuk memenuhi
kewajibannya.
 ALTERNATIF PENGGUNAAN DANA
a. Cadangan likuiditas
Ditujukan untuk memenuhi kebutuhan likuiditas jangka pendek. Sebagai
konsekuensinya, risiko dari aktiva ini tergolong rendah dan bank tidak dapat terlalu
banyak mengharapkan adanya penerimaan dalam jumlah yang tinggi dari aktiv ini.
Cadangan likuiditas terdiri atas dua kategori :
1. Cadangan primer
Dalam bentuk uang kas, saldo pada bank sentral, saldo lain, dan warkat dalam proses
penagihan.
2. Cadangan sekunder
Dapat berupa Surat Berharga Pasar Uang (SBPU), Sertifikat Bank Indonesia (SBI),
Surat Utang Negara, dan Sertifikat Deposito.
b. Penyaluran kredit
Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak
peminjam untuk melunasi kewajibannya setelah jangka waktu tertentu. Ditinjau dari segi
likuiditasnya, penyaluran kredit mempunyai tingkat likuiditas yang rendah.
c. Investasi
Investasi dapat berupa penanaman dana dalam surat-surat berharga jangka
menengah dan panjang, atau berupa penyertaan langsung pada badn usaha lain. Bentuk
dari surat berharga tersebut antara lain adalah saham dan obligasi. Berdasarkan UU
Nomor 7 tahun 1992 bank hanya boleh melakukan penyertaan pada dua jenis badan
usaha, yaitu:
 Lembaga keuangan
 Debitor yang kreditnya macet dan sifat penyertaannya adalah sementara.

d. Aktiva tetap dan investasi


Aktiva tetap dan inventaris tidak roduktif, tidak likuid, dan cukup berisiko, tapi
diperlukan bank. Misal kantor, mobil, komputer, dan lain-lain.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Salah satu sektor yang paling dramatis terpengaruh oleh perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi adalah perbankan. Perbankan merupakan sebuah lembaga yang sering
mengalami perubahan serta perkembangan pelayanan pelanggan dari periode ke periode. Kondisi
perbankan di Indonesia semakin membaik meski tekanan krisis keuangan global semakin terasa.
Hal tersebut terlihat dari berkurangnya keketatan likuiditas perbankan dan tumbuhnya total
kredit perbankan. Dari kajian mengenai bank dan lembaga keuangan lainya ini dapat kami tarik
kesimpulan berupa :
 Sumber penghimpunan dana suatu bank mempunyai empat alternatif yaitu dana sendiri,
dana dari deposan (dana nasabah), dana pinjaman dan sumber dana lain.
 Tantangan terbesar perbankan adalah pengelolaan resiko dengan sebaik-baiknya.
 API mempunyai visi untuk menciptakan perbankan sehat, kuat dan efisien demi
kestabilan keuangan dan pertumbuhan.
 Tugas utama bank adalah menghimpun dana dan menyalurkan dana.

B. KRITIK DAN SARAN

Dalam penyusunan sebuah karya, tentu saja terdapat kekurangan, begitu pula dalam
penyusunan makalah kami. Sekiranya terdapat berbagai kekurangan, sangatlah kami harapkan
kritik dan saran yang membangun dari pembaca, sebagai refleksi kedepan dalam pembuatan
karya-karya kami selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

 Budisantoso,Totok dan Sigit Triandaru.(2006).Bank dan Lembaga Keuangan


lain.Jakarta:Salemba Empat
 http://ndhiemanisz.wordpress.com/2009/02/23/banking/
 http://www.wealthindonesia.com/index.php?option=com_content&task=view&id=93
 http://nustaffsite.gunadarma.ac.id/blog/bhermana/2007/11/08/perbankan-indonesia-dan-
e-banking/
 esutomo.staff.gunadarma.ac.id/.../III+SEJARAH+DAN+PERKEMBANGAN+PERBAN
KAN.pdf

Anda mungkin juga menyukai