Anda di halaman 1dari 18

1

PENGARUH KONSEP IDIOSINKRATIK PEMIMPIN TERHADAP


PENGAMBILAN KEBIJAKAN DALAM SUATU NEGARA

Gesta Tri Anjani1, Gusti Bagus Nauval Adifa Suharta2, Lalu Satria Islami3,
Yasmin Maulida Rahma4
(International Relations Department; University of Mataram)
(L1A0210451, L1A0210462, L1A0210563, L1A0210744)

ABSTRACT

This journal paper discusses the characteristics of a leader or


idiosyncratic personality and their influence on a pattern of decision-making and
policies that will be implemented in the face of a crisis. One of the leaders in
Venezuela has a very significant influence in the political system and decision-
making in the midst of the crisis, Nicolas Maduro. Nicolas Maduro has a
significant idiosyncratic influence on the handling of the crisis in Venezuela, how
his idiosyncratic refuses some cooperation and assistance from America and
several other countries. This journal paper will present several factors why the
leader of the Venezuelan state, Nicolas Maduro, took decisions that according to
most actors are considered to be detrimental to the Venezuelan state and how
Nicolas Maduro's idiosyncratic background plays an important role in decision-
making models and policies for handling the Venezuelan crisis. This journal
paper also examines Nicolas Maduro's idiosyncratic model and pattern as an
individual, how Nicolas Maduro's background and history become his
idiosyncratic factors.

Keywords: Idiosyncratic, Venezuelan crisis, humanitarian crisis, economy crisis,


Nicolas Maduro.
2

ABSTRAK

Paper jurnal ini membahas mengenai karakteristik seorang pemimpin atau


kepribadian Idiosinkratik dan pengaruhnya terhadap suatu pola pengambilan
keputusan dan kebijakan yang akan diimplementasikan dalam menghadapi suatu
krisis. Salah satu pemimpin di Venezuela memiliki pengaruh yang sangat
signifikan dalam sistem politik dan pengambilan keputusan di tengah – tengah
krisis yang terjadi, Nicolas Maduro. Nicolas Maduro memiliki pengaruh
Idiosinkratik yang signifikan terhadap penanganan krisis yang terjadi di negara
Venezuela, bagaimana idiosinkratiknya menolak beberapa kerjasama dan bantuan
dari negara Amerika dan beberapa negara lainnya. Melalui Paper jurnal ini akan
disampaikan beberapa faktor mengapa pemimpin negara Venezuela, Nicolas
Maduro mengambil keputusan yang menurut sebagian besar aktor dianggap dapat
merugikan negara Venezuela dan bagaimana latar belakang idiosinkratik Nicolas
Maduro berperan penting dalam model pengambilan keputusan dan kebijakan atas
penanganan krisis Venezuela. Paper jurnal ini juga mengkaji model dan pola
idiosinkratik Nicolas Maduro sebagai seorang individu, bagaimana latar belakang
dan historis Nicolas Maduro menjadi faktor idiosinkratik yang ia miliki.

Kata Kunci: Idiosinkratik, krisis Venezuela, krisis kemanusiaan, krisis ekonomi,


Nicolas Maduro.

PENDAHULUAN

Seperti yang kita ketahui, setiap presiden memiliki kepribadian yang


berbeda-beda. Perbedaan ini dapat dilihat dari tindakan dan aksi yang diambil
dalam menerapkan kebijakan suatu negara, gaya dan model pengambilan
kebijakan merupakan salah satu tugas dan ciri khas presiden dalam memimpin
suatu negara. Gaya, pola pikir, cara pandang, dan interest setiap pemimpin
sangatlah berbeda beda, hal ini memberikan hasil dan pola yang berbeda pada
pemerintahan di setiap periode kepresidenan.
3

Di Venezuela sendiri, pola kepresidenan mulai berubah semenjak presiden


Hugo Rafael Chávez Frías naik sebagai memimpin negara Venezuela mulai tahun
1999 sampai meninggal dunia pada tahun 2013. Pola kepemimpinan yang dibawa
oleh presiden Hugo Rafael Chávez Frías ialah mencondong kearah sosialis,
presiden Chavez memiliki pandangan sosialis karena latar belakangnya yang
datang dari keluarga kelas pekerja. Setelah kematiannya, kepresidenan negara
Venezuela dipimpin oleh Nicolas Maduro, seorang yang sangat mendambakan
sosok Hugo Rafael Chávez Frías, karena memiliki latar belakang yang hampir
mirip, pada kepemimpinan Nicolas Maduro, sistem sosialis terus diterapkan oleh
Nicolas Maduro hingga saat ini, namun kembali lagi pada bagaimana gaya, pola
pikir, cara pandang, dan interest setiap pemimpin yang berbeda beda, pada
kepemimpinan Nicolas Maduro terjadi krisis hebat yang harus dihadapi negara
Venezuela.

Setelah mengetahui bagaimana pemimpin atau presiden suatu negara


memiliki pola dan gaya yang berbeda beda pada setiap periodenya, Idiosinkratis
memiliki faktor besar dalam mengapa hal tersebut dapat terjadi. Idiosinkrasi
sendiri memiliki arti mengenai sifat ataupun keadaan dari seseorang yang
berkelainan dengan yang lain, dan hal ini mempengaruhi aktor individu dalam
pengambilan keputusan kebijakan yang diambil berdasarkan nilai, bakat dan
pengalaman yang dimiliki seorang individu tersebut, dalam hal ini bisa dilihat
peran presiden Nicolas Maduro dalam menghadapi krisis Venezuela yang dilatar
belakangi dengan idiosinkratiknya yang bersifat sosialis dan tegas atas pendirian

Kepribadian idiosinkratik perlu dimiliki seorang pemimpin suatu negara


karena hal tersebut akan menjadi ciri khas dan identitas negara tersebut,
Idiosinkrasi yang menjadi identitas ini pula akan mempengaruhi koneksi suatu
negara dan negara lain, Idiosinkrasi juga dapat menjadi poin penting bagaimana
negara itu ingin dipandang oleh negara lain, dengan pemimpin yang tegas dan
tinggi akan wibawa akan menciptakan image atau gambaran tegas bagi negara itu
sendiri dan hal itu yang akan menjadi pandangan oleh negara lain. Sama seperti
kebalikannya, ketika negara memiliki pemimpin yang ber idiosinkratik humoris
4

dan lemah lembut, maka negara itu akan dipandang sebagai negara yang santai.
Dalam paper jurnal ini akan dibahas bagaimana terciptanya suatu idiosinkrasi dan
apa saja faktor yang mendukung terciptanya idiosinkrasi ini sendiri dari seorang
individu. Maka dari penjabaran latar belakang ini, paper jurnal ini perumusannya
menganalisis mengenai isu krisis kemanusiaan di Venezuela pada masa
pemerintahan Nicolas Maduro menggunakan konsep idiosinkratik

TINJAUAN PUSTAKA

Salah satu bahan acuan yang digunakan oleh penulis dalam paper jurnal
ini adalah berdasarkan artikel ataupun jurnal penulis terdahulu yang menjadi
sumber serta teori dalam melakukan pengkajian studi kasus. Penulisan jurnal
ataupun artikel terdahulu yang kami gunakan sebagai bahan kajian tidak memiliki
judul yang sama dengan judul penelitian ini, tetapi penulis memilah serta
mengkaji beberapa tulisan pada jurnal atau artikel sebelumnya untuk dimasukan
ke dalam tulisan dalam paper jurnal ini yang memiliki tema serupa.

Sumber literatur pertama yang penulis gunakan sebagai referensi adalah


jurnal dengan judul “Peran Indonesia Dalam Kerjasama ASEAN-KOREA
SELATAN Melalui ASEAN-KOREA CENTRE” VOL. 9 No. 1 Edisi: Januari-
Juni Tahun 2019, jurnal ini ditulis oleh Windy Dermawan dan Annisa
Rohmaniah. Jurnal ini secara umum membahas tentang jalinan kerjasama antara
Korea Selatan dan ASEAN sejak tahun 1989. ASEAN-Korea Centre, sebuah
lembaga antar pemerintah yang berupaya membina hubungan antara Korea
Selatan dan negara-negara anggota ASEAN, merupakan salah satu dari beberapa
bentuk kerjasama yang selama ini dipraktikkan. Indonesia, salah satu negara
anggota ASEAN-Korea Centre, menjalankan politik luar negerinya sesuai dengan
prinsip aktif dan mandiri dengan memainkan berbagai peran dalam membantu
inisiatif ASEAN-Korea Centre. Memanfaatkan gagasan Holsti tentang konsepsi
peran nasional, penelitian ini berusaha menganalisis peran yang dimainkan
Indonesia di ASEAN-Korea Centre. Melalui penggunaan wawancara, tinjauan
5

pustaka, dan analisis isi, pendekatan kualitatif digunakan untuk mengumpulkan


dan menganalisis data. Temuan menunjukkan bahwa Indonesia memandang
perannya di ASEAN-Korea Centre sebagai salah satu kepemimpinan regional,
kemandirian aktif, dan kolaborasi dalam subsistem regional. Partisipasi Indonesia
dalam ASEAN-Korea Centre di tingkat nasional telah meningkatkan Indonesia.
Kemudian, literatur selanjutnya yaitu jurnal yang berjudul “Krisis
Venezuela dan Migrasi International” VOL. X, No. 18 /II/Puslit/September/2018.
Secara umum jurnal ini membahas terkait Kebijakan ekonomi kerakyatan Hugo
Chavez, yang mengabaikan administrasi negara yang sehat, telah mencegah
negara kaya minyak itu mencapai kemakmuran egaliter. Kondisi perekonomian
dalam negeri semakin memburuk akibat ketergantungan ekspor minyak, utang
luar negeri, dan barang impor. Perekonomian nasional runtuh sepenuhnya sebagai
akibat dari penurunan harga minyak dan nilai bolivar, serta kenaikan tajam dalam
inflasi.
Kehadiran paksa Nicolas Maduro selama pemilihan yang kontroversial
tidak banyak membantu dan menyebabkan eksodus Venezuela ke luar negeri.
Dampak krisis nasional dan migrasi yang meluas berdampak pada negara-negara
lain yang bukannya tanpa kesulitan dan kerumitan. Analisis studi singkat tentang
hubungan internasional ini menunjukkan akar yang saling berhubungan dari krisis
Venezuela, konsekuensinya, dan tanggapan negara lain.

METODE PENELITIAN

Riset ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan teknik


deskriptif, yaitu dengan mencari serta mengumpulkan berbagai sumber informasi,
menganalisa data, serta menginterpretasikannya menjadi suatu bentuk tulisan
deskriptif terkait konsep idiosinkratik serta kasus yang berkaitan dengan topik
pembahasan utama, yakni krisis kemanusiaan yang terjadi di Venezuela. Penulis
melakukan teknik pengumpulan data yaitu dengan tinjauan pustaka serta berbagai
data valid yang bersumber dari internet dengan mengutamakan kapabilitas
terhadap pembahasan dalam paper jurnal ini. Data yang diambil oleh penulis
merupakan jenis data sekunder dengan teknik analisis data yang digunakan yaitu
6

metode kualitatif, menganalisa topik utama yang menjadi pembahasan serta


kemudian mengaitkannya dengan berbagai fakta yang terjadi di lapangan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Konsep Idiosinkratik

Nama idiosyncratic berasal dari idiosinkrasi yang memiliki arti mengenai


sifat ataupun keadaan dari seseorang yang berkelainan dengan yang lain. Pada
idiosyncratic, pengambilan kebijakan di suatu negara memiliki keterkaitan atas
pengaruhnya yang berasal dari individu atau pemimpin negara tersebut, yang
bertujuan untuk memenuhi kepentingan nasionalnya. Image atau ciri khas dari
seorang decision maker akan menimbulkan pengaruh atas politik luar negeri atau
hubungan internasional yang akan terjalin. Hal ini dikarenakan adanya
keterlibatan dari sifat, sikap, dan latar belakang seorang decision maker tersebut.

Munculnya istilah idiosyncratic dalam politik luar negeri tak lain pula
karena kuatnya pengaruh dari seorang individu dalam proses pembuatan suatu
keputusan. Selain karena pengaruh dari latar belakang seorang decision maker,
kebijakan juga akan didasari oleh arus informasi yang diketahui oleh pemimpin
tersebut dan seperti apa keinginan yang dimilikinya serta tujuan yang hendak
dicapai (occasion for decision). Dengan kata lain, analisis berlandaskan konsep
idiosyncratic ini dapat memperlihatkan bagaimana seorang individu tersebut
melahirkan sebuah pengaruh yang bercampur dalam kebijakan yang dibuat
olehnya.

Menurut Rosenau, idiosinkratik merupakan salah satu faktor penentu di


dalam keberadaan politik luar negeri (Rosenau, 2006). Selain itu, idiosinkratik
juga ditempatkan pada kategori asumsi-asumsi dasar dari sebuah pengaruh
(Perwita & Yani, 2005). H.C. Warren melalui pemikirannya menjelaskan bahwa
idiosinkratik merupakan keseluruhan dari pengaturan mental seseorang di tahap
manapun sesuai dalam perkembangannya (McAndrews, 2012). Dimana hal
tersebut terdiri dari fase-fase karakteristik manusia, intelektualitas,
7

temperamental, keahlian moral, dan sikap yang telah dibangunnya dalam melalui
perjalanan hidup setelah memperhatikan perkembangan dari fase-fase yang telah
dibangun tersebut. (Perwita & Yani, 2005).

Faktor idiosinkratik biasa dikenal juga dengan istilah persepsi elit. Dimana
hal tersebut dideskripsikan sebagai hal-hal yang akrab pada seseorang (pemimpin)
sehingga dapat mempengaruhi pola pikir, persepsi, dan cara pandang dalam
melihat suatu permasalahan serta pengambilan keputusan. Terdapat sebuah
terminologi level of analysis dalam studi hubungan internasional yang diartikan
sebagai pisau analisa dalam caranya untuk membedah kasus-kasus dalam
hubungan internasional. Penggunaan pisau analisa tersebut dimulai dari unit yang
tergolong paling kecil, dimana terdiri dari individu, lalu kemudian berarah ke unit
yang paling besar, terdiri dari masyarakat, negara, dan sistem internasional.
Dalam level of analysis, faktor individu yang merupakan idiosinkratik atau
persepsi elit ini masuk menjadi level yang paling dasar, namun tergolong
fundamental. Dimana terbentuknya sistem masyarakat, negara, dan sistem
internasional tidak lepas dari level individu yang menyusunnya. Dalam pandangan
sosiologi yang dikiaskan ke dalam masyarakat, komunitas dari etnis Tiongkok
lekat dengan keuletannya yang mana hal tersebut merupakan produk dari
individu-individu Tiongkok yang ulet. Sama halnya pula dengan komunitas Jawa
yang memiliki kesan santun dan ramah, dimana hal tersebut tidak jauh terlepas
dari individu-individu Jawa yang memiliki karakteristik seperti itu. Namun saja,
yang menjadi pembeda dalam studi hubungan internasional adalah individu yang
dimaksud tersebut berupa pemimpin yang menghasilkan pengaruhnya dalam
kebijakan politik luar negeri.

Pada faktor idiosinkratik, terdapat beberapa hal-hal yang melekat di


dalamnya, yang pertama ialah latar belakang keluarga dimana di dalamnya
mencakup status keluarga, kondisi perekonomian keluarga, dan hubungan
sosialnya dengan masyarakat sekitar. Lalu yang kedua yaitu mengenai latar
belakang pendidikan, yang mana didalamnya mencakup tempat pemimpin
tersebut mengenyam pendidikannya, mulai dari sekolah dasar hingga ke
8

pendidikan dengan jenjang tertinggi. Baik itu pendidikan formal, maupun


pendidikan informal. Ketiga, melalui pengalaman dan pembelajaran seorang pem\
j}
|k\;/impin yang merupakan produk dari dinamika dalam kehidupan sosialnya,
sejak ia kecil hingga beranjak dewasa. Kemudian yang terakhir ialah produksi dari
pengetahuannya, yang mana dimaksudkan berupa relasinya dengan latar belakang
kehidupan sosial dan pendidikan, akan tetapi yang lebih spesifik pada bagaimana
pemimpin tersebut dapat menyerah pengetahuannya menjadi pola pikir, persepsi,
dan caranya memandang suatu permasalahan. (Anugerah, 2016)

Karakteristik dari individu akan melahirkan perbedaan pada orientasi


individu tersebut terhadap kepribadian politik. Herman dan Falkowski
menjelaskan karakteristik pribadi yang merefleksikan kepribadian politik,
diantaranya yaitu:

1. Expansionist
Individu yang memiliki karakter tersebut cenderung tidak ingin kehilangan
+
kontrol. Dimana ia memiliki keinginan untuk memegang kontrol yang
besar (high need for power), mempunyai kemampuan yang rendah dalam
menyadari adanya pilihan lain dari pembuatan keputusan (low conceptual
complexity), dan memiliki tingkat kepercayaan yang rendah terhadap
orang lain (high distrust of others). Akan tetapi individu tersebut memiliki
karakter nasionalis yang tinggi dan memiliki kehendak kuat atas perannya
dalam menjaga kedaulatan dan integrasi negara (high nasionalism).
Individu ini juga tidak menjunjung arti hubungan pertemanan (low need
for affiliation) dan mempunyai tingkat inisiatif yang tinggi (high believe in
control over events). Tipe individu expansionist ini menggunakan
agresifitasnya dalam mewujudkan sebuah tujuan.
2. Active Independent
Individu yang memiliki karakter tersebut cenderung mempunyai keinginan
besar untuk ikut serta dalam komunitas internasional tanpa mengacaukan
9

relasi yang telah terjalin dengan negara-negara lain. Individu ini akan
berusaha menjaga kebebasan berusaha untuk menggalam hubungan
sebanyak mungkin. Individu yang masuk dalam karakter tersebut memiliki
ciri-ciri high nationalism, high conceptual complexity, high believe in own
control, high need of affiliation, low distrust to others, dan low need for
power.
3. Influential
Individu yang memiliki karakter tersebut cenderung berusaha menjadi
pusat dari lingkungan, memiliki kehendak dan keinginan untuk
mempengaruhi kebijakan politik luar negeri negara lain. Individu dengan
karakter seperti ini akan melahirkan sebuah pemikiran bahwa tujuannya
adalah hal yang paling penting jika dibandingkan dengan yang lain.
Biasanya individu seperti ini akan bersikap protektif terhadap negara-
negara yang menentangnya. Individu yang masuk dalam karakter tersebut
memiliki ciri-ciri high nationalism, low conceptual complexity, high
believe in own control, low need of affiliation, high distrust to others, dan
high need for power.
4. Mediator
Individu yang memiliki karakter tersebut sering menyatukan perbedaan
diantara negara dan memainkan peran ‘go-between’. Dimana pemimpin
yang merupakan individu tersebut memiliki pemikiran bahwa negara-
negara sebagai perwujudan dari perdamaian dunia dan akan selalu
mencoba untuk menyelesaikan permasalahan dunia. Individu yang masuk
dalam karakter tersebut memiliki ciri-ciri low nationalism, high
conceptual complexity, low distrust of others, high believe in own control,
high need for affiliation, dan high need for power. Biasanya individu yang
memiliki karakter tersebut senang berada di belakang layar. Walaupun
memberikan implikasi kepada negara lain, namun ia akan menghindari
adanya intervensi.
5. Opportunist
10

Individu yang memiliki karakter tersebut cenderung berusaha untuk tampil


bijaksana, dan bertujuan untuk meraih keuntungan dari keadaan yang
dihadapinya. Individu yang seperti ini biasanya menciptakan sebuah
kebijakan berlandaskan atas apa yang ia anggap perlu dan sedikit
mengesampingkan komitmen ideologi. Individu yang masuk dalam
karakter tersebut memiliki ciri-ciri low nationalism, high conceptual
complexity, low believe in own control, low need of affiliation, low distrust
to others, dan low need for power.
6. Participative
Individu yang memiliki karakter tersebut cenderung memiliki keinginan
untuk memfasilitasi keterlibatan sebuah negara dalam arena internasional.
Individu dengan karakter tersebut juga tertarik untuk mencari yang
berharga bagi negara dan mencari solusi alternatif dari permasalahan yang
dihadapi oleh negaranya ataupun negara lain. Individu yang masuk dalam
karakter tersebut memiliki ciri-ciri low nationalism, high conceptual
complexity, low believe in own control over events, high need of
affiliation, low distrust to others, dan low need for power.

Untuk lebih lanjut, definisi dari karakter-karakter tersebut adalah sebagai berikut:

1. High nationalism, yaitu individu yang berkarakter nasionalis dan


mempunyai kehendak kuat dalam menjaga kedaulatan dan integrasi
negaranya.
2. High believe in own control, yaitu individu yang mempunyai tingkat
inisiatif tinggi.
3. High need for affiliation, yaitu individu yang mendahulukan atau
mementingkan hubungan pertemanan.
4. High conceptual complexity, yaitu individu yang mempunyai kemampuan
tinggi dalam menyadari adanya solusi alternatif dari pilihan pembuatan
keputusan.
5. High distrust of others, yaitu individu yang memiliki tingkat
ketidakpercayaan tinggi terhadap orang lain.
11

6. High need for power, yaitu individu yang memiliki hasrat untuk
memegang kendali yang besar.
7. Low nasionalism, yaitu individu yang mempunyai tingkat kehendak
rendah dalam menjaga kedaulatan dan integritas negaranya.
8. Low believe in own control, yaitu individu yang mempunyai tingkat
inisiatif rendah.
9. Low need for affiliation, yaitu individu yang sama sekali tidak
mementingkan hubungan pertemanan.
10. Low conceptual complexity, yaitu individu yang mempunyai tingkat
kemampuan rendah dalam menyadari adanya beberapa solusi alternatif
pilihan.
11. Low distrust to others, yaitu individu yang mempunyai tingkat
ketidakpercayaan rendah terhadap orang lain.
12. Low need for power, yaitu individu yang mempunyai tingkat hasrat yang
rendah untuk memegang kendali. (Perwita & Yani, 2005)

Krisis Kemanusiaan Venezuela dibawah Kepemimpinan Presiden Nicolas


Maduro

Setelah jatuhnya harga minyak pada tahun 2014 yang dimana harga
minyak saat itu menyentuh harga US25$ per barelnya, Venezuela menghadapi
krisis ekonomi diakibatkan oleh keputusan Hugo Chavez yang menggantungkan
pendapatan nasionalnya pada minyak bumi sebesar 95%. Kekurangan pendanaan
devisa dan pendapatan nasional tersebut kemudian diperparah oleh kebijakan
pemerintah sosialis Hugo Chavez yang menetapkan kebutuhan pokok seperti
tepung terigu, minyak goreng hingga keperluan mandi, demi mengurangi beban
penduduk miskin. Hal ini diakibatkan karena sebelumnya kebijakan Chavez di
tahun 2003 dalam mengendalikan nilai mata uang asing dengan cara mematok
kurs, berdampak kepada kelangkaan devisa dan maraknya peredaran dolar AS di
pasar gelap juga meningkatnya inflasi secara tidak terkendali (Nainggolan, 2018).

Menurut laporan PBB dari 32,4 juta jumlah penduduk Venezuela, lebih
dari 2,3 juta (7%) telah mengungsi akibat krisis ekonomi dan politik tersebut
12

(Suara Pembaruan, 2018). Praktik sosialisme yang keliru di Venezuela telah


banyak menguras devisa negara, karena melalaikan pengelolaan ekonomi yang
sehat, dengan tindakan menerbitkan mata uang baru dan mencetaknya secara terus
menerus, dilanjutkan dengan adanya denominasi mata uang memangkas 5 angka
di belakang nol. Banyaknya komoditi tidak diproduksi dalam negeri, sampai tidak
sebanding dengan ketersediaan barang, hingga memicu inflasi besar besaran.
Sementara itu pengeluaran besar besaran juga dilakukan pada proyek proyek
infrastruktur telah memperbesar defisit transaksi yang berjalan. Hal ini terus
berlanjut sampai Hugo Chavez lepas jabatan kemudian digantikan oleh Nicolas
Maduro yang naik melalui pemilu kontroversial, demi mempertahankan kebijakan
sosialis tersebut, lalu munculnya demonstrasi mahasiswa dan gelombang protes
massa, menyebabkan Venezuela menghadapi krisis multidimensi. Konflik dan
krisis tersebut mengancam eksistensi rezim sosialis setelah Chavez, dengan
implikasi yang sama, yaitu adalah migrasi internasional secara masif. Warga
Venezuela berusaha melarikan diri dari negaranya akibat oleh hiperinflasi yang
hebat dan berakibat pada meroketnya harga pangan, sehingga terjadi kelangkaan
pangan dan kebutuhan pokok yang lainnya.

Akibat dari krisis multidimensi yang terjadi seperti halnya dari tekanan
krisis ekonomi juga krisis kemanusiaan Venezuela telah mendapat banyak
tekanan. Sejatinya, keberadaan suatu negara adalah untuk melindungi rakyatnya.
Negara harus memiliki kapasitas untuk menjaga rakyatnya dari segala macam
ancaman terutama ancaman terhadap kelangsungan hidup. Pemerintah telah
menolak bantuan kemanusiaan yang direncanakan akan masuk ke Venezuela.
Sedangkan bantuan kemanusiaan datang dari sejumlah organisasi internasional,
NGO dan negara-negara lain terutama Amerika Serikat. Beberapa bantuan yang
datang yaitu dari ICRC sebanyak $24,6 juta, UN’s Central Emergency Response
Fund $9 juta, IFRC $50 juta (Dobias, 2019). Colombia, Ekuador dan Brazil
bersama dengan Amerika mengirimkan sebanyak $376 juta (Ortagus, 2019).
Maduro telah mengatakan sebelumnya bahwa segala penolakan tersebut dilakukan
dengan alasan untuk melindungi negaranya dari intervensi dan pengaruh negara
lain, khususnya Amerika Serikat. Maduro cenderung tidak mempercayai intensi
13

seluruh negara yang memberi bantuan kemanusiaan terutama Amerika Serikat.


Selain alasan Maduro menolak bantuan karena alasan tersebut, kedua negara
memiliki hubungan yang tidak baik semenjak pemerintahan era Chavez.

Selain itu setelah periode kepemimpinan Venezuela kedua permasalahan


berkembang karena Amerika Serikat diketahui mendukung lawan politik Maduro.
Negara-negara seperti Amerika, Colombia, Peru, Brazil dan negara-negara lainnya
mendukung masuknya bantuan kemanusiaan yang mereka kumpulkan sebagai
dukungan terhadap Juan Guaido seorang oposisi Maduro dari partai Mesa de la
Unidad Democrática (MUD). Setelah dilarang masuk oleh Maduro, Guaido
memberikan jalan terhadap bantuan kemanusiaan tersebut melalui perbatasan
Venezuela dengan Negara lain. Guaido merasa hal tersebut harus diprioritaskan
daripada orientasi politik Maduro dan skeptismenya terhadap Amerika dan negara
lain.

Idiosinkratik berkaitan dengan motif, kepercayaan, dan cara berpikir


individu. Hal tersebut didapatkan seseorang melalui pengalaman hidupnya semasa
kecil hingga dewasa. Seorang cenderung akan dipengaruhi terhadap interpretasi
yang ia bentuk selama hidupnya, contohnya keluarga, lingkungan, sekolah,
maupun organisasi-organisasi yang pernah diikuti. Sedangkan menurut Hermann
(1980) idiosinkratik merupakan orientasi personal yang dimiliki oleh seorang
pemimpin negara terhadap orientasi umumnya dalam menyikapi urusan luar
negeri (Hermann, 1980: 12). Herrmann (1980) membagi karakteristik pemimpin
yang memiliki kecenderungan terhadap suatu sikap yaitu agresif dan konsiliator.
Pemimpin yang agresif memiliki kecenderungan lebih untuk mendapatkan
kekuasaan dari pada pemimpin yang bersifat konsiliator (Herrmann,1980: 8).
Dalam topik ini, Maduro memiliki kecenderungan sebagai pemimpin yang
agresif. Seperti yang dijelaskan dalam konsep idiosinkratik Herrmann (1980)
tentang kecenderungan pemimpin yang agresif. Pertama, pemimpin yang agresif
memiliki kecenderungan yang tinggi dalam menempatkan nasionalismenya.
Kedua, pemimpin dengan karakteristik agresif memiliki kecenderungan tinggi
terhadap kepercayaan untuk mengatur sesuatu hal yang melibatkan pengaruhnya.
14

Ketiga, pemimpin memiliki kecenderungan tinggi terhadap kekuasaan. Keempat,


pemimpin memiliki kecenderungan rendah dalam konseptual kompleksitas atau
interpretasi dalam menerima informasi dan mengolahnya. Kelima, pemimpin juga
memiliki kecenderungan yang tinggi untuk tidak percaya dengan orang lain
(Herrmann, 1980:8).

Jika disandingkan dengan karakteristik individu yang kemudian


merefleksikan kepribadian politik dalam konsep idiosinkratik seorang Maduro
termasuk kedalam seseorang yang memiliki karakteristik Expasionist yang
dimana seorang Nicolas Maduro Ini tidak ingin kehilangan kontrol atas
kekuasaannya yang besar (High Need for Power), seorang Nicolas Maduro juga
cukup ketat dalam penerimaan informasinya sehingga ia menyaring hanya sedikit
informasi yang mengakibatkan rendahnya dalam menyadari adanya keputusan
yang lain dalam pembuatan keputusan (Low Conceptual Complexity) hal tersebut
akibat tingginya ketidakpercayaan kepada orang lain (High Distrust of Other),
Nicolas Maduro juga melakukan beberapa keputusan berangkat dari rasa
nasionalismenya yang tinggi (High Nasionalism) yang kemudian ia cukup ketat
terhadap intervensi negara lain, hal itu juga membuktikan bahwa karakteristik
individual Maduro memperlihatkan bahwa rendahnya tingkat ia untuk berafiliasi
(Low need for Affiliation) dimana alasan tersebut tentu harus mendorong Maduro
untuk memiliki inisiatif yang tinggi ( High believe in Control of events).

KESIMPULAN

Idiosinkratik adalah sebuah kepribadian atau karakter seseorang yang


kerap kali disebut pula sebagai gaya kepemimpinan seorang individu yang
menduduki jabatan sebagai seorang pemimpin. Tetapi menurut definisi yang
dijabarkan oleh Rosenau, konsep atau faktor idiosinkratik merupakan sebuah
ketidaklaziman atau keanehan yang hanya dimiliki oleh individu yang
menentukan serta merumuskan suatu keputusan, yang di mana pengambilan
keputusan itu dilatarbelakangi oleh sifat agresif manusia itu sendiri (Amalia,
15

2019). Ranah psikologi merupakan asal muasal dari konsep idiosinkratik ini,
bagaimana kepribadian seseorang dapat mempengaruhi tindakan serta perilakunya
dalam menjalani kehidupan sehari-harinya, yang dalam pembahasan kali ini
membahas tentang bagaimana seorang pemimpin mengambil suatu keputusan atau
kebijakan politik sebuah negara yang dipengaruhi oleh idiosinkratik itu sendiri
(Batubara, 2021). Konsep idiosinkratik ini memiliki peranan yang vital terhadap
penjelasan dari bagaimana permasalahan perumusan kebijakan luar negeri dalam
lingkup hubungan internasional. Kepribadian individu bersumber dari perasaan
dirinya baik secara sadar ataupun secara tidak sadar, yang berkembang dari
pengalaman yang telah dilalui oleh individu tersebut, oleh karena itu berbagai
pengalaman psikologis dari kecil hingga dewasa serta lingkungan yang
mengelilinginya baik itu lingkungan rumah, sekolah, tempat kerja, dan lain
sebagainya sangat mempengaruhi terbentuknya idiosinkratik dalam diri seseorang.

Dalam analisa idiosinkratik terdapat tiga kriteria seorang pemimpin dalam


mengambil suatu tindakan dalam kebijakan politiknya baik yang di dalam maupun
di luar negeri, yaitu personality assessment, trait analysis, serta cognitive
analysis, keseluruhan kriteria tersebut berujung pada pembentukan suatu gaya
berpolitik, gaya kepemimpinan, serta gaya pengambilan keputusan. Dalam
personality assessment terkandung gaya berpolitik seseorang yang sengaja
dikembangkan agar mampu memberikan sang perumus kebijakan terkait
gambaran psikologis secara menyeluruh, yaitu tidak hanya mengenai sejarah
bagaimana kepribadian inti seorang pemimpin dapat terbentuk, melainkan juga
sebagai penentu berbagai aspek yang relevan dalam diri seorang pemimpin dalam
mengambil kebijakan. Dalam trait analysis, terdapat pernyataan bahwa apabila
pemimpin dalam menjawab pertanyaan yang diajukan oleh pewawancara
menggunakan kata serta frasa yang seperti apa, karena ini dapat menjadi tolak
ukur tinggi atau rendahnya pemimpin dalam suatu sifat-sifat tertentu. Dan di
dalam cognitive analysis, yaitu pendekatan analisis yang sulit untuk dilakukan
suatu penelitian dikarenakan bersifat internal sehingga cukup sulit mendapatkan
hasil secara lebih terperinci sekaligus juga sulit dalam melakukan observasi secara
langsung (Laksono, 2018).
16

Studi kasus yang digunakan dalam penulisan paper jurnal ini yaitu terkait
krisis kemanusiaan Venezuela yang berada di bawah kepemimpinan presiden
Nicolas Maduro. Krisis ekonomi dan politik Venezuela saat ini telah
menempatkan kehidupan warganya dalam bahaya. Human Development Report
(HDR) yang diterbitkan pertama kali pada tahun 1994, memuat laporan tentang
isu-isu yang harus dijamin oleh suatu bangsa dalam hal keamanan manusia,
termasuk keamanan ekonomi, kesehatan, pribadi, politik, pangan, lingkungan, dan
sosial, berdasarkan Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP).
Banyak tekanan telah ditempatkan di Venezuela karena meningkatnya bencana
kemanusiaan, padahal sebuah negara ada untuk melindungi warganya. Bantuan
kemanusiaan yang ditujukan untuk Venezuela telah ditolak oleh pihak berwenang.
Sementara itu, berbagai organisasi internasional, LSM, dan negara lain,
khususnya Amerika Serikat, mengirimkan bantuan kemanusiaan. ICRC masing-
masing menyediakan $24,6 juta, Dana Tanggap Darurat Pusat PBB $9 juta, dan
IFRC $50 juta. Amerika Serikat memberikan $376 juta bersama dengan
kontribusi dari Brasil, Ekuador, dan Kolombia. Maduro sebelumnya menyatakan
bahwa semua penyangkalan ini dilakukan dengan kedok membela negaranya dari
campur tangan dan pengaruh luar, terutama dari Amerika Serikat. Maduro sering
meragukan niat baik negara-negara yang menawarkan bantuan kemanusiaan,
terutama Amerika Serikat. Kedua negara memiliki hubungan yang tegang sejak
periode Chavez, inilah salah satu alasan penolakan bantuan oleh Maduro. Adanya
faktor idiosinkratik yang membuat keputusan Maduro untuk menolak bantuan
Amerika, serta bagaimana ia mengekspresikan prinsip-prinsip anti-imperialis dan
anti-kapitalisnya. Mengingat penolakannya terhadap bantuan kemanusiaan,
Maduro dipandang memiliki gaya kepemimpinan yang lebih agresif daripada
yang berdamai. Pendekatan Maduro terhadap pemecahan masalah dan
tanggapannya terhadap kritik dari Amerika Serikat dan masyarakat internasional
dalam bencana kemanusiaan ini menunjukkan gaya kepemimpinannya yang tegas.
Karena Maduro cocok dengan gambaran pemimpin yang agresif, keputusannya
untuk menolak bantuan kemanusiaan juga menunjukkan tingkat nasionalisme
yang tinggi, kontrol atas berbagai hal, haus kekuasaan, kompleksitas konseptual
17

yang buruk, dan ketidakpercayaan terhadap orang lain. Kecenderungan ini sangat
terlihat dalam sifat politik Maduro dan berdampak pada pengambilan
keputusannya, termasuk keputusannya untuk menolak bantuan (Ashidiqi, 2020)

REFERENSI

Amalia, N. R. (2019). Faktor Yang Mempengaruhi Keluarnya Amerika Serikat


Dari Keanggotaan Dewan Ham Perserikatan Bangsa-Bangsa (Pbb) Tahun
2018.

Anugerah, B. (2016). Faktor Idiosinkratik Pemimpin dalam Perumusan Politik


Luar Negeri. Jurnal Kajian Lemhanas RI, 26, 5-16. Retrieved from
https://issuu.com/boyanugerah/docs/journal_of_lemhannas_ri_june_2016_
e

Ashidiqi, A. (2020). Pengaruh Idiosinkratik Nicolas Maduro Terhadap Penolakan


Bantuan Kemanusiaan Amerika Serikat Dalam Krisis Venezuela. Journal of
International Relations, 6(1), 135–143.

Batubara, S. T. (2021). Pengaruh Idiosinkratik Justin Trudeau dalam Kebijakan


Luar Negeri Kanada: Studi Kasus Penerimaan Pengungsi Suriah.
Intermestic: Journal of International Studies, 6(1), 172–196.
https://doi.org/10.24198/intermestic.v6n1.9

Laksono, D. A. (2018). Pengaruh Idiosinkratik Shinzo Abe terhadap Upaya


Perubahan Kebijakan Luar Negeri Jepang dari Pasifisme Idealis Menjadi
Pasifisme Proaktif. Jurnal Analisis Hubungan Internasional, 7(3), 58–70.
http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jahi73b2516703full.pdf

Nainggolan, P. P. (2018). Krisis Venezuela dan Migrasi Internasional . Info


Singkat , 8.

Perwita, A. A. B., & Yani, Y. M. (2005). Pengantar Ilmu Hubungan. OPAC


Perpustakaan Nasional RI, 1–171.
https://opac.perpusnas.go.id/DetailOpac.aspx?id=442562
18

Suara Pembaruan (2018). "30% Rakyat Venezuela Hanya Makan Satu Kali
Sehari,” 15

Anda mungkin juga menyukai