Gesta Tri Anjani1, Gusti Bagus Nauval Adifa Suharta2, Lalu Satria Islami3,
Yasmin Maulida Rahma4
(International Relations Department; University of Mataram)
(L1A0210451, L1A0210462, L1A0210563, L1A0210744)
ABSTRACT
ABSTRAK
PENDAHULUAN
dan lemah lembut, maka negara itu akan dipandang sebagai negara yang santai.
Dalam paper jurnal ini akan dibahas bagaimana terciptanya suatu idiosinkrasi dan
apa saja faktor yang mendukung terciptanya idiosinkrasi ini sendiri dari seorang
individu. Maka dari penjabaran latar belakang ini, paper jurnal ini perumusannya
menganalisis mengenai isu krisis kemanusiaan di Venezuela pada masa
pemerintahan Nicolas Maduro menggunakan konsep idiosinkratik
TINJAUAN PUSTAKA
Salah satu bahan acuan yang digunakan oleh penulis dalam paper jurnal
ini adalah berdasarkan artikel ataupun jurnal penulis terdahulu yang menjadi
sumber serta teori dalam melakukan pengkajian studi kasus. Penulisan jurnal
ataupun artikel terdahulu yang kami gunakan sebagai bahan kajian tidak memiliki
judul yang sama dengan judul penelitian ini, tetapi penulis memilah serta
mengkaji beberapa tulisan pada jurnal atau artikel sebelumnya untuk dimasukan
ke dalam tulisan dalam paper jurnal ini yang memiliki tema serupa.
METODE PENELITIAN
Konsep Idiosinkratik
Munculnya istilah idiosyncratic dalam politik luar negeri tak lain pula
karena kuatnya pengaruh dari seorang individu dalam proses pembuatan suatu
keputusan. Selain karena pengaruh dari latar belakang seorang decision maker,
kebijakan juga akan didasari oleh arus informasi yang diketahui oleh pemimpin
tersebut dan seperti apa keinginan yang dimilikinya serta tujuan yang hendak
dicapai (occasion for decision). Dengan kata lain, analisis berlandaskan konsep
idiosyncratic ini dapat memperlihatkan bagaimana seorang individu tersebut
melahirkan sebuah pengaruh yang bercampur dalam kebijakan yang dibuat
olehnya.
temperamental, keahlian moral, dan sikap yang telah dibangunnya dalam melalui
perjalanan hidup setelah memperhatikan perkembangan dari fase-fase yang telah
dibangun tersebut. (Perwita & Yani, 2005).
Faktor idiosinkratik biasa dikenal juga dengan istilah persepsi elit. Dimana
hal tersebut dideskripsikan sebagai hal-hal yang akrab pada seseorang (pemimpin)
sehingga dapat mempengaruhi pola pikir, persepsi, dan cara pandang dalam
melihat suatu permasalahan serta pengambilan keputusan. Terdapat sebuah
terminologi level of analysis dalam studi hubungan internasional yang diartikan
sebagai pisau analisa dalam caranya untuk membedah kasus-kasus dalam
hubungan internasional. Penggunaan pisau analisa tersebut dimulai dari unit yang
tergolong paling kecil, dimana terdiri dari individu, lalu kemudian berarah ke unit
yang paling besar, terdiri dari masyarakat, negara, dan sistem internasional.
Dalam level of analysis, faktor individu yang merupakan idiosinkratik atau
persepsi elit ini masuk menjadi level yang paling dasar, namun tergolong
fundamental. Dimana terbentuknya sistem masyarakat, negara, dan sistem
internasional tidak lepas dari level individu yang menyusunnya. Dalam pandangan
sosiologi yang dikiaskan ke dalam masyarakat, komunitas dari etnis Tiongkok
lekat dengan keuletannya yang mana hal tersebut merupakan produk dari
individu-individu Tiongkok yang ulet. Sama halnya pula dengan komunitas Jawa
yang memiliki kesan santun dan ramah, dimana hal tersebut tidak jauh terlepas
dari individu-individu Jawa yang memiliki karakteristik seperti itu. Namun saja,
yang menjadi pembeda dalam studi hubungan internasional adalah individu yang
dimaksud tersebut berupa pemimpin yang menghasilkan pengaruhnya dalam
kebijakan politik luar negeri.
1. Expansionist
Individu yang memiliki karakter tersebut cenderung tidak ingin kehilangan
+
kontrol. Dimana ia memiliki keinginan untuk memegang kontrol yang
besar (high need for power), mempunyai kemampuan yang rendah dalam
menyadari adanya pilihan lain dari pembuatan keputusan (low conceptual
complexity), dan memiliki tingkat kepercayaan yang rendah terhadap
orang lain (high distrust of others). Akan tetapi individu tersebut memiliki
karakter nasionalis yang tinggi dan memiliki kehendak kuat atas perannya
dalam menjaga kedaulatan dan integrasi negara (high nasionalism).
Individu ini juga tidak menjunjung arti hubungan pertemanan (low need
for affiliation) dan mempunyai tingkat inisiatif yang tinggi (high believe in
control over events). Tipe individu expansionist ini menggunakan
agresifitasnya dalam mewujudkan sebuah tujuan.
2. Active Independent
Individu yang memiliki karakter tersebut cenderung mempunyai keinginan
besar untuk ikut serta dalam komunitas internasional tanpa mengacaukan
9
relasi yang telah terjalin dengan negara-negara lain. Individu ini akan
berusaha menjaga kebebasan berusaha untuk menggalam hubungan
sebanyak mungkin. Individu yang masuk dalam karakter tersebut memiliki
ciri-ciri high nationalism, high conceptual complexity, high believe in own
control, high need of affiliation, low distrust to others, dan low need for
power.
3. Influential
Individu yang memiliki karakter tersebut cenderung berusaha menjadi
pusat dari lingkungan, memiliki kehendak dan keinginan untuk
mempengaruhi kebijakan politik luar negeri negara lain. Individu dengan
karakter seperti ini akan melahirkan sebuah pemikiran bahwa tujuannya
adalah hal yang paling penting jika dibandingkan dengan yang lain.
Biasanya individu seperti ini akan bersikap protektif terhadap negara-
negara yang menentangnya. Individu yang masuk dalam karakter tersebut
memiliki ciri-ciri high nationalism, low conceptual complexity, high
believe in own control, low need of affiliation, high distrust to others, dan
high need for power.
4. Mediator
Individu yang memiliki karakter tersebut sering menyatukan perbedaan
diantara negara dan memainkan peran ‘go-between’. Dimana pemimpin
yang merupakan individu tersebut memiliki pemikiran bahwa negara-
negara sebagai perwujudan dari perdamaian dunia dan akan selalu
mencoba untuk menyelesaikan permasalahan dunia. Individu yang masuk
dalam karakter tersebut memiliki ciri-ciri low nationalism, high
conceptual complexity, low distrust of others, high believe in own control,
high need for affiliation, dan high need for power. Biasanya individu yang
memiliki karakter tersebut senang berada di belakang layar. Walaupun
memberikan implikasi kepada negara lain, namun ia akan menghindari
adanya intervensi.
5. Opportunist
10
Untuk lebih lanjut, definisi dari karakter-karakter tersebut adalah sebagai berikut:
6. High need for power, yaitu individu yang memiliki hasrat untuk
memegang kendali yang besar.
7. Low nasionalism, yaitu individu yang mempunyai tingkat kehendak
rendah dalam menjaga kedaulatan dan integritas negaranya.
8. Low believe in own control, yaitu individu yang mempunyai tingkat
inisiatif rendah.
9. Low need for affiliation, yaitu individu yang sama sekali tidak
mementingkan hubungan pertemanan.
10. Low conceptual complexity, yaitu individu yang mempunyai tingkat
kemampuan rendah dalam menyadari adanya beberapa solusi alternatif
pilihan.
11. Low distrust to others, yaitu individu yang mempunyai tingkat
ketidakpercayaan rendah terhadap orang lain.
12. Low need for power, yaitu individu yang mempunyai tingkat hasrat yang
rendah untuk memegang kendali. (Perwita & Yani, 2005)
Setelah jatuhnya harga minyak pada tahun 2014 yang dimana harga
minyak saat itu menyentuh harga US25$ per barelnya, Venezuela menghadapi
krisis ekonomi diakibatkan oleh keputusan Hugo Chavez yang menggantungkan
pendapatan nasionalnya pada minyak bumi sebesar 95%. Kekurangan pendanaan
devisa dan pendapatan nasional tersebut kemudian diperparah oleh kebijakan
pemerintah sosialis Hugo Chavez yang menetapkan kebutuhan pokok seperti
tepung terigu, minyak goreng hingga keperluan mandi, demi mengurangi beban
penduduk miskin. Hal ini diakibatkan karena sebelumnya kebijakan Chavez di
tahun 2003 dalam mengendalikan nilai mata uang asing dengan cara mematok
kurs, berdampak kepada kelangkaan devisa dan maraknya peredaran dolar AS di
pasar gelap juga meningkatnya inflasi secara tidak terkendali (Nainggolan, 2018).
Menurut laporan PBB dari 32,4 juta jumlah penduduk Venezuela, lebih
dari 2,3 juta (7%) telah mengungsi akibat krisis ekonomi dan politik tersebut
12
Akibat dari krisis multidimensi yang terjadi seperti halnya dari tekanan
krisis ekonomi juga krisis kemanusiaan Venezuela telah mendapat banyak
tekanan. Sejatinya, keberadaan suatu negara adalah untuk melindungi rakyatnya.
Negara harus memiliki kapasitas untuk menjaga rakyatnya dari segala macam
ancaman terutama ancaman terhadap kelangsungan hidup. Pemerintah telah
menolak bantuan kemanusiaan yang direncanakan akan masuk ke Venezuela.
Sedangkan bantuan kemanusiaan datang dari sejumlah organisasi internasional,
NGO dan negara-negara lain terutama Amerika Serikat. Beberapa bantuan yang
datang yaitu dari ICRC sebanyak $24,6 juta, UN’s Central Emergency Response
Fund $9 juta, IFRC $50 juta (Dobias, 2019). Colombia, Ekuador dan Brazil
bersama dengan Amerika mengirimkan sebanyak $376 juta (Ortagus, 2019).
Maduro telah mengatakan sebelumnya bahwa segala penolakan tersebut dilakukan
dengan alasan untuk melindungi negaranya dari intervensi dan pengaruh negara
lain, khususnya Amerika Serikat. Maduro cenderung tidak mempercayai intensi
13
KESIMPULAN
2019). Ranah psikologi merupakan asal muasal dari konsep idiosinkratik ini,
bagaimana kepribadian seseorang dapat mempengaruhi tindakan serta perilakunya
dalam menjalani kehidupan sehari-harinya, yang dalam pembahasan kali ini
membahas tentang bagaimana seorang pemimpin mengambil suatu keputusan atau
kebijakan politik sebuah negara yang dipengaruhi oleh idiosinkratik itu sendiri
(Batubara, 2021). Konsep idiosinkratik ini memiliki peranan yang vital terhadap
penjelasan dari bagaimana permasalahan perumusan kebijakan luar negeri dalam
lingkup hubungan internasional. Kepribadian individu bersumber dari perasaan
dirinya baik secara sadar ataupun secara tidak sadar, yang berkembang dari
pengalaman yang telah dilalui oleh individu tersebut, oleh karena itu berbagai
pengalaman psikologis dari kecil hingga dewasa serta lingkungan yang
mengelilinginya baik itu lingkungan rumah, sekolah, tempat kerja, dan lain
sebagainya sangat mempengaruhi terbentuknya idiosinkratik dalam diri seseorang.
Studi kasus yang digunakan dalam penulisan paper jurnal ini yaitu terkait
krisis kemanusiaan Venezuela yang berada di bawah kepemimpinan presiden
Nicolas Maduro. Krisis ekonomi dan politik Venezuela saat ini telah
menempatkan kehidupan warganya dalam bahaya. Human Development Report
(HDR) yang diterbitkan pertama kali pada tahun 1994, memuat laporan tentang
isu-isu yang harus dijamin oleh suatu bangsa dalam hal keamanan manusia,
termasuk keamanan ekonomi, kesehatan, pribadi, politik, pangan, lingkungan, dan
sosial, berdasarkan Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP).
Banyak tekanan telah ditempatkan di Venezuela karena meningkatnya bencana
kemanusiaan, padahal sebuah negara ada untuk melindungi warganya. Bantuan
kemanusiaan yang ditujukan untuk Venezuela telah ditolak oleh pihak berwenang.
Sementara itu, berbagai organisasi internasional, LSM, dan negara lain,
khususnya Amerika Serikat, mengirimkan bantuan kemanusiaan. ICRC masing-
masing menyediakan $24,6 juta, Dana Tanggap Darurat Pusat PBB $9 juta, dan
IFRC $50 juta. Amerika Serikat memberikan $376 juta bersama dengan
kontribusi dari Brasil, Ekuador, dan Kolombia. Maduro sebelumnya menyatakan
bahwa semua penyangkalan ini dilakukan dengan kedok membela negaranya dari
campur tangan dan pengaruh luar, terutama dari Amerika Serikat. Maduro sering
meragukan niat baik negara-negara yang menawarkan bantuan kemanusiaan,
terutama Amerika Serikat. Kedua negara memiliki hubungan yang tegang sejak
periode Chavez, inilah salah satu alasan penolakan bantuan oleh Maduro. Adanya
faktor idiosinkratik yang membuat keputusan Maduro untuk menolak bantuan
Amerika, serta bagaimana ia mengekspresikan prinsip-prinsip anti-imperialis dan
anti-kapitalisnya. Mengingat penolakannya terhadap bantuan kemanusiaan,
Maduro dipandang memiliki gaya kepemimpinan yang lebih agresif daripada
yang berdamai. Pendekatan Maduro terhadap pemecahan masalah dan
tanggapannya terhadap kritik dari Amerika Serikat dan masyarakat internasional
dalam bencana kemanusiaan ini menunjukkan gaya kepemimpinannya yang tegas.
Karena Maduro cocok dengan gambaran pemimpin yang agresif, keputusannya
untuk menolak bantuan kemanusiaan juga menunjukkan tingkat nasionalisme
yang tinggi, kontrol atas berbagai hal, haus kekuasaan, kompleksitas konseptual
17
yang buruk, dan ketidakpercayaan terhadap orang lain. Kecenderungan ini sangat
terlihat dalam sifat politik Maduro dan berdampak pada pengambilan
keputusannya, termasuk keputusannya untuk menolak bantuan (Ashidiqi, 2020)
REFERENSI
Suara Pembaruan (2018). "30% Rakyat Venezuela Hanya Makan Satu Kali
Sehari,” 15