Anda di halaman 1dari 40

MAKALAH PSIKOLOGI POLITIK

Mata Kuliah Kajian Aktual Psikologi Sosial

Kelompok 6
1. Kheista Prima Nurmala (1511419095)
2. Andini Kusnia Dewi (1511419121)
3. Winarsih (1511419124)
4. Dhiya Afsha Salsabilla (1511419131)
5. Syerlita Astrid Fitria Cristin (1511419137)
6. Olivia Tri Wulandari (1511419)

Dosen Pengampu
1. Luthfi Fathan Dahriyanto, S. Psi., M. A.
2. Drs. Sugiyarta Stanislaus, M. Si.

JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2021
BAB I
PEMBAHASAN
A. Pengantar Psikologi Politik
Psikologi ialah ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia secara pelik dan
lugas. Ilmu psikologi pada dasarnya memiliki karakter yang luas, dalam artian memiliki
banyak bidang kajian aktual. Salah satu kajian aktual yang erat kaitannya dengan
kehidupan sehari-hari kita yaitu Psikologi Sosial. Dalam Psikologi Sosial itu berarti
bahwa ilmu yang mempelajari sikap dan perilaku manusia dengan lingkungan sosial dan
kehidupan bermasyarakatnya. Banyak sekali aspek-aspek sosial yang sering kita dengar
dan pahami sebelumnya, salah satunya seperti politik. Di dalam bidang psikologi sosial,
aspek politik juga urut berpengaruh. Jika ditarik lebih spesifik lagi, psikologi sosial ini
memiliki bahasan terkait psikologi politik.
Serupa dengan pengertian bidang psikologi lainnya, psikologi politik merupakan
suatu disiplin ilmu yang membahas tentang batas gagasan kajian ilmu politik dan juga
ilmu psikologi. Pada pembahasan psikologi politik , kita juga akan mempelajari terkait
bagaimana institusi politik mempengaruhi maupun dipengaruhi oleh perilaku manusia.

B. Perbedaan Psikologi Politik dengan Ilmu Psikologi Lainnya


Di dalam disiplin ilmu psikologi kita mengenal ada beberapa sub bagian
pembahasan seperti ilmu kognitif/otak, ilmu psikologi sosial, ilmu psikologi klinis, ilmu
psikologi perkembangan, ilmu psikologi industri dan organisasi, dan juga psikologi
pendidikan. Para ilmuwan yang bergerak dibidang psikologi politik ingin menjadikan
psikologi politik menjadi sub bidang pembahasan ilmu politik, namun berbeda dengan
ilmuwan psikologi lain yang bergerak di bidang lainnya yang menginginkan psikologi
politik ini dijadikan bagian penting dari ilmu psikologi sosial (Marcus, 2002: 10). Alasan
mengapa pada akhirnya psikologi politik ini dijadikan bagian dari psikologi sosial adalah
karena definisi dari psikologi politik itu sendiri adalah ilmu yang mempelajari tentang
perilaku politik dengan konsep dan teori dasar psikologi terutama psikologi sosial.
C. Metode Kajian dalam Psikologi Politik
Psikologi politik merupakan kajian antar disiplin ilmu yang menggunakan
pendekatan multi-metode dalam mengkaji fenomena politik pada tingkat individu. Dalam
konteks ini, psikologi politik memiliki peran penting dan signifikan dalam menjalankan
proses-proses psikologi dibalik sikap, perilaku, pengambilan keputusan dan interaksi
antara individu dan kelompok (Erisen, 2012: 9).
Sebuah riset yang dilaporkan di dalam jurnal Political Psychology dan dipaparkan
di dalam pertemuan tahunan The International Society of Political Psychology
menjelaskan bahwa psikologi politik sebagai sebuah perspektif (as a perspective) tidak
hanya diteliti dengan menggunakan satu jenis metode saja tetapi beragam metode, antara
lain:
1. Experiment
2. Survey
3. Focused group
4. Elite interview
5. Content analysis
6. Ethnography
7. Historical narrative
8. Discourse analysis
9. Case studies

D. Konsep Kepribadian dalam Psikologi Politik


Seperti yang telah kita ketahui sebelumnya bahwasanya Psikologi merupakan
ilmu yang mempelajari tentang sikap dan perilaku manusia, dimana sikap dan perilaku
manusia ini erat kaitannya dengan kepribadian manusia itu sendiri. Pada sekitar tahun
1920 penelitian-penelitian tentang kepribadian telah banyak dilakukan dengan tujuan
penelitian untuk mengevaluasi dan mengkaji perilaku politik para pemimpin dunia saat
itu. Beberapa contoh yang terjadi dalam riset konsep kepribadian dengan perilaku politik
pada saat itu antara lain, sebuah analisis kepribadian Hitler dengan Holocoustnya, peran
kepribadian pada perbedaan ras dan etnik, serta peran kepribadian terhadap ketertarikan
dalam dunia politik.
Konsep kepribadian memang erat kaitannya dengan ilmu psikologi itu sendiri,
sehingga dalam dunia politik pun terlebih psikologi politik bahwa kepribadian menjadi
salah satu aspek penting yang kedudukannya dalam psikologi politik dapat diobservasi
atau tidak, dapat disadari atau tidak (Ewen, 1998). Konsep kepribadian ini sebenarnya
sedikit sulit untuk diterjemahkan dalam ilmu politik itu sendiri mengingat bahwa ilmu
politik ini menitikberatkan pada kejadian nyata yang terobservasi. Dalam dunia
berpolitik, pandangan kepribadian biasanya lebih ditujukan untuk beberapa pandangan
bagaimana pemimpin yang unik namun dimiliki juga oleh masyarakat biasa/orang biasa
karena perbedaan antar individu tersebut pastinya memiliki beberapa persamaan pula.
Kepribadian pemimpin-lah yang paling disorot dalam konsep kepribadian dalam dunia
berpolitik ini.
Cottam, Diez-Uhler, Mastosr & Preston pada tahun 2004 telah melakukan yang
membedakan dua kajian psikologi dalam dunia politik yaitu yang pertama, menurut
pandangan ahli psikolog kepribadian yang lebih cenderung untuk menjelaskan konsep
kepribadian pada seorang pemimpin maupun fenomena politik, sedangkan yang kedua
menurut pandangan ahli psikologi sosial yang mana biasanya mencari titik batas
kepribadian sebagai proses interaksi seseorang dengan lingkungannya yang melibatkan
emosi, motivasi, bahkan kognisi seseorang.
Mengenai sejarah psikologi politik yang terus berkembang, dalam sejarahnya
psikologi di dalam bidang politik ini tidak dapat dipisahkan oleh pembahasan kepribadian
dalam ilmu psikologi dimana pembahasan mengenai kepribadian dan kepemimpinan
politik senantiasa beriringan dan tumbuh bersamaan dengan perkembangan ilmu politik.
Oleh karena itu, pembahasan mengenai kepribadian dan ilmu politik sangatlah berkaitan
dalam psikologi politik sendiri.
Menurut Lewin (1995) dalam memahami perilaku seseorang perlu juga untuk
memahami kepribadian seseorang tersebut serta konteks atau situasi dimana perilaku
seseorang tersebut diobservasi. Michel (1975) melakukan penelitian yang menghasilkan
bahwa perilaku tidak konsisten serta sangat dipengaruhi oleh situasi yang mampu
mengarahkan perilaku dimana situasi seseorang berpengaruh besar terhadap perilaku
seseorang dibandingkan dengan kepribadian seseorang. Meskipun begitu, pengaruh
personal yang diakibatkan oleh kepribadian dinilai cukup penting untuk dipertimbangkan,
seperti:
1. Untuk meningkatkan sebuah keputusan di dalam konteks sosial, maksudnya
ketika seseorang dengan entitas kepribadian akan memiliki kekuatan politik
sehingga memungkinkan untuk individu tersebut mengerahkan kekuatan
personalnya.
2. Mewarnai pola serta variasi relasi dalam implementasi, dalam pembuatan
keputusan pola dan variasi dari kepribadian seseorang dapat sangat berpengaruh
besar.
Sehingga, dalam pembahasan kali ini dapat disimpulkan bahwa situasi dan
kepribadian sesungguhnya suatu hal yang tidak dapat dipisahkan serta keunikan dan
keragaman kepribadian individu hanya dapat dimaknai dalam situasinya (konteksnya).

E. Kerangka Analisis Para Pemimpin Politik


Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa psikologi politik masih berkaitan
dengan kepribadian dari pelakunya atau individu yang melakukan aktivitas politik. Dari
berbagai latar belakang teori yang menjelaskan terkait hal ini, dihasilkan beberapa topik
bahasan pada baian ini, diantaranya yaitu:
1. Kajian kepribadian authoritarian (The Authoritarian Personality),
2. Kerangka kerja karakter presidensial Barber,
3. Kajian karakteristik pemimpin: motif dan watak,
4. Kerangka kajian pemimpin politik: “The Operational Code”

➔ Kajian kepribadian authoritarian (The Authoritarian Personality)


Berdasarkan riset oleh Adorno, dkk (1950), dengan berlandaskan teori
psikoanalisis menjelaskan bahwa kepribadaian authoritarian merupakan suatu hasil pola
otoriter yang dibentuk pada masa anak - anak yang kemudian hasilnya perlahan - lahan
akan memperlemah kemampuan ego dalam mengontrol dorogan id. Ia mengatakan
bahwa pola asuh dari orang tua otorier tidak sensitif terhadap kesulitan yang dimliki oleh
anaknya dan ia juga mengatakan bahwa orang tua dengan jenis pola asuh otorier ini tidak
mendorong anaknya utuk berkembang namun malah cenderung memaksa anaknya
menerapkan sistem disiplin yang keras serta memberikan kontrol yang sangat ketat
dengan penuh tuntutan.
Dalam penelitian Adorno, untuk mengetahui seorang politis memiliki kepribadian
authortarian dapat diukur menggunakan F scale. F di sini berarti facism yang kemudian
dari F scale ini menghasilkan beberapa indikator diantaranya yaitu: (Robinson & Shaver,
197 :308)
a. Convetionalism: kepatuhan yang kaku.
b. Authoritarian submission: tunduk, sikap tidak dapat dikritik.
c. Authoritarian aggression: mengawas dengan ketat, menyalahkan, menolak dan
menghukum individu yag melangar nilai yang bersifat konvensional.
d. Anti - intraception: subjektif, imajinatif dan mudah tersinggung.
e. Superstition - stereotype: percaya dengan sesuatu yang bersifat mistis, disposisi
untuk berpikir dalm kategori yang kaku.
f. Power - “thoughness”: dikuasai kepatuhan yag sangat dominan.
g. Destructiveness - cynicism: generalisasi permusuhan, penghinaan terhadp
manusia.
h. Projectivy: meyakini bahwa sesuatu yang berbahaa sedang berlansung di dunia.
i. Sex; perhatian ang berlebihan pada kehidupan seksual.

➔ Kerangka kerja karakter presidensial Barber


Berbeda dengan penelitian Adorno sebelumnya yang mengulas kepribadian
pemimpin menggunakan skala, Barber dalam bukunya yang berjudul “The Presidential
Character” pada tahun 1970 mencoba meneliti watak atau kepribadian pemimpin
menggunakan psikobiografi. Dengan psikobiografi dalam mengetahui terkait
kepribadian, gaya, karakter dapat melalui pengamatan seperti melihat seperti apa pola
kepribadiannya di awal kehidupan atau karir politiknya, bagaimana proses sosialisasi
yang dilakukan sampai dengan gaya hidup serta kepemimpinan yang dilihat oleh orang
lain di tempat kerjanya.
Dari proses penelaahan yang dilakukan oleh Barber, dihasilkan 3 komponen
kepribadian presidensial. Ketiga komponen ini menurutnya dapat dicocokan secara
bersamaan dan membentuk pola yang dinamis serta mudah dipahami. Komponen -
komponen kepribadian itu diantaranya adalah:
a) Style
Menggambarkan kebiasaan seorang pemimpin atau presiden dalam menampilkan
beberapa peran utamanya yang berupa retorika, hubungan personal dan pekerjaan
rumah.
b) World view
Hal ini bisa diartikan juga dengan cara pandang si pemimpin, lebih jelasnya
keyakinan utama yang diyakini oleh pemimpin tersebut terhadap sualtu hal secara
politik seperti kausalitas sosial, sisi kemanusiaan serta konflik moral.
c) Character
Pada komponen ini dapat dilihat dengan bagaimana pemimpin berorientasi
terhadap kehidupan dan keunggulan pribadinya dan hal tersebut bisa dicontohkan
seperti kesadaran dirinya akan self-esteem, dan juga berbagai kriteria yang ia nilai
pada dirinya seperti pencapaian dan afeksi.

➔ Kajian karakteristik pemimpin : motif dan watak


Penelitian terhadap pemimpin berbasis motif dan watak umumnya dilakukan
berkaitan dengan gaya mereka pada saat melakukan beberapa hal diantaranya seperti :
1. Pengambilan keputusan (decision making),
2. Interaksi interpersonal (interpersonal interaction),
3. Pemrosesan informasi (information processing),
4. Manajemen perilaku di tempat kerja (management behavior in office).
Selain itu Cottam, et al (2004:29) juga menjelaskan adanya 3 komponen
karakteristik mendasar yang mempengaruhi kepemimpinan seseorang yaitu:
1. Power
Browning dikutip dari Cottam, et al (2004:28) menjelaskan bahwa karakteristik
yang diharapkan oleh seorang individu diantaranya adalah mereka yang dianggap
mampu mendominasi dalam artian lain yaitu mereka yang memiliki kebutuhan akan
kekuasaaan, asertif serta tegas dalam mengontrol bawahan dan juga dalam
menentukan maupun menetapkan suatu kebijakan.
2. Complexity
a. Kompleksitas kognisi
Dalam hal ini erat kaitannya dengan kerja kognisi dan pengaruhnya
terhadap proses pengambilan keputusan. Dikatakan oleh Cottam, et al (2004)
bahwa semakin kompleks daya kognisi suatu individu maka semakintinggi pula
kemampuannya dalam menerima umpan balik baik yang bersifat positif maupun
negatif.
b. Kompleksitas integratif
Fokus dari kompleksitas integratif menurut Tetlock (1983) adalah
diferensiasi dan integrasi. Kompleksitas integratif ini memungkinkan seseorang
untuk mengenali dan mengintegrasikan keseluruhan pembeda melalui evaluasi
kognisi kedalam susunan sintesis yang lebih tinggi yang dilakukan dalam gaya
berfikir dialektis. Berbeda dengan kompleksitas kognisi yang hanya
memungkinkan individu untuk mengenali beberapa ide tentang kebenaran. Jadi
pada intinya kompleksitas integratif ini memungkinkan suatu individu untuk
mengintegrasikan beberapa konsep tentang kebenaran yang berbeda sehingga
menciptakan suatu sistem kebenaran yang baru yang lebih terstruktur dan
terintegrasi.
3. Expertise
Karakteristik ini mengacu pada kesadaran akan kemampuan individu dalam
menghadapi suatu masalah atau persoalan. Keahlian atau pengalaman terdahulu yang
sebelumnya telah dimiliki oleh seorang pemimpin akan memberi dampak pada gaya
kepemimpinan presidensial dikemudian hari.

➔ Kerangka kajian pemimpin politik : “The Operational Code”


Pendekatan terakhir yang disampaikan oleh Cottam, et al (2004) adalah The
Operational Code yang merupakan suatu konstruk yang mempresentasikan sistem
keyakinan seorang pemimpin tentang dunianya, meliputi bagaimana cara kerjanya,
seperti apa bentuknya, apa jenis tindakan yang dilakukan dan lain sebagainya. Dalam
observasinya George mengatakan bahwa The Operational Code merupakan suatu prinsip
yang diyakini seseorang dan hal ini menentukan ketertarikan seseorang tersebut dalam
berbagai aksi terkait isu - isi politik dan bersifat tidak berubah - ubah. Berikut tabel The
Operational Code.
Tabel The Operational Code

Keyakinan Filosofis Keyakinan Instrumental

Bentuk fundamental politik dan konflik Pendekatan terbaik dalam menyeleksi aksi
politis, dan imagi lawan politik. politis.

Pandangan umum dalam menggapai nilai Bagaimana suatu target dan tujuan dapat
politis yang fundamental. diraih dengan cara seefektif mungkin.

Sejauh mana hasil politik dapat Pendekatan terbaik dalam


diprediksikan. mengkalkulasikan, mengontrol dan
menerima segala resiko aksi politik.

Sejauh mana pemimpin politik dalam Kemampuan dalam mengatur waktu dan
mempengaruhi perkembangan sejarah dan aksi.
mengontrol hasil.

Peran kesempatan / kemungkinan. Manfaat dan peran berbagai makna yang


berbeda - beda guna meningkatkan
ketertarikan seseorang.
BAB II
PENUTUP
A. Kesimpulan
Serupa dengan pengertian bidang psikologi lainnya, psikologi politik merupakan
suatu disiplin ilmu yang membahas tentang batas gagasan kajian ilmu politik dan juga
ilmu psikologi. Pada pembahasan psikologi politik, kita juga akan mempelajari terkait
bagaimana institusi politik mempengaruhi maupun dipengaruhi oleh perilaku manusia.
Para ilmuwan yang bergerak dibidang psikologi politik ingin menjadikan psikologi
politik menjadi sub bidang pembahasan ilmu politik, namun berbeda dengan ilmuwan
psikologi lain yang bergerak di bidang lainnya yang menginginkan psikologi politik ini
dijadikan bagian penting dari ilmu psikologi sosial (Marcus, 2002:10).
Alasan mengapa pada akhirnya psikologi politik ini dijadikan bagian dari
psikologi sosial adalah karena definisi dari psikologi politik itu sendiri adalah ilmu yang
mempelajari tentang perilaku politik dengan konsep dan teori dasar psikologi terutama
psikologi sosial. Sebuah riset yang dilaporkan di dalam jurnal Political Psychology dan
dipaparkan di dalam pertemuan tahunan The International Society of Political
Psychology menjelaskan bahwa psikologi politik sebagai sebuah perspektif (as a
perspective) tidak hanya diteliti dengan menggunakan satu jenis metode saja tetapi
beragam metode, antara lain Experiment, Survey, Focused group, Elite interview, Content
analysis, Ethnography, Historical narrative, Discourse analysis, dan Case studies. Selain
itu konsep kepribadian dari psikologi politik ini sendiri sebenarnya sedikit sulit untuk
diterjemahkan dalam ilmu politik mengingat bahwa ilmu politik ini menitikberatkan pada
kejadian nyata yang terobservasi.
Dalam dunia berpolitik, pandangan kepribadian biasanya lebih ditujukan untuk
beberapa pandangan bagaimana pemimpin yang unik namun dimiliki juga oleh
masyarakat biasa/orang biasa karena perbedaan antar individu tersebut pastinya memiliki
beberapa persamaan pula. Kepribadian pemimpin-lah yang paling disorot dalam konsep
kepribadian dalam dunia berpolitik ini. Untuk kerangka analisis para pemimpin politik
juga sudah dijelaskan sebelumnya bahwa psikologi politik masih berkaitan dengan
kepribadian dari pelakunya atau individu yang melakukan aktivitas politik.
Dari berbagai latar belakang teori yang menjelaskan terkait hal ini, dihasilkan
beberapa topik bahasan pada baian ini, diantaranya yaitu Kajian kepribadian authoritarian
(The Authoritarian Personality), Kerangka kerja karakter presidensial Barber, Kajian
karakteristik pemimpin: motif dan watak, dan kerangka kajian pemimpin politik “The
Operational Code”.
BAB III
REVIEW JURNAL PSIKOLOGI POLITIK

1. Jurnal 1
Judul Perilaku Politik Generasi Milenial: Sebuah Studi Perilaku Memilih (Voting
Behaviour)
Jurnal Jurnal Psikologi Jambi
Volume & Volume 04. No. 01 & Halaman 10-15
Halaman
Tahun Juli 2019
Penulis Muhammad Zulfa Alfaruqy

Pendahuluan Perilaku pemilih atau voting behaviour adalah keputusan pemilih dalam
menyalurkan hak pilih kepada seorang calon atau kandidat, baik dalam pemilu
legislatif maupun eksekutif. Generasi milenial bisa dibilang melek dengan pemilu
presiden dan wakil presiden. Sebagian besar dari generasi ini merupakan pemilih
pemula yang memakai hak pilih untuk pertama kalinya. Sedangkan sebagian lainnya
memakai hak pilihnya pada pemilu sebelumnya. Pada dasarnya generasi milenial
memperoleh informasi mengenai kandidat, dinamika kompetisi politik, dan isu
sosial melalui sosial media. Antusiasme generasi milenial pada perilaku politik
terbilang tinggi. Menurut Cottam, Uhler, Mastors, dan Preston pada tahun 2012,
terdapat dua aliran besar yang menjelaskan mengenai tipe pemilih dalam konteks
politik, yaitu aliran Columbia dan Michigan. Aliran Columbia biasa disebut sebagai
sosiologis yang mempercayai bahwa pemilih menentukan keputusan berdasarkan
identitas sosial, seperti isu-isu yang menyangkut daerah, suku, atau agama tertentu.
Sedangkan aliran Michigan dikenal sebagai psikologis yang mempercayai bahwa
pemilih menentukan keputusannya berdasarkan daya tarik secara personal kandidat.
Subjek Penelitian Mahasiswa aktif Universitas Diponegoro, termasuk generasi milenial (lahir sebelum
tahun 2000), mengambil mata kuliah psikologi politik (38 mahasiswa), dan bersedia
untuk dilibatkan dalam penelitian.
Metode Penelitian Metode kualitatif dan cara mendapatkan datanya melalui kuesioner yang berisi
pertanyaan terbuka seperti “Apa saja yang mempengaruhi perilaku memilih/voting
behaviour-mu?” dan “Jelaskan jawabanmu tersebut dengan menyertakan bukti-bukti
perilaku memilih/voting behaviour pada pemilu presiden dan wakil presiden tahun
2019!”.
Hasil Terdapat lima faktor yang mempengaruhi perilaku pemilih atau voting behaviour
yaitu personal kandidat, tawaran kandidat, personal pemilih, lingkungan sosial
pemilih, dan lingkungan sosial kandidat. Dari lima faktor tersebut, hasil penelitian
yang didapatkan menunjukkan bahwa faktor yang paling dominan mempengaruhi
perilaku pemilih atau voting behaviour pada generasi milenial yaitu personal
kandidat. Tipe pemilih paling banyak dari pemilih generasi milenial terkategori
sebagai pemilih psikologis yang mana memperhatikan kepribadian, tampilan fisik
kandidat, keterampilan menjalin relasi yang hangat dengan masyarakat serta rival
politik dipersepsi sebagai kemampuan guna memberikan perlindungan semua
kalangan (aliran Michigan). Yang mana hal tersebut sejalan dengan penelitian yang
menjelaskan bahwa kandidat yang berhasil menghadirkan semangat optimisme yang
lebih bisa menyita perhatian pemilih.
Kesimpulan Voting behaviour pada generasi milenial dipengaruhi oleh personal kandidat,
tawaran kandidat, persepsi pemilih, lingkungan sosial pemilih, dan lingkungan
sosial dari kandidat. Generasi milenial di sini cenderung tergabung sebagai tipe
pemilih psikologis dan rasional, di mana mempunyai perhatian pada kepribadian
dan tampilan luar atau fisik kandidat. Selain itu juga apa yang telah dan akan
dilakukan oleh kandidat.
Saran Kandidat butuh membangun trustworthiness atau kepercayaan dan kepribadian yang
diterima oleh masyarakat dengan menyeluruh. Lalu, tim sukses butuh mengemas
kampanye dengan lebih mengedepankan kepribadian kandidat, daripada tawaran
visi misi serta program kerja dalam konten yang kreatif. Selanjutnya, peneliti lain
yang tertarik juga dengan topik ini perlu mengembangkan penelitian pada generasi
milenial dengan latar belakang yang berbeda.
2. Jurnal 2
Judul Pengetahuan dan Persepsi Politik pada Remaja
Jurnal Jurnal Psikologi Sosial
Volume & Halaman Vol 18, No. 1, 45-55
Tahun 2018
Penulis Putri Limilia & Evie Ariadne

Tujuan Penelitian Penelitian dilakukan untuk memahamai pengetahuan dan persepsi remaja
terhadap partai politik, secara lebih spesifik penelitian dilakukan untuk
mengkaji pengetahuan dan persepsi terhadap partai politik sebagai salah satu
institusi politik.
Subjek Penelitian Remaja (siswa yang sedang menempuh Sekolah Menengah Atas).
Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif, peneliti
menggunakan metode kualitatif karena ingin melihat pemaknaan individu
terhadap partai politik. Informan dari peneliti dipilih menggunakan teknik
sampel non probability sampling khususnya purposive sample.
Hasil Penelitian - Definisi dan Peran Partai politik
Para informan belum mengetahui sepenuhnya apa itu partai politik dan apa
peran dari partai politik, ada dari mereka yang menjawab dengan benar dan
sebelihnya salah. Namun dari hasil penelitian menunjukan para informan juga
lebih paham mengenai peran partai politik daripada definisi dari partai politik.
Ada tokoh yang berpendapat bahwa Indonesia merupakan salah satu negara
yang menganut sistem demokrasi perwakilan. Adanya demokrasi tersebut
konsekuensinya adalah adanya jarak antara rakyat yang berdaulat dengan
pemerintahan yang dibentuk. Oleh karena itu, partai politik hadir dalam
menjembatani jarak tersebut. Partai politik berperan sebagai pihak yang
menata atau menampung aspirasi rakyat untuk kemudian dijadikan landasan
dalam pembuatan keputusan yang teratur (Asshiddiqie,2006).
- Fungsi partai politik
Partai politik tidak hanya memiliki peran tetapi memiliki tugas, fungsi, dan
hak. Ada empat fungsi yang dimiliki oleh partai politik dalam sebuah negara
demokrasi yaitu komunikasi politik, sosialisasi politik, rekrutmen politik dan
pengatur politik (Asshiddiqie, 2006). Selain itu, Firmanzah (2010) juga
mengemukakan pendapat bahwa fungsi partai politik terbagi menjadi dua
kelompok yaitu fungsi partai politik bagi pihak internal dan pihak eksternal.
Bagi pihak internal politik sebagai pihak yang melakukan pembinaan, edukasi,
pembekalan, kaderisasi, dan melanggengkan ideologi politik dari partai politik.
Diskusi Responden atau informan memiliki pengetahuan yang rendah terkait definisi
partai politik, tetapi memiliki pengetahuan yang tinggi terkait peran dari partai
politik.
- Ada beberapa faktor juga yang menyebabkan masyarakat memiliki
persepsi negatif terkait elit politik diantaranya adalah kebohongan, korupsi,
rendahnya kepedulian terhadap sesama, tidak transparan, penyalahgunaan
kekuasaan dan ketidaktegasan (Haryanto, dkk., 2015).
- Dalam proses menerima informasi pemilih pemula cenderung memberikan
harapan yang tinggi kepada partai politik, misalnya mereka beranggapan
bahwa partai politik seharusnya menjadi wadah atau saluran aspirasi
rakyat, namun faktanya partai politik tidak maksimal dalam menjalankan
perannya menjadi saluran aspirasi rakyat.
Kelebihan Kelebihan dari penelitian yang dilakukan adalah memiliki topik yang sangat
berkaitan dengan fakta yang ada, yaitu remaja dan politik, selain itu bahasa
yang digunakan dalam jurnal ini mudah dipahami.
Kekurangan Kekurangan dalam penelitian ini adalah tidak ada pengetahuan mengenai latar
belakang perbedaan individu dalam mempersepsi partai politik dan
memperbanyak informan dan latar belakang yang berbeda,
Kesimpulan Remaja atau pemilih pemula cenderung memiliki minat yang rendah terhadap
politik dan kegiatan partai politik. Remaja juga memiliki persepsi yang negatif
terhadap partai politik hal ini dikarenakan media juga turut berperan dalam
memberikan informasi seperti perebutan kekuasaan dan saling menjatuhkan
lawan. Remaja juga menganggap bahwa partai politik ini tidak memiliki
manfaat langsung bagi mereka.
3. Jurnal 3
Judul Peran Kepercayaan politik dan Kepuasan Demokrasi terhadap Partisipasi Politik
Mahasiswa
Jurnal Jurnal Psikologi
Volume & Halaman Vol 9, Nomor 2
Tahun Desember 2013
Penulis Hasbi Wahyudi,Tantio Fernando, Azhari Ahmad, Ayu Khairani, Fatimah, Ivan
Muhammad Agung, Mirra Noor Milla.

Tujuan Penelitian Membuktikan hubungan kepercayaan politik dan kepuasan demokrasi dengan
partisipasi politik mahasiswa
Metode Penelitian Dalam mengumpulkan data menggunakan metode survey dengan kuesioner
tentang kepercayaan politik, kepuasan demokrasi serta partisipasi politik.
Sampel Sampel dalam penelitian ini sebanyak 307 orang (92 pria dan 213 wanita,
mising 2) rerata umur 20,21, aktif organisasi (43,3%) dan tidak aktif
beroganisasi (56,7%).
Hasil atau Temuan Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang positif antara kepercayaan
politik dan kepuasan demokrasi terhadap tingkat partisipasi politik mahasiswa.
Artinya, semakin tinggi kepercayaan politik dan kepuasan demokrasi, maka
semakin tinggi tingkat partisipasi politik mahasiswa. Sementara kepuasan
demokrasi tidak berhubungan langsung dengan partisipasi politik tetapi melalui
kepercayaan politik. Artinya kepercayaan politik menjadi variabel mediator
antara kepuasan demokrasi dan partisipasi politik.
LAMPIRAN
1. Jurnal 1: Perilaku Politik Generasi Milenial: Sebuah Studi Perilaku Memilih (Voting
Behaviour)
2. Jurnal 2: Pengetahuan dan Persepsi Politik Pada Remaja
3. Jurnal 3 “Peran Kepercayaan Politik dan Kepuasan Demokrasi terhadap Partisipasi
Politik Mahasiswa
DAFTAR PUSTAKA

Alfaruqy, Muhammad Zulfa. 2019. Perilaku Politik Generasi Milenial: Sebuah Studi Perilaku
Memilih (Voting Behavior). Jurnal Psikologi Jambi, Volume 04, No. 01: 10-15.

Saloom, G., & Rahmani, I. S. (2013). Pengantar Psikologi Politik. UIN Jakarta Press.

Yustisia, W., Hakim, M. A., & Ardi, R. (2021). Psikologi Politik. Kompas Media Nusantara.

Anda mungkin juga menyukai