Anda di halaman 1dari 9

ANALISIS WORLD SYSTEM THEORY STUDI KASUS PUSHBACK OLEH

FRONTEX DI YUNANI TERHADAP MIGRAN TAHUN 2020

Pascalito Alfonso Tambunan/195120400111011


Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik,
Universitas Brawijaya, Malang

ABSTRACT

Frontex yang juga dikenal sebagai the European Border and Coast Guard Standing Corps.
Merupakan salah satu Lembaga agensi Uni Eropa yang berfungsi untuk menjaga dan
mengawasi perbatasan dari negara-negara di Uni Eropa termasuk juga batas pantai (Coast
Guard). Frontex merupakan salah satu agensi dan lembaga yang krusial bagi Uni Eropa dan
juga keamanannya, ditambah dengan anggaran belanja tahunan sekitar 420 juta Euro pada
tahun 2020 lalu, semakin menempatkan posisi Frontex sebagai pemeran utama dalam
keamanan perbatasan Uni Eropa. Analisis terhadap studi kasus illegal “pushback” yang
dilakukan oleh Frontex dan Yunani terhadap migran yang bertujuan ke Yunani tersebut
menjadi salah satu hal yang menarik untuk dibahas menggunakan teori dari sistem migrasi
yakni New Worlds System theory. Apakah Uni Eropa dan Yunani sebagai salah satu negara
sentral akan berkenaan dengan studi kasus penolakan ini, atau melainkan negara asal migran
yakni Turki yang ternilai peripheral lebih memadai bagi migran.

PENDAHULUAN

Frontex yang juga dikenal sebagai the European Border and Coast Guard Standing
Corps. Merupakan salah satu Lembaga agensi Uni Eropa yang berfungsi untuk menjaga dan
mengawasi perbatasan dari negara-negara di Uni Eropa termasuk juga batas pantai (Coast
Guard). Frontex sendiri terbentuk pada 2004 yang didasari atas beberapa perjanjian dan
traktat sebelumnya yakni, Treaty of Rome pada 1957 yang mendukung dan mengatur
kebebasan alur pergerakan manusia, jasa, modal, dan material. Selain itu, kasus Schengen
Area dan Treaty of Amsterdam pada 1999 yang menjadi awal mula bagi SCIFA atau
Strategic Committee on Immigration, Frontiers and Asylum, membantu dalam realisasi
pembentukan Frontex sendiri.

Frontex mengalami beberapa ekspansi terhadap bentuk agensinya yakni pada 2016
yang mengembangkan Frontex menjadi European Border and Coast Guard Agency dan pada
2019 lalu yang menjadi tahap besar dalam perubahan Frontex yakni menjadi European
Border and Coast Guard Standing Corps yang juga memiliki seragam tersendiri, hal ini
menjadi pencapaian pertama bagi Frontex yang menjadi lembaga atau agensi penegak hukum
pertama di Uni Eropa yang menggunakan seragam Eropa, yang memperdalam kembali
intergrasi Frontex dengan Uni Eropa. Secara umum, fungsi dan tugas keseharian dari Frontex
ialah memebrikan bantuan dan manajemen terhadap perbatasan-perbatasan yang terdapat
pada negara-negara Uni Eropa baik dari darat maupun maritim atau kelautan. Hal ini
dilakukan dengan dasar utama yakni guideline perjanjian dan konsep yang diberikan Uni
Eropa. Frontex bekerja melalui pendataan terhadap alur migrasi yang terjadi di perbatasan
Uni Eropa terutama Yunani, Italia, dan Spanyol secara langsung dan juga perbatasan
eksternal Uni Eropa (negara luar secara langsung) seperti Albania dan negara lainnya.

Dari beberapa pemaparan diatas, dapat ternilai bahwa Frontex merupakan salah satu
agensi dan lembaga yang krusial bagi Uni Eropa dan juga keamanannya, ditambah dengan
anggaran belanja tahunan sekitar 420 juta Euro pada tahun 2020 lalu, semakin menempatkan
posisi Frontex sebagai pemeran utama dalam keamanan perbatasan Uni Eropa. Kasus yang
hendak dibahas padi jurnal kali ini ialah, kasus “pushback” yang dituduhkan kepada pihak
Frontex dan juga Yunani terhadap para migran yang berasal dari perairan Turki menuju Laut
Aegean pada 2020 lalu. Kronologi dan detail kejadian dapat dijelaskan sebagai berikut pada
23 Okotber 2020, beberapa liputan gabungan dari beberapa kanal berita yakni Bellingcat,
Lighthouse Reports, Der Spiegel, ARD and TV Asahi menunjukan akan adanya tindakan
ilegal “pushback” yang dilakukan oleh pihak Frontex pusat Yunani di perairan Aegean, dekat
kepulauan Yunani. Pada 26 November kemudian kasus ini diangkat oleh New York Times
yang kemudian memunculkan kasus ini kedalam permukaan media mainstream di seluruh
dunia terkhususnya Eropa. Berbagai penolakan dilakukan oleh pihak Frontex dan Uni Eropa
terhadap terjadinya kasus tersebut, namun bukti yang nyata berupa video rekaman akan
tindak ilegal “pushback” masih tersebar di media dan internet secara luas.

Urgensi dan kebutuhan akan adanya penelitian jurnal ini ialah, bagaimana analisis
terhadap studi kasus illegal “pushback” yang dilakukan oleh Frontex dan Yunani terhadap
migran yang bertujuan ke Yunani tersebut. Apakah teori migrasi internasional yang dapat
menjelaskan fenomena ini, serta pelanggaran terhadap dasar-dasar hukum migrasi apa saja
yang terlanggar, dan apakah ada motif atau penjelasan juga resolusi terhadap kasus
“pushback” ini.
KERANGKA PEMIKIRAN

Beberapa kerangka pemikiran akan dipaparkan dalam baagian ini, terutama mengenai
teori dasar dari migrasi internasional itu sendiri. Konsep dan Teori migrasi internasional itu
sendiri (Massey, et al; 1998) dapat dijelaskan menjadi beberapa alasan yang menjadi dasar
bagaimana suatu migrasi internasional terjadi diantaranya terdapat teori, seperti teori
Jaringan, teori Institusional, Cumulative Causation Theory, Teori Sistem Dunia, Dual Labor
Market Theory, Teori Migrasi Ekonomi Baru, Teori Makro Ekonomi NeoKlasik, Teori Mikro
Ekonomi Neoklasik. Beberapa teori tersebut memiliki dasar dan argumen yang berbeda
dalam upaya menjelaskan fenomena migrasi internasional yang terjadi. Dalam studi kasus
Frontex dan Yunani dan tindak Pushback terhadap migran dari perairan Turki dan Aegean
akan digunakan Teori Sistem Dunia atau Worlds System Thory yang diupayakn untuk
menjelaskan bagaimana fenomena studi kasus ini terjadi.

Literature Review

Worlds System Theory secara rinci membahas bagaimana terbentuknya suatu sistem
dalam dunia internasional atau politik internasional dalam arus migrasi internasional itu
sendiri. (Massey, et al; 1993) menjelaskan bahwa terjadinya migrasi internasional bukan
sekedar oleh karena pasar pekerjaan dan sumber daya manusia, namun dikarenakan suatu hal
yang lebih besar yakni atau sistem dunia itu sendiri yang bersifat kapitalis. Sifat kapitalis ini
yang keudian memunculkan konsep akan adanya negara peripheral dan juga negara-negara
atau kawasan pusat. Teori ini cukup berkaitan dengan teori migrasi internasional yang
membahas mengenai ekonomi dalam mendorong migrasi internasional. Menurut teori ini,
migrasi merupakan suatu proses yang natural yakni proses perkembangan dan dislokasi dari
suatu perkembangan kapitalis, dalam kata lain, masyarakat suatu negara, dalam sistem
ekonomi kapotalis ini akan secara natural mengejar suatu ambisis ekonomi yang lebih
menguntungkan, salah satunya dengan melakukan migrasi internasional.

Salah satu faktor ekonomi yang memicu dalam perpindahan masyarakat negara
peripheral terhadap negara pusat yakni pencarian akan lapangan pekerjaan terhadap negara
pusat yang dinilai memiliki ladangan pekerjaan luas, dengan kondisi yang lebih memedai
dibanding negara asal. Hal ini tidak jarang dilakukan secara ilegal ataupun non-compliance
antara negara asal dan negara yang dituju. Beberapa migran juga memiliki keterikatan
ideologi atau ideological links yang menjadikan negara pusat menjadi tujuan utama bagi
negara peripheral dikarenakan, mindset yang diberikan akan jalan menuju kesuksesan
tergambarkan terhadap negara pusat. Hal ini dapat didorong juga oleh media komunikasi dan
berita yang menjadi pemicu bagi negara peripheral melihat negara pusat sebagai sumber
keberhasilan, hal ini sering dijumpai terhadap migran-migran Amerika Selatan terhadap
Amerika Serikat diakrenakan nation branding “The American Dream” yang dimiliki oleh
Amerika Serikat dapat memicu terjadinya tindak migrasi internasional.

Selain itu, perlu dipahami juga konsep dan konsensus akan Border atau perbatasan
negara, seperti yang diketahui bahwa Frontex sendiri merupakan lembaga dan agensi yang
berfokus pada kontrol dan pendataan terhadap perbatasan Uni Eropa baik darat, udara,
maupun laut. Border atau perbatasan adalah batasan yang diciptakan secara politis yang
memisahkan batasan daratan ataupun laut dari entitas politik (negara) unutk menjalankan
kegiatan pemerintahannya dalam teritori yang ditentukan. Area perbatasan tersebut dapat
berbentuk landasan udara, pelabuhan, perbatasan daratan, kedutaan, imigrasi, zona transit,
dan lainnya (United Nations Office of the High Commissioner for Human Rights; 2014).

Border governance, atau pemerintahan akan perbatasan juga menjadi konsep yang
penting dalam menganalisis studi kasus ini, dan masuk kedalam konsep penelitian ini. Border
Governance mengatur akan legislasi, kebijakan, rencana, serta aksi dan strategi dari
keseluruhan kegiatan keluar-masuknya personel dari suatu negara. Hal ini juga mencakup
tindakan deteksi penyelamatan, intersepsi, penyaringan, wawancara, identifikasi, resepsi,
referensi, penahanan, pemulangan, dan juga kegiatan pelatihan yang dilaksanakan apabila
sudah masuk kedalam negara (United Nations Office of the High Commissioner for Human
Rights; 2014). Border atau perbatasan juga bukan lagi sekedar bentuk perbatasan geografis
dan juga peninggalan dari masyarakat atau peradaban sebelumnya, melainkan memeberikan
aspek yang jauh lebih kompleks (Nail; 2016).

Border Management di lain sisi adalah konsep administrasi terhadap perpindahan


barang dan jasa (manusia) yang telah dipersetujui, dan juga pelarangan atau pencegahan
terhadap perpindahan barang dan jasa yang tidak dipersetujui, mengidentifikasi pelaku dari
perpindahan barang secara ilegal, dan korban yang terpengaruh dari tindak tersebut, serta
memberikan proteksi dan bantuan terhadap korban atau orang yang membutuhkan. Konsep
ini yang sebenarnya cukup berkenaan atau relevan dengan posisi Frontex sebagai suatu
lembaga atau agensi kontrol perbatasan.
Selanjutnya akan dibahas mengenai konsep “Pushback”, (ECCHR) menyatakan akan
definisi “pushback” dalam kegiatan migrasi internasional yakni sebagai tindakan yang
mendorong balik secara paksa para refugee dan migran kembali kepada perbatasan secara
umum, setelah batas perbatasan dilewati tanpa konsiderasi dan kemungkinan untuk
menyediakan asylum atau tempat tinggal. Tindakan ini tentunya melanggar hukum yang
diciptakan dalam ECCHR mengenai penolakan refugee atau migran. Setelah memahami
segala konsep dan pemikiran akan substansi yang akan dibahas, koneksi dan analisis terhadap
studi kasus akan dilanjutkan pada bab pembahasan selanjutnya.

PEMBAHASAN

Kasus ini diawali pada Oktober 2020 lalu, yang secara umum dapat dijelaskan bahwa
adanya tindak “pushback” ilegal yang tentunya melanggar hukum yang telah ditentukan
(ECCHR) dalam perihal migran dan kontrol terhadap border atau perbatasan suatu negara.
Dalam kasus ini, Frontex sebagai agensi yang bertugas dalam menjaga dan pengawasan
terhadap perbatasan seluruh Uni Eropa dalam hal ini bertindak tidak sesuai akan protokol dan
hukum yang berlaku yakni dalam tindakan “pushback” yang dilakukan. Dalam menganalisis
pelanggaran yang dilakukan akan digunakan berbagai konsep dan dasaran demi memahami
mengapa terjadinya fenomena tersebut. Pada kali ini akan digunakan World Systems Theory
oleh Massey adalah migrasi internasional terjadi dikarenakan suatu sistem dunia yang
kapitalis yang membentuk suatu sistem dimana ada negara sentral dan negara peripheral yang
menempatkan disini Eropa dan Uni Eropa memang sepanjang sejarah juga menjadi pusat dari
perkembangan, dilihat dari ekspansi dan kolonisasi yang dilakukan (3G; Gold, Glory,
Gospel).

Pada kasus ini, migran yang berasal dari perairan Turki merupakan negara peripheral
apabila dilihat dari perspektif Uni Eropa sebagai kawasan sentral, yang memang menjaid
pusat bagi pereknomian di kawasan tersebut, Eropa, Afrika Utara, Asia, Timur Tengah yang
cukup terpengaruh dengan keberadaan dan keberlangsungan Uni Eropa sebagai suatu entitas.
Ideological links yang terdapat dalam teori ini juga sangat terasa adanya dikarenakan,
memang Turki menjadi salah satu negara asal migran terhadap Uni Eropa salah satunya
Jerman. Jalur Yunani, Italia, dan juga Spanyol memang menjadi salah satu perbatasan
tersibuk di seluruh Uni Eropa dikarenakan jalur laut menjadi opsi termudah bagi migran
untuk memasuki Uni Eropa (Massey; 2020).
Frontex dalam kasus ini melanggar hukum yang ditetapkan oleh ECCHR mengenai
pelarangan atau penolakan masuk migran secara langsung atau yang dikenal dengan
“pushback” yang sudah dijabarkan diatas, hal ini memicu kontroversi terkhususnya dalam
lembaga Uni Eropa sendiri yang mengakui ketidaklibatan secara langsung terhadap
pelanggaran yang dilakukan oleh Frontex, sama halnya dengan Frontex sendiri yang menolak
adanya gugatan terhadap tindakan yang dituduh dan terdokumentasi. Pada dasarnya, motif
yang secara langsung dan jelas tidak dapat dipahami tanpa analisis mendalam mengapa
Frontex bertindak ilegal seperti kasus ini, namun dari beberapa teori dan data yang
ditawarkan dapat diambil beberapa penemuan dan pembahasan. Dari gambar dan data yang
disajikan, Yunani memang menjadi salah satu dari tiga pusat negara yang menjadi
peringgahan dan perbatasan dengan para migran, yang menurut alur tersebut juga tidak
sedikit berasal dari Turki.

Terbukti, akan adanya hubungan migrasi sistem dunia kapitalis yang menunjukkan
adanya ketertarikan akan negara peripheral terhadap kawasan eropa secara keseluruhan,
walau Yunani ternilai sebagai negara yang cukup terpuruk dalam perekonomiannya namun,
status sebagai negara Uni Eropa tersebut yang cukup mahal dan tidak mudah dimiliki oleh
semua negara dengan segaal keuntungan dan integrasi yang dimiliki.
Bukti akan tindakan “pushback” yang dilakukan juga terdapat dalam pihak Coastal
Guard Turki yang mengakui dan melaporkan akan penerimaan sekitar 50 migran yang
terdampar di perairan Turki itu sendiri dalam kurun waktu yang kronologis terhadap insiden
“pushback” tersebut. Setelah terjadi beberapa identifikasi dan investigasi terhadap Yunani
dan kasus “pushback” ini ternyata, sejumlah total 300 migran telah diselamatkan oleh Coastal
Guard Turki terhadap “pushback” yang dilakukan oleh pengawas laut dari Yunani yang
dalam hal ini hanya Frontex menjadi garda utama dan terdepan dalam penjagaan perbatasan
Uni Eropa.

Beberapa teori dan konsep yang disamapaikan Massey dapat membantu dalam
memahami dan menarik suatu pemahaman akan fenomena ini, salah satunya dalam faktor
dan konsep ekonomi serta hipotesa terhadap global market atau pasar global. Dalam kasus
ini, Yunani sebagai suatu negara memiliki perekonomian yang sedang lemah bahkan krisis
(2020). Pasar global dalam teori sistem dunia yang dikemukakan (Massey; 1989) ialah,
bahwa jumlah masuknya imigran dan migran kedalam suatu negara dipengaruhi dan
ditentukan oleh banyaknya investasi yang dilakukan terhadap negara luar atau negara asing,
dalam kasus ini Yunani yang terposisikan terpuruk dalam perekonomiannya, melihat
masuknya migran dan imigran sebagai suatu kerugian tersendiri yang akan menambah biaya
eksternal untuk penyediaan dan pengayoman terhadap para migran ini. Hal ini juga dapat
dilatarbelakangi akan ketidakmampuan Yunani dalam memberi kebutuhan dasar bagi para
migran, sehingga hasil sementara yang dapat diambil ialah, tindak “pushback” yang
dilakukan oleh Frontex di Yunani, dapat dipengaruhi oleh kondisi perekonomian Yunani saat
itu yang sedang terpuruk, sehingga cara cepat dan minim resiko yang ditawarkan dan
dilakukan ialah untuk mendorong atau mengusir kembali para migran yang berupaya untuk
memasuki teritori Yunani. (Palme; 2006)

KESIMPULAN

Kasus “pushback” oleh Frontex terkhususnya dalam daerah kawasan Yunani memang
sudah menjadi suatu hal yang “infamous” dalam kawasan Uni Eropa dan sekitarnya. Hal ini
menjadi PR tersendiri bagi Uni Eropa dalam mengawasi dan mengetatkan regulasi serta
hukum yang berlaku kepada para penjaga perbatasan Uni Eropa dalam hal ini Frontex yang
sudah ternodai sebagai pelanggar hukum migrasi yang menjadi konsesnsus bersama negara-
negara Uni Eropa itu sendiri.
Berbagai pembahasan melalui teori dan dasar konsep telah dilakukan dalam upaya
memahami alasan dan bagaimana tindakan pelanggaran hukum ini terjadi. Salah satu hasil
pembahasan yang dapat diambil ialah, keterbelakangan ekonomi yang sedang berlangsung di
Yunani menjadi salah satu motif mengapa terjadi penolakan dan juga “pushback” terhadap
migran yang berusaha melewati batas untuk masuk kedalam Uni Eropa melalui dalam hal ini
Yunani. Yunani akan ternilai tanggung jawab atas penyediaan kebutuhan atas para migran
ini, dan melihat konsis keterpurukan ekonomi yang ada menjadi suatu hal yang merugikan
bagi Yunani untuk mengalihkan sebagian dana kedalam migran tersebut, yang juga belum
tentu menjadi migran atau tanggung jawab Yunani. Dari sini dapat dipahami bahwa World
System juga berpengaruh dala migran untuk memilih destinasi tujuannya melalui faktor
ideological links dan lainnya, namun dalam fenomena ini Eropa yang disinggahi ialah Yunani
yang dalam kondisinya bahkan lebih terpuruk dibanding negara peripheral dari Uni Eropa.
DAFTAR PUSTAKA

Nail, T. (2016). Theory of the Border. : Oxford University Press. Retrieved 9 Dec. 2021, from
https://oxford.universitypressscholarship.com/view/10.1093/acprof:oso/
9780190618643.001.0001/acprof-9780190618643.

Palme, J. Tamas, K. (2006) Research in Migration and Ethnic Relations Globalizing


Migration Regimes: New Challenges to Transnational Cooperation. Ashgate
Publishing

Massey, D.S. Immigration policy mismatches and counterproductive outcomes: unauthorized


migration to the U.S. in two eras. CMS 8, 21 (2020). https://doi.org/10.1186/s40878-
020-00181-6

Massey, Douglas & Arango, Joaquin & Hugo, Graeme & Kouaouci, Ali & Pellegrino, Adela
& Taylor, J.. (1993). Theories of International Migration: A Review and Appraisal.
Population and Development Review. 19. 431. 10.2307/2938462.

Massey, R. F. (1989). Techniques in integrating TA and systems theory in couples therapy.


Transactional Analysis Journal, 19, 148–158.

Massey, D. S. (1999). International Migration at the Dawn of the Twenty-First Century: The
Role of the State. Population and Development Review, 25(2), 303–322.
http://www.jstor.org/stable/172427

Key Migration Terms. Diakses dari https://www.iom.int/key-migration-terms pada 8


Desember 2021.

Recommended Principles And Guidelines On Human Rights At International Borders (2014).


United Nations.

Anda mungkin juga menyukai