Anda di halaman 1dari 3

Term Of Refference (TOR)

Stadium General I

Tema : Mengokohkan Spirit dan Peran Pemuda Menuju Transisi Kepemimpinan Nasional

Dalam sejarah Indonesia, generasi muda selalu dicatat sebagai pelaku penting dalam
setiap perubahan sosial dan politik di republik ini. Di masa pemerintahan kolonial, generasi
muda terdidik yang terafiliasi di dalam organisasi sosial, politik, ekonomi, dan keagamaan tampil
menjadi leader, motivator, dan inspirator bagi tercapainya kesadaran nasional. Di era Orde
Lama, di bawah bayang-bayang mereka yang sudah menjadi ‘golongan tua’, para pemuda ikut
berusaha mempertahankan kesatuan Indonesia dari pengaruh dan dampak perang ideologi. Pada
masa Orde Baru, generasi muda menjadi kekuatan kritis sekaligus berperan besar menjadi agent
untuk penguatan kesadaran masyarakat dan menjadi aktor dalam membangun, memobilisasi, dan
mengorganisir basis-basis gerakan untuk mengakhiri praktek politik otoritarianisme.

Dalam konteks tersebut, betapapun besaran peranan mereka bersifat relatif, para pemuda
ikut ambil bagian dalam setiap proses perubahan politik pada saat mana mereka digambarkan
berada dalam posisi vis a vis status quo. Di masa kini dan mendatang, peranan pemuda
sebagaimana yang terwadahi dalam organisasi kepemudaan dan kemahasiswaan masih terus
diharapkan, namun tidak lagi sekedar menjadi kekuatan kritis untuk mengawal proses demokrasi
melainkan para pemimpin bangsa yang mampu membaca peluang dalam dunia global dan
membawa Indonesia sebagai negara yang maju, memiliki daya saing, mandiri, sekaligus
bermartabat.

Sulit dimungkiri bahwa proses demokratisasi yang bergerak cepat sejak 1998 membuat
profil Indonesia relatif semakin mentereng baik di kancah regional maupun di level
internasional. Penyelenggaraan pemilu multipartai yang berlangsung demokratis sejak reformasi
bergulir telah berhasil menciptakan situasi politik yang semakin stabil. Didukung oleh
tumbuhnya institusi-institusi civil society dan pers yang bebas maka semakin terbuka bagi
masyarakat untuk melakukan kontrol publik sehingga memaksa birokrasi dan lembaga-lembaga
negara semakin akuntabel dan transparan. Partai politik sebagai pilar utama demokrasi pun mau
tidak mau dipaksa semakin berbenah guna menjalankan fungsinya sebagai partai politik modern
untuk mengagregasikan kepentingan masyarakat.

Para pengamat biasanya menyebut perkembangan baru ini sebagai fase konsolidasi
demokrasi. Pada fase ini, institusi-institusi politik dan pelayanan publik akan semakin efektif di
bawah kontrol ketat dari kalangan civil society dan masyarakat partisipatif yang kritis. Siklus dari
budaya politik transaksional-material akan mengalami titik jenuh akibat desakan-desakan
perubahan dari berbagai lapisan masyarakat yang tidak mau lagi terus-menerus dimanipulasi
oleh demokrasi yang mengalami defisit (democracy deficit).

Dengan profil baru sebagai negara demokrasi terbesar ketiga yang mayoritas
berpenduduk muslim terbesar di dunia, kepercayaan luar negeri dan pasar terhadap Indonesia
semakin meningkat. Apalagi dengan kepemilikan atas kandungan sumberdaya alam yang
melimpah, berikut jumlah penduduk lebih dari 240 juta jiwa yang merupakan pasar domestik
yang sangat signifikan serta didukung oleh capaian pertumbuhan ekonomi yang terus
menggembirakan, Indonesia diprediksi berpotensi menandingi negara-negara BRIC (Brasil,
Rusia, India, Cina) yang sekarang tengah menggeliat menjadi kekuatan ekonomi baru dunia.

Namun, jika kita telisik lebih dalam, apa yang nampak menunjukkan suatu gejala yang
sangat kontradiktif. Demokrasi politik tidak diiringi dengan demokrasi ekonomi sehingga yang
nampak adalah gejala “masochisme ekonomi” berupa penyerahan kedaulatan ekonomi nasional
kepada asing. Sebuah gejala psiko-historis yang oleh Soekarno disebut sebagai “mental
inlander”; suatu jejak mentalitas masyarakat terjajah yang hingga kini masih dianut oleh para
policy maker kita.

Ketergantungan ekonomi dan politik, adalah tantangan terbesar bangsa ini di masa
sekarang dan yang akan datang. Oleh karena itu, tantangan terbesar bangsa ini adalah bagaimana
keluar dari bangsa yang bermental inlander menjadi bangsa yang benar-benar merdeka.
Kepekaan terhadap struktur ekonomi dan politik global menyadarkan kita bahwa pengaturan
ekonomi nasional didikte oleh sistem kapitalisme global yang dikendalikan oleh negara-negara
kapitalis dominan. Dalam hubungan ekonomi dunia terjadi akumulasi modal yang tak seimbang
di tingkat global: terjadi penyerapan surplus ekonomi dari negara pinggiran ke negara-negara
pusat, yang berakar sejak zaman kolonial. Akibatnya adalah di Indonesia selama ini tidak ada
proses akumulasi internal, sektor ekonomi kecil dan menengah di dalam negeri tidak tumbuh.

Tentu saja, Bangsa Indonesia membutuhkan kepemimpinan nasional yang mampu


membawa seluruh rakyat hidup dalam kemakmuran. Dalam hal ini organisasi kepemudaan dan
kemahasiswaan bisa menjadi pabrik kepemimpinan nasional di masa mendatang. Tentu saja ini
tidak mudah. Diperlukan skenario bersama yang memungkinkan elemen-elemen generasi muda
mengambil peran dan mampu menghadapi tantangan politik dan ekonomi global yang
berlangsung dewasa ini.

Berikut adalah kisi-kisi materi yang perlu disampaikan oleh narasumber :

1. Analisis kondisi realitas geo-politik dan tantangan Indonesia ke depan baik dari dalam negeri
maupun dari luar negeri.
2. Gambaran model kepemimpinan serta pemimpin yang dibutuhkan oleh Indonesia periode
2014-2019.
3. Persiapan dan peran pemuda yang dapat dilakukan dalam mengawal proses transisi
kepemimpinan nasional baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Term Of Refference (TOR)
Stadium General II

Tema : Seni Menjadi Pemimpin

Setiap organisasi atau kelompok memerlukan seorang pemimpin. Tidak peduli seberapa
besar organisasi tersebut. Tanpa adanya pemimpin maka kelompok atau organisasi tersebut tidak
mempunyai arah atau tujuan yang jelas. Kalau sudah tidak punya arah dan tujuan yang jelas
maka kelompok tersebut akan terpecah belah dan lambat laun akan bubar. Pemimpin akan
membantu anggotanya untuk melihat tujuan yang akan mereka capai bersama.

Ada pepatah pemimpin itu dibentuk bukan dilahirkan maksudnya bahwa kepemimpinan
adalah suatu seni di mana pelaku yang menjadi pemimpin belajar dan berproses untuk menjadi
pemimpin. Memang ada orang – orang yang memiliki potensi menjadi pemimpin karena bakat
atau karunia. Orang jenis seperti ini akan mudah dalam proses belajarnya menjadi seorang
pemimpin tetapi tetap saja dia harus belajar dan berproses menjadi pemimpin yang efektif. Hal
ini bukan berarti orang yang tidak berbakat tidak dapat memimpin. Walau bukan harus seorang
yang berdiri di depan dan mengatur segalanya. Setiap orang adalah pemimpin bagi dirinya
sendiri. Selama orang tersebut dapat memberi pengaruh ia adalah seorang pemimpin. Yang
membedakan pemimpin yang satu dengan yang lain adalah sebesar apa pengaruhnya.

Menjadi pemimpin adalah sebuah panggilan dan tanggungjawab yang tidak mudah. Ada
banyak syarat yang ditulis dalam buku – buku kepemimpinan bagaimana menjadi pemimpin.
Kepemimpinan (leadership) adalah sebuah seni. Dan karena ia adalah sebuah seni maka
siapapun bisa mempelajarinya, sebagaimana kita bisa mempelajari seni-seni yang lain seperti
seni lukis, seni peran ataupun seni suara. Namun demikian, walaupun bisa dipelajari,
sebagaimana seni yang lain, kepemimpinan tidak mudah untuk dikuasai. Diperlukan waktu
bertahun-tahun dan proses yang cukup panjang untuk seseorang menjadi seorang pemimpin yang
baik. Pertanyaannya bagaimana langkah-langkah yang diperlukan agar kita bisa menjadi seorang
pemimpin yang berhasil.

Berikut adalah kisi-kisi materi yang perlu disampaikan oleh narasumber:

1. Kiat-kiat sukses menjadi pemimpin dalam bidang/perusahaan/organisasi yang ditekuni.


2. Pengalaman-pengalaman menarik dan berharga saat berproses menjadi seorang pemimpin.
3. Gambaran model kepemimpinan serta pemimpin yang dibutuhkan oleh Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai