Anda di halaman 1dari 58

Menurut beberapa pendapat ahli salah satunya George R.

Terry, didukung
Stogdill, melihat bahwa kepemimpinan adalah suatu proses mempengaruhi
aktivitas kelompok dalam rangka perumusan dan pencapaian tujuan. Demikian
juga dengan pandangan Stephen P. Robbins yang melihat bahwa kepemimpinan
adalah kemampuan untuk mempengaruhi kelompok menuju pencapaian sasaran.
Pendapat yang disampaikan oleh para ahli tersebut menunjukkan bahwa
kepemimpinan adalah aktivitas dan kemampuan untuk mempengaruhi orang-orang dan
kelompok yang diarahkan untuk mencapai tujuan.

Sedangkan fungsi pemimpin adalah mengarahkan, membina, mengatur,


menunjukkan terhadap orang-orang yang dipimpin agar orang yang dipimpin itu
senang, sehaluan serta terbina dan menuruti kehendak dan tujuan dari pemimpin.
Disamping pendapat tersebut juga telah dikembangkan beberapa teori tentang
kepemimpinan, yaitu:
1. Teori Ciri, pemimpin mempunyai sejumlah atribut individual seperti aspek-
aspek kepribadian, temperamen, kebutuhan, motivasi dan nilai-nilai. Cirinya
adalah watak yang relatif stabil dalam berprilaku, yang menyatakan bahwa
pemimpin itu dilahirkan, bukan dibuat, sehingga seseorang yang dilahirkan
sebagai pemimpin amaka akn menjadi pemimpin.
2. Teori Perilaku, yang didasarkan pada beberapa penelitian yaitu : Univeritas
Ohio State yang menghasilkan : perilaku pemimpin pada dasarnya memiliki
kecenderungan yang mengarah kepada dua kategori yaitu consideration yaitu
cenderung mengarah kepada kepentingan bawahan dan Initiating Structure yaitu
pemimpin cenderung lebih mementingkan organisasi dari pada memperhatikan
bawahannya. Teori ini mengadopsi Studi Kepemimpinan Michigan, Model
Leadership Continuum Robert Tannenbaum dan Warren H. Schmidt, yang
disempurnakan oleh Likert dengan model Likerts Management System, dan
Managerial Grid oleh Robert R Blake dan Jane s Mouton.
3. Teori Kontingensi, teori ini berdasarkan asumsi bahwa pola perilaku atau pola
ciri yang berbeda akan menjadi efektif di dalam situasi yang berbeda-beda dan
bahwa pola perilaku atau pola ciri tidaklah optimal dalam semua situasi. Teori ini
mengadopsi Path Goal Theory (House dan Dessler, 1974); LPC Contingency
Model (Fiedler, 1978); Leader Member Exchenge Theory (Graen dan Casman,
1975); Teori Situasional (Hersey dan Blanchard); dan Leader Participations Model
(Vroom dan Yetton, 1973).
4. Teori Neocharismatic, menekankan kepada simbolik, pertimbangan
emosional dan komitmen pengikut yang luarbiasa, dengan mengadopsi teori
atribusi tentang Karisma (Conger dan Kanungo); Transformational Leadership
(Burn, 1978); Visionary Leadership; dan Teori Superleadership.
Tulisan ini mencoba membahas bagaimana pemimpin yang ideal dalam era
globalisasi ini yang dapat menggerakkan organisasi mencapai tujuan dan
sasarannya dengan berbagai dinamika dan konflik yang terjadi didalamnya.

C. Kompetensi Kepemimpinan Birokasi


Dalam kehidupan organisasi, dinamika organisasi tidak akan pernah terlepas dari
tiga hal mendasar yaitu kekuasaan, politik dan etika yang sangat berkaitan erat
dengan kepemimpinan. Kekuasaan seorang pemimpin yang mempunyai
kemampuan potensial untuk mempengaruhi orang lain dengan sumber kekuasaan
yang dimilikinya memerlukan cara-cara untuk meningkatkan kekuasaan, dalam
kerangka meningkatkan tanggung jawab pemimpin kepada organisasi,
masyarakat dan pemerintah.

Era globalisasi yang ditandai dengan peningkatan keterkaitan dan ketergantungan


antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia dunia melalui perdagangan,
investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-bentuk interaksi yang lain
sehingga batas-batas suatu negara menjadi semakin sempit. Di era ini terjadi
proses interaksi antar individu, antar kelompok, dan antar negara yang pada
akhirnya menimbulkan saling ketergantungan, keterkaitan dan saling
memengaruhi satu sama lain yang melintasi batas-batas wilayah. Interaksi ini
terjadi dalam berbagai aspek kehidupan social, budaya, politik, ekonomi dan
pertahanan keamanan.
Perkembangan teknologi yang sangat cepat dengan saluran distribusi tanpa batas
seperti telepon genggam, televisi satelit, dan internet menunjukkan bahwa
komunikasi global terjadi demikian cepatnya, yang tentunya akan sangat
berpengarus terhadap eksistensi organisasi. Hal ini juga semakin ditantang
dengan pasar dan produksi ekonomi di negara-negara yang berbeda menjadi
saling bergantung sebagai akibat dari pertumbuhan perdagangan internasional,
peningkatan pengaruh organisasi multinasional, dan dominasi organisasi
internasional dalam menguasai perdagangan. Disisi lain peningkatan interaksi
kultural melalui perkembangan media massa baik televisi, film, musik, dan
transmisi berita juga sangat berpengaruh terhadap kinerja organisasi sesuai
dengan kemampuan daya saing yang dimilikinya.

Dari aspek perkenomomian ada pihak-pihak yang berpendapat bahwa globalisasi


merupakan sebuah proyek rekayasa negara-negara kapitalis untuk tetap menjaga
eksistensi dan pengaruhnya terhadap dunia terutama dunia ketiga, yaitu dengan
mengekploitasi perekonomian negara-negara miskin atau negara dan semakin
terpuruk karena lemahnya daya saing. Elizabeth Fuller Collins, dosen dari
Universitas Ohio, menyebutkan bahwa dampak negatif globalisasi adalah bahwa
kapitalisme pasar bebas yang bersanding manis dengan istilah ekonomi
neoliberal memperlakukan tenaga kerja, uang, tanah dan sumber alam sebagai
faktor produksi semata atau komoditas yang diperjualbelikan. Kondisi ini akan
berakibat pada supply dan demand terhadap tenaga kerja, uang, tanah dan
sumber alam akan sangat ditentukan oleh pasar, sehingga dampak langsung yang
timbul adalah krisis finansial, instabilitas politik, dan ancaman kelestarian
lingkungan serta tingginya tingkat persaingan antar organisasi untuk bertahan.

Beberapa teori kepemimpinan menekankan bahwa kepemimpinan merupakan


suatu seni sehingga pemimpin yang ideal sangat dipengaruhi oleh lingkungan
internal dan eksternal organisasi. Namun peran utama seorang pemimpin adalah
dapat memotivasi para pengikutnya sehingga para pengikutnya menjadi self
leader, dimana para pengikutnya dapat memotivasi diri sendiri dan mengarahkan
prilakunya untuk mencapai tujuan organisasi, seorang pemberi semangat
(encourager), motivator, inspirator, dan maximize dengan dilandasi sifat jujur,
cerdas, bertanggung jawab dan menepati janji. Disamping itu juga dapat
mengelola konflik sebagai sebuah proses yang dinamis dan dapat dimanfaatkan
untuk kepentingan dan kemajuan organisasi.
Era saat ini dunia membutuhkan pemimpin yang dinamis dan berintegritas.
Globalisasi menciptakan sebuah pasar dunia yang kompleks dan cepat dalam
perubahan. Caligiuri dan Tarique (2012) dalam tulisannya yang berjudul Dynamics
cross-cultural competencies and global leadership effectiveness di Journal of
world, mengungkapkan bahwa kepemimpinan yang efesien dan efektif merupakan
kebutuhan dalam masyarakat global. Dan kepemimpinan tersebut haruslah
mampu untuk melampaui keterbatasan antar budaya di muka bumi ini.
Kepemimpinan adalah kunci utama dalam menjalankan organisasi dan
menggerakan dunia yang kompleks ini. Penguasaan teknologi, kemampuan
berkomunikasi, dan kemampuan manajemen cross-cultural menjadi parameter
utama dalam melihat pemimpin di era global. Disamping itu integritas dan
kemampuan untuk mengambil tindakan potensial tetap masih menjadi
kemampuan dasar yang dapat diterapkan. Pemimpin haruslah mampu bertindak
dinamis dengan menampilkan diri otentiknya. Sehingga dalam perubahan yang
sangat cepat, ia masih mampu bertanggung jawab terhadap diri dan proses
perubahan tersebut.
Untuk menjawab kebutuhan tersebut, maka personal pemimpin yang dinamis
dan berintegritas adalah karakter yang perlu dikembangkan oleh para pemimpin di
era globalisasi. Dinamis adalah suatu roh semangat yang bekerja secara cepat
dan tepat, serta mengoptimalkan sumber daya yang ada. Seorang pemimpin akan
dinamis dalam era globalisasi apabila ia memiliki sikap proaktif. Sikap proaktif ini
bukanlah respon yang didasari oleh adanya stimulus. Namun sebuah respon aktif
yang hadir dikarenakan kesadaran akan adanya sebuah tindakan perubahan.
Pemimpin yang proaktif, tidak akan melakukan tindakan hiperaktif. Namun ia akan
selalu melakukan sebuah tindakan yang didasari rasa tanggung jawab dan
kesiapan untuk menghadapi situasi didepannya. Selain butuh personal pemimpin
yang proaktif, era globalisasi juga membutuhkan pemimpin yang memiliki visi
perubahan kedepan. Visi merupakan sebuah tanggung jawab pemimpin untuk
melihat masa depan dan membawa orang-orang yang dipimpinnya saat ini ke
kondisi tersebut. Dengan memiliki visi, maka sifat era globalisasi yang
memungkinkan terjadinya kondisi ketidak pastian, menjadi sebuah arah yang pasti
dan jelas. Pemimpin tidak bisa menolak datangnya arus globalisasi. Yang dapat
dilakukan oleh dirinya adalah mengendalikan arus tersebut, kearah yang
diinginkannya. Selanjutnya pemimpin secara personal juga haruslah memiliki
komunikasi yang efektif dan efesien. Teknologi komunikasi yang dihadirkan dalam
era ini, memungkinkan setiap pemimpin mampu untuk mengoptimalkan tools ini
dalam menyampaikan visi, misi dan tujuan yang diinginkannya. Dengan
komunikasi yang efektif, seorang pemimpin akan lebih cepat untuk menciptakan
perubahan. Ia tidak perlu bekerja sendiri, namun dapat bekerja secara berjejaring
dengan orang-orang disekitarnya. Dengan demikian visi, misi dan tujuannya akan
lebih cepat tercapai. Berikutnya adalah hal yang lebih penting dalam personal
pemimpin di era globalisasi adalah integritas diri. Pemimpin haruslah memiliki
kesatuan antara hal-hal yang dipikirkan, dikatakan dan dilakukan. Pemimpin
haruslah mereka yang telah memahami siapa diri mereka, dan siap untuk
mengarahkan orang lain menuju pada sebuah kondisi ideal. Ia adalah seseorang
yang telah mampu untuk memenangkan dirinya ditengah pertarungan realitas
disekitarnya. Dengan memenangkan diri, ia mampu menentukan aktivitas-aktivitas
prioritas untuk menunjang pengembangan dirinya. Pemimpin yang ideal adalah
pemimpin yang tidak bersembunyi dibalik topeng realitas sekitarnya. Namun
pemimpin yang berani dengan realitas dalam diri, menunjukan bahwa ia mampu
mengarahkan dan membuat perubahan.
Globalisasi membutuhkan personal pemimpin yang bisa mengarahkan dan
mengoptimalkan sumber daya yang tidak terbatas di era global. Dengan memiliki
karakter kepemimpinan seperti diatas, maka secara personal seseorang mampu
menjadi pemimpin yang diharapkan di era tanpa gravitasi ini. Ia selalu memliliki tali
pengaman integritas untuk mengikat dirinya dengan situasi kekinian yang cepat
untuk berubah. Dan orang seperti inilah yang mampu membawa orang lain ke
sebuah kondisi yang ideal.
Perkembangan jaman ke arah yang lebih modern memiliki pengaruh diberbagai bidang,
salah satunya dalam bidang kepemimpinan. Penerapan gaya kepemimpinan jaman
abad pertengahan mungkin tidak akan cocok lagi kita terapkan pada era globalisasi
sekarang. Dinamika perubahan jaman yang terjadi secara terus menerus membuat
seorang pemimpin harus mampu menyesuaikan gaya kepemimpinannya agar sesuai
dan cocok dengan era jaman sekarang alias tidak ketinggalan jaman. Seorang
pemimpin di era modern ini haruslah seorang pemimpin yang kreatif. Kreatifitas
seorang pemimpin menjadi senjata utama dalam menghadapi tuntutan persaingan era
globalisasi yang sangat ketat. Kreatifitas itulah yang akan membawa oraganisasi yang
dia pimpin berkembang dan tidak collapse ditengah jalan karena pemimpin yang kreatif
akan mampu mencari jalan keluar yang bisa diambil disaatsaat sulit tersebut. Menjadi
pemimpin yang kreatif dapat dilakukan dengan berbagai cara salah satunya dengan
belajar dari perkembangan jaman itu sendiri. Misalkan di segi koordinasi anggota via
online, akibat perkembangan jaman sekarang banyak yang berkomunikasi dengan
social media seperti line, path, bbm, whatsapp dan sebagainya sehingga pemimpin
harus mampu menyesuaikan untuk berkoordinasi dengan para staffnya menggunakan
social media tersebut bukan lagi menggunakan SMS seperti jaman dahulu karena akan
dianggap kurang efisien dan boros pulsa juga. Mengikuti perkembangan berita gobal
untuk menambah wawasan juga dapat dilakukan dalam mengembangkan kreatifitas.
Banyak kita jumpai di berita tentang perubahan trend dan lain sebagainya. Sebagai
pemimpin harusnya up to date akan berita berita semacam itu agar mampu mengolah
dan memilah trend mana yang cocok diterapkan dalam organisasi. Belajar dari opini
orang lain juga mampu mengembangkan kemampuan pemimpin. Banyak kita jumpai di
internet blog tentang kepemimpinan yang memuat tentang opini mereka akan
kepemimpinan dan aspek aspeknya. Selain itu pemimpin juga bisa sharing dengan
orang orang yang lebih berpengalaman dibidangnyauntuk menambah wawasan dan
pengembangandiri seorang pemimpin.

Sifat sifat yang harus dimiliki oleh seorang pemipin muda selain kreatif ialah
sebagai berikut: 1. Bertanggung jawab sosial, Pemimpin berkarakter dengan
selalu aktif dan berpartisipasi dalam kegiatan sosia lserta memiliki sikap
bersahabat dalam berhubungan dengan orang lain 2. Ekstrovet atau terbuka,
pemimpin yang berkarakter bersikap respek terhadap orang lain, empat iterhadap
orang lain, empati terhadap orang lain dan memiliki kepeduliaan terhadap situasi
atau masalah-masalah lingkungan sekitarnya. 3. Visioner atau memiliki visi yang
tinggi, seorang pemimpin harus mempunyai tujuan jangka panjang yang jelas,
dengan pencapaiannya serta harus memikirkan segala rintangan yang
menghadang 4. Percayadiri, sikap percaya diri sangat dibutuhkan oleh seorang
pemimpin.. dimana kepercayaan diri itu sebagai rasa keberanian dan dapat
dijadikan modal untuk berkomunikasi dll. 5. Memiliki harapan hidup yang lebih
baik, pemimpin yang berkarakter mengarahkan hidupnya berdasarkan
pengalaman dan nilai nilai kehidupan yang dianutnya.. dia akan berkeyakinan
bahwa dia akan sukses dan menjadi lebih baik dengan disertai kerja keras dan
sikap optimis yang tinggi. 6. Tidak diskriminasi, seorang pemimpin harus dapat
adil atau adanya penyamarataan antara hak dan kewajiban anggotanya sesuai
dengan porsinya masing-masing atau tidak ada pembedaan pada individual atau
kelompok tertentu 7. Pantang menyerah, seorang pemimpin harus dapat
menularkan semangat dan jiwa pantang menyerah pada anggotanya atau tidak
menunjukkan suatu hal yang menurunkan semangat anggotanya Beberapa poin
diatas sangat menunjang kepemimpinan, maka dari itu seorang pemipin era
modern harus dapat mengembangkan potensi yang dimilikinya. Hal terakhir yang
perlu diingat bahwa pemimpin itu diciptakan bukan dilahirkan. Menjadi seorang
pemimpin yang kreatif dapat kita asah secara dini bukan semata mata memang
sudah bawaan lahir. Untuk itu mulailah belajar dan berlkatih mengembangkan diri
untuk menadi pemimpin yang lebih kreatif dan semoga sukses.
Dalam berbagai teori tentang kepemimpinan dan organisasi, ada dua model
budaya organisasi yang ideal adalah yang memiliki sifat:
a. pertama strong (kuat). Artinya budaya organisasi yang dikembangkan
organisasi harus mampu mengikat dan mempengaruhi perilaku (behavior) para
individu pelaku organisasi (pemilik, manajemen, dan anggota organisasi) untuk
menyelaraskan (goal congruence) antara tujuan individu dan tujuan kelompok
mereka dengan tujuan organisasi. Selain itu, budaya organisasi yang dibangun
tersebut harus mampu mendorong para pelaku organisasi itu sendiri untuk
mencapai tujuan (goals), sasaran (objectives), persepsi, perasaan, nilai dan
kepercayaan. Interaksi sosial dan norma-norma bersama yang mempunyai arah
yang jelas sehingga mampu bekerja mengekspresikan potensi dalam arah dan
tujuan yang sama, serta dalam semangat yang sama pula.
b. Sifat kedua, dinamis dan adaptif (dynamic and adaptive) artinya budaya
organisasi yang dibangun harus fleksibel dan responsive terhadap perkembangan
lingkungan internal dan eksternal organisasi (mega environments), seperti
tuntutan stake holder eksternal dan perubahan lingkungan, seperti perkembangan
hukum, ekonomi, politik, sosial, teknologi informasi dll.

Gaya kepemimpinan yg diterapkan oleh Ir. Soekarno berorientasi pada moral dan etika ideologi
yang mendasari negara atau partai, sehingga sangat konsisten dan sangat fanatik, cocok
diterapkan pada era tersebut. Sifat kepemimpinan yg juga menonjol dan Ir. Soekarno adalah
percaya diri yang kuat, penuh daya tarik, penuh inisiatif & inovatif serta kaya akan ide dan
gagasan baru. Sehingga pada puncak kepemimpinannya, pernah menjadi panutan dan sumber
inspirasi pergerakan kemerdekaan dari bangsa-bangsa Asia dan Afrika serta pergerakan melepas
ketergantungan dari negara-negara barat (Amerika dan Eropa).

Ir. Soekarno adalah pemimpin yang kharismatik, memiliki semangat pantang menyerah dan rela
berkorban demi persatuan dan kesatuan serta kemerdekaan Bangsanya.

Soekarno termasuk sebagai tokoh nasionalis dan anti-kolonialisme yang pertama, baik di dlm
negeri maupun untuk lingkup Asia, meliputi negeri-negeri seperti India, Cina, Vietnam, dan lain-
lainnya. Tokoh-tokoh nasionalis anti-kolonialisme seperti inilah pencipta Asia pasca-kolonial.
Dalam perjuangannya, mereka harus memiliki visi kemasyarakatan dan visi tentang negara
merdeka. Ini khususnya ada dalam dasawarsa l920-an dan 1930-an pada masa kolonialisme
kelihatan kokoh secara alamiah dan legal di Dunia
Berikut adalah kelemahan dan kelebihan kepemimpinan presiden soekarno :
Kelemahan
a. Perekonomian berjalan tidak mulus disebabkan ketidakstabilan politik dalam negeri yang
dicerminkan oleh beberapa pemberontakan di sejumlah wilayah.
b. Kondisi perekonomian Indonesia di orde lama hampir mengalami stagflasi selama 1965
1966 dengan PDB hanya 0,5 persen dan 0,6 persen
c. Kehancuran ekonomi Indonesia menjelang akhir periode orde lama juga di dorong oleh
hiperinflasi yang pada tahun 1966 mencapai 650%.
d. Sistem perekonomian terpengaruh haluan komunis meskipun indonesia berdasrkan haluan
pancasila
Kelebihan
a. Melakukan kebijakan ekonomi yang di anggap penting dengan mereformasi moneter
melalui devaluasi mata uang nasional yang saat itu masih gulden dan pemotongan uang sebesar
50 % atas semua uang yang beredar pada kabinet natsi.
b. Berani menentang kapitalisme yang di anut perusahaan-perusahaan peninggalan belanda
c. Menasionalisasi/ mengambil alih perusahaan-perusahaan asing termasuk perusahaan
belanda.

3.2 Presiden Soeharto


Diawali dengan Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) pada tahun 1966 kepada Letnan
Jenderal Soeharto, maka Era Orde Lama berakhir diganti dengan pemerintahan Era Orde Baru. Pada
awalnya sifat-sifat kepemimpinan yang baik dan menonjol dari Presiden Soeharto adalah
kesederhanaan, keberanian dan kemampuan dalam mengambil inisiatif dan keputusan, tahan menderita
dengan kualitas mental yang sanggup menghadapi bahaya serta konsisten dengan segala keputusan
yang ditetapkan.
Gaya Kepemimpinan Presiden Soeharto merupakan gabungan dari gaya kepemimpinan Proaktif-
Ekstraktif dengan Adaptif-Antisipatif, yaitu gaya kepemimpinan yang mampu menangkap peluang dan
melihat tantangan sebagai sesuatu yang berdampak positif serta mempunyal visi yang jauh ke depan dan
sadar akan perlunya langkah-langkah penyesuaian.
Tahun-tahun pemerintahan Suharto diwarnai dengan praktik otoritarian di mana tentara memiliki
peran dominan di dalamnya. Kebijakan dwifungsi ABRI memberikan kesempatan kepada militer untuk
berperan dalam bidang politik di samping perannya sebagai alat pertahanan negara. Demokrasi telah
ditindas selama hampir lebih dari 30 tahun dengan mengatasnamakan kepentingan keamanan dalam
negeri dengan cara pembatasan jumlah partai politik, penerapan sensor dan penahanan lawan-lawan
politik. Sejumlah besar kursi pada dua lembaga perwakilan rakyat di Indonesia diberikan kepada militer,
dan semua tentara serta pegawai negeri hanya dapat memberikan suara kepada satu partai penguasa
Golkar.
Bila melihat dari penjelasan singkat di atas maka jelas sekali terlihat bahwa mantan Presiden
Soeharto memiliki gaya kepemimpinan yang otoriter, dominan, dan sentralistis. Sebenarnya gaya
kepemimpinan otoriter yang dimiliki oleh Almarhum merupakan suatu gaya kepemimpinan yang tepat
pada masa awal terpilihnya Soeharto sebagai Presiden Republik Indonesia. Hal ini dikarenakan pada
masa itu tingkat pergolakan dan situasi yang selalu tidak menentu dan juga tingkat pendidikan di
Indonesia masih sangat rendah. Namun, dirasa pada awal tahun 1980-an dirasa cara memimpin
Soeharto yang bersifat otoriter ini kurang tepat, karena keadaan yang terjadi di Indonesia sudah banyak
berubah. Masyarakat semakin cerdas dan semakin paham tentang hakikat negara demokratis. Dengan
sendirinya model kepemimpinan Soeharto tertolak oleh kultur atau masyarakat. Untuk tetap
mempertahkan kekuasaannya Soeharto menggunakan cara-cara represif pada semua pihak yang
melawannya.
Pada masa Orde baru, gaya kepemimpinannya adalah Otoriter/militeristik. Seorang pemimpinan yang
otoriter akan menunjukan sikap yang menonjolkan keakuannya, antara lain dengan ciri-ciri :
1. Kecendurangan memperlakukan para bawahannya sama dengan alat-alat lain
dalam organisasi, seperti mesin, dan dengan demikian kurang menghargai harkat dan
maratabat mereka.
2. Pengutamaan orientasi terhadap pelaksanaan dan penyelesaian tugas tanpa
mengaitkan pelaksanaan tugas itu dengan kepentingan dan kebutuhan para bawahannya.
3. Pengabaian peranan para bawahan dalam proses pengambilan keputusan.
Sesuai dengan masalah dan tujuan yang penulis angkat, pengukuran gaya kepemimpinan Presiden
Soeharto di sini diukur dari aspek-aspek: (1) Status kepemimpinan dan kekuasaan; (2) Orientasi pada
hubungan; (3) Orientasi pada tugas; (4) Cara mempengaruhi orang lain, dan (5) Kepribadian. Maka hasil
analisis menunjukkan kecenderungan-kecenderungan sebagai berikut.
Status kepemimpinan dan kekuasaan
Presiden Soeharto digambarkan sebagai seorang Kepala Negara dibanding sebagai pemimpinan
organisasi lainnya. Di media ia hampir tidak pernah ditampilkan sebagai seorang individu atau pribadi.
Kecenderungan ini secara jelas terlihat dari frekuensi kemunculan berita yang menunjukkan status
Presiden Soeharto ketika menyampaikan pesan-pesan politik adalah sebagai Kepala Negara. Posisi
berikutnya menunjukkan status Presiden Soeharto sebagai Kepala Pemerintahan, pemimpin dan juga
sebagai Ketua Dewan Pembina Golkar.
Presiden Soeharto cenderung digambarkan sebagai seorang pemimpin yang menjadi pusat kekuasaan
pemerintah dan negara. Media cenderung menggambarkan Presiden Soeharto sebagai pemimpin yang
lebih suka berada di lokasi pusat kekuasaan, di Jakarta sebagai ibukota negara. Meskipun ia
sering melakukan perjalanan dinas dan pribadi/keluarga, baik di dalam maupun di luar negeri, media
lebih sering menyajikan liputan tentang aktivitas komunikasi yang dilakukan Presiden Soeharto di
Jakarta.
Penggambaran media yang demikian diperkuat dengan penggambaran bahwa ketika di Jakarta Presiden
Soeharto lebih sering berada di Istana Negara atau Istana Merdeka dibanding tempat-tempat lainnya
yang dapat berfungsi sebagai simbol kekuasaan dirinya sebagai pemimpin tertinggi dalam organisasi
pemerintahan, negara, dan organisasi-organisasi lainnya. Bahkan, ia juga digambarkan sebagai
pemimpin yang lebih sering berada di Istana dibanding di Bina Graha, kantor atau tempat ia biasanya
bekerja.
Orientasi pada hubungan
Dilihat dari orientasinya pada pemeliharaan hubungan, Presiden Soeharto cenderung ditampilkan
sebagai seorang pemimpin yang otoriter, atau dalam istilah Likert (1961) disebut exploitative-
authoritative, kurang demokratis. Hasil analisis menunjukkan, dari periode ke periode berita yang
beredar menunjukkan isi pesan Presiden Soeharto berfungsi menghibur, memberikan dorongan dan
bimbingan serta mengundang kritik konstruktif sebagaimana umumnya pemimpin yang demokratis
jumlahnya relatif kecil.
Kecuali pada periode awal kekuasaannya, Presiden Soeharto dalam berita suratkabar juga cenderung
ditampilkan sebagai pemimpin yang mengutamakan hubungan dengan lembaga pemerintah yang
dipimpinnya dibanding dengan lembaga-lembaga politik lainnya. Beliau lebih sering menyampaikan
pesan-pesan politik kepada para pejabat pemerintah, seperti menteri, gubernur, bupati, walikota, dan
pegawai negeri, dibanding kepada ketua dan anggota DPR / MPR, ketua MA, Hakim Agung, pimpinan
dan anggota ABRI, ketua dan anggota Parpol, serta pimpinan dan wartawan media massa. Proporsi
berita yang menunjukkan Presiden Soeharto menyampaikan pesan-pesan kepada masyarakat (termasuk
para tokoh dan kalangan perguruan tinggi), dan kepada mereka yang duduk di lembaga eksekutif lebih
besar dibanding proporsi berita yang menunjukkan ia menyampaikan pesan-pesan kepada pihak lainnya.
Presiden Soeharto juga cenderung ditampilkan sebagai seorang pemimpin yang lebih reaktif dibanding
proaktif. Ia lebih sering memberikan tanggapan atau respon terhadap pernyataan orang lain dibanding
menunjukkan gagasan/pemikirannya sendiri. Pesan-pesan verbal sebagaimana tercakup dalam ucapan
atau pernyataan yang disampaikan Presiden Soeharto kepada berbagai pihak lebih banyak berisi
tanggapan dirinya terhadap pertanyaan, opini, sikap, dan perilaku para pejabat dan masyarakat yang
dipimpinnya
Selain itu juga Presiden Soeharto digambarkan sebagai pemimpin yang memiliki fleksibelitas dalam
melaksanakan tugas dan fungsi kepemimpinannya. Isi pesan-pesan politiknya dari periode ke periode
mengalami pasang-surut. Pada periode awal kepemimpinannya, yakni selama masa jabatan pertama
1968-1973, dominasi gagasan-gagasan sendiri lebih menonjol dalam pesan-pesan politik Presiden
Soeharto. Namun, pada periode pengamalan dan pematangan kepemimpinan, yakni selama masa
jabatan kedua sampai kelima 1973-1993, dominasi gagasan-gagasan sendiri semakin menurun, dan
kecenderungan ini diimbangi dengan meningkatnya tanggapan atau respon yang ia berikan terhadap
gagasan, ucapan, dan tindakan-tindakan orang lain. Sedangkan pada periode puncak dan akhir
kepemimpinannya, yakni selama masa jabatan keenam dan ketujuh 1993-1998, isi pesan-pesan politik
Presiden Soeharto semakin didominasi oleh tanggapan atau respon yang ia berikan terhadap gagasan,
ucapan, dan tindakan-tindakan orang lain.
Orientasi pada tugas
Potret Presiden Soeharto cenderung menunjukkan dirinya sebagai pemimpin yang lebih sering
memberikan perhatian sangat umum terhadap lingkup pembangunan nasional. Dalam setiap periode
kekuasaannya, ia digambarkan jarang memberi perhatian khusus pada lingkup pembangunan lokal saja
atau regional saja. Dilihat dari isi pesan-pesan politiknya, pembangunan yang paling sering dibicarakan
oleh Presiden Soeharto adalah pembangunan dalam lingkup nasional. Pembangunan lokal Daerah
Tingkat II Kabupaten / Kotamadya dan pembangunan regional Daerah Tingkat I Propinsi relatif jarang
dibicarakan oleh pemimpin Orde Baru itu.
Surat kabar juga menggambarkan Presiden Soeharto sebagai pemimpin yang memberikan perhatian
pada pembangunan daerah pedesaan dan perkotaan tanpa membedakan diantara keduanya. Presiden
Soeharto jarang membicarakan pembangunan yang orientasinya hanya daerah perkotaan atau hanya
daerah perdesaan. Dalam media massa ia lebih sering ditampilkan sebagai pemimpin yang
membicarakan tentang pembangunan secara keseluruhan, baik daerah perkotaan maupun daerah
perdesaan. Selain itu, ia juga digambarkan sebagai pemimpin yang memberi perhatian umum terhadap
pelaksanaan pembangunan wilayah. Ia jarang digambarkan sebagai pemimpin yang memberi perhatian
khusus pada pembangunan wilayah Barat saja atau wilayah Timur saja.
Hasil analisis juga menunjukkan, Presiden Soeharto cenderung direpresentasikan sebagai seorang
pemimpin yang lebih mementingkan pembangunan ekonomi dibanding pembangunan sektor-sektor
lainnya. Baik pada periode awal, periode pengamalan dan pematangan, maupun pada periode puncak
dan akhir kepemimpinannya, topik pembangunan yang paling sering dibicarakan oleh Presiden Soeharto
adalah ekonomi. Dari sektor-sektor pembangunan yang pernah dibicarakannya, dua sektor yang paling
sering dibicarakan Presiden Soeharto adalah sektor Hankam, dan sektor Politik, Aparatur Negara,
Penerangan, Komunikasi, dan Media Massa. Topik yang paling jarang dibicarakan pemimpin tersebut
adalah topik pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK).
Cara mempengaruhi orang lain
Presiden Soeharto digambarkan sebagai seorang pemimpin yang otoriter, yang menerapkan gaya
kepemimpinan coercive, yang selalu menginginkan agar perintah dan instruksinya dipatuhi orang lain
dengan segera. Dalam berita surat kabar Presiden Soeharto cenderung ditampilkan lebih mementingkan
keselamatan dan kelangsungan pembangunan nasional. Demikian pentingnya hal itu sehingga bagian
besar perintah dan instruksi yang disampaikan Presiden Soeharto kepada orang lain berisi permintaan
agar keselamatan dan kelangsungan pembangunan nasional selalu diprioritaskan.
Selain itu, alasan yang juga sering dijadikan landasan argumentasi Presiden Soeharto ketika meminta
orang lain untuk mematuhi pesan-pesannya adalah perlunya memelihara persatuan dan kesatuan
bangsa, upaya mempertahankan stabilitas politik, upaya menciptakan masyarakat adil dan makmur,
upaya membangun kehidupan demokrasi, dan upaya lainnya.
Ketika ia meminta orang lain agar mau mematuhi pesan-pesannya, Presiden Soeharto biasanya memilih
kata-kata atau kalimat tertentu. Ia lebih sering menggunakan kata-kata atau kalimat netral dibanding
membujuk (persuasive) atau memerintah (instructive ataucoercive). Kesan yang dapat ditimbulkan dari
cara menyampaikan perintah atau instruksi yang demikian adalah bahwa pada akhirnya perintah atau
instruksi Presiden Soeharto diserahkan kepada masing-masing orang untuk menentukan sikap; apakah
mematuhi atau tidak mematuhi pesan-pesan itu.
Meskipun demikian, penjelasan yang disampaikan Presiden Soeharto umumnya hanya berupa
penjelasan tentang arti kata / istilah, ungkapan, dan kalimat-kalimat yang diucapkannya. Ia jarang sekali
memberikan penjelasan yang bersifat mendorong penggunaan logika agar orang lain secara sadar dan
sukarela mau menerima pesan-pesan yang disampaikannya. Kepada orang-orang yang menjadi sasaran
pesan-pesannya, ia jarang memberikan contoh-contoh penerapan pesan, menjelaskan manfaat apabila
pesan itu diikuti, atau menjelaskan akibat apabila pesan itu tidak diikuti. Tujuan komunikasi yang
dilakukan Presiden Soeharto tampaknya hanya agar orang lain menjadi mengetahui, tetapi tidak sampai
pada taraf memahami, mencoba, dan memutuskan untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu.
Kepribadian
Menurut penulis Presiden Soeharto adalah seorang pemimpin yang sederhana, tidak suka menonjolkan
diri di hadapan orang lain. Ketika berbicara dengan orang lain atau menyampaikan pesan-pesan kepada
bawahan atau orang-orang yang dipimpinnya dalam berbagai organisasi, ia tidak suka menunjukkan
keberhasilan atau jasa-jasa yang dimilikinya.
Apabila ia berusaha menonjolkan diri sendiri, cara yang digunakan Presiden Soeharto biasanya adalah
mengemukakan pengalaman atau jasa-jasa yang pernah diberikannya kepada bangsa dan negara pada
masa lalu. Dalam menyampaikan pesan-pesan kepada bawahan dan orang-orang yang dipimpinnya,
Presiden Soeharto berusaha menunjukkan jasanya yang besar dalam membela bangsa dan negara
Indonesia, berani melawan musuh-musuh negara baik pada masa perjuangan kemerdekaan maupun
pada masa pemberontakan G30S/PKI, dan keberhasilannya dalam penyelenggaraan pembangunan
nasional.
Keberhasilan dan Kegagalan yang Dihasilkan Dari Gaya kepemimpinan Soeharto
Orde Baru berlangsung dari tahun 1968 hingga 1998. Dalam jangka waktu tersebut, kepemimpinan
mantan Presiden Soeharto telah memberikan berbagaai kemajuan dan juga kemundurun. Hal ini
dikarenakan kebijakan yang beliau ambil tergantung kepada gaya kepemimpinan yang beliau anut.
Kekurangan dan kelebihan dari gaya kepemimpinan Soeharto yaitu:
Keberhasilan yang Dihasilkan Dari Gaya Kepemimpinan Soeharto
Walaupun terdapat berbagai kekurangan dari pemerintahan Soeharto tapi tidak dapat dipungkiri bahwa
pada masa pemerintahan Soeharto Indonesia menjadi salah satu negara kaya dan disegani negara lain.

1. Kelebihan sistem Pemerintahan Orde Baru perkembangan GDP per kapita


Indonesia yang pada tahun 1968 hanya AS$70 dan pada 1996 telah mencapai lebih dari
AS$1.000
2. Kemajuan sektor migas
3. Swasembada beras
4. Sukses transmigrasi
5. Sukses Program KB
6. Sukses memerangi buta huruf
7. Sukses swasembada pangan
8. Pengangguran minimum
9. Sukses REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun)
10. Sukses Gerakan Wajib Belajar
11. Sukses Gerakan Nasional Orang-Tua Asuh
12. Sukses keamanan dalam negeri
13. Investor asing mau menanamkan modal di Indonesia.
14. Sukses menumbuhkan rasa nasionalisme dan cinta produk dalam negeri
Kegagalan Dari Gaya Kepemimpinan Soeharto
1. Politik
2. Eksploitasi sumber daya
Selama masa pemerintahannya, kebijakan-kebijakan ini, dan pengeksploitasian sumber daya alam
secara besar-besaran menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang besar namun tidak merata di Indonesia.
Contohnya, jumlah orang yang kelaparan dikurangi dengan besar pada tahun 1970-an dan 1980-an.
1. Diskriminasi terhadap Warga Tionghoa
Warga keturunan Tionghoa juga dilarang berekspresi. Sejak tahun 1967, warga keturunan dianggap
sebagai warga negara asing di Indonesia dan kedudukannya berada di bawah warga pribumi, yang
secara tidak langsung juga menghapus hak-hak asasi mereka. Kesenian barongsai secara terbuka,
perayaan hari raya Imlek, dan pemakaian Bahasa Mandarin dilarang, meski kemudian hal ini
diperjuangkan oleh komunitas Tionghoa Indonesia terutama dari komunitas pengobatan Tionghoa
tradisional karena pelarangan sama sekali akan berdampak pada resep obat yang mereka buat yang
hanya bisa ditulis dengan bahasa Mandarin. Mereka pergi hingga ke Mahkamah Agung dan akhirnya
Jaksa Agung Indonesia waktu itu memberi izin dengan catatan bahwa Tionghoa Indonesia berjanji tidak
menghimpun kekuatan untuk memberontak dan menggulingkan pemerintahan Indonesia.
Satu-satunya surat kabar berbahasa Mandarin yang diizinkan terbit adalah Harian Indonesia yang
sebagian artikelnya ditulis dalam bahasa Indonesia. Harian ini dikelola dan diawasi oleh militer Indonesia
dalam hal ini adalah ABRI meski beberapa orang Tionghoa Indonesia bekerja juga di sana. Agama
tradisional Tionghoa dilarang. Akibatnya agama Konghucu kehilangan pengakuan pemerintah.
Pemerintah Orde Baru berdalih bahwa warga Tionghoa yang populasinya ketika itu mencapai kurang
lebih 5 juta dari keseluruhan rakyat Indonesia dikhawatirkan akan menyebarkan pengaruh komunisme di
Tanah Air. Padahal, kenyataan berkata bahwa kebanyakan dari mereka berprofesi sebagai pedagang,
yang tentu bertolak belakang dengan apa yang diajarkan oleh komunisme, yang sangat mengharamkan
perdagangan dilakukan. Orang Tionghoa dijauhkan dari kehidupan politik praktis. Sebagian lagi memilih
untuk menghindari dunia politik karena khawatir akan keselamatan dirinya.
1. Perpecahan bangsa
Di masa Orde Baru pemerintah sangat mengutamakan persatuan bangsa Indonesia. Setiap hari media
massa seperti radio dan televisi mendengungkan slogan persatuan dan kesatuan bangsa. Salah satu
cara yang dilakukan oleh pemerintah adalah meningkatkan transmigrasi dari daerah yang padat
penduduknya seperti Jawa, Bali dan Madura ke luar Jawa, terutama ke Kalimantan, Sulawesi, Timor
Timur, dan Irian Jaya. Namun dampak negatif yang tidak diperhitungkan dari program ini adalah
terjadinya marjinalisasi terhadap penduduk setempat dan kecemburuan terhadap penduduk pendatang
yang banyak mendapatkan bantuan pemerintah. Muncul tuduhan bahwa program transmigrasi sama
dengan jawanisasi yang disertai sentimen anti-Jawa di berbagai daerah, meskipun tidak semua
transmigran itu orang Jawa.
Pada awal Era Reformasi konflik laten ini meledak menjadi terbuka antara lain dalam bentuk konflik
Ambon dan konflik Madura-Dayak di Kalimantan. Sementara itu gejolak di Papua yang dipicu oleh rasa
diperlakukan tidak adil dalam pembagian keuntungan pengelolaan sumber alamnya, juga diperkuat oleh
ketidaksukaan terhadap para transmigrasi.
1. Semaraknya korupsi, kolusi, nepotisme
2. Pembangunan Indonesia yang tidak merata dan timbulnya kesenjangan
pembangunan antara pusat dan daerah.
3. Bertambahnya kesenjangan sosial (perbedaan pendapatan yang tidak merata bagi
si kaya dan si miskin)
4. Kritik dibungkam dan oposisi diharamkan kebebasan pers sangat terbatas, diwarnai oleh banyak
koran dan majalah yang dibreidel penggunaan kekerasan untuk menciptakan keamanan, antara
lain dengan program Penembakan Misterius (petrus).

3.3 Presiden BJ. Habibie

Menjadi presiden bukan karena keinginannya. Hanya karena kondisi sehingga ia jadi
presiden. Orang yang cerdas tapi terlalu lugu dalam politik. Karena ingin terlihat bagus, ia
membuat blunder dalam masalah timor timur.

Sebenarnya gaya kepemimpinan Presiden Habibie adalah gaya kepemimpinan Dedikatif-


Fasilitatif, merupakan sendi dan Kepemimpinan Demokratik. Pada masa pemerintahan B.J
Habibie ini, kebebasan pers dibuka lebar-lebar sehingga melahirkan demokratisasi yang lebih
besar. Pada saat itu pula peraturan-peraturan perundang-undangan banyak dibuat. Pertumbuhan
ekonomi cukup tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya Habiebi sangat terbuka dalam
berbicara tetapi tidak pandai dalam mendengar, akrab dalam bergaul, tetapi tidak jarang
eksplosif. Sangat detailis, suka uji coba tapi tetapi kurang tekun dalam menyelesaikan suatu
pekerjaan. Dalam penyelengaraan Negara Habiebi pada dasarnya seorang liberal karena
kehidupan dan pendidikan yang lama di dunia barat.

Gaya komunikasinya penuh spontanitas, meletup-letup, cepat bereaksi, tanpa mau


memikirkan risikonya. Tatkala Habibie dalam situasi penuh emosional, ia cenderung bertindak
atau mengambil keputusan secara cepat. Seolah ia kehilangan kesabaran untuk menurunkan
amarahnya. Bertindak cepat, rupanya, salah satu solusi untuk menurunkan tensinya. Karakteristik
ini diilustrasikan dengan kisah lepasnya Timor Timur dari Indonesia. Habibie digambarkan
sebagai pribadi yang terbuka, namun terkesan mau menang sendiri dalam berwacana dan alergi
terhadap kritik.

3.4 Presiden Abdurrahman Wahid

Seorang kiai yang sangat liberal dalam pemikirannya, penuh dengan ide, sangat tidak disiplin,
dan berkepemimpinan ala LSM.

Gaya kepemimpinan Presiden Abdurrahman Wahid adalah gaya kepemimpinan Responsif-


Akomodatif, yang berusaha untuk mengagregasikan semua kepentingan yang beraneka ragam
yang diharapkan dapat dijadikan menjadi satu kesepakatan atau keputusan yang memihki
keabsahan. Pelaksanaan dan keputusan-keputusan yang telah ditetapkan diharapkan mampu
menggerakkan partisipasi aktif para pelaksana di lapangan, karena merasa ikut terlibat dalam
proses pengambilan keputusan atau kebijaksanaan.
Beliau ini awalnya memberikan banyak harapan untuk kemajuan Indonesia. Seolah bisa menjadi
figur yang bisa diterima oleh berbagai kelompok didalam dan luar negeri. Tapi setelah menjadi
presiden, bicaranya ngelantur tidak karu-karuan. Hari ini A, besok B lusa C. Sebagai rakyat aku
sendiri ikut capai mikirin Negara di bawah Gus Dur ini. Orang seperti ini yang dianggap 1/2 wali
oleh sebagian orang cukup berbahaya untuk memimpin bangsa. Beruntung MPR
melengserkannya dari kursi presiden.

3.5 Presiden Megawati Soekarno Putri

Berpenampilan tenang dan tampak kurang acuh dalam menghadapi persoalan. Tetapi
dalam hal-hal tertentu megawati memiliki determinasi dalam kepemimpinannya, misalnya
mengenai persoalan di BPPN, kenaikan harga BBM dan pemberlakuan darurat militer di Aceh
Nanggroe Darussalam.

Gaya kepemimpinan megawati yang anti kekerasan itu tepat sekali untuk menghadapi
situasi bangsa yang sedang memanas.

Calon yang satu ini merupakan calon lebih banyak menjual image orang tua beliau,
dari pada image dirinya sendiri. Beliau merupakan presidennya wong cilik, memang benar
wong cilik yang sering kami tanya mengenai hal ini banyak yang memilih beliau karena beliau
mempunyai perhatian yang tinggi kepada mereka dengan menyediakan bahan pokok murah,
namun banyak aset perusahaan negara yang dijual untuk membeli bahan pokok bagi rakyat.
Memang orang yang hanya berfikir hidup, akan merasa terbantu sekali dengan model
kepemimpinan beliau ini. Namun sebagian orang juga tidak setuju penjualan aset tersebut.
kurang dapat memprediksikan gaya pemerintahan beliau, karena semuanya lebih bergantung
kepada anggota kabinet daripada sosok beliau sendiri.

Megawati lebih menonjolkan kepemimpinan dalam budaya ketimuran. Ia cukup lama


dalam menimbang-nimbang sesuatu keputusan yang akan diambilnya. Tetapi begitu keputusan
itu diambil, tidak akan berubah lagi. Gaya kepemimpinan seperti bukanlah suatu ke1emahan.
Seperti dikatakan oleh Frans Seda: "Dia punya intuisi tajam. Sering kita berpikir, secara logika,
menganalisa fakta-fakta, menyodorkan bukti-bukti, tapi tetap saja belum pas. Di saat itulah Mega
bertindak berdasarkan intuisinya, yang oleh orang-orang lain tidak terpikirkan sebelumnya."

Cukup demokratis, tapi pribadi Megawati dinilai tertutup dan cepat emosional. Ia alergi
pada kritik. Komunikasinya didominasi oleh keluhan dan uneg-uneg, nyaris tidak pernah
menyentuh visi misi pemerintahannya.

3.6 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

Beliau ini presiden pertama yang dipilih oleh rakyat. Orangnya mampu dan bisa menjadi
presiden. Juga cukup bersih, kemajuan ekonomi dan stabilitas negara terlihat membaik. Sayang
tidak mendapat dukungan yang kuat di Parlemen. Membuat beliau tidak leluasa mengambil
keputusan karena harus mempertimbangkan dukungannya di parlemen. Apalagi untuk
mengangkat kasus korupsi dari orang dengan back ground parpol besar, beliau keliahatan
kesulitan. Sayang sekali saat Indonesia punya orang yang tepat untuk memimpin, parlemennya
dipenuhi oleh begundal-begundal oportunis yang haus uang sogokan.

Pembawaan SBY, karena dibesarkan dalam lingkungan tentara dan ia juga berlatar
belakang tentara karir, tampak agak formal. Kaum ibu tertarik kepada SBY karena ia santun
dalam setiap penampilan dan apik pula berbusana. Penampilan semacam ini meningkatkan citra
SBY di mata masyarakat.

SBY sebagai pemimpin yang mampu mengambil keputusan kapanpun, di manapun, dan
dalam kondisi apapun. Sangat jauh dari anggapan sementara kalangan yang menyebut SBY
sebagai figur peragu, lambat, dan tidak "decisive" (tegas). Sosok yang demokratis, menghargai
perbedaan pendapat, tetapi selalu defensif terhadap kritik. Hanya sayang, konsistensi Yudhoyono
dinilai buruk. Ia dipandang sering berubah-ubah dan membingungkan publik.

1. Seokarno

Gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh Ir. Soekarno berorientasi pada


moral dan etika ideologi yang mendasari negara atau partai, sehingga sangat
konsisten dan sangat fanatik, cocok diterapkan pada era tersebut. Sifat
kepemimpinan yang juga menonjol dan Ir. Soekarno adalah percaya diri yang
kuat, penuh daya tarik, penuh inisiatif dan inovatif serta kaya akan ide dan
gagasan baru. Sehingga pada puncak kepemimpinannya, pernah menjadi
panutan dan sumber inspirasi pergerakan kemerdekaan dari bangsa-bangsa
Asia dan Afrika serta pergerakan melepas ketergantungan dari negara-negara
Barat (Amerika dan Eropa).
Ir. Soekarno adalah pemimpin yang kharismatik, memiliki semangat pantang
menyerah dan rela berkorban demi persatuan dan kesatuan serta
kemerdekaan bangsanya. Pemimpin karismatik adalah pemimpin yang
mewujudkan atmosfir motivasi atas dasar komitmen dan identitas emosional
pada visi, filosofi, dan gaya mereka dalam diri bawahannya. Pemimpin
karismatik mampu memainkan peran penting dalam menciptakan perubahan.
Individu yang menyandang kualitas-kualitas pahlawan memiliki karisma.
Sebagian yang lain memandang pemimpin karismatik adalah pahlawan.

2. Seoharto

Gaya Kepemimpinan Presiden Soeharto merupakan gabungan dari gaya


kepemimpinan Proaktif-Ekstraktif dengan Adaptif-Antisipatif, yaitu gaya
kepemimpinan yang mampu menangkap peluang dan melihat tantangan
sebagai sesuatu yang berdampak positif serta mempunyal visi yang jauh ke
depan dan sadar akan perlunya langkah-langkah penyesuaian.

Tahun-tahun pemerintahan Suharto diwarnai dengan praktik otoritarian di


mana tentara memiliki peran dominan di dalamnya. Kebijakan dwifungsi
ABRI memberikan kesempatan kepada militer untuk berperan dalam bidang
politik di samping perannya sebagai alat pertahanan negara. Jelas sekali
terlihat bahwa mantan Presiden Soeharto memiliki gaya kepemimpinan yang
otoriter, dominan, dan sentralistis. Sebenarnya gaya kepemimpinan otoriter
yang dimiliki oleh Almarhum merupakan suatu gaya kepemimpinan yang
tepat pada masa awal terpilihnya Soeharto sebagai Presiden Republik
Indonesia. Hal ini dikarenakan pada masa itu tingkat pergolakan dan situasi
yang selalu tidak menentu dan juga tingkat pendidikan di Indonesia masih
sangat rendah. Namun, dirasa pada awal tahun 1980-an dirasa cara
memimpin Soeharto yang bersifat otoriter ini kurang tepat, karena keadaan
yang terjadi di Indonesia sudah banyak berubah. Masyarakat semakin cerdas
dan semakin paham tentang hakikat negara demokratis. Dengan sendirinya
model kepemimpinan Soeharto tertolak oleh kultur atau masyarakat.

3. Susilo Bambang Yudhoyono

Beliau ini adalah ke VI Republik Indonesia dan presiden pertama yang dipilih
oleh rakyat. Orangnya mampu dan bisa menjadi presiden. Juga cukup bersih,
kemajuan ekonomi dan stabilitas negara terlihat membaik. Sayang tidak
mendapat dukungan yang kuat di Parlemen. Membuat beliau tidak leluasa
mengambil keputusan karena harus mempertimbangkan dukungannya di
parlemen.

SBY sebagai pemimpin yang mampu mengambil keputusan kapanpun, di


manapun, dan dalam kondisi apapun. Sangat jauh dari anggapan sementara
kalangan yang menyebut SBY sebagai figur peragu, lambat, dan tidak
decisive (tegas). Sosok yang demokratis, menghargai perbedaan pendapat,
tetapi selalu defensif terhadap kritik. Hanya sayang, konsistensi Yudhoyono
dinilai buruk. Ia dipandang sering berubah-ubah dan membingungkan publik.

4. Joko Widodo

Gaya kepemimpinan Presiden Jokowi bisa menjadi contoh, bagaimana sosok


pemimpin yang tegas, berani dan konsisten meski Jokowi dari orang yang
terlihat sederhana. saat terpilih menjadi presiden, Jokowi telah menunjukkan
ketegasannya dalam memimpin sebagai kepala negara. Di antaranya, Jokowi
dengan tegas membatalkan penetapan Budi Gunawan sebagai kapolri karena
diduga melakukan korupsi. Ditambah lagi, memberhentikan sementara Ketua
Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad karena diduga terlibat
kriminal dan kini menjalani proses hukum.

Dalam sistem politik yang demokratis, pemimpin yang tegas dan berani tidak
identik dengan militer. Latar belakang militer tidak otomatis lebih berani,
lebih tegas atau lebih nasionalis. Pemimpin kuat juga tidak sama dengan
pemimpin yang membuat kebijakan dan menerobos aturan. Dalam demokrasi
di mana hukum dikedepankan, sikap tegas, berani dan konsisten justru bisa
ditunjukkan dengan cara-cara yang lembut dan santun seperti Jokowi.

Ir. Soekarno adalah pemimpin yang kharismatik, memiliki semangat pantang menyerah
dan rela berkorban demi persatuan dan kesatuan serta kemerdekaan bangsanya.

Dalam era globalisasi yang penuh dengan daya saing dan tantangan
perubahan lingkungan, pemimpin yang ideal seyogyanya memiliki ciri-ciri
pribadi diatas, ditambah dengan memiliki tiga ketrampilan sebagaimana
dikatakan Robert L. Katz (1955) dalam jurnalnya Skills of an Effective
Administrator, yaitu:
1. Ketrampilan teknis (technical skill), pengetahuan dan ketrampilan
seseorang dalam salah satu jenis proses atau teknik.
2. Ketrampilan manusiawi (human skill), kemampuan bekerja secara efektif
dengan orang-orang dan membina kerjasama tim
3. Ketrampilan konseptual (conceptual skill), kemampuan untuk berpikir
dalam kaitannya dengan model, kerangka, hubungan yang luas dan
rencana jangka panjang (visioner).
Beberapa pendapat ahli tentang definisi kepemimpinan seperti yang
dikemukakan telah dikemukakan oleh George R. Terry di atas, didukung
olehStogdill melihat kepemimpinan sebagai suatu proses mempengaruhi
aktivitas kelompok dalam rangka perumusan dan pencapaian
tujuan. Harold Koontz dan Cyril ODonnel juga menjelaskan
bahwa leadership may be defined as the ability to exert interpersonal
influence, by means of communication, toward the
achievement a goal. Demikian juga dengan pandangan Stephen P.
Robbins melihat kepemimpinan sebagai kemampuan untuk mempengaruhi
kelompok menuju pencapaian sasaran. Pengertian agak berbeda
dikemukakan oleh Dubin yang menyebutkan kepemimpinan
sebagaiaktivitas para pemegang kekuasaan dan membuat keputusan.
Pendapat yang disampaikan oleh para ahli tersebut menunjukkan
bahwa kepemimpinan adalah aktivitas dan kemampuan untuk
mempengaruhi orang-orang dan kelompok yang diarahkan untuk
mencapai tujuan organisasi. Sedangkan fungsi pemimpin adalah
mengarahkan, membina, mengatur, menunjukkan terhadap orang-orang
yang dipimpin agar orang yang dipimpin itu senang, sehaluan serta terbina
dan menuruti kehendak dan tujuan dari pemimpin. Disamping pendapat
tersebut juga telah dikembangkan beberapa teori tentang kepemimpinan,
yaitu:
1. Teori Ciri, pemimpin mempunyai sejumlah atribut individual seperti
aspek-aspek kepribadian, temperamen, kebutuhan, motivasi dan nilai-nilai.
Cirinya adalah watak yang relatif stabil dalam berprilaku, yang menyatakan
bahwa pemimpin itu dilahirkan, bukan dibuat, sehingga seseorang yang
dilahirkan sebagai pemimpin amaka akn menjadi pemimpin.
2. Teori Perilaku, yang didasarkan pada beberapa penelitian yaitu : Univeritas
Ohio State yang menghasilkan : perilaku pemimpin pada dasarnya
memiliki kecenderungan yang mengarah kepada dua kategori yaitu
consideration yaitu cenderung mengarah kepada kepentingan bawahan
dan Initiating Structure yaitu pemimpin cenderung lebih mementingkan
organisasi dari pada memperhatikan bawahannya. Teori ini mengadopsi
Studi Kepemimpinan Michigan, Model Leadership Continuum Robert
Tannenbaum dan Warren H. Schmidt, yang disempurnakan oleh Likert
dengan model Likerts Management System, dan Managerial Grid oleh
Robert R Blake dan Jane s Mouton.
3. Teori Kontingensi, teori ini berdasarkan asumsi bahwa pola perilaku atau
pola ciri yang berbeda akan menjadi efektif di dalam situasi yang berbeda-
beda dan bahwa pola perilaku atau pola ciri tidaklah optimal dalam semua
situasi. Teori ini mengadopsi Path Goal Theory (House dan Dessler,
1974); LPC Contingency Model (Fiedler, 1978); Leader Member Exchenge
Theory (Graen dan Casman, 1975); Teori Situasional (Hersey dan
Blanchard); dan Leader Participations Model (Vroom dan Yetton, 1973).
4. Teori Neocharismatic, menekankan kepada simbolik, pertimbangan
emosional dan komitmen pengikut yang luarbiasa, dengan mengadopsi
teori atribusi tentang Karisma (Conger dan Kanungo); Transformational
Leadership (Burn, 1978); Visionary Leadership; dan
Teori Superleadership.
Tulisan ini mencoba membahas bagaimana pemimpin yang ideal dalam era
globalisasi ini yang dapat menggerakkan organisasi mencapai tujuan dan
sasarannya dengan berbagai dinamika dan konflik yang terjadi didalamnya.

C. Kompetensi Kepemimpinan Birokasi


Dalam kehidupan organisasi, dinamika organisasi tidak akan pernah
terlepas dari tiga hal mendasar yaitu kekuasaan, politik dan etika yang
sangat berkaitan erat dengan kepemimpinan. Kekuasaan seorang
pemimpin yang mempunyai kemampuan potensial untuk mempengaruhi
orang lain dengan sumber kekuasaan yang dimilikinya memerlukan cara-
cara untuk meningkatkan kekuasaan, dalam kerangka meningkatkan
tanggung jawab pemimpin kepada organisasi, masyarakat dan pemerintah.

Era globalisasi yang ditandai dengan peningkatan keterkaitan dan


ketergantungan antarbangsa dan antarmanusia di seluruh dunia dunia
melalui perdagangan, investasi, perjalanan, budaya populer, dan bentuk-
bentuk interaksi yang lain sehingga batas-batas suatu negara menjadi
semakin sempit. Di era ini terjadi proses interaksi antar individu, antar
kelompok, dan antar negara yang pada akhirnya menimbulkan saling
ketergantungan, keterkaitan dan saling memengaruhi satu sama lain yang
melintasi batas-batas wilayah. Interaksi ini terjadi dalam berbagai aspek
kehidupan social, budaya, politik, ekonomi dan pertahanan keamanan.
Perkembangan teknologi yang sangat cepat dengan saluran distribusi tanpa
batas seperti telepon genggam, televisi satelit, dan internet menunjukkan
bahwa komunikasi global terjadi demikian cepatnya, yang tentunya akan
sangat berpengarus terhadap eksistensi organisasi. Hal ini juga semakin
ditantang dengan pasar dan produksi ekonomi di negara-negara yang
berbeda menjadi saling bergantung sebagai akibat dari pertumbuhan
perdagangan internasional, peningkatan pengaruh organisasi
multinasional, dan dominasi organisasi internasional dalam menguasai
perdagangan. Disisi lain peningkatan interaksi kultural melalui
perkembangan media massa baik televisi, film, musik, dan transmisi berita
juga sangat berpengaruh terhadap kinerja organisasi sesuai dengan
kemampuan daya saing yang dimilikinya.

Dari aspek perkenomomian ada pihak-pihak yang berpendapat


bahwa globalisasi merupakan sebuah proyek rekayasa negara-negara
kapitalis untuk tetap menjaga eksistensi dan pengaruhnya terhadap dunia
terutama dunia ketiga, yaitu dengan mengekploitasi perekonomian negara-
negara miskin atau negara dan semakin terpuruk karena lemahnya daya
saing. Elizabeth Fuller Collins, dosen dari Universitas Ohio, menyebutkan
bahwa dampak negatif globalisasi adalah bahwa kapitalisme pasar bebas
yang bersanding manis dengan istilah ekonomi
neoliberal memperlakukan tenaga kerja, uang, tanah dan sumber alam
sebagai faktor produksi semata atau komoditas yang diperjualbelikan.
Kondisi ini akan berakibat pada supply dan demand terhadap tenaga kerja,
uang, tanah dan sumber alam akan sangat ditentukan oleh pasar, sehingga
dampak langsung yang timbul adalah krisis finansial, instabilitas politik,
dan ancaman kelestarian lingkungan serta tingginya tingkat persaingan
antar organisasi untuk bertahan.
Dalam kondisi seperti ini, kepemimpinan menjadi hal yang sangat penting
bahkan menentukan dalam pencapaian suatu tujuan kelompok atau
organisasi, untuk mengarahkan dan mengatur orang-orang untuk
mencapai tujuan. Dalam lingkup organisasi sosok pemimpin benar-benar
memegang peranan penting, karena sebaik apapun sumberdaya yang
dimiliki organisasi, tanpa adanya pemimpin yang mampu mengelola, maka
organisasi tidak akan dapat berjalan dengan arah yang tepat. Gaya
kepemimpinan yang diperlukan dalam era global adalah pemimpin yang
dinamis dan cenderung situasional, dengan memadukan berbagai gaya
kepemimpinan. Gaya kepemimpinan yang dapat beradaptasi dengan
budaya setempat, bervisi pengembangan, fokus pada penyelesaian
pekerjaan dan tingkatan pencapaian, serta memposisikan pegawai sebagai
manusia dan bukan sebagai mekanik organisasi.

Disamping itu, penting juga untuk mengadopsi gaya kepemimpinan


transaksional dan transformasional sebagaimana dikemukakan oleh
Stephen Robbins (1996) bahwa pemimpin transaksional adalah pemimpin
yang memandu atau memotivasi pengikut mereka ke arah tujuan yang
ditetapkan dengan memperjelas peran dan tuntutan tugas, yang secara
eksplisit termasuk pemimpin task oriented dimana penyelesaian tugas
menjadi hal utama dengan petunjuk rinci yang wajib dijalankan oleh
pengikutnya.

Dalam pendapatnya yang lain, dikemukakan juga tentang model pemimpin


tranformasional yang menurut Stephen Robbins (1996) bahwa pemimpin
tranformasional adalah pemimpin yang memberikan pertimbangan dan
rangsangan intelektual yang diindividualkan dan yang memiliki karisma.
Pemimpin seperti ini mencurahkan perhatian pada kebutuhan
pengikutnya, mereka mengubah kesadaran pengikut akan persoalan-
persoalan dengan membantu mereka memandang masalah lama dengan
cara cara baru dan mereka mampu membangkitkan serta mengilhami
para pengikut untuk mengeluarkan upaya ekstra dalam mencapai tujuan
kelompok.
Beberapa teori kepemimpinan menekankan bahwa kepemimpinan
merupakan suatu seni sehingga pemimpin yang ideal sangat dipengaruhi
oleh lingkungan internal dan eksternal organisasi. Namun peran utama
seorang pemimpin adalah dapat memotivasi para pengikutnya sehingga
para pengikutnya menjadi self leader, dimana para pengikutnya dapat
memotivasi diri sendiri dan mengarahkan prilakunya untuk mencapai
tujuan organisasi, seorang pemberi semangat (encourager), motivator,
inspirator, dan maximize dengan dilandasi sifat jujur, cerdas, bertanggung
jawab dan menepati janji. Disamping itu juga dapat mengelola konflik
sebagai sebuah proses yang dinamis dan dapat dimanfaatkan untuk
kepentingan dan kemajuan organisasi.

Era saat ini dunia membutuhkan pemimpin yang dinamis dan berintegritas. Globalisasi menciptakan
sebuah pasar dunia yang kompleks dan cepat dalam perubahan. Caligiuri dan Tarique (2012) dalam
tulisannya yang berjudul Dynamics cross-cultural competencies and global leadership effectiveness di
Journal of world, mengungkapkan bahwa kepemimpinan yang efesien dan efektif merupakan kebutuhan
dalam masyarakat global. Dan kepemimpinan tersebut haruslah mampu untuk melampaui keterbatasan
antar budaya di muka bumi ini.

Kepemimpinan adalah kunci utama dalam menjalankan organisasi dan menggerakan dunia yang
kompleks ini. Penguasaan teknologi, kemampuan berkomunikasi, dan kemampuan manajemen cross-
cultural menjadi parameter utama dalam melihat pemimpin di era global. Disamping itu integritas dan
kemampuan untuk mengambil tindakan potensial tetap masih menjadi kemampuan dasar yang dapat
diterapkan. Pemimpin haruslah mampu bertindak dinamis dengan menampilkan diri otentiknya.
Sehingga dalam perubahan yang sangat cepat, ia masih mampu bertanggung jawab terhadap diri dan
proses perubahan tersebut.

Untuk menjawab kebutuhan tersebut, maka personal pemimpin yang dinamis dan berintegritas adalah
karakter yang perlu dikembangkan oleh para pemimpin di era globalisasi. Dinamis adalah suatu roh
semangat yang bekerja secara cepat dan tepat, serta mengoptimalkan sumber daya yang ada. Seorang
pemimpin akan dinamis dalam era globalisasi apabila ia memiliki sikap proaktif. Sikap proaktif ini
bukanlah respon yang didasari oleh adanya stimulus. Namun sebuah respon aktif yang hadir
dikarenakan kesadaran akan adanya sebuah tindakan perubahan. Pemimpin yang proaktif, tidak akan
melakukan tindakan hiperaktif. Namun ia akan selalu melakukan sebuah tindakan yang didasari rasa
tanggung jawab dan kesiapan untuk menghadapi situasi didepannya. Selain butuh personal pemimpin
yang proaktif, era globalisasi juga membutuhkan pemimpin yang memiliki visi perubahan kedepan. Visi
merupakan sebuah tanggung jawab pemimpin untuk melihat masa depan dan membawa orang-orang
yang dipimpinnya saat ini ke kondisi tersebut. Dengan memiliki visi, maka sifat era globalisasi yang
memungkinkan terjadinya kondisi ketidak pastian, menjadi sebuah arah yang pasti dan jelas. Pemimpin
tidak bisa menolak datangnya arus globalisasi. Yang dapat dilakukan oleh dirinya adalah mengendalikan
arus tersebut, kearah yang diinginkannya. Selanjutnya pemimpin secara personal juga haruslah memiliki
komunikasi yang efektif dan efesien. Teknologi komunikasi yang dihadirkan dalam era ini,
memungkinkan setiap pemimpin mampu untuk mengoptimalkan tools ini dalam menyampaikan visi,
misi dan tujuan yang diinginkannya. Dengan komunikasi yang efektif, seorang pemimpin akan lebih
cepat untuk menciptakan perubahan. Ia tidak perlu bekerja sendiri, namun dapat bekerja secara
berjejaring dengan orang-orang disekitarnya. Dengan demikian visi, misi dan tujuannya akan lebih cepat
tercapai. Berikutnya adalah hal yang lebih penting dalam personal pemimpin di era globalisasi adalah
integritas diri. Pemimpin haruslah memiliki kesatuan antara hal-hal yang dipikirkan, dikatakan dan
dilakukan. Pemimpin haruslah mereka yang telah memahami siapa diri mereka, dan siap untuk
mengarahkan orang lain menuju pada sebuah kondisi ideal. Ia adalah seseorang yang telah mampu
untuk memenangkan dirinya ditengah pertarungan realitas disekitarnya. Dengan memenangkan diri, ia
mampu menentukan aktivitas-aktivitas prioritas untuk menunjang pengembangan dirinya. Pemimpin
yang ideal adalah pemimpin yang tidak bersembunyi dibalik topeng realitas sekitarnya. Namun
pemimpin yang berani dengan realitas dalam diri, menunjukan bahwa ia mampu mengarahkan dan
membuat perubahan.

Globalisasi membutuhkan personal pemimpin yang bisa mengarahkan dan mengoptimalkan sumber
daya yang tidak terbatas di era global. Dengan memiliki karakter kepemimpinan seperti diatas, maka
secara personal seseorang mampu menjadi pemimpin yang diharapkan di era tanpa gravitasi ini. Ia
selalu memliliki tali pengaman integritas untuk mengikat dirinya dengan situasi kekinian yang cepat
untuk berubah. Dan orang seperti inilah yang mampu membawa orang lain ke sebuah kondisi yang ideal.

Pengertian,Tipe-tipe,Gaya Kepemimpinan,Teori yang Mendasari Kepemimpinan dan


Penjelasan cara Memimpin Organisasi
1.PENGERTIAN KEPEMIMPINAN

Kepemimpinan adalah proses memengaruhi atau memberi contoh oleh pemimpin


kepada pengikutnya dalam upaya mencapai tujuan organisasi.Cara alamiah mempelajari
kepemimpinan adalah "melakukannya dalam kerja" dengan praktik seperti pemagangan pada
seorang seniman ahli, pengrajin, atau praktisi.Dalam hubungan ini sang ahli diharapkan
sebagai bagian dari peranya memberikan pengajaran/instruksi.

Kebanyakan orang masih cenderung mengatakan bahwa pemimipin yang efektif


mempunyai sifat atau ciri-ciri tertentu yang sangat penting misalnya, kharisma, pandangan ke
depan, daya persuasi, dan intensitas.Dan memang, apabila kita berpikir tentang pemimpin yang
heroik seperti Napoleon, Washington, Lincoln, Churcill, Sukarno, Jenderal Sudirman, dan
sebagainya kita harus mengakui bahwa sifat-sifat seperti itu melekat pada diri mereka dan telah
mereka manfaatkan untuk mencapai tujuan yang mereka inginkan.

A.Kepemimpinan Yang Efektif

Barangkali pandangan pesimistis tentang keahlian-keahlian kepemimpinan ini telah


menyebabkan munculnya ratusan buku yang membahas kepemimpinan. Terdapat nasihat
tentang siapa yang harus ditiru (Attila the Hun), apa yang harus diraih (kedamaian jiwa), apa
yang harus dipelajari (kegagalan), apa yang harus diperjuangkan (karisma), perlu tidaknya
pendelegasian (kadang-kadang), perlu tidaknya berkolaborasi (mungkin), pemimpin-pemimpin
rahasia Amerika (wanita), kualitas-kualitas pribadi dari kepemimpinan (integritas), bagaimana
meraih kredibilitas (bisa dipercaya), bagaimana menjadi pemimipin yang otentik (temukan
pemimpin dalam diri anda), dan sembilan hukum alam kepemimpinan (jangan tanya).Terdapat
lebih dari 3000 buku yang judulnya mengandung kata pemimipin (leader).Bagaimana menjadi
pemimpin yang efektif tidak perlu diulas oleh sebuah buku.Guru manajeman terkenal, Peter
Drucker, menjawabnya hanya dengan beberapa kalimat: "pondasi dari kepemimpinan yang
efektif adalah berpikir berdasar misi organisasi, mendefinisikannya dan menegakkannya,
secara jelas dan nyata.

B.Kepemimpinan Karismatik

Max Weber, seorang sosiolog, adalah ilmuan pertama yang membahas kepemimpinan
karismatik.Lebih dari seabad yang lalu, ia mendefinisikan karisma (yang berasal dari bahasa
Yunani yang berarti "anugerah") sebagai "suatu sifat tertentu dari seseorang, yang
membedakan mereka dari orang kebanyakan dan biasanya dipandang sebagai kemampuan
atau kualitas supernatural, manusia super, atau paling tidak daya-daya istimewa.Kemampuan-
kemampuan ini tidak dimiliki oleh orang biasa, tetapi dianggap sebagai kekuatan yang
bersumber dari yang Ilahi, dan berdasarkan hal ini seseorang kemudian dianggap sebagai
seorang pemimpin.

C. Kepemimpinan Transformasional

Kepemiminan merupakan proses dimana seorang individu mempengaruhi sekelompok


individu untuk mencapai suatu tujuan. Untuk menjadi seorang pemimpin yang efektif, seorang
kepala sekolah harus dapat mempengaruhi seluruh warga sekolah yang dipimpinnya melalui
cara-cara yang positif untuk mencapai tujuan pendidikan di sekolah. Secara sederhana
kepemimpinan transformasional dapat diartikan sebagai proses untuk mengubah dan
mentransformasikan individu agar mau berubah dan meningkatkan dirinya, yang didalamnya
melibatkan motif dan pemenuhan kebutuhan serta penghargaan terhadap para bawahan.
Terdapat empat faktor untuk menuju kepemimpinan tranformasional, yang dikenal
sebutan 4 I, yaitu : idealized influence, inspirational motivation, intellectual stimulation, dan
individual consideration.

Adapun pengertian kepemimpinan menurut para ahli :

* Kepemimpinan adalah kegiatan dalam mempengaruhi orang lain untuk bekerja keras dengan
penuh kemauan untuk tujuan kelompok (George P Terry)

* Kepemimpinan adalah kegiatan mempengaruhi orang lain agar ikut serta dalam mencapai
tujuan umum (H.Koontz dan C. O'Donnell)

* Kepemimpinan sebagai pengaruh antar pribadi yang terjadi pada suatu keadaan dan
diarahkan melalui proses komunikasi ke arah tercapainya sesuatu tujuan (R. Tannenbaum,
Irving R, F. Massarik).

Untuk lebih mendalami pengertian kepemimpinan, di bawah ini akan dikemukakan beberapa
definisi kepemimpinan lainnya seperti yang dikutip oleh Gary Yukl (1996: 2), antara lain:

* Kepemimpinan adalah peningkatan pengaruh sedikit demi sedikit pada dan berada di atas
kepatuhan mekanis terhadap pengarahan-pengarahan rutin organisasi (Katz dan Kahn)

* Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktivitas-aktivitas sebuah kelompok yang


diorganisasi ke arah pencapaian tujuan (Rauch dan Behling)

* Kepemimpinan adalah proses memberi arti terhadap usaha kolektif yang mengakibatkan
kesediaan untuk melakukan usaha yang diinginkan untuk mencapai sasaran (Jacobs dan
Jacques)

Menurut Wahjosumidjo (1984: 26) butir-butir pengertian dari berbagai definisi kepemimpinan,
pada hakekatnya memberikan makna :
* Kepemimpinan adalah sesuatu yang melekat pada diri seorang pemimpin yang berupa sifat-
sifat tertentu seperti kepribadian, kemampuan, dan kesanggupan.

* Kepemimpinan adalah serangkaian kegiatan pemimpin yang tidak dapat dipisahkan dengan
kedudukan serta gaya atau perilaku pemimpin itu sendiri

* Kepemimpinan adalah proses antar hubungan atau interaksi antara pemimpin, bawahan dan
situasi.

ANALISA

Seiring perkembangan zaman, kepemimpinan secara ilmiah mulai berkembang


bersamaan dengan pertumbuhan manajemen ilmiah yang lebih dikenal dengan ilmu tentang
memimpin. Hal ini terlihat dari banyaknya literatur yang mengkaji tentang leadership dengan
berbagai sudut pandang atau perspektifnya. Leadership tidak hanya dilihat dari bak saja, akan
tetapi dapat dilihat dari penyiapan sesuatu secara berencana dan dapat melatih calon-calon
pemimpin.

Kepemimpinan juga sangat erat hubungannya dengan kepercayaan. Membangun


kepercayaan anggota atau bawahan itu sangat sulit. Sehingga diperlukan bukti nyata ketika
memimpin suatu organisasi. Ketika kepercayaan menjauh tujuanpun akan menjauh, tapi jika
kepercayaan dekat dengan kita yakinlah tujuanpun semakin dekat dengan kita.

Ada sebuah kutipan dari mantan Wakil Presiden Indonesia, Jusuf Kalla : Katakan yang
akan dikerjakan, Kerjakan yang dikatakan, dan Komunikasikan apa yang telah dikerjakan dan
yang tidak dikerjakan . Tidak mustahil dengan membangun ketiga hal tersebut kepercayaan
akan lebih mudah terbina.

Adapun inti dalam kepemimpinan yaitu :

1. kepemimpinan merupakan sebuah proses

2. kepemimpinan melibatkan pengaruh

3. kepemimpinan muncul di dalam kelompok

4. kepemimpinan melibatkan tujuan bersama


Dari pengertian menurut para ahli dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah :

* Seni untuk menciptakan kesesuaian paham

* Bentuk persuasi dan inspirasi

* Kepribadian yang mempunyai pengaruh

* Tindakan dan perilaku

* Titik sentral proses kegiatan kelompok

* Hubungan kekuatan/kekuasaan

* Sarana pencapaian tujuan

* Hasil dari interaksi

* Peranan yang dipolakan

* Inisiasi struktur

Berbagai pandangan atau pendapat mengenai batasan atau definisi kepemimpinan di


atas, memberikan gambaran bahwa kepemimpinan dilihat dari sudut pendekatan apapun
mempunyai sifat universal dan merupakan suatu gejala sosial.

Tadi dikatakan diatas bahwa ada 4 faktor yang menuju kepemimpinan transfomasional,adapun
pengertian dari masing-masing faktor tersebut :

- Idealized influence

kepala sekolah merupakan sosok ideal yang dapat dijadikan sebagai panutan bagi guru
dan karyawannya, dipercaya, dihormati dan mampu mengambil keputusan yang terbaik untuk
kepentingan sekolah.

- Inspirational motivation

kepala sekolah dapat memotivasi seluruh guru dan karyawannnya untuk memiliki
komitmen terhadap visi organisasi dan mendukung semangat team dalam mencapai tujuan-
tujuan pendidikan di sekolah.
- Intellectual Stimulation

kepala sekolah dapat menumbuhkan kreativitas dan inovasi di kalangan guru dan
stafnya dengan mengembangkan pemikiran kritis dan pemecahan masalah untuk menjadikan
sekolah ke arah yang lebih baik.

- Individual consideration

kepala sekolah dapat bertindak sebagai pelatih dan penasihat bagi guru dan stafnya.

2.TIPE-TIPE KEPEMIMPINAN

Setelah kemaren membahas tentang Definisi Kepemimpinan, maka pada kesempatan


kali ini saya juga akan membahas mengenai Tipe-Tipe Kepeminpinan, yang mana tipe
kepemimpinan sering kali menjadi perdebatan para tokoh-tokoh besar. Karena kepemimpinan
sangat berguna sekali dalam kehidupan kita, minimal bagi seorang laki-laki nantinya akan
memimpin sebuah keluarga. Langsung saja tidak usah terlalu panjang basa-basinya, Menurut
beberapa kelompok sarjana (dalam Kartono, 2003); Shinta (2002) membagi Tipe
Kepemimpinan berbagai macam.

Macam macam Tipe Kepemimpinan:

A. Tipe Kepemimpinan Kharismatis

Tipe kepemimpinan karismatis memiliki kekuatan energi, daya tarik dan pembawaan
yang luar biasa untuk mempengaruhi orang lain, sehingga ia mempunyai pengikut yang sangat
besar jumlahnya dan pengawal-pengawal yang bisa dipercaya. Kepemimpinan kharismatik
dianggap memiliki kekuatan ghaib (supernatural power) dan kemampuan-kemampuan yang
superhuman, yang diperolehnya sebagai karunia Yang Maha Kuasa. Kepemimpinan yang
kharismatik memiliki inspirasi, keberanian, dan berkeyakinan teguh pada pendirian sendiri.
Totalitas kepemimpinan kharismatik memancarkan pengaruh dan daya tarik yang amat besar.

B. Tipe Kepemimpinan Paternalistis/Maternalistik

Kepemimpinan paternalistik lebih diidentikkan dengan kepemimpinan yang kebapakan


dengan sifat-sifat sebagai berikut: (1) mereka menganggap bawahannya sebagai manusia yang
tidak/belum dewasa, atau anak sendiri yang perlu dikembangkan, (2) mereka bersikap terlalu
melindungi, (3) mereka jarang memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengambil
keputusan sendiri, (4) mereka hampir tidak pernah memberikan kesempatan kepada bawahan
untuk berinisiatif, (5) mereka memberikan atau hampir tidak pernah memberikan kesempatan
pada pengikut atau bawahan untuk mengembangkan imajinasi dan daya kreativitas mereka
sendiri, (6) selalu bersikap maha tahu dan maha benar.

Sedangkan tipe kepemimpinan maternalistik tidak jauh beda dengan tipe kepemimpinan
paternalistik, yang membedakan adalah dalam kepemimpinan maternalistik terdapat sikap over-
protective atau terlalu melindungi yang sangat menonjol disertai kasih sayang yang berlebih
lebihan.

C. Tipe Kepemimpinan Militeristik

Tipe kepemimpinan militeristik ini sangat mirip dengan tipe kepemimpinan otoriter.
Adapun sifat-sifat dari tipe kepemimpinan militeristik adalah: (1) lebih banyak menggunakan
sistem perintah/komando, keras dan sangat otoriter, kaku dan seringkali kurang bijaksana, (2)
menghendaki kepatuhan mutlak dari bawahan, (3) sangat menyenangi formalitas, upacara-
upacara ritual dan tanda-tanda kebesaran yang berlebihan, (4) menuntut adanya disiplin yang
keras dan kaku dari bawahannya, (5) tidak menghendaki saran, usul, sugesti, dan kritikan-
kritikan dari bawahannya, (6) komunikasi hanya berlangsung searah.

D. Tipe Kepemimpinan Otokratis (Outhoritative, Dominator)

Kepemimpinan otokratis memiliki ciri-ciri antara lain: (1) mendasarkan diri pada
kekuasaan dan paksaan mutlak yang harus dipatuhi, (2) pemimpinnya selalu berperan sebagai
pemain tunggal, (3) berambisi untuk merajai situasi, (4) setiap perintah dan kebijakan selalu
ditetapkan sendiri, (5) bawahan tidak pernah diberi informasi yang mendetail tentang rencana
dan tindakan yang akan dilakukan, (6) semua pujian dan kritik terhadap segenap anak buah
diberikan atas pertimbangan pribadi, (7) adanya sikap eksklusivisme, (8) selalu ingin berkuasa
secara absolut, (9) sikap dan prinsipnya sangat konservatif, kuno, ketat dan kaku, (10)
pemimpin ini akan bersikap baik pada bawahan apabila mereka patuh.

E. Tipe Kepemimpinan Laissez Faire

Pada tipe kepemimpinan ini praktis pemimpin tidak memimpin, dia membiarkan
kelompoknya dan setiap orang berbuat semaunya sendiri. Pemimpin tidak berpartisipasi sedikit
pun dalam kegiatan kelompoknya. Semua pekerjaan dan tanggung jawab harus dilakukan oleh
bawahannya sendiri. Pemimpin hanya berfungsi sebagai simbol, tidak memiliki keterampilan
teknis, tidak mempunyai wibawa, tidak bisa mengontrol anak buah, tidak mampu melaksanakan
koordinasi kerja, tidak mampu menciptakan suasana kerja yang kooperatif. Kedudukan sebagai
pemimpin biasanya diperoleh dengan cara penyogokan, suapan atau karena sistem nepotisme.
Oleh karena itu organisasi yang dipimpinnya biasanya morat marit dan kacau balau.

F. Tipe Kepemimpinan Populistis

Kepemimpinan populis berpegang teguh pada nilai-nilai masyarakat yang tradisonal,


tidak mempercayai dukungan kekuatan serta bantuan hutang luar negeri. Kepemimpinan jenis
ini mengutamakan penghidupan kembali sikap nasionalisme.

G. Tipe Kepemimpinan Administratif/Eksekutif

Kepemimpinan tipe administratif ialah kepemimpinan yang mampu menyelenggarakan


tugas-tugas administrasi secara efektif. Pemimpinnya biasanya terdiri dari teknokrat-teknokrat
dan administratur-administratur yang mampu menggerakkan dinamika modernisasi dan
pembangunan. Oleh karena itu dapat tercipta sistem administrasi dan birokrasi yang efisien
dalam pemerintahan. Pada tipe kepemimpinan ini diharapkan adanya perkembangan teknis
yaitu teknologi, indutri, manajemen modern dan perkembangan sosial ditengah masyarakat.

H. Tipe Kepemimpinan Demokratis

Kepemimpinan demokratis berorientasi pada manusia dan memberikan bimbingan yang


efisien kepada para pengikutnya. Terdapat koordinasi pekerjaan pada semua bawahan, dengan
penekanan pada rasa tanggung jawab internal (pada diri sendiri) dan kerjasama yang baik.
kekuatan kepemimpinan demokratis tidak terletak pada pemimpinnya akan tetapi terletak pada
partisipasi aktif dari setiap warga kelompok.

ANALISA

Dalam berorganisasi tentu kita mempunyai seorang pemimpin, dan tentunya mempunyai
cara kepemimpinan yang khas agar pekerjaan tidak menimbulkan kejenuhan dalam
pekerjaan.Dari penjelasan diatas, dijelaskan bahwa tipe tipe kepemimpinan terdiri dari 8.
Masing- masing mempunyai ciri-ciri yang berlainan dalam memimpin.berikut adlah penjelasan
dari tipe-tipe kepemimpinan.

Tipe Kepemimpinan Karismatis adalah sampai saat ini para ahli manajemen belum
berhasil menamukan sebab-sebab mengapa seorang pemimin memiliki karisma. Yang
diketahui ialah tipe pemimpin seperti ini mampunyai daya tarik yang amat besar, dan karenanya
mempunyai pengikut yang sangat besar. Kebanyakan para pengikut menjelaskan mengapa
mereka menjadi pengikut pemimpin seperti ini, pengetahuan tentang faktor penyebab Karena
kurangnya seorang pemimpin yang karismatis, maka sering hanya dikatakan bahwa pemimpin
yang demikian diberkahi dengan kekuatan gaib (supernatural powers), perlu dikemukakan
bahwa kekayaan, umur, kesehatan profil pendidikan dan sebagainya. Tidak dapat digunakan
sebagai kriteria tipe pemimpin karismatis.

Tipe Otokratis merupakan tipe tipe kepemimpinan yang mencirikan kekuasaan yang
tertinggi yang mengandalkan kepada kekuasaan dan pemaksaan. Tipe ini jelas membuat
bawahan hanya mengikuti segala sesuatu yang telah ditetapkan tanpa mampu untuk
memberikan sebuah pendapat atau ide-ide. Sehingga bisa menimbulkan adanya kekacauan
yang akan terjadi suatu saat dimana para bawahan mengalami suatu kejenuhan dalam
mengikuti peraturan yang ada. Contohnya : adanya keadaan dimana terjadinya pengambilan
kekuasaan secara paksa atau biasa disebut kudeta yang dilakukan oleh para
pengikut/bawahannya. Tipe Otokratis ini tidak cocok untuk masa modern seperti sekarang ini,
karena perkembangan zaman yang ada membuat orang orang bebas dan mudah
mengeluarkan pendapat / komentar maka dari itu dibutuhkan suatu tipe-tipe kepemimpinan
yang mampu menampung aspirasi dan ide-ide baru yang ada. diketahui bahwa tipe ini tidak
menghargai hak-hak dari manusia, karena tipe ini tidak dapat dipakai dalam organisasi modern.

Tipe Laissez Faire, tipe ini memberikan kebebasan kepada para bawahan, tidak adanya
keterlibatan pemimpin untuk mengawasi dan mengkoordinasi menyebabkan terjadinya
kesenjangan. Para bawahan bebas dan tanpa ragu melakukan segala sesuatu yang mungkin
bisa menyebabkan suatu kekacauan. Tipe sangat tidak cocok untuk masa sekarang, jika tipe ini
memimpin pada masa sekarang secara cepat akan terjadi kekacauan karena tidak adanya
ketegasan dan sikap dari pimpinan.

Tipe Paternalistik merupakan tipe dengan cara memimpin yang membuat para
bawahannya terlihat seperti orang yang belum dewasa. Sehingga menyebabkan para bawahan
tidak bisa mengembangkan diri serta mengeluarkan ide-ide yang baru. Tipe ini hampir mirip
dengan tipe otokratis yaitu para bawahan tidak bisa berkembang dan mengeluarkan ide-ide
baru, tetapi dalam hal cara memimpin sangatlah berbeda. Tipe Otokratis memimpin dengan
kekuasaan dan pemaksaan sedangkan pada tipe paternalistik pemimpin selalu bertindak
sebagai bapak dan memberikan perlindungan kepada bawahannya. Harus diakui bahwa dalam
keadaan tertentu pemimpin seperti ini sangat diporlukan. Akan tetapi ditinjau dari segi sifar-sifar
negatifnya pemimpin faternalistis kurang menunjukkan elemen kontinuitas terhadap organisasi
yang dipimpinnya.

Tipe Kepemimpinan di cirikan dengan segala sesuatu yang bersifat formal. Komunikasi
yang terjalin antara pemimpin dan bawahan terlihat bersifat kaku dan mungkin bisa
menimbulkan ketidaknyamanan. Tipe ini mungkin cocok untuk lingkungan yang bersifat militer
yang menjunjung tinggi disiplin yang tinggi.

Tipe Demokratis, tipe tipe kepemimpinan ini mungkin yang mendekati sempurna.
Para bawahan dibebaskan untuk berperan aktif dalam kegiatan organisasi, memberikan ide dan
saran. Serta ikut dalam pengambilan keputusan. Namun dalam hal ini kekurangan pada tipe
demokratis adalah dimana segala sesuatu yang berhubungan dengan keputusan bersifat
terbuka terkadang menimbulkan pro dan kontra. Sifat terbuka ini terkadang membuat orang
orang yang terlibat didalamnya menjadi was- was sehingga timbul untuk menutupi,
memanipulasi dan melakukan penyelewangan. Contohnya : korupsi.

Tipe Open Leadership sama dengan tipe demokratis namun dalam hal pengambilan
keputusan ada ditangan pemimpin. Ini menandakan ada batasan antara bawahan dan
pimpinan. Para bawahan tetap berpatisipasi aktif dalam kegiatan organisasi dan memberikan
syarat dan ide baru. Tetapi pimpinanlah yang berhak untuk menyaring serta mengambil
keputusan yang ada. Tipe ini menurut saya adalah tipe yang paling cocok karena walaupun
pemimpin yang berhak membuat keputusan, namun ide dan saran bawahan pasti ikut andil
dalam setiap keputusan yang di ambil oleh pimpinan.

Pada dasarnya Tipe kepemimpinan ini bukan suatu hal yang mutlak untuk diterapkan,
karena pada dasarnya semua jenis gaya kepemimpinan itu memiliki keunggulan masing-
masing. Pada situasi atau keadaan tertentu dibutuhkan gaya kepemimpinan yang otoriter,
walaupun pada umumnya gaya kepemimpinan yang demokratis lebih bermanfaat. Oleh karena
itu dalam aplikasinya, tinggal bagaimana kita menyesuaikan gaya kepemimpinan yang akan
diterapkan dalam keluarga, organisasi/perusahan sesuai dengan situasi dan kondisi yang
menuntut diterapkannnya gaya kepemimpinan tertentu untuk mendapatkan manfaat.

3.GAYA KEPEMIMPINAN
Gaya kepemimpinan adalah suatu cara yang digunakan oleh seorang pemimpin dalam
mempengaruhi perilaku orang lain. Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang
dipergunakan oleh seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang
lain. Masing-masing gaya tersebut memiliki keunggulan dan kelemahan. Seorang pemimpin
akan menggunakan gaya kepemimpinan sesuai kemampuan dan kepribadiannya. Setiap
pimpinan dalam memberikan perhatian untuk membina, menggerakkan dan mengarahkan
semua potensi pegawai di lingkungannya memiliki pola yang berbeda-beda antara satu dengan
yang lainnya . Perbedaan itu disebabkan oleh gaya kepemimpinan yang berbeda-beda pula
dari setiap pemimpin. Kesesuaian antara gaya kepemimpinan, norma-norma dan kultur
organisasi dipandang sebagai suatu prasyarat kunci untuk kesuksesan prestasi tujuan
organisasi.

Jenis-jenis Gaya Kepemimpinan

Pada dasarnya di dalam setiap gaya kepemimpinan terdapat 2 unsur utama, yaitu unsure
pengarahan (directive behavior) dan unsur bantuan (supporting behavior). Sedangkan
berdasarkan kepribadian maka gaya kepemimpinan dibedakan menjadi (Robert Albanese,
David D. Van Fleet, 1994) :

A. Gaya Kepemimpinan Kharismatis


Gaya kepemimpinan kharismatis adalah gaya kepemimpinan yang mampu menarik
atensi banyak orang, karena berbagai faktor yang dimiliki oleh seorang pemimpin yang
merupakan anugerah dari Tuhan. Kepribadian dasar pemimpin model ini adalah kuning.
Kelebihan gaya kepemimpinan karismatis ini adalah mampu menarik orang. Mereka terpesona
dengan cara berbicaranya yang membangkitkan semangat. Biasanya pemimpin dengan
kepribadian kuning ini visionaris. Mereka sangat menyenangi perubahan dan tantangan.
Namun, kelemahan terbesar tipe kepemimpinan model ini bisa saya analogikan dengan
peribahasa Tong Kosong Nyaring Bunyinya . Mereka mampu menarik orang untuk datang
kepada mereka. Setelah beberapa lama, orang orang yang datang ini akan kecewa karena
ketidak-konsistenan pemimpin tersebut. Apa yang diucapkan ternyata tidak dilakukan. Ketika
diminta pertanggungjawabannya, si pemimpin akan memberikan alasan, permintaan maaf dan
janji.

Gaya kepemimpinan kharismatis bisa efektif jika :

1). Mereka belajar untuk berkomitmen, sekalipun seringkali mereka akan gagal.

2). Mereka menempatkan orang-orang untuk menutupi kelemahan mereka, dimana kepribadian
ini berantakan dan tidak sistematis.

B. Gaya Kepemimpinan Otoriter

Gaya kepemimpinan otoriter adalah gaya pemimpin yang memusatkan segala


keputusan dan kebijakan yang diambil dari dirinya sendiri secara penuh. Segala pembagian
tugas dan

tanggung jawab dipegang oleh si pemimpin yang otoriter tersebut, sedangkan para bawahan
hanya melaksanakan tugas yang telah diberikan. Dalam gaya kepemimpinan otoriter, pemimpin
mengendalikan semua aspek kegiatan. Pemimpin memberitahukan sasaran apa saja yang ingin
dicapai dan cara untuk mencapai sasaran tersebut, baik itu sasaran utama maupun sasaran
minornya.

Pemimpin yang menjalankan gaya kepemimpinan ini juga berperan sebagai pengawas
terhadap semua aktivitas anggotanya dan pemberi jalan keluar bila anggota mengalami
masalah.Dengan kata lain, anggota tidak perlu pusing memikirkan apappun. Anggota cukup
melaksanakan apa yang diputuskan pemimpin.Kepribadian dasar pemimpin model ini adalah
merah. Kelebihan model kepemimpinan otoriter ini ada pada pencapaian prestasinya. Tidak ada
satupun tembok yang mampu menghalangi langkah pemimpin ini. Ketika dia memutuskan suatu
tujuan, itu adalah harga mati, tidak ada alasan, yang ada adalah hasil. Langkah - langkahnya
penuh perhitungan dan sistematis. Dingin dan sedikit kejam adalah kelemahan pemimpin
dengan kepribadian merah ini. Mereka sangat mementingkan tujuan, sehingga tidak pernah
peduli dengan cara. Makan atau dimakan adalah prinsip hidupnya. Gaya kepemimpinan ini
menganggap bahwa semua orang adalah musuh, entah itu bawahannya atau rekan kerjanya.
C. Gaya Kepemimpinan Demokratis

Gaya kepemimpinan demokratis adalah gaya pemimpin yang memberikan wewenang


secara luas kepada para bawahan. Setiap ada permasalahan selalu mengikutsertakan
bawahan sebagai suatu tim yang utuh. Dalam gaya kepemimpinan demokratis pemimpin
memberikan banyak informasi tentang tugas serta tanggung jawab para bawahannya.
Kepribadian dasar pemimpin model ini adalah putih. Pada gaya kepemimpinan demokrasi,
anggota memiliki peranan yang lebih besar. Pada kepemimpinan ini seorang pemimpin hanya
menunjukkan sasaran yang ingin dicapai saja, tentang cara untuk mencapai sasaran tersebut,
anggota yang menentukan. Selain itu, anggota juga diberi keleluasaan untuk menyelesaikan
masalah yang dihadapinya.

Gaya kepemimpinan demokratis ini akan efektif bila :

1). Pemimpin mau berjuang untuk berubah ke arah yang lebih

2). Punya semangat bahwa hidup ini tidak selalu win-win solution, ada kalanya terjadi win-
loss solution. Pemimpin harus mengupayakan agar dia tidak selalu kalah,tetapi ada kalanya
menjadi pemenang.

D. Gaya Kepemimpinan Moralis

Gaya kepemimpinan moralis adalah gaya kepemimpinan yang paling menghargai


bawahannya. Kepribadian dasar pemimpin model ini adalah biru. Biasanya seorang pemimpin
bergaya moralis sifatnya hangat dan sopan kepada semua orang. Pemimpin bergaya moralis
pada dasarnya memiliki empati yang tinggi terhadap permasalahan para bawahannya. Segala
bentuk kebajikan ada dalam diri pemimpin ini. Orang orang datang karena kehangatannya
akan terlepas dari segala kekurangannya. Pemimpin bergaya moralis adalah sangat emosinal.
Dia sangat tidak stabil, kadang bisa tampak sedih dan mengerikan, kadang pula bisa sangat
menyenangkan dan bersahabat.

Gaya kepemimpinan moralis ini efektif bila :

1) Keberhasilan seorang pemimpin moralis dalam mengatasi kelabilan emosionalnya

seringkali menjadi perjuangan seumur hidupnya.

2) Belajar mempercayai orang lain atau membiarkan melakukan dengan cara mereka, bukan
dengan cara anda.

ANALISA
Kepemimpinan merupakan salah satu isu dalam manajemen yang masih cukup menarik
untuk diperbincangkan hingga dewasa ini. Media massa, baik elektronik maupun cetak,
seringkali menampilkan opini dan pembicaraan yang membahas seputar kepemimpinan. Peran
kepemimpinan yang sangat strategis dan penting bagi pencapaian misi, visi dan tujuan suatu
organisasi, merupakan salah satu motif yang mendorong manusia untuk selalu menyelidiki
seluk-beluk yang terkait dengan kepemimpinan.

Kualitas dari pemimpin seringkali dianggap sebagai faktor terpenting dalam keberhasilan
atau kegagalan organisasi demikian juga keberhasilan atau kegagalan suatu organisasi baik
yang berorientasi bisnis maupun publik, biasanya dipersepsikan sebagai keberhasilan atau
kegagalan pemimpin. Begitu pentingnya peran pemimpin sehingga isu mengenai pemimpin
menjadi fokus yang menarik perhatian para peneliti bidang perilaku keorganisasian. Organisasi
yang berhasil dalam mencapai tujuan serta mampu memenuhi tanggug jawab sosialnya akan
sangat tergantung pada para pimpinan. Bila pimpinan mampu melaksanakan dengan baik,
sangat mungkin organisasi tersebut akan mencapai sasarannya. Suatu organisasi
membutuhkan pemimpin yang efektif, yang mempunyai kemampuan mempengaruhi perilaku
anggotanya atau anak buah. Jadi, seorang pemimpin atau kepala suatu organisasi akan diakui
sebagai seorang pemimpin apabila ia dapat mempunyai pengaruh dan mampu mengarahkan
bawahannya kearah pencapaian tujuan organisasi.dan seperti yang kita ketahui bila ingin
mencapai tujuan harus ada cara yang dikembangkan agar terlaksana dengan baik.teori diatas
menjelaskan bahwa ada 4 gaya kepemimpinan yaitu Kepemimpinan
Kharismatis,Otoriter,Demokretis dan Moralis.

Adapun cirri-ciri gaya kepemimpinan tersebut yaitu :

Demokratis

Wewenang pemimpin tidak mutlak;

Pimpinan bersedia melimpahkan sebagian wewenang kepada bawahan;

Keputusan dan kebijakan dibuat bersama antara pimpinan dan bawahan;

Komunikasi berlangsung secara timbal balik, baik yang terjadi antara pimpinan dan bawahan
maupun sesama bawahan;

Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan atau kegiatan para bawahan dilakukan
secara wajar;

Prakarsa dapat datang dari pimpinan maupun bawahan;

Banyak kesempatan bagi bawahan untuk menyampaikan saran, pertimbangan atau pendapat;
Tugas-tugas kepada bawahan diberikan dengan lebih bersifat permintaan dari pada intruksi;

Pimpinan memperhatikan dalam bersikap dan bertindak, adanya saling percaya, saling
menghormati.
Otoriter

Wewenang mutlak terpusat pada pemimpin

Keputusan selalu dibuat oleh pemimpin;

Kebijakan selalu dibuat oleh pemimpin;

Komunikasi berlangsung satu arah dari pimpinan kepada bawahan;

Pengawasan terhadap sikap, tingkah laku, perbuatan atau kegiatan para bawahannya
dilakukan secara ketat;

Tidak ada kesempatan bagi bawahan untuk memberikan saran pertimbangan atau pendapat;

Lebih banyak kritik dari pada pujian, menuntut prestasi dan kesetiaan sempurna dari bawahan
tanpa syarat, dan cenderung adanya paksaan, ancaman, dan hukuman.

Pimpinan menentukan semua keputusan yang bertalian dengan seluruh pekerjaan dan
memerintahkan semua bawahan untuk melaksanakannya;

Pemimpin menentukan semua standar bagaimana bawahan melakukan tugas;

Adanya sanksi yang jelas jika seorang bawahan tidak menjalankan tugas sesuai dengan
standar kinerja yang telah ditentukan.

Moralis

Bawahan diberikan kelonggaran atau fleksibel dalam melaksanakan tugas-tugas, tetapi


dengan hati-hati diberi batasan serta berbagai produser;

Bawahan yang telah berhasil menyelesaikan tugas-tugasnya diberikan hadiah atau


penghargaan, di samping adanya sanksi-sanksi bagi mereka yang kurang berhasil, sebagai
dorongan;

Hubungan antara atasan dan bawahan dalam suasana yang baik secara umum manajer
bertindak cukup baik;

Manajer menyampaikan berbagai peraturan yang berkaitan dengan tugas-tugas atau perintah,
dan sebaliknya para bawahan diberikan kebebasan untuk memberikan pendapatannya

4.Teori yang Mendasari Kepemimpinan


Kegiatan manusia secara bersama-sama selalu membutuhkan kepemimpinan. Untuk
berbagai usaha dan kegiatannya diperlukan upaya yang terencana dan sistematis dalam
melatih dan mempersiapkan pemimpin baru. Oleh karena itu, banyak studi dan penelitian
dilakukan orang untuk mempelajari masalah pemimpin dan kepemimpinan yang menghasilkan
berbagai teori tentang kepemimpinan. Teori kepemimpinan merupakan penggeneralisasian
suatu seri perilaku pemimpin dan konsep-konsep kepemimpinannya, dengan menonjolkan latar
belakang historis, sebab-sebab timbulnya kepemimpinan, persyaratan pemimpin, sifat utama
pemimpin, tugas pokok dan fungsinya serta etika profesi kepemimpinan (Kartini Kartono, 1994:
27).

Teori kepemimpinan pada umumnya berusaha untuk memberikan penjelasan dan


interpretasi mengenai pemimpin dan kepemimpinan dengan mengemukakan beberapa segi
antara lain : Latar belakang sejarah pemimpin dan kepemimpinan Kepemimpinan muncul
sejalan dengan peradaban manusia. Pemimpin dan kepemimpinan selalu diperlukan dalam
setiap masa. Sebab-sebab munculnya pemimpin Ada beberapa sebab seseorang menjadi
pemimpin, antara lain:

a. Seseorang ditakdirkan lahir untuk menjadi pemimpin. Seseorang menjadi pemimpin melalui
usaha penyiapan dan pendidikan serta didorong oleh kemauan sendiri.

b. Seseorang menjadi pemimpin bila sejak lahir ia memiliki bakat kepemimpinan kemudian
dikembangkan melalui pendidikan dan pengalaman serta sesuai dengan tuntutan lingkungan.

Untuk mengenai persyaratan kepemimpinan selalu dikaitkan dengan kekuasaan,


kewibawaan, dan kemampuan.

Teori-teori kepemimpinan dapat dikelompokkan menjadi enam teori, yaitu:

1. Teori orang-orang terkemuka.

2. Teori lingkungan

3. Teori situasi personal

4. Teori interaksi harapan

5. Teori humanistik

6. Teori pertukaran

1. Teori Kelompok Orang-Orang Terkemuka


Teori ini disusun berdasarkan cara induktif dengan mempelajari sifat-sifat yang menonjol
dari pimpinan atas keberhasilan tugas yang dijalankan, terutama kemampuan untuk memimpin,
diasumsikan bahwa pemimpin-pemimpin yang berhasil memainkan peranan yang memiliki sifat-
sifat unik dan kualifikasinya adalah superior. Teori ini disebut juga dengan teori serba sifat.

2.Teori Lingkungan

Teori ini menganggap bahwa kepemimpinan didapatkan terutama karena faktor


lingkungan sosial yang merupakan tantangan untuk dapat diatasi. Selain itu seorang pemimpin
tergantung pada zaman dimana ia hidup untuk menyelesaikan masalah-masalah relevan
dengan situasi dewasa ini. Situasi lingkungan sosial merangsang agar pemimpin melakukan
kegiatan-kegiatan yang relevan dengan problema-problema yang ada pada waktu tertentu,
sehingga menghasilkan tipe kepemimpinan tertentu misalnya : pada masa perang, krisis,
reformasi, globalisasi, akan muncul kepemimpinan yang relevan pada saat itu.

3.Teori Situasi Personal

Teori ini menganggap individu memiliki kemampuan-kemampuan tertentu seperti


kemampuan, sikap dan tingkah laku yang dapat mengoperasikan aktivitasnya berdasarkan
kondisi saat itu. Oleh karenanya masalah kepemimpinan ditentukan juga oleh kepribadian
pemimpinnya, kelompok yang dipimpin, kejadian-kejadian yang timbul saat itu. Interaksi antara
pemimpin dengan situasinya membentuk tipe-tipe kepemimpinan tertentu.

4.Teori Interaksi Harapan

Teori ini dikemukakan berdasarkan tiga variable, yaitu : aktivitas, interaksi, dan
sentiment. Struktur interaksi akan menentukan arah aktivitas, sehingga pemimpin harus dapat
menciptakan suatu struktur interaksi dimana struktur ini merupakan stimulasi terciptanya suatu
suasana yang relevan dengan harapan-harapan dari masyarakat.

5.Teori Humanistik

Teori ini menyatakan bahwa fungsi kepemimpinan adalah mengatur kebebasan individu
untuk dapat merealisasikan motivasi rakyatnya agar dapat bersama-sama mencapai tujuan.
Yang terpenting dalam teori ini adalah unsur organisasi yang baik dan dapat memperhatikan
kebutuhan anggotanya.

6.Teori Pertukaran
Teori ini menganggap bahwa interaksi sosial akan menghasilkan bentuk perubahan-
perubahan dimana para pengikutnya akan berpartisipasi aktif. Pemimpin dan kepemimpinan
banyak diharapkan mengadakan interaksi untuk menunjang keberhasilan dari kepemimpinanya
sehingga para anggotnya merasa dihargai dan adanya kepuasan serta penghargaan terhadap
pimpinan. Dengan demikian akan terjalin suatu keseimbangan yang positif untuk adanya
kebersamaan persepsi terhadap tujuan yang akan dicapai, sehingga pengikut maupun
pimpinan secara bersama-sama merasakan kepuasan dalam mencapai harapan-harapannya.

Keenam teori kepemimpinan diatas dapat dirangkum menjadi tiga teori atau pendekatan utama,
yaitu:

1) Pendekatan sifat-sifat kepribadian pemimpin

2) Pendekatan prilaku pemimpin dalam kelompok atau organisasi

3) Pendekatan kontingensi atau situasional

ANALISA

Dari penjelasan di atas ada rangkuman dari landasan keenam teori tersebut dan di bagi
menjadi 3 atau pendekatan utama beserta pengertiannya yaitu:

1. Pendekatan Sifat-Sifat Kepribadian

Studi tentang kepemimpinan yang dipusatkan pada identifikasi sifat-sifat kepribadian


yang sekiranya dapat membedakan pemimpin dan bukan pimpinan, telah lama dilakukan orang.
Pertanyaan penting harus dicari jawabannya dalam pendekatan ini ialah sifat-sifat apakah yang
harus dimiliki oleh seorang pemimpin, sehingga dapat dibedakan dengan yang bukan
pemimpin. Pendekatan ini menyarankan bahwa terdapat sifat-sifat atau keramahan yang
esensial bagi kepemimpinan yang efektif. Sifat-sifat pribadi yang tak terpisahkan ini seperti
intelegensi, yang dianggap bisa dialihkan dari situasi yang lain. Karena tidak semua orang
memiliki sifat-sifat ini, maka hanya merekalah yang memilikinya bisa dipertimbangkan untuk
menempati kedudukan-kedudukan kepemimpinan.

Namun kelemahan pendekatan ini ialah sulit untuk mendapatkan generalisasi sifat-sifat
kepemimpinan yang dapat ditemui padaorang lain. Namun demikian ternyata terdapat pula
sifat-sifat kepribadian pemimpin yang dianggap berhasil itu yang saling bertentangan. Misalnya
: ramah tapi tegas, suka merenung tetapi aktif, stabil tapi fleksibel, keras hati tapi
kooperatif.
Pendekatan ini sering disebut orang-orang besar yang menyatakan bahwa pemimpin
besar yang terkenal. Namun demikian dapat diakui bahwa tidak semua sifat kepemimpinan itu
dilahirkan. Sebagian dapat dicapai melalui pendidikan.

Walau pendekatan ini banyak mendapat kritikan dan sulit untuk diterapkan dalam setiap
situasi organisasi, namun dapat diakui bahwa pendekatan ini telah meletakkan dasar untuk
munculnya pendekatan lain, seperti pendekatan yang berpusat pada prilaku pemimpin dalam
interaksinya dengan orang lain pada kelompok atau organisasi.

2. Pendekatan Keprilakuan

Pendekatan keprilakuan memandang bahwa kepemimpinan dapat dipelajari dari pola


tingkah laku, dan bukan dari sifat-sifat pemimpin. Studi ini melihat dan mengidentifikasi prilaku
yang khas dari pemimpin dalam kegiatannya untuk mempengaruhi anggota-anggota kelompok
atau pengikutnya. Prilaku pemimpin ini dapat berorientasi pada tugas keorganisasian ataupun
pada hubungan dengan anggota kelompoknya. Pendekatan ini menitik beratkan pandangannya
pada dua aspek prilaku kepemimpinan, yaitu Fungsi dan Gaya Kepemimpinan (Stoner, 1982 :
472)

Gaya kepemimpinan dapat dikategorikan sebagai gaya yang berorientasi pada


hubungan dengan bawahannya. Dengan istilah Gaya (Style) dimaksudkan suatu cara
berprilaku yang khas dari seorang pemimpin terhadap para anggotanya. Jadi apa yang dipilih
pemimpin untuk dikerjakan, kapan ia mengerjakannya, bagaimana caranya ia bertindak akan
membantu gaya kepemimpinannya.

3. Pendekatan Kontigensi

Pendekatan kontigensi dan situasional sebenarnya masih tergolong dalam pendekatan


keprilakuan karena yang disoroti adalah prilaku kepemimpinan dalam situasi tertentu. Beberapa
teori yang tergolong pendekatan ini akan dijelaskan sebagai berikut.

a) Teori Tannenbuan dan Schmidt

Robbert Tannenbuan dan Warrant A. Schmidt, mengemukakan bermacam-macam gaya


kepemimpinan yang dapat dilukiskan sebagai suatu kontinuan. Teori ini merupakan salah satu
pendekatan kepemimpinan situasional yang terkenal.

b) Model Kepemimpinan Kontigensi


Fiedler dan Chemers mengembangkan teori kepemimpinan yang disebut model
kepemimpinan kontigensi.

c) Teori Kepemimpinan Tiga Dimensi

William J. Reddin (1970) mengemukakan teori tiga dimensi, yaitu : penambahan


komponen efektifitas pada dua dimensi kepemimpinan yang sudah ada (prilaku tugas dan
prilaku hubungan). Teori ini menyatakan bahwa gaya kepemimpinan yang efektif hanya dapat
dipahami dalam konteks situasi kepemimpinan.

d) Model Jalur Tujuan

Teori ini penting karena merupakan satu-satunya yang menekankan kepemimpinan dari
pandangan para pengikut dan bagaimana prilaku pemimpin dilihat dari persepsi dan perasan
mereka. Model ini menggunakan kerangka teori motivasi kerja disatu pihak, dan dilain pihak
berhubungan dengan kekuasaan.

e) Model Kepemimpinan dari Vroom dan Yetton

Vroom dan Yetton (1977) mengemukakan model kepemimpinan yang memusatkan


perhatiannya pada cara pengambilan keputusan dan cara pelaksanaannya.

f) Pendekatan Social Learning dalam Kepemimpinan

Sosial Learning merupakan suatu teori yang dapat memberikan suatu model yang
menjamin kelangsungan interaksi timbal balik antara pemimpin

g) Teori Kepemimpinan Situsional

Teori kepemimpinan situsional dikembangkan oleh Paul Hersey dan Kenneth H.


Blanchard yang mereka anggap sebagai Life Cycle Theory of Leadership (1977 : 160)

Teori ini merupakan pengembangan yang mutakhir dari teori kepemimpinan dan merupakan
hasil baru dari model keefektifan pemimpin tiga dimensi.

5.KEPEMIMPINAN DALAM ORGANISASI


Pemimpin dan kempemimpinan dalam organisasi. Sebenarnya, pemimpin dan
kepemimpinan merupakan suatu kesatuan kata yang tidak dapat dipisahkan secara struktural
maupun fungsional.

Seperti organisasi, juga terdapat banyak pengertian-pengertian mengenai pemimpin dan


kepemimpinan, antara lain :

o Pemimpin adalah figur sentral yang mempersatukan kelompok

o Brown (1936) berpendapat bahwa pemimpin tidak dapat dipisahkan dari kelompok, akan
tetapi boleh dipandang sebagai suatu posisi dengan potensi tinggi di lapangan. Dalam hal ini,
Krech dan Crutchfield memandang bahwa dengan posisinya yang khusus dalam kelompok,
pemimpin berperan sebagai agen primer untuk penentuan struktur kelompok, suasana
kelompok, tujuan kelompok, ideologi kelompok, dan aktivitas kelompok.

o Leadership is a process by which a person influences others to accomplish an objective and


directs the organization in a way that makes it more cohesive and coherent.

o Northouses (2007, p3) definition Leadership is a process whereby an individual


influences a group of individuals to achieve a common goal.

o Kepemimpinan sebagai suatu kemampuan mengarahkan orang lain untuk memperoleh hasil
yang maksimal dengan friksi sesedikit mungkin dan kerja sama yang besar, kepemimpinan
merupakan kekuatan semangat/moral yang kreatif dan terarah.

o Pemimpin adalah individu yang memiliki program/rencana dan bersama anggota kelompok
bergerak untuk mencapai tujuan dengan cara yang pasti.

PERSYARATAN PEMIMPIN
Karena seorang pemimpin bertugas menggerakan orang-orang yang dipimpinnya, maka
sudah barang tentu ia harus memiliki sifat-sifat yang lebih dari orang-orang yang dipimpinnya.
Banyaknya sifat-sifat ideal yang dituntut bagi seorang pemimpin berbeda-beda menurut bidang
kegiatan, jenis atau tipe kepemimpinan, tingkatan dan bahkan juga latar belakang budaya dan
kebangsaan. Untuk memperoleh perbandingan yang luas berikut ini akan diuraikan sifat-sifat
atau syarat-syarat kepemimpinan yang diajukan oleh beberapa ahli, pemuka masyarakat, dan
bahkan berdasarkan tradisi masyarakat tertentu.

Menurut Dr. Roeslan Abdulgani seorang pemimpin harus memiliki kelebihan dalam 3 hal dari
orang-orang yang dipimpinnya :

- Kelebihan dalam bidang ratio.

Artinya seseorang pemimpin harus memiliki pengetahuan tentang tujuan dan asas organisasi
yang dipimpinnya. Memiliki pengetahuan tentang cara-cara untuk menjalankan organisasi
secara efisien. Dan dapat memberikan keyakinan kepada orang-orang yang dipimpin ke arah
berhasilnya tujuan.

- Kelebihan dalam bidang rohaniah.

Artinya seorang pemimpin harus memiliki sifat-sifat yang memancarkan keluhuran budi,
ketinggian moral, dan kesederhanaan watak.

-Kelebihan dalam bidang lahiriah/jasmaniah.

Artinya dengan kelebihan ketahanan jasmaniah ini seorang pemimpin akan mampu
memberikan contoh semangat dan prestasi kerja sehari-hari yang baik kepada orang-orang
yang dipimpin.

Terry menyebutkan adanya 8 buah syarat yang harus dipenuhi oleh seorang pemimpin yang
baik, yaitu memiliki:

1. Kekuatan atau energi

Seorang pemimpin harus memiliki kekuatan lahiriah dan rokhaniah sehingga mampu bekerja
keras dan banyak berfikir untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi.

2. Penguasaan emosional

Seorang pemimpin harus dapat menguasai perasaannya dan tidak mudah marah dan putus
asa.
3. Pengetahuan mengenai hubungan kemanusiaan

Seorang pemimpin harus dapat mengadakan hubungan yang manusiawi dengan bawahannya
dan orang-orang lain, sehingga mudah mendapatkan bantuan dalam setiap kesulitan yang
dihadapinya.

4. Motivasi dan dorongan pribadi, yang akan mampu menimbulkan semangat, gairah, dan
ketekunan dalam bekerja.

5. Kecakapan berkomunikasi: kemampuan menyampaikan ide, pendapat serta keinginan


dengan baik kepada orang lain, serta dapat dengan mudah mengambil intisari pembicaraan.

6. Kecakapan mengajar pemimpin yang baik adalah guru yang mampu mengajar dan
memberikan teladan dan petunjuk-petunjuk, menerangkan yang belum dengan gambaran jelas
serta memperbaiki yang salah.

7. Kecakapan bergaul: dapat mengetahui sifat dan watak orang lain melalui pergaulan agar
dengan mudah dapat memperoleh kesetiaan dan kepercayaan. Sebaiknya bawahan juga
bersedia bekerja dengan senang hati dan sukarela untuk mencapai tujuan.

8. Kemampuan teknis kepemimpinan: mengetahui azas dan tujuan organisasi. Mampu


merencanakan, mengorganisasi, mendelegasikan wewenang, mengambil keputusan,
mengawasi, dan lain-lain untuk tercapainya tujuan. Seorang pemimpin harus menguasai baik
kemampuan managerial maupun kemampuan teknis dalam bidang usaha yang dipimpinnya.

ANALISA

Dari definisi di atas, jelas bahwa pemimpin merupakan salah satu figur penting yang
menentukan kesuksesan sebuah organisasi. Namun, berikutnya muncul dua pertanyaan yang
menjadi perdebatan mengenai pemimpin. Pertanyaan tersebut adalah: (1) apakah seorang
pemimpin dilahirkan atau ditempa? (2) Apakah efektivitas kepemimpinan seseorang dapat
dialihkan dari satu organisasi ke organisasi yang lain oleh seorang pemimpin yang sama?

Khalayak umum sering meyakini bahwa para pemimpin (leader) dilahirkan bukan
ditempa. Sementara kepemimpinan (leadership) adalah sesuatu yang dipelajari, keterampilan
dan pengetahuan yang diproses oleh pemimpin dapat dipengaruhi oleh atributnya atau miliknya
atau ciri, seperti kepercayaan, nilai, etika karakter, dan. Pengetahuan dan keterampilan
berkontribusi langsung kepada proses kepemimpinan, sedangkan atribut lain memberikan
karakteristik tertentu pada pemimpin yang membuat dia unik.

Untuk menjawab pertanyaan pertama tersebut kita lihat beberapa pendapat terkait.
Pertama,pihak yang berpendapat bahwa pemimpin itu dilahirkan melihat bahwa seseorang
hanya akan menjadi pemimpin yang efektif karena dia dilahirkan dengan bakat-bakat
kepemimpinannya. Sementara, kubu yang menyatakan bahwa pemimpin dibentuk dan
ditempa berpendapat bahwa efektivitas kepemimpinan seseorang dapat dibentuk dan ditempa.
Caranya adalah dengan memberikan kesempatan luas kepada yang bersangkutan untuk
menumbuhkan dan mengembangkan efektivitas kepemimpinannya melalui berbagai kegiatan
pendidikan dan latihan kepemimpinan.

Terkait dengan perdebatan tersebut, Sondang (1994) menyimpulkan bahwa seseorang hanya
akan menjadi seorang pemimpin yang efektif apabila :

- seseorang secara genetika telah memiliki bakat-bakat kepemimpinan,

- bakat-bakat tersebut dipupuk dan dikembangkan melalui kesempatan untuk menduduki


jabatan kepemimpinannya,

- ditopang oleh pengetahuan teoritikal yang diperoleh melalui pendidikan dan latihan, baik yang
bersifat umum maupun yang menyangkut teori kepemimpinan.

Berikutnya, untuk menjawab pertanyaan kedua dapat dirumuskan dua asumsi yang sudah
barang tentu harus dikaji lebih jauh lagi apakah hal tersebut benar. Asumsi tersebut, yaitu,(1)
keberhasilan seseorang memimpin satu organisasi dengan sendirinya dapat dialihkan kepada
kepemimpinan oleh orang yang sama di organisasi lain, (2) keberhasilan seseorang memimpin
satu organisasi tidak merupakan jaminan keberhasilannya memimpin organisasi lain.

Selanjutnya, setelah mengetahui arti penting pemimpin dan kepemimpinan, kita akan melihat
tipe-tipe kepemimpinan. Kita mengenal beberapa pemimpin besar dunia yang memiliki gaya
kepemimpinan yang berbeda.

Adapun bekal untuk menjadi seorang pemimpin

Menjadi seorang pemimipin itu tidak mudah. Kalau untuk menjadi pemimpin yang asal-
asalan memang tidak dituntut syarat tertentu/minimal. Seorang pemimpin semestinya memiliki
bekal-bekal minimal sebagai berikut:

a. Memiliki Kharisma

Menjadi pemimpin itu tidak mudah. Tidak semudah yang dibayangkan orang. Ia harus
siap secara intelektual dan moral. Karena ia akan menjadi figur yang diharapkan banyak orang /
bawahan. Perilakunya harus menjadi teladan / patut diteladani.
b. Memiliki Keberanian

Secara lebih khusus keberanian itu ditunjukkan dalam komitmen berani membela yang
benar, memegang tegug pada pendirian yang benar, tidak takut gagal, berani ambil resiko, dan
berani bertanggungjawab.

c. Memiliki kemampuan mempengaruhi orang lain

Salah satu ciri bahwa seseorang memiliki jiwa kepemimpinan adalah kemampuannya
mempengaruhi seseorang untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Dengan kemampuannya
berkomunikasi, ia dapat mempengaruhi orang lain.

d. Mampu Membuat Strategi

Seorang pemimpin semestinya identik dengan seorang ahli strategi. Maju-mundurnya


perusahaan, gagal-berhasilnya suatu organisasi, banyak ditentukan oleh strategi yang
dirancang oleh pimpinan perusahaan atau pimpinan organisasi.

e. Memiliki Moral yang Tinggi

Banyak orang berpendapat bahwa moralitas merupakan ukuran berkualitas atau


tidaknya hidup seseorang. Apalagi seorang pemimpin yang akan menjadi panutan. Seorang
pemimpin adalah seorang panutan yang secara moral dapat dipertanggungjawabkan.

f. Mampu menjadi Mediator

Seorang pemimpin yang bijak mampu bertindak adil dan berpikir obyektif. Dua hal
tersebut akan menunjang tugas pimpinan untuk menjadi seorang mediator.

g. Mampu menjadi Motivator

Hubungan seorang pemimpin dengan motivasi yaitu seorang pemimpin adalah


sekaligus seorang motivator.

h. Memiliki Rasa Humor


Akan lebih mudah seorang pemimpin melaksanakan tugas kepemimpinannya - jika
didukang sifat humoris pimpinan - memiliki humor yang tinggi.

DAFTAR PUSTAKA

https://callhavid.wordpress.com/2011/04/30/kepemimpinan-dalam-organisasi/

http://referensi-kepemimpinan.blogspot.com/2009/03/persyaratan-seorang-pemimpin.html

http://diecahyouinyogya.blog.com/2011/06/06/adi/

http://abahanomkurnaedi.blogspot.com/2012/08/teori-dasar-kepemimpinan.html

http://blekenyek.blogspot.com/2012/11/gaya-kepemimpinan-terhadap-motivasi.html

http://beruangkaki5.blogspot.com/2012/06/klasifikasi-gaya-gaya-kepemimpinan.html

https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=4&ved=0CDgQFjAD&url=http
%3A%2F%2Fjurnal.unpand.ac.id%2Findex.php%2Fdinsain%2Farticle%2Fdownload%2F65%2F62&
ei=PcyKVLugA4e6mAW4gYH4Ag&usg=AFQjCNGfia0vrURLiNmtZBulUb4Sl28yyw

http://belajarpsikologi.com/tipe-tipe-kepemimpinan/

http://coretaneta.blogspot.com/2013/04/definisi-teori-tipe-tipe-kepemimpinan.html

http://aloel129.blogspot.com/2012/05/tipe-tipe-kepemimpinan-teori.html

http://id.wikipedia.org/wiki/Kepemimpinan

http://belajarpsikologi.com/pengertian-kepemimpinan-menurut-para-ahli/

http://derrykunardhiansyah.blogspot.com/2013/04/arti-kepemimpinan.html

http://www.ut.ac.id/html/suplemen/adpu4334/w2_1_1_1.htm

http://ammistarelf.blogspot.co.id/2016/01/etika-moral-kepemimpinan.html

http://imeldablogadress.blogspot.co.id/2016/01/etika-dalam-kepemimpinan.html
Kepemimpinan strategis adalah suatu proses memberikan arah dan inspirasi yang
diperlukan untuk membuat dan melaksanakan visi organisasi, misi, dan strategi untuk
mencapai tujuan organisasi. Kepemimpinan strategis harus melibatkan manajer di
bagian atas, tengah, dan tingkat yang lebih rendah dari organisasi.

a. . Pemimpin harus memiliki kredibilitas dan reputasi yang hebat, agar ia


mampu memberikan inspirasi dan motivasi kepada setiap orang. Pemimpin
harus memotivasi dan menginspirasi setiap orang dalam setiap detik
kehidupan mereka, untuk bersemangat dan bangkit bersama dengan
perubahan baru. Pemimpin harus membuat setiap orang menyadari bahwa
perubahan itu penting, untuk mengubah hal-hal yang telah ketinggalan
zaman dengan hal-hal baru yang sesuai peradaban. Pemimpin harus
memiliki keterampilan untuk dapat mengenali perubahan-perubahan penting,
serta mampu mengambil tempat di dalam hati setiap orang, agar semua
orang dalam organisasi bisa saling menyatu dan saling berempati, untuk
membawa perubahan itu ke arah yang lebih memberi manfaat positif buat
organisasi dan buat setiap manusianya. Pemimpin harus bisa
membangkitkan semangat dan gairah perubahan dari setiap orang di dalam
organisasi untuk menyesuaikan diri dengan lebih cepat, serta berjuang keras
dan bekerja keras untuk mendapatkan hasil perubahan yang lebih baik dari
rencana yang ada. Pemimpin harus menyadarkan setiap orang, agar selalu
menggunakan cara-cara profesionalisme dalam merespon setiap perubahan.
Untuk itu, pemimpin harus duduk bersama dengan semua kekuatan sumber
daya manusianya, untuk berbicara tentang perubahan-perubahan itu dengan
cara-cara penuh inspirasi dan profesional. Pemimpin harus cerdas
menggunakan tema perubahan dalam organisasinya, sebagai sarana untuk
meningkatkan keuntungan kompetitif organisasinya. Pemimpin harus bisa
menggambarkan perubahan itu secara nyata di pikiran setiap orang, dan
memberikan cermin perubahan untuk dapat dilihat setiap orang tentang
wujud asli dari perubahan tersebut. Pemimpin harus memberi inspirasi
kepada setiap orang, untuk menghadapi perubahan dalam pekerjaan, untuk
menghadapi perubahan dalam keluarga, untuk menghadapi perubahan
dalam hidup. Dan dalam semua aspek yang bertujuan untuk meningkatkan
gairah dan kepercayaan diri organisasi, untuk memenangkan persaingan
dalam kompetisi organisasi yang ketat. Pemimpin harus mengajak dan
menggandeng setiap hati dan setiap pikiran, untuk berpikir dan bertindak
dalam semangat meningkatkan semua potensi organisasi, agar mampu
menangani semua potensi hebat secara lebih baik, dengan cara mengubah
hal-hal yang berpotensi menghambat gerak sukses organisasi Pemimpin
harus cerdas membimbing setiap orang untuk berhenti berwacana secara
berkepanjangan, dan mengajak setiap orang untuk melakukan tindakan-
tindakan yang membantu organisasi. Tindakan yang terfokus pada upaya
meningkatkan kinerja, dalam kemampuan manajemen menghadapi
perubahan yang tak pasti. Pemimpin harus selalu menggunakan pola atau
model berpikir yang sederhana dan jelas, agar setiap orang di dalam
organisasi tidak terjebak dalam cara berpikir yang merumitkan, sehingga
makna perubahan itu tidak menjadi kabur. Pola berpikir yang lebih
sederhana akan mendekatkan semua solusi terbaik melalui logika dan akal
sehat, yang dapat diukur kebenarannya. Oleh karena itu, berpikir sederhana
akan menuntun pemimpin dan pengikutnya dalam jalur yang tidak rumit
untuk menemukan segala macam solusi terbaik, dimana semua solusi itu
masih bisa diukur kebenarannya dengan pikiran jernih yang berlogika
cerdas. Semua solusi terbaik pada dasarnya telah ada, hanya saja
diperlukan keandalan kepemimpinan yang solid dan kuat, untuk menjadi
lebih sederhana, jernih, dan sabar dalam menyusuri jalur sederhana menuju
puncak penghasil solusi andal buat sebuah perubahan yang hebat dan
bermanfaat. Pemimpin yang solid dan kuat pasti mampu menjadi bintang
yang hebat, dalam setiap gerak dan langkah ke perubahan yang lebih baik.
Jadilah sang pemimpin pembawa perubahan, yang membahagiakan hati
setiap orang dalam dekapan rasa damai dan rasa nyaman.
1. Pemimpin pada hakikatnya adalah seorang yang mempunyai kemampuan
untuk memepengaruhi perilaku orang lain di dalam kerjanya dengan
menggunakan kekuasaan. Dalam kegiatannya bahwa pemimpin memiliki
kekuasaan untuk mengerahkan dan mempengaruhi bawahannya sehubungan
dengan tugas-tugas yang harus dilaksanakan.
2. Tugas pemimpin dalam kepemimpinannya meliputi : menyelami
kebutuhan-kebutuhan kelompok, dari keinginan itu dapat dipetiknya kehendak-
kehendak yang realistis dan yang benar-benar dapat dicapai, meyakinkan
kelompoknya mengenai apa-apa yang menjadi kehendak mereka, mana yang
realistis dan mana yang sebenarnya merupakan khayalan. Pemimpin yang efektif
adalah pemimpin yang memahami akan tugas dan kewajibannya, serta dapat
menjalin hubungan kerjasama yang baik dengan bawahan, sehingga terciptanya
suasana kerja yang membuat bawahan merasa aman, tentram, dan memiliki suatu
kebebsan dalam mengembangkan gagasannya dalam rangka tercapai tujuan
bersama yang telah ditetapkan.

strategi merupakan masalah yang sangat urgen, yang akan menjadi dasar dalam
pengambilan keputusan, setelah dijabarkan tujuan yang hendak dicapai. Hal
demikian terjadi dalam setiap organisasi atau lembaga, dimana tidak terlepas dari
penetapan strategi, yang berbeda hanyalah apakah strategi itu tepat, berjalan
dengan baik, efisien, dan efektif atau memenuhi semua unsur yang perlu
diperhatikan dalam hal penerapannya. Sedangkan kepemimpinan didefinisikan
sebagai salah satu proses mempengaruhi aktivitas dari individu atau kelompok
untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu.

Memiliki visi yang jelas


Seorang pemimpin yang memiliki visi yang jelas akan mampu mengkomunikasikan rencana
organisasi kepada karyawan dengan cara yang lebih baik. Jika pemimpin itu sendiri tidak terlalu
yakin akan rencana atau strategi, sulit baginya untuk meyakinkan orang lain, dan ini adalah di
mana akan terjadi defisit kepercayaan dan kecemasan merayap masuk. Seorang pemimpin harus
tahu cara memotivasi timnya untuk mengubah visi tersebut menjadi kenyataan.
Mampu untuk menilai
Seorang pemimpin memiliki kewenangan untuk membuat keputusan akhir, tapi itu tidak berarti
bahwa orang lain tidak cukup mumpuni untuk menyuarakan pendapat mereka. Menghargai
karyawan adalah salah satu dari dasar-dasar strategi kepemimpinan. Orang-orang yang bekerja
dalam suatu organisasi adalah aset yang paling penting, sehingga menjadi sangat penting bahwa
seorang pemimpin menginvestasikan banyak waktu dan usaha dengan memberi mereka
kesempatan.

Menciptakan pemimpin masa depan


Pemimpin tidak menciptakan pengikut, mereka menciptakan lebih banyak pemimpin. Sebagai
seorang pemimpin, pekerjaan anda menjadi jauh lebih mudah jika anda memiliki sekelompok
orang yang percaya diri dan mampu mengambil keputusan penting. Ini adalah tanggung jawab
seorang pemimpin untuk tidak memandang sebelah mata pada orang yang memiliki potensi
sehingga mereka dapat berpatisipasi penuh dalam perusahaan terutama pada situasi kritis.

Komunikasi yang efektif


Untuk menerjemahkan visi menjadi kenyataan, sangat penting bagi seorang pemimpin untuk
membuat pengikutnya percaya kepada gagasan. Hal ini berarti komunikasi yang efektif dapat
membantu untuk mencapainya. Komunikasi yang efektif juga membuat bawahan mempunyai
kesempatan untuk mengekspresikan pandangan dan aspirasi mereka.

Memperhitungkan resiko
Seorang pemimpin harus memiliki keyakinan untuk memperhitungkan risiko. Ada perbedaan antara
memperhitungkan risiko dan berani bertindak penuh resiko. Memperhitungkan resiko berarti
mengambil resiko dengan berpikir lebih dari sekali. Orang yang perhitungan seringkali memiliki rencana
cadangan.

Dalam menuntaskan agenda reformasi setidaknya ada empat kriteria


harus dimiliki oleh pemimpin : Pertama adalah decisive, artinya memiliki
kemampuan untuk mengambil keputusan yang cepat dan tepat waktu dan
akurat serta memiliki kemampuan untuk menjalankan keputusan yang
telah diambil dan mampu mengoreksi terhadap keputusan yang telah
diambil; kedua, memiliki kapabilitas, artinya memiliki pandangan yang
visoner terkait dengan tujuan nasional dan menjabarkannya dalam
perencanaan yang jelas dan melaksanakannya dengan konsisten; ketiga,
Integritas artinya pemimpin harus memiliki integritas moral, kejujuran
public serta berprilaku adil, tidak pernah tersangkut perkara
pidana/perdata yang merugikan rakyat banyak; keempat memiliki
akseptabilitas publik yang tinggi yang didasarkan pada dukungan rasional,
bukan "semu".
Namun demikian pemimpin visioner memerlukan kompetensi tertentu, seperti:
memiliki kemampuan berkomunikasi secara efektif; memahami lingkungan luar;
memiliki gambaran yang jelas tentang apa yang hendak dicapai dan mempunyai
gambaran yang jelas kapan hal itu akan dapat dicapai; serta tidak memikirkan di
mana posisi bisnis pada saat ini, tetapi lebih memikirkan di mana posisi yang
diinginkan pada masa yang akan datang.

Pertama : sebagai penentu arah (direction setter), peran di mana seorang


pemimpin menyajikan suatu visi, meyakinkan gambaran atau target untuk suatu
organisasi, guna meraih pada masa depan, dan melibatkan orang-orang dari get-
go. Hal ini bagi para ahli dalam studi dan praktek kepemimpinan merupakan
esensi dari kepemimpinan. Sebagai penentu arah, seorang pemimpin
menyampaikan visi, mengkomunikasikannya, memotivasi pekerja dan rekan, serta
meyakinkan orang bahwa apa yang dilakukan merupakan hal yang benar, dan
mendukung partisipasi pada seluruh tingkat dan pada seluruh tahap usaha menuju
masa depan.
Agen perubahan(agent of change). Agen perubahan merupakan peran penting
kedua dari seorang pemimpin visioner. Dalam konteks perubahan, lingkungan
eksternal adalah pusat. Ekonomi, sosial, teknologi, dan perubahan politis terjadi
secara terus-menerus, beberapa berlangsung secara dramatis dan yang lainnya
berlangsung dengan perlahan. Tentu saja, kebutuhan pelanggan dan pilihan
berubah sebagaimana halnya perubahan keinginan parastakeholders. Para
pemimpin yang efektif harus secara konstan menyesuaikan terhadap perubahan
ini dan berpikir ke depan tentang perubahan potensial dan yang dapat dirubah.
Hal ini menjamin bahwa pemimpin disediakan untuk seluruh situasi atau peristiwa-
peristiwa yang dapat mengancam kesuksesan organisasi saat ini, dan yang paling
penting masa depan. Akhirnya, fleksibilitas dan resiko yang dihitung pengambilan
adalah juga penting lingkungan yang berubah.
Juru bicara (spokesperson). Memperoleh pesan ke luar, dan juga berbicara,
boleh dikatakan merupakan suatu bagian penting dari memimpikan masa depan
suatu organisasi. Seorang pemimpin efektif adalah juga seseorang yang
mengetahui dan menghargai segala bentuk komunikasi tersedia, guna
menjelaskan dan membangun dukungan untuk suatu visi masa depan. Pemimpin,
sebagai juru bicara untuk visi, harus mengkomunikasikan suatu pesan yang
mengikat semua orang agar melibatkan diri dan menyentuh visi organisasi-secara
internal dan secara eksternal. Visi yang disampaikan harus bermanfaat, menarik,
dan menumbulkan kegairahan tentang masa depan organisasi.

Pelatih(coach). Pemimpin visioner yang efektif harus menjadi pelatih yang baik.
Dengan ini berarti bahwa seorang pemimpin harus menggunakan kerjasama
kelompok untuk mencapai visi yang dinyatakan. Seorang pemimpin
mengoptimalkan kemampuan seluruh pemain untuk bekerja sama,
mengkoordinir aktivitas atau usaha mereka, ke arah pencapaian kemenangan,
atau menuju pencapaian suatu visi organisasi. Pemimpin, sebagai pelatih,
menjaga pekerja untuk memusatkan pada realisasi visi dengan pengarahan,
memberi harapan, dan membangun kepercayaan di antara pemain yang penting
bagi organisasi dan visinya untuk masa depan. Dalam beberapa kasus, hal
tersebut dapat dibantah bahwa pemimpin sebagai pelatih, lebih tepat untuk
ditunjuk sebagai player-coach.

Pertama adalah decisive, artinya memiliki kemampuan untuk mengambil


keputusan yang cepat dan tepat waktu dan akurat serta memiliki
kemampuan untuk menjalankan keputusan yang telah diambil dan mampu
mengoreksi terhadap keputusan yang telah diambil; kedua, memiliki
kapabilitas, artinya memiliki pandangan yang visoner terkait dengan
tujuan nasional dan menjabarkannya dalam perencanaan yang jelas dan
melaksanakannya dengan konsisten; ketiga, Integritas artinya pemimpin
harus memiliki integritas moral, kejujuran public serta berprilaku adil, tidak
pernah tersangkut perkara pidana/perdata yang merugikan rakyat banyak;
keempat memiliki akseptabilitas publik yang tinggi yang didasarkan pada
dukungan rasional, bukan "semu".

Tuntutan Polri masa depan yang semakin kompleks sebagai polisi sipil yang
profesional, modern, demokratis, pandai, bermoral dan taat hukum, untuk
mencapai hal tersebut diperlukan sebuah figur kepemimpinan selain yang
baik, kuat yang dapat bertindak sebagai penggagas perkembangan dan
pembelajaran baik bagi diri sendiri, anak buah / anggota maupun bagi
organisasi yang dipimpinnya juga memikirkan pada konsistensi dan
keberlanjutan program dengan mengisyaratkan akan adanya keterkaitan dan
keterpengaruhan antara pemimpin yang baru dengan pemimpin sebelumnya pada
penentuan arah kebijakan dalam hal perwujudan visi organisasi.
Model kepemimpinan tersebut juga dikenal sebagai kepemimpinan
strategis dan sistemik. Kepemimpinan strategis adalah pemimpin yang
berorientasi pada visi karena keinginan adanya perubahan dan terus
menerus berinovasi untuk adanya suatu perubahan yang lebih baik,
sedangkan sistemik penekanan pengertiannya pada adanya saling
keterpengaruhan dan keterkaitan antara yang satu dengan yang lain dalam hal
penentuan arah kebijakan organisasi sehingga tetap terwujudnya konsistensi dan
keberlanjutan program organisasi didalam mencapai visinya.
Hal ini mengisyaratkan bahwa kepemimpinan Polri di era demokrasi harus dapat
mewujudkan 6 (lima) pokok-pokok demokratis yaitu :
1. Supremasi Hukum
Polri dalam bertindak harus berpedoman / mengacu pada hukum dan perundang-
undangan yang berlaku.
2. Jaminan dan Perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM)
Polri harus dapat senantiasa memberikan jaminan dan perlindungan Hak Asasi
Manusia (HAM) bagi seluruh warga masyarakat yang dilayaninya.
3. Transparansi
Adanya keterbukaan karena Polri adalah lembaga publik sehingga dalam
menjalankan kepemerintahan yang baik (good governance) informasi bukan saja
diberikan oleh Polri sebagai lembaga publik tetapi masyarakat memiliki hak untuk
memperoleh informasi yang menyangkut kepentingan publik (masyarakat tidak
lagi pasif menunggu).
4. Akuntabilitas Publik
Polri sebagai lembaga public harus dapat mempertanggungjawabkan segala
tindakan / kebijakan kebijakan yang berkaitan dengan upaya paksa.
5. Berorientasi pada masyarakat
Polri harus proaktif dan bersikap problem solving dalam melaksanakan
pemolisiannya guna mewujudkan rasa aman dalam masyarakat.
6. Adanya pembatasan dan pengawasan kewenangan Polri
Polri tidak lagi dapat bertindak sewenang-wenang melainkan harus mengacu pada
hukum dan kewenangannya adalah amanah masyarakat yang ada batasnya serta
dapat dipertanggungjawabkan secara hukum dan moral

Kepemimpinan ideal adalah kepemimpinan yang memiliki sifat bertanggung jawab untuk masa
sekarang dan yang akan dating serta memiliki komitmen yang kuat atas ucapan dan prilakunya
sehingga dapat diikuti oleh orang-orang yang di pimpinnya sesuai dengan tujuan organisasi.

Ki Hajar Dewantoro memperkenalkan gaya kepemimpinan dalam budaya jawa sebagai berikut :
pertama, ing ngarso sung tulodo, yaitu tiap pemimpin itu harus selalu menjadi contoh/teladan
dalam setiap sepak terjang, kiprah dan langkah-langkah dalam kehidupannya. Kedua, ing madyo
mangun karso, yaitu pemimpin harus ada di tengah rakyatnya untuk memberikan semangat.
Ketiga, tut wuri handayani, yaitu seorang pemimpin harus selalu memberikan motivasi dan
dorongan dari belakang.

Kualitas kepemimpinan yang punya komitmen kukuh pada kebenaran, mampu mempertemukan
semua unsur dalam organisasi Polri, melalui pendekatan yang egaliter dan demokratis. Kejelasan
visi dan misi tentang perjalanan Polri membuka jalan bagi kreativitas, tanggung jawab, dan
independensi dalam diri anggotanya.

Dalam konteks tersebut seorang Pemimpin harus dapat menerapkan perubahan kondisi kultur
Polisi sipil yang diharapkan tercermin pada sikap dan perilaku dalam postur Polri sehingga
kinerja polri dapat terpenuhi dan diterima oleh masyarakat dengan memberikan gambaran/contoh
sekaligus melaksanakan perubahan kultur/sifat dan sikap kinerja yaitu :

1) Meningkatkan Kinerja Kepolisian :


a) Ketanggap segeraan/responsif.
(1) Segera memberikan respon/tanggapan setelah mendapatkan laporan/pengaduan dari
masyarakat.
(2) Menindak lanjuti dengan mendatangi TKP setelah mendapatkan laporan/pengaduan dari
masyarakat.
b) Transparansi (keterbukaan).
(1) Proses pengambilan keputusan transparan.
(2) Pengelolaan anggaran transparan.

c) Akuntabilitas (Pertanggungjawaban).
(1) Pertanggung jawaban pelaksanaan tugas berada pada pimpinan.
(2) Pertanggung jawaban pengelolaan anggaran berada pada pimpinan.

d) Demokratis.
(1) Pengambilan keputusan dilaksanakan secara demokratis (tidak arogan)
(2) Kebijakan melalui pendekatan kekuasaan tidak ada lagi.

e) Profesional dan proporsional


(1) Polri melaksanakan tugas (sebagai aparat pemelihara harkamtibmas, penegak hukum,
pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat) dengan berpedoman peraturan Perundang-
undangan.
(2) Petugas melaksanakan tugas pokoknya dengan berlandaskan kode etik Polri.
(3) Mampu melaksanakan tugas secara paripurna tepat waktu, transparan.

f) Modern.
(1) Polri yang modern dalam melaksanakan penegakan hukum selain mengacu kepada
Perundang-undangan yang berlaku dalam proses penyidikannya senantiasa berpegang pada
laboratories minded.
(2) Menggunakan teknologi Kepolisian yang berbasis pada teknologi informatika (monitoring
center, direction finder, Jiacdoc).

g) Integritas Pribadi.
(1) Personel Polri dalam melaksanakan tugas didasarkan pada nilai-nilai/budaya Kepolisian yang
melekat pada dirinya.
(2) Personel Polri mempunyai rasa kebersamaan untuk kepentingan institusi.

h) Kewajaran (fairness).
(1) Personel Polri dalam melaksanakan tugas pokoknya harus terbebas dari prasangka.
(2) Personel Polri harus bersifat netral dengan tidak memihak kepada salah satu pihak yang
terlibat dalam perkara.

i) Rasa Hormat (Respect).


(1) Personel Polri melaksanakan tugasnya harus menghormati dan melayani masyarakat sesuai
harkat kemanusiaannya.
(2) Pimpinan Polri harus memperhatikan aspirasi dari anggota/bawahan.

j) Kejujuran (Honesty).
(1) Personel Polri dalam pelaksanaan tugasnya sehari-hari harus berdasarkan kejujuran.
(2) Dalam pelaksanaan tugas personel Polri dilaksanakan secara tulus hati.
k) Keberanian (Courage).
(1) Dalam pelaksanaan tugasnya personel Polri harus berpihak kepada kebenaran yang hakiki,
bukan kepada yang bayar.
(2) Personel Polri dalam melaksanakan tugasnya berdasarkan tekad untuk melindungi jiwa dan
harta benda warga masyarakat.

l) Welas-asih (compassion).
(1) Dalam pelaksanaan tugasnya personel Polri harus mampu memahami masalah yang sedang
dihadapinya (baik diri polri sendiri maupun masyarakat, bangsa dan negaranya).
(2) Personel Polri dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan perasaan simpatik.

2) Merubah Kultur Kepolisian

Merubah kultur bukanlah hal yang mudah namun dituntut suatu komitmen yang kuat, hal ini
memerlukan pengorbanan, penghayatan dan implementasi nilai-nilai dasar kemanusiaan. untuk
membangun kultur kepolisian antara lain;
a) bekerja benar penuh rasa tanggungjawab.
b) bekerja tuntas penuh integritas.
c) bekerja keras penuh semangat.
d) bekerja serius penuh kecintaan kepada organisasi dan masyarakatbekerja cerdas penuh
kreativitas.
e) bekerja tekun penuh keunggulan.
f) bekerja paripurna penuh kerendahan hati
g) bekerja untuk pengabdian dan tidak takut miskin
h) senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai moral yang ada dalam masyarakat
i) menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM)

b. Peningkatan Kinerja dan Perubahan kultur dalam rangka mewujudkan reformasi birokrasi
polri
Implementasi peningkatan kinerja dan perubahan kultur Polri dilakukan secara terencana dan
berkesinambungan melalui beberapa tahap :

1) Jangka Pendek
a) Penandatanganan fakta kinerja dan komitmen moral kepada seluruh anggota Polri.
b) Mensosialisasikan sampai tingkat pelaksana tentang perubahan kultur Polri dan reformasi
birokrasi Polri.
c) Konsisten menerapkan dan menjalankan program unggulun quick wins yang diantaranya
adalah Quick respon Patroli Samapta, Transparasi pelayanan SIM, STNK, BPKB (SSB),
Transparasi pelayanan penyidikan (SP2HP) dan transparasi dalam rekruitmen personel Polri.
d) Mensosialisasikan kode etik Polri dengan sanksinya kepada seluruh anggota Polri (berlakunya
hukum pidana terhadap anggota yang melanggar/memalukan citra Polri)
e) Pelaksanaan tugas secara transparan dam kepastian hukum serta adil tanpa membedakan
status.
f) Mempublikasikan secara luas tentang keberhasilan Polri terhadap kasus yang menjadi
perhatian masyarakat.
g) Mengadakan sosialisasi hukum dalam rangka meningkatkan kesadaran masyarakat ikut
berperan serta di bidang keamanan.

2) Jangka Sedang
a) Mengadakan kerjasama dengan pemerintah, DPR dan instansi terkait dalam rangka
meningkatkan dukungan anggaran operasional Polri.
b) Mengadakan kerjasama secara intensif dengan aparat penegak hukum lainnya maupun lintas
Departemen.
c) Meningkatkan hubungan kerjasama dengan luar negeri untuk lebih meningkatkan kemampuan
anggota Polri.
d) Menindak secara tegas setiap pelanggaran hukum dengan menjunjung tinggi supremasi
hukum dan HAM.
e) Mendorong Pemerintah dan Legislatif untuk merevisi Peraturan Perundang-undangan yang
tumpang tindih.

3) Jangka Panjang
a) Pembangunan kekuatan personel Polri yang profesional, modern dan bermoral dalam rangka
mewujudkan kultur Polisi Sipil.
b) Membangun integritas dan akuntabilitas pelaksanaan tugas Polri yang berbasis teknologi
tinggi.
c) Menyelenggarakan Fit and Proper Test pada jabatan-jabatan strategis seperti Kasatwil.
d) Melaksanakan reward and punishment secara konsisten.
e) Fakta integritas digunakan sebagai pedoman dalam pelaksanaan tugas dan direalisasikan
secara benar.

Anda mungkin juga menyukai