Anda di halaman 1dari 6

Nama : Nadia Khoirun Nisa

NIM : E1011211075

Prodi : Ilmu Administrasi Publik

Mata Kuliah : Kepemimpinan

Peran kepemimpinan

Seorang pemimpin harus berani dan mampu mengambil tindakan terhadap anak
buahnya yang menyeleweng, yang malas dan yang telah berbuat salah sehingga merugikan
organisasi, dengan jalan memberi celaan, teguran, dan hukuman yang setimpal dengan
kesalahannya. Sebagai orang yang berada di puncak dan dipandang memiliki pengetahuan
yang lebih baik dibanding yang dipimpin, seorang pemimpin juga harus mampu memberikan
bimbingan yang tepat dan simpatik kepada bawahannya yang mengalami masalah dalam
melaksanakan pekerjaannya. Seorang pemimpin perlu membuat perencanaan yang menyeluruh
bagi organisasi dan bagi diri sendiri selaku penanggung jawab tercapainya tujuan organisasi.
Seorang pemimpin juga harus mampu mendeteksi hambatan-hambatan yang muncul, baik
yang kecil maupun yang besar dengan senantiasa memandang ke depan dan waspada terhadap
kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi.

Kepemimpinan merupakan aspek paling penting dalam sebuah organisasi. Setiap


pencapaian yang dihasilkan kelompok atau organisasi tidak lepas dari peranan seorang
pemimpin. Oleh karena itu, untuk mewujudkan cita-cita organisasi, seorang pemimpin harus
menjalankan fungsinya sebaik mungkin. Menurut Burt Nanus yang dikutip Lembaga
Pendidikan dan Pengembangan Manajemen Jakarta. Seorang pemimpin diharapkan dapat
berperan sebagai berikut :

1) Pemberi arah, seorang pemimpin diharapkan mampu memberi pengarahan sehingga


dapat diketahui sampai sejauh mana efektifitas maupun efisiensi pelaksanaa dalam
upaya pencapaian tujuan.
2) Agen Perubahan, maksudnya seorang pemimpin sebagai katalisator perubahan pada
lingkungan eksternal. Untuk itu, pemimpin harus mampu mengantisipasi
perkembangan dunia luar, serta mengimplikasi terhadap organisasi, menetapkan visi
yang tepat untuk menjawab hal yang utama dan prioritas atas perubahan tersebut,
mempromosikan penelitian, serta memberdayakan karyawan menciptakan perubahan-
perubahan yang penting.
3) Pembicara, pemimpin sebagai pembicara ahli, pendengar yang baik, dan penentu visi
organisasi merupakan penasihat negosiator organisasi dari pihak luar, agar memperoleh
informasi dukungan, ide dan sumberdaya yang bermanfaat bagi perkembangan
organisasi.
4) Pembina, pemimpin adalah pembina tim yang memberdayakan individu dalam
organisasinya dan mengarahkan perilaku mereka sesuai visi yang telah dirumuskan.
Dengan kata lain ia berperan sebagai mentor, yang menjadikan visi menjasi realitas.

Peran kepemimpinan nasional sangat krusial dalam membentuk arah dan karakter suatu
negara. Berikut adalah beberapa aspek analisis mengenai peran kepemimpinan nasional:

1. Visi dan Pengarah: Kepemimpinan nasional menetapkan visi jangka panjang untuk
negara. Mereka merumuskan tujuan-tujuan strategis yang memandu pembangunan
ekonomi, sosial, dan politik.
2. Pembuat Kebijakan: Kepemimpinan nasional berperan dalam merancang dan
melaksanakan kebijakan-kebijakan negara. Mereka membuat keputusan terkait
ekonomi, pendidikan, lingkungan, dan keamanan yang mempengaruhi kehidupan
sehari-hari masyarakat.
3. Pemersatu dan Pemimpin Moral: Kepemimpinan nasional memiliki peran sebagai
pemersatu bangsa. Mereka harus mampu meminimalkan konflik internal,
mempromosikan kesatuan, dan mengatasi perbedaan sosial, budaya, dan agama.
Kepemimpinan moral juga penting dalam membentuk etika dan nilai-nilai masyarakat.
4. Keamanan dan Pertahanan: Kepemimpinan nasional bertanggung jawab atas keamanan
negara dan kebijakan pertahanan. Mereka membuat keputusan terkait kebijakan militer,
diplomasi, dan perlindungan terhadap ancaman dari dalam dan luar negeri.
5. Ekonomi dan Kesejahteraan: Kepemimpinan nasional memainkan peran kunci dalam
mengelola ekonomi negara. Mereka merumuskan kebijakan fiskal dan moneter,
memfasilitasi investasi, dan mengatasi masalah ekonomi seperti inflasi dan
pengangguran untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
6. Hubungan Internasional: Kepemimpinan nasional mewakili negara dalam hubungan
internasional. Mereka menjalin dan memelihara hubungan dengan negara-negara lain,
berpartisipasi dalam organisasi internasional, dan memainkan peran dalam
perdagangan internasional serta diplomasi global.
7. Penanganan Krisis: Kepemimpinan nasional harus dapat merespons cepat dan efektif
terhadap berbagai krisis seperti bencana alam, pandemi, atau konflik. Keputusan yang
diambil dalam situasi darurat dapat memiliki dampak signifikan pada keselamatan dan
kesejahteraan rakyat.
8. Pemimpin Inspiratif: Kepemimpinan nasional yang inspiratif dapat memotivasi
masyarakat untuk berkontribusi pada pembangunan negara. Pemimpin yang memimpin
dengan contoh dan memiliki integritas dapat membentuk kepercayaan dan dukungan
masyarakat.

Analisis peran kepemimpinan nasional seringkali melibatkan penilaian terhadap


kepemimpinan individu, kebijakan yang diterapkan, serta dampaknya pada masyarakat dan
negara secara keseluruhan.

Analisis kasus kepemimpinan nasional :

Orde lama

Pada masa Orde Lama (sekitar 1945-1966), pemerintah nasional Indonesia memiliki
peran sentral dalam membangun negara yang baru merdeka. Mereka berfokus pada
pembangunan infrastruktur, pendidikan, dan ekonomi untuk mencapai stabilitas dan
pertumbuhan ekonomi. Pada masa Orde Lama, peran kepemimpinan di bawah Soekarno adalah
sangat sentralistik dan otoriter. Soekarno memiliki otoritas yang besar dan mengendalikan
hampir semua aspek kebijakan negara. Pemerintahannya menekankan nasionalisme, ekonomi
terpimpin, dan politik luar negeri aktif.

kepemimpinan nasional di bawah Presiden Soekarno memiliki ciri khas otoriter dan
sentralistik. Berikut adalah analisis beberapa aspek kepemimpinan nasional pada masa Orde
Lama, pertama Otoritas Sentral dan Nasionalisme: Kepemimpinan Soekarno menekankan
sentralisasi kekuasaan di tingkat nasional. Semangat nasionalisme dan anti-kolonialisme sangat
diperkuat, dengan penekanan pada persatuan bangsa Indonesia dalam menghadapi tantangan
eksternal. Kedua Politik Luar Negeri Aktif: Pada masa Orde Lama, Indonesia mengambil peran
aktif dalam diplomasi internasional dengan kebijakan non-blok dan kerjasama dengan negara-
negara berkembang. Hal ini mencerminkan peran kepemimpinan Soekarno dalam membangun
identitas Indonesia sebagai negara yang merdeka dan berdaulat di kancah global. Ketiga
Ekonomi Terpimpin: Kepemimpinan pada masa Orde Lama menerapkan kebijakan ekonomi
terpimpin yang menekankan kontrol pemerintah terhadap sektor-sektor ekonomi kunci.
Meskipun diharapkan untuk mengurangi ketimpangan ekonomi, hasilnya cukup kontroversial
dengan beberapa proyek-proyek besar yang mengalami kesulitan ekonomi. Keempat
Penindasan Terhadap Oposisi: Di bawah kepemimpinan Orde Lama, ada penindasan terhadap
oposisi politik, termasuk Partai Komunis Indonesia (PKI) yang pada awalnya merupakan
sekutu rezim Soekarno namun kemudian dikecam dan dilarang setelah G30S/PKI (Gerakan 30
September/Partai Komunis Indonesia) yang mengguncang Indonesia pada tahun 1965. Dan
kelima Seni dan Kebudayaan: Kepemimpinan Soekarno juga menekankan pada seni dan
kebudayaan nasional. Program-program kesenian dan kebudayaan didukung untuk
memperkuat identitas nasional Indonesia.

Dalam analisis kepemimpinan nasional pada masa Orde Lama, perlu diperhatikan
bahwa sementara ada pencapaian signifikan dalam memperkuat identitas nasional dan
diplomasi internasional, ada juga kritik terhadap penekanan pada otoritarianisme, kurangnya
kebebasan politik, dan pembatasan hak-hak sipil. Kondisi politik dan sosial pada masa itu juga
memunculkan konflik internal dan ketidakstabilan yang berdampak pada rakyat Indonesia

Orde baru

Pada masa Orde Baru (sekitar 1966-1998), pemerintah nasional di bawah


kepemimpinan Presiden Soeharto menerapkan kebijakan pembangunan ekonomi yang otoriter,
dengan fokus pada industrialisasi dan modernisasi. Namun, kebijakan ini juga sering dikritik
karena adanya pelanggaran hak asasi manusia dan kurangnya kebebasan politik. Pada masa
Orde Baru di bawah Soeharto, peran kepemimpinan juga sangat otoriter, tetapi ada penekanan
kuat pada pembangunan ekonomi. Kebijakan ekonomi liberalisasi yang diadopsi mengarah
pada pertumbuhan ekonomi yang pesat, meskipun ada korupsi dan pelanggaran hak asasi
manusia yang serius.

Kepemimpinan nasional di bawah Presiden Soeharto memiliki ciri khas otoriter dan
otoritas yang sangat kuat. Berikut adalah analisis beberapa aspek kepemimpinan nasional pada
masa Orde Baru: pertama, Perekonomian dan Pembangunan: Di bawah kepemimpinan Orde
Baru, Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang signifikan. Kebijakan pembangunan
ekonomi yang terpusat pada industrialisasi dan investasi asing berhasil meningkatkan standar
hidup bagi sebagian besar masyarakat. Namun, kebijakan ini juga menyebabkan ketimpangan
ekonomi dan melibatkan kasus korupsi yang meluas. Kedua, Stabilitas Politik: Orde Baru
menawarkan stabilitas politik yang kontras dengan periode sebelumnya. Pembatasan terhadap
kebebasan berpendapat dan oposisi politik dijalankan dengan tegas untuk memastikan
kestabilan politik, meskipun dengan konsekuensi berkurangnya kebebasan sipil.

Ketiga, Ketahanan Nasional: Soeharto menekankan kebijakan ketahanan nasional dan


mengatasi konflik internal, terutama melalui pemberangusan Partai Komunis Indonesia (PKI)
setelah peristiwa G30S/PKI pada tahun 1965. Pemerintahannya juga menerapkan kebijakan
yang membatasi hak-hak etnis Tionghoa, yang merupakan kelompok minoritas di Indonesia.
Keempat, Pendidikan dan Infrastruktur: Pemerintah Orde Baru memprioritaskan pembangunan
infrastruktur dan pendidikan. Banyak proyek infrastruktur besar dan program pendidikan
nasional diluncurkan, meskipun seringkali diwarnai oleh korupsi. Dan kelima, Kebijakan
Lingkungan: Di bawah kepemimpinan Orde Baru, terjadi eksploitasi sumber daya alam yang
besar tanpa memperhatikan dampak lingkungan. Hutan dan lingkungan alam mengalami
kerusakan yang signifikan karena kebijakan pembangunan ekonomi yang tidak berkelanjutan.

Sementara ada pencapaian ekonomi dan stabilitas relatif, kepemimpinan Orde Baru
juga dipenuhi oleh kasus pelanggaran hak asasi manusia, pembatasan kebebasan berpendapat,
serta tingginya tingkat korupsi dalam pemerintahan. Pengkritik dan oposisi politik dipatahkan,
menyebabkan kurangnya keberagaman pendapat dalam ranah publik. Kritik terhadap
kepemimpinan ini juga sering kali mengacu pada ketidaksetaraan sosial dan ekonomi yang
semakin memperlebar kesenjangan antara kelompok-kelompok masyarakat

Reformasi

Selama periode Reformasi (sejak tahun 1998 hingga sekarang), pemerintah nasional
mengalami perubahan besar dalam arah demokratisasi dan reformasi kebijakan. Ada
peningkatan dalam kebebasan berpendapat, hak asasi manusia, serta pemberantasan korupsi.
Pemerintah juga berupaya meningkatkan pelayanan publik dan memperbaiki tata kelola
pemerintahan. Peran kepemimpinan mengalami perubahan signifikan. Reformasi politik
membawa demokrasi multi-partai, kebebasan pers, dan hak-hak sipil yang diperluas. Pemilihan
umum yang bebas dan adil menjadi bagian integral dari proses politik. Namun, tantangan tetap
ada dalam hal korupsi, ketidaksetaraan sosial, dan ketegangan politik.

Kepemimpinan nasional mengalami perubahan signifikan setelah pengunduran diri


Presiden Soeharto. Berikut adalah analisis beberapa aspek kepemimpinan nasional pada masa
Reformasi: pertama, Demokrasi Multi-Partai: Reformasi membawa demokrasi multi-partai ke
Indonesia. Pemilihan umum bebas dan adil diadakan secara teratur, memungkinkan warga
negara memilih pemimpin dan partai politik mereka sendiri. Kebebasan berpendapat dan
berorganisasi diperluas. Kedua, Kebebasan Pers dan Ekspresi: Terjadi peningkatan signifikan
dalam kebebasan pers dan ekspresi di bawah Reformasi. Media massa menjadi lebih beragam
dan kritis terhadap pemerintah, meskipun tantangan seperti kebijakan sensor dan ancaman
terhadap wartawan masih ada. Ketiga, Penegakan Hukum dan HAM: Reformasi memperkuat
penegakan hukum dan hak asasi manusia (HAM). Lembaga-lembaga seperti Komisi Nasional
Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dibentuk untuk mengawasi pelanggaran HAM dan
melindungi hak-hak rakyat. Meskipun demikian, masih ada tantangan dalam menegakkan
hukum secara adil dan transparan. Keempat, Otonomi Daerah: Reformasi mengenalkan konsep
otonomi daerah yang memberikan wewenang lebih besar kepada pemerintah daerah untuk
mengelola urusan lokal. Ini memungkinkan adanya kebijakan yang lebih sesuai dengan
kebutuhan masyarakat setempat. Kelima, Perekonomian dan Investasi Asing: Terjadi reformasi
ekonomi dengan membuka pasar dan menggalakkan investasi asing. Meskipun ada
pertumbuhan ekonomi yang signifikan, ada juga tantangan terkait ketimpangan ekonomi,
pengangguran, dan perlindungan terhadap industri lokal. Keenam, Isu Lingkungan:
Kepemimpinan pada masa Reformasi memperhatikan isu lingkungan dengan lebih serius.
Upaya perlindungan lingkungan ditingkatkan, meskipun masih ada masalah serius terkait
deforestasi, polusi, dan kerusakan lingkungan lainnya. Dan ketujuh, Partisipasi Masyarakat
Sipil: Masyarakat sipil memainkan peran yang lebih aktif dalam proses politik dan pembuatan
kebijakan. Aktivis, LSM, dan kelompok-kelompok advokasi memiliki ruang yang lebih besar
untuk mempengaruhi kebijakan dan menyoroti isu-isu penting.

Reformasi juga dihadapkan pada tantangan, termasuk korupsi yang masih merajalela,
ketidaksetaraan sosial dan ekonomi, serta masalah-masalah terkait intoleransi dan radikalisme.
Meskipun ada kemajuan yang signifikan, masih ada pekerjaan yang harus dilakukan untuk
memperkuat institusi demokratis, meningkatkan kesejahteraan rakyat, dan mengatasi berbagai
isu sosial dan ekonomi. Setiap periode ini, evaluasi peran kepemimpinan bervariasi. Orde Lama
dan Orde Baru sering dikritik karena pelanggaran hak asasi manusia dan kurangnya kebebasan
politik, sementara Reformasi dianggap sebagai tonggak menuju demokrasi, meskipun masih
ada pekerjaan yang harus dilakukan dalam memperkuat institusi demokratis dan meningkatkan
kesejahteraan rakyat

Anda mungkin juga menyukai